Dzikir keras
Dzikir jahar :
1). Abdullah Ibnu Abas r.a berkata: “semasa zaman kehidupan Rosulullah(SAW) adalah menjadi kebiasaan untuk orang ramai berdzikir dengan suara yang kuat selepas berakhirnya sholat berjamaah(HR.Bukhori)
2).Abdullah Ibnu Abas r.a berkata:”Apabila aku mendengar ucapan dzikir, aku dapat mengetahui bahwa sholat berjamaah telah berakhir(HR.Bukhori)
3).Abdullah Ibnu Zubair r.a berkata:”Rasululloh(SAW) apabila melakukan salam daripada solatnya, mengucap doa/zikir berikut dengan suara yang keras-“La ilaha illallah…”(Musnad Syafi’i)
4). Sahabat Umar bin Khattab selalu membaca wirid dengan suara lantang, berbeda dengan Sahabat Abu Bakar yang wiridan dengan suara pelan. Suatu ketika nabi menghampiri mereka berdua, dan nabi lalu bersabda: Kalian membaca sesuai dengan yang aku sampaikan. (Lihat al-Fatâwâ al-hadîtsiyah, Ibnu Hajar al-Haitami, hal 56)
5). “Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas RA bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir seusai orang orang melaksanakan sholat wajib dgn berjamaah sudah menjadi kebiasaan pada masa nabi SAW, kata Abdullah bin Abbas : ketika saya mendengar dzikir tersebut saya tahu bahwa orang2 sudah selesai melaksanakan sholat berjamaah (BUKHARI NO 841 )
.
Tambahan,
Diriwayatkan oleh Abu Ma’bad:
( budak yang telah bebas dari Ibn ‘Abbas) Ibn ‘Abbas berkata padaku, “Dalam masa hidup pada Nabi itu lazim untuk menyelenggarakan zikir Puji-pujian pada Allah bersuara keras sesudah jamaah shalat wajib.
(Sahih Bukhari . 1/802)
Imam Zainuddin al-Malibari menegaskan: “Disunnahkan berzikir dan berdoa secara pelan seusai shalat. Maksudnya, hukumnya sunnah membaca dzikir dan doa secara pelan bagi orang yang shalat sendirian, berjama’ah, imam yang tidak bermaksud mengajarkannya dan tidak bermaksud pula untuk memperdengarkan doanya supaya diamini mereka.” (Fathul Mu’in: 24). Berarti kalau berdzikir dan berdoa untuk mengajar dan membimbing jama’ah maka hukumnya boleh mengeraskan suara dzikir dan doa.
Memang ada banyak hadits yang menjelaskan keutamaan mengeraskan bacaan dzikir, sebagaimana juga banyak sabda Nabi SAW yang menganjurkan untuk berdzikir dengan suara yang pelan. Namun sebenarnya hadits itu tidak bertentangan, karena masing-masing memiliki tempatnya sendiri-sendiri. Yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Contoh hadits yang menganjurkan untuk mengeraskan dzikir riwayat Ibnu Abbas berikut ini: “Aku mengetahui dan mendengarnya (berdzikir dan berdoa dengan suara keras) apabila mereka selesai melaksanakan shalat dan hendak meninggalkan masjid.” (HR Bukhari dan Muslim)
Ibnu Adra’ berkata: “Pernah Saya berjalan bersama Rasulullah SAW lalu bertemu dengan seorang laki-laki di Masjid yang sedang mengeraskan suaranya untuk berdzikir. Saya berkata, wahai Rasulullah mungkin dia (melakukan itu) dalam keadaan riya’. Rasulullah SAW menjawab: “Tidak, tapi dia sedang mencari ketenangan.”
