Irawady

Permainan sepak bola indah ditonton, jika para pemain bermain sungguh-sungguh. Tidak terlibat suap. Wasitnya pun bersih. Jika ada salah satu tidak beres, maka rusaklah permainan.

Khusus di Indonesia, tanah air tercinta ini, untuk menjamin semua itu, diperlukan pengawas. Ada pengawas pertandingan, pengawas wasit/hakim, dll. Dan untuk menjaga kejujuran para pengawas itu, dibutuhkan juga pengawas-nya pengawas, …. dst.

Lhaa ini masalahnya… pengawas-nya pengawas kena !!

Maka, urusan jadi ruwet. Maka, seluruh komponen yang terlibat dalam permainan itu diragukan …..ehm….. Entahlah.

.


KPK Tangkap Pengawas Hakim

JAKARTA – Irawady Joenoes, 67, seharusnya menjadi panutan penegak keadilan. Sebab, dia menjabat koordinator Bidang Pengawasan Kehormatan, Keluhuran Martabat, dan Perilaku Hakim Komisi Yudisial (KY). Namun, pengawas hakim itu kemarin ditangkap penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) saat menerima suap.

Menurut Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean, Irawady ditangkap pukul 13.30 di rumah saudara iparnya di Jalan Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. “IJ (Irawady Joenoes, Red) kedapatan menerima sejumlah uang yang disimpan dalam tas. Sebagian (lagi, Red) ada dalam kantong yang bersangkutan,” ujar Tumpak dalam keterangan pers di gedung KPK Kuningan kemarin.

Freddy Santoso, penyuap Irawady, juga diringkus di tempat yang sama. Pemberian suap itu terkait dengan pengadaan tanah untuk membangun gedung baru KY.

Saat dia ditangkap, uang yang berada dalam tas Rp 600 juta. Uang yang sudah masuk ke kantong anggota KY paling vokal itu USD 30 ribu. Kisah Irawady yang tertangkpa basah meredupkan karir panjangnya sebagai seorang jaksa dan anggota KY. Termasuk pernah menjabat kepala Kejari Bojonegoro.

Menurut sumber Jawa Pos, uang dalam tas tersebut sempat disembunyikan di kamar mandi sebelum diambil penyidik. “Status keduanya sementara terperiksa, belum ditentukan,” ujar pria Batak itu.

Dia menjelaskan, sesuai dengan KUHAP, KPK akan melakukan pemeriksaan selama 24 jam sebelum memutuskan status keduanya. Pukul 13.30 hari ini KPK baru bisa menentukan apakah akan dilakukan penahanan terhadap Irawady Joenoes dan Freddy. “Tak tertutup kemungkinan akan dilakukan penahanan atas keduanya,” ujar Tumpak.

Dia lantas menceritakan, dalam pemeriksaan, Irawady dan Freddy saling bantah. Irawady, ujar dia, sempat mengelak menerima pemberian dari Direktur PT Persada Sembada (PT PS) Freddy. Namun, sebaliknya, si pemberi justru ngotot telah memberikan sejumlah uang kepada Irawady.

“Beri kami waktu sampai besok untuk mmeriksa lebih dalam,” ujar Tumpak yang didampingi Iswan Elmy dan Feri Wibisono.

Atas perbuatannya, Irawady terancam dijerat dengan pasal 5 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur soal penyuapan. “Atau, setidaknya terperiksa diduga melakukan perbuatan menerima hadiah yang diatur dalam pasal 12 b atau pasal 11 UU (pasal gratifikasi, Red) yang sama,” tambah Tumpak.

Mantan jaksa tersebut mengungkapkan, para penyidik KPK sudah menyelidiki dugaan suap tersebut setidaknya dua bulan sebelum penangkapan Irawady. Apakah KPK menerima laporan dari pihak tertentu? “Kami tak bisa menyebutkan siapa yang melaporkan. KPK merahasiakannya,” ujar Tumpak dengan nada tinggi.

Tumpak menegaskan, penangkapan terhadap Irawady hanya berkaitan dengan soal tertangkap tangan ketika menerima suap. Hal itu, menurut dia, tak berhubungan dengan pengadaan tanah yang dilakukan KY untuk membangun gedung baru.

Sayang, Irawady belum bisa dikonfirmasi terkait dengan penangkapan tersebut. Pria yang kemarin siang terlihat mengenakan kemeja hijau itu masih diperiksa di ruang penyidikan KPK. Hanya terlihat istrinya dan seorang ajudan ketika buru-buru keluar dari gedung KPK.

