Harlah NU Jadi Ajang ”Kampanye”
Sebagai organisasi-nya para kyai, peristiwa ini seharusnya tak terjadi. Memalukan. Apa kata umat. Kejujuran dan keluhuran akhlak seharusnyalah yang dicontohkan.
Menghalalkan segala cara, melanggar aturan (kesepakatan), untuk meraih tujuan tertentu (duniawi) bukanlah karakter ulama yang meneladani Rasulullah saw. NU harus membersihkan anggota-nya dari orang-orang semacam itu.
Harlah NU Jadi Ajang ”Kampanye”
Pengelola Masjid Agung Kecolongan
SEMARANG- Ketua Badan Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Prof Dr Abdul Djamil MA mengaku kecolongan masjid itu dijadikan ajang kampanye pasangan Bambang Sadono-M Adnan, saat acara Hari Lahir (Harlah) Ke-82 NU, Minggu (3/2) lalu.
Menurut dia konsep yang disodorkan panitia harlah tidak menyiratkan adanya kampanye. ”Dari kami, karena konsepnya dari organisasi sosial kemasyarakatan, ya kami terima saja. Sejak masjid ini berdiri rambunya jelas tidak boleh digunakan kampanye dari parpol atau calon gubernur lain. Dan semua masjid di mana pun saya kira juga demikian,” kata dia, Senin (5/2).
Dengan adanya insiden itu, apakah BP MAJT kecolongan? ”Tidak perlu saya jawab. Semua orang sudah bisa menyimpulkan seperti itu. Tidak mungkin kita mengawasi kegiatan organisasi sosial kemasyarakatan yang menggunakan MAJT. Kalau ada seperti kejadian itu, jelas di luar pengetahuan kami. Pengelola bukan polisi atau tentara yang mengawasi sebuah kegaiatan sosial,” kata Rektor IAIN Walisongo itu.
Rois Syuriah PWNU Jateng KH Masruri Mughni menyerahkan sepenuhnya kepada lembaga untuk menindaklanjuti insiden ”kampanye” itu. ”Kalau mau tabayyun atau klarifikasi kepada Pak Adnan, mangga saya serahkan ke Gus Ubed (KH Ubaidullah Shodaqoh),” kata pengasuh Ponpes Al Hikmah Benda Sirampog, Brebes.
Masruri mengakui konsep harlah yang diterimanya dari panitia sama sekali tidak menyinggung adanya ajakan untuk memilih M Adnan pada Pilgub 22 Juni mendatang. (H37,H7-77)