Hadits lainnya justru menjelaskan keutamaan berdzikir secara pelan. Sa’d bin Malik meriwayatkan Rasulullah saw bersabda, “Keutamaan dzikir adalah yang pelan (sirr), dan sebaik rizki adalah sesuatu yang mencukupi.” Bagaimana menyikapi dua hadits yang seakan-akan kontradiktif itu. berikut penjelasan Imam Nawawi:
“Imam Nawawi menkompromikan (al jam’u wat taufiq) antara dua hadits yang mensunnahkan mengeraskan suara dzikir dan hadist yang mensunnahkan memelankan suara dzikir tersebut, bahwa memelankan dzikir itu lebih utama sekiranya ada kekhawatiran akan riya’, mengganggu orang yang shalat atau orang tidur, dan mengeraskan dzikir lebih utama jika lebih banyak mendatangkan manfaat seperti agar kumandang dzikir itu bisa sampai kepada orang yang ingin mendengar, dapat mengingatkan hati orang yang lalai, terus merenungkan dan menghayati dzikir, mengkonsentrasikan pendengaran jama’ah, menghilangkan ngantuk serta menambah semangat.” (Ruhul Bayan, Juz III: h. 306).
Wallahu a’lam bis shawab.
wah mantap nih banget artikelnya, ngebahas tentang dzikir..
Btw ada blog bagus nih tentang hadist-hadist dzikir, ayat-ayat alquran tentang dzikir dan tentang sufi. Alamatnya di http://hudaya-organization.blogspot.com
–> salam kenal .. ma kasih info-nya mas.
Numpang tanya.
1. Seberapa keras?
2. Mengapa para ulama tersebut tidak menampilkan hadits tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam seusai sholat fardhu berdoa dengan mengangkat tangan dan mengeraskan suara kemudian sahabat meng-amin-kannya? Kalau ada seperti haditsnya seperti doa istisqa.
–> 1. seberapa keras? Tidak ada ketentuan volume. Silakan diresapi sendiri.
2. Ada adab berdoa dengan mengangkat tangan. Berdoa setelah shalat adalah salah satu di antara doa mustajab. Ada dalil untuk berdoa bersama-sama.
Janganlah anda mempersulit diri. Kalau sekr saya balik bertanya, adakah dalil ketika anda memakai celana panjang model jean? atau shalat pakai batik? Tidak ada kan. Apakah dengan demikian shalat anda tak diterima?
wallahu a’lam.
@Mas Nugraha- mas ku..kalo tanya jangan bikin gatel jidat- masalahnya yang timbul di Blog ku :Masa sih cuma buat jawab teman yang jarang baca buku, mesti nyewa tukang ketik.
Aduh blog ini masih cetek,Perlu Blajar Tentang Hadis lebih Mendalam,Usul,Kesohehan dan yang berhubungan dengan Hadis2 lainya..
–> nggih kang ..
NAMANYA : Usman Saleh…… mas namanya ganti aja deh namamu pake Usman Payeh…atau Usman..Taleh—- lah iyalah ..kalo orang yang nimbrung di Blog ini, Keilmuannya /disiplin ilmu Agamanya udah KAHOT..semua…–ya pasti udah pada jadi Mujtahid ..atuh mas..komentar teh aya ..aya… deui… wae…ENTE mah pilieureun jeung matak weureu..dasar..
Assalamualaikum,
Mohon ijin utk copy dan di amalkan.
Wassalam.
Irwan
Kuala Lumpur
saya amati dalil dzikir keras dari ucapan para sahabat dg redaksi yg masih diperdebatkan apakah terus menerus ataukah krn ada sebab, jg diperdebatkan keshahihannya, sedang dalil dzikir lirih berasal dr hadits yg merupakan ucapan Rosul dan juga terdapat di Qur’an. dr sinilah saya tentu hrs memilih dlm beramal, setelah juga membaca pembahasan pihak yg suka dzikir keras maupun yg dzikir lirih, maka saya pilih yg ada dasar dan dalil yg lebih kuat. Hadits terkadang msh diperdebatkan bobotnya sedang Qur’an tdk.
–> jika anda meragukan kesahihan riwayat Bukhari & Muslim dan para ulama pewaris Nabi saw, yaa sudah .. mungkin anda tak akan percaya kepada siapapun. Siapa pula yg menjamin al Qur’an yg anda pegang/baca itu benar adanya. Apa buktinya?
Semoga jadi amal ibadah atas segala ilmunya