Secara terpisah, Ketua KY Busyro Muqoddas mengatakan kaget mendengar penangkapan Irawady. “Ini musibah, ujian bagi KY. Kami, insya Allah, tabah,” ujarnya kepada wartawan.

Dia baru mengetahui penangkapan Irawady dari informasi yang diberikan wartawan KPK. Hingga pukul 14.30, informasi yang beredar justru simpang siur. Ada kabar yang mengatakan bahwa KPK menangkap seorang jenderal yang disuap, beberapa menit kemudian ganti hakim yang diduga disuap. Kepastian ada anggota KY yang ditangkap diketahui wartawan pada pukul 17.30 dari Humas KPK Johan Budi SP.

Sebelumnya, salah seorang ajudan Irawady justru mengungkapkan bahwa atasannya datang ke KPK untuk bekerja sama menjebak seseorang, bukan ditangkap. Busyro menambahkan, KY menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. Lembaganya, lanjut Busyro, akan bersikap kooperatif terhadap KPK dalam menuntaskan kasus tersebut.

Apakah akan ada sanksi internal bagi Irawady? “Kita tunggu hasil pemeriksaan KPK. Nanti kita plenokan (rapat pleno, Red),” ujarnya.

Soal pengadaan tanah, Busyro menjelaskan, kasus yang menimpa Irawady tak berarti bahwa proses yang dilakukan KY melanggar hukum. Dia menjelaskan, pihaknya sudah melakukannya sesuai prosedur perundang-undangan. Tender dilakukan secara terbuka dan diumumkan melalui media. “Dari sejumlah tanah yang ditawarkan, kami memilih tanah yang ada di Kramat Raya No 57 milik PT PS,” ujarnya. KY, tambah Busyro, juga menekan harga tanah hingga di bawah nilai jual objek pajak (NJOP). Dari sebelumnya Rp 8,14 juta per meter persegi menjadi Rp 8,13 juta per meter persegi. Dengan demikian, nilai tanah seluas 5.720 meter persegi itu Rp 46,991 miliar. “Dari sisi perundang-undangan sudah sesuai,” jelasnya.

Tak hanya menekan harga, KY juga mematok standar etika dalam pengadaan tanah tersebut. Dalam Nota Dinas No 5 Tahun 2007 tanggal 28 Agustus 2007 diatur bahwa pengadaan tanah untuk gedung KY baru tak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Selain itu, penggelembungan harga (markup) juga dilarang keras. “Tidak boleh juga menerima komisi atau pemberian berupa apa pun. Itu berlaku untuk semua jajaran KY,” ujar Busyro soal nota dinas yang ditandatanganinya itu.

Irawady, tambah pria asal Jogja itu, sama sekali tidak ikut dalam panitia tim pengadaan tanah yang diketuai Kabag Perencanaan KY Priyono. Demikian pula para komisioner yang lain. “Anggota KY tidak dibenarkan menjadi anggota panitia tim pengadaan tanah,” katanya. Saat kasus itu terjadi, proses pengadaan justru sudah selesai. “Kami sudah membayar sebagian,” tambah mantan dekan Fakultas Hukum UII tersebut.

Soal pertemuan antara Irawady dengan Freddy, Busyro mengaku tak tahu-menahu. Termasuk, apakah ada hubungan antara kemenangan tender PT PS dan Irawady. “Tidak tahu, kami justru ingin tahu hasil penyidikan KPK. Betulkah ada hubungan antara Pak Irawady dan Freddy?,” katanya.

Irawady Klaim Menyamar

Suhardi Sumomoeljono, pengacara Irawady, mengatakan bahwa kliennya dalam keadaan menyamar saat ditangkap petugas KPK. Irawady berinisiatif menyamar begitu ada indikasi penyuapan oleh Freddy kepada panitia pengadaan tanah untuk kantor baru Komisi Yudisial. “Saat ditangkap, Pak Irawady menunjukkan surat tugas ke petugas (KPK), tetapi itu diabaikan,” kata Suhardi saat dihubungi koran ini kemarin (26/9).

Menurut Suhardi, surat tugas tersebut ditandatangani Ketua KPK Busyro Muqoddas pada 12 September 2007. Suhardi menegaskan, dengan surat tugas itu, tindakan Irawady mewakili lembaganya, KY. “Uang suap yang dibawa Pak Irawady itu sebenarnya hendak dibawa ke kantor KY. Namun, belum sempat dibawa, Pak Irawady telanjur ditangkap,” jelas Suhardi yang pernah menjadi pengacara Pollycarpus Budihari Priyanto.(ein/agm)

Sumber: http://jawapos.com/