Fatwa Misterius, Ajaran NU Dianggap Sesat (4)

Anti TBC, Suka Bid’ah Berjama’ah
Fatwa Misterius, Ajaran NU Dianggap Sesat (4)
Kalau klaim mereka ingin memerangi taklid, bid’ah, churafat, yang dulu dikenal dengan singkatan TBC itu ternyata tak benar. Kelompok itu sendiri malah tidak menolak amalan bid’ah berjamaah. Seperti apa?

ADALAH Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim KH Miftahul Ahyar yang mengungkapkan pernyataan itu. Untukmembuktikannya, Kiai Miftah menunjuk praktik shalat witir berjama’ah di Masjidil Haram.
“Saya sendiri pernah melihat langsung saat melaksanakan umrah di bulan Ramadan,” tegasnya.
Dipaparkan, praktik shalat witir berjama’ah itu dilakukan 11 rakaat, setiap dua rakaat satu salam. Amalan itu dikerjakan sekitar pukul 01.00 sampai pukul 03.00, setelah mereka mengerjakan shalat tarawih.
“Setelah tarawih lalu bubar, setelah itu sekitar pukul 1 sampai pukul 3 malam mengerjakan witir jamaah 11 rakaat. Tiap dua rakaat satu salam. Padahal amalan seperti itu seluruh madzhab tak ada. Apa ini bukan bid’ah?” ujar pengasuh Ponpes Miftahussunaah Kedung Tarukan Surabaya ini.
Bahkan, lanjut mantan Rais Syuriah PCNU Surabaya ini, salah satu ulama Arab Saudi, Syekh Ismail Al-Yamani langsung melayangkan protes keras dengan praktik bid’ah berjama’ah seperti ini.
Yang lebih menarik lagi diungkap Kiai Miftah, adalah upaya mencetak ulang kitab karangan ulama besar Imam Nawawi (Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syirfu al Nawawi al Dimsyaki). Apa yang menarik?
Imam Nawawi dikenal karena karya-karyanya, antara lain kitab-kitab syarah Shahih Muslim, Riyadhus Salihin, Al-Adzkar, Al-Tibyan fi Adab Hamalat al-Quran, Al-Irsyad wal-Taqrib fi ‘Ulum al-Hadith, Al-Aidah fi Manasik al-Hajj, Syarah Muhazzab, al-Raudah, Tahdhib al-Asma’ wa al-Lughat, al-Minhaj dan Matan al-Arbain. Antara kitabnya yang begitu popular dalam pengajian ilmu ialah Matan al-Arbain (hadis 40), Riyadhus Salihin, Syarah Sahih Muslim dan al-Adzkar.
Nah, salah satu karya Imam Nawawi, yakni kitab Al-Adzkar An Nawawi, akhir-akhir ini dicetak ulang oleh kelompok Salafi. Namun kenapa bab Takziah dalam kitab itu justru dihilangkan?
“Saya khawatir, apa yang disampaikan Rasulullah SAW bahwa kelak ada masa ifsad bainahum, kelompok yang selalu mengadu domba, menyebarkan fitnah sesama umat Islam, saat ini terjadi,” tandas Kiai Miftah.
Untunglah, NU tetap mewaspadai gerakan tersebut. Antara lain menyikapinya dengan menyusun buku pedoman tentang ajaran Ahalussunnah Waljamaah, juga buku tentang kelompok-kelompok sempalan dalam Islam serta ensiklopedi amalan-amalan NU, seperti ziarah kubur, tawasul dan sebagainya. (mha)

 

Sumber:

http://harianbangsa.com/