Poin2 Hisab Rukyat Masa Kini

Kuperoleh dari sebuah milist, sumber ada di bawah.

Ini didasarkan pada serangkaian penelitian di abad ke-20 dan 21 mengenai sifat2 hilaal dan batas elemen terkecilnya agar visibel (terlihat) yang dilakukan oleh Maunder (1911), Andre Danjon (1932 – 1936), F. Bruin (1977), M. Ilyas (1983 – 1988), Bradley Schaefer (1888 – 1996), Bernard Yallop (1997), Moh. Odeh (1998 – 2004) dan Abdulhaq Sulthan (2003 – 2007).

1. Limit Danjon

Jika ada laporan/klaim bahwa hilaal bisa dilihat, baik dengan mata telanjang ataupun dengan alat bantu, sementara elongasi Bulan – Matahari/jarak sudut/arc of light/irtifaul hilaal kurang dari 7° (untuk pengamat yang berada di dataran tinggi dan langit sangat cerah tanpa awan), maka laporan/klaim itu harus ditolak.

2. Tiga Pilar dalam Visibilitas Hilaal

Bisa tidaknya hilaal terlihat oleh manusia di Bumi bergantung kepada tiga faktor berikut :

– posisi Bulan dan Matahari
– dinamika atmosfer Bumi
– alat optik yang digunakan (termasuk mata telanjang)

Sehingga jika visibilitas hilaal hanya didasarkan pada posisi Bulan-Matahari saja (seperti yang dikenal luas selama ini), jelas itu masih jauh dari cukup.

3. Visibilitas Hilaal adalah Persoalan Statistik

Berdasarkan hasil-hasil pengamatan (misalnya dalam great database ICOP) diketahui visibilitas hilaal adalah persoalan statistik, dengan nilai peluang terkecil 50 %. Artinya, dalam kondisi paling ekstrim, andaikata terdapat 100 pengamat yang menjumpai langit cerah yang sama dan elemen Bulan-Matahari yang hampir sama, maka hanya 50 pengamat saja yang mampu mendeteksi hilaal.

Faktor terbesar yang mengakibatkan terjadinya situasi ini adalah dinamika atmosfer Bumi. Sebagai persoalan statistik, maka visibilitas hilaals elalu dihinggapi problema ketidakpastian dengan lebar tertentu.

Ketidakpastian ini bisa diperkecil jika dan hanya jika jumlah pengamat cukup besar.

4. Hisab Tidak Bisa Hanya Berdasarkan Satu Parameter
Saja

Salah satu konsekuensi dari visibilitas hilaal sebagai persoalan statistik, maka hisab dengan berdasarkan satu parameter (misalnya hanya menggunakan umur Bulan setelah konjungsi, atau hanya menggunakan tinggi Bulan saat ghurub) saja tidak disarankan karena menghasilkan rentang ketidakpastian sangat lebar di permukaan Bumi, yakni bisa mencapai 180° bujur atau separuh belahan bola Bumi.

Sangat disarankan menggunakan hisab yang berdasarkan pada dua parameter simultan, yakni menggunakan selisih tinggi Bulan – Matahari (aD) dan selisih azimuthnya (DAz) atau lebar sabitnya (W). Dengan dua parameter simultan dan menggunakan pertidaksamaan yang dikembangkan (dari Yallop, Odeh, maupun LAPAN/RHI), lebar ketidakpastian bisa menyusut jadi tinggal 22° bujur di permukaan Bumi.

5. Hisab dan Rukyat Harus Dilakukan Secara
Bersama-sama

Sebagai konsekuensi dari visibilitas hilaal sebagai persoalan statistik, maka hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan) harus dilakukan secara bersama-sama. Hisab digunakan untuk memprediksi lokasi-lokasi dimana peluang visibilitas > 50 %. Sementara rukyat dilakukan di tempat2 yang telah diprediksikan oleh hisab. Rukyat harus dilaksanakan secara serentak di banyak titik pengamatan, sehingga ketidakpastian statistiknya bsia diperkecil.

6. Adanya Garis Batas Penanggalan Lunar Internasional

Garis Batas Penanggalan Lunar Internasional (International Lunar Date Line/ILDL) adalah konsekuensi berikutnya dari visibilitas hilaal sebagai persoalan statistik. Secara empiris, hilaal baru bisa teramati jika peluang visibilitasