Fatwa Misterius, Ajaran NU Dianggap Sesat (6-habis)

Kitab Imam Asy’ari Juga Dipalsu

Fatwa Misterius, Ajaran NU Dianggap Sesat (6-habis)

Bagi umat Islam berfaham Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) nama Imam Asy’ari atau nama lengkapnya, Abul Hasan Ali bin Ismail bin Abu Bisyr Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abu Burdah bin Abu Musa al-Asy’ari Abdullah bin Qais bin Hadhar, tidak asing lagi. Dialah peletak dasar bersama Imam Maturidi, akidah Aswaja. Karyanya yang menjadi refrensi tak terbilang. Apalagi yang berhasil menepis kelompok rasionalis dalam Islam (Mu’tazilah).


Karya beliau antara lain, al-Ibanah an Ushuli Diyanah, Maqalatul Islamiyyin, Risalah Ila Ahli Tsaghr, al-Luma’ fi Raddi ala Ahlil Bida’, al-Mujaz, al-Umad fi Ru’yah, Fushul fi Raddi alal Mulhidin, Khalqul A’mal, Kitabush Shifat, Kitabur Ruyah bil Abshar,al-Khash wal ‘Am, Raddu Alal Mujassimah, Idhahul Burhan, asy-Syarh wa Tafshil, an-Naqdhu alal Jubai, an-naqdhu alal Balkhi, Jumlatu Maqalatil Mulhidin, Raddu ala lbni Ruwandi, al-Qami’ fi Raddi alal Khalidi, Adabul Jadal, Jawabul Khurasaniyyah, Jawabus Sirafiyyin, Jawabul Jurjaniyyin, Masail Mantsurah Baghdadiyyah, al- Funun fi Raddi alal Mulhidin, Nawadir fi Daqaiqil Kalam, Kasyful Asrar wa Hatkul Atsar, Tafsirul Qur’an al-Mukhtazin, dan yang lainnya.
Nah kaum Wahabi ternyata mengincar untuk memutarbalikkan atau mencetak ulang karya Imam Asy’ari. Menurut temuan KH Miftah, kitab al-Ibanah an Ushuli Diyanah, juga dicetak ulang. Kiai Miftah menemukan salah satunya dalam kitab al-Ibanah itu adalah adanya kalimat “Ya Saakinah al Sama’, Ya Tuhan yang bersemanyam di Arsy”.
Menurut Kiai Miftah, kalimat “Allah bersemanyang di Arsy” itu ternyata juga cetakan baru dalam kitab al Ibanah. Sebab setelah ditelusuri dalam kitab Al Asy’ari yang lain terutama dalam kita Al Luma’ yang ketiga, faham Al Asy’ari tidak seperti itu.
“Kalimat itu pemalsuan sebab di kitab Al Luma’ ketiga faham beliau tidak seperti itu,” tegasnya sembari menyebut kelompok Wahabi itu hampir sama dengan kelompok atau golongan Khawarij, yakni golongan yang selalu menyalahkan dan mengkafirkan orang lain.
Kiai Miftah juga menemukan hal yang sama di kita Fathul Bari. Kitab ini adalah karangan salah satu ulama kesohor yakni Ibnu Hajar al Asqolani. Kitab ini adalah Syarah terbaik dari kitab Shohih Bukhari. Kitab ini termasuk kitab induk yang belum ada tandingannya.
“Mereka juga mencoba tidak memasukkan bagian-bagian tertentu dalam Fathul Bari,” tegasnya.

Sementara itu sejumlah kalangan muda NU tak tinggal diam. Mereka kemudian juga menyebarkan selebaran tandingan. Uniknya selebaran itu dicetak persis dengan selebaran asli. Hanya saja isinya yang berbeda, dari judulnya saja agak mirip. Dan hanya orang yang teliti. Judulnya memang sengaja dimiripkan.
“Fatwa Ulama Jomplang”
Namun isinya justru sebagai jawaban atas fatwa sebelumnya. Misalnya soal pembacaan usholli dalam shalat, disebutkan dalam selebaran itu dianjurkan, karena tidak ada larangan. Yang lainya misalnya soal membaca wirid, atau dzikir ba’da shalat, harus ditingkatkan.
Demikian juga soal qunut shalat Subuh. Dalam selebaran itu, disebutkan perlu membaca doa qunut, karena nabi dan para sahabat juga mengerjakan qunut. Sementara nama-nama kiai, juga dimirip-miripkan denga selebaran “Fatwa Ulama Jombang”
“Membuat ‘fatwa’ tandingan, dan dimirip-miripkan ini lebih efektif, karena saya yakin warga NU soal ajaran tak gampang goyah. Kalau sejak awal menganut takziah, qunut, wirid, tak semudah itu tergoyahkan,” kata seorang kader NU Jatim ditemui di kantor PWNU Jatim. (mahrus ali/habis)

Sumber:

http://harianbangsa.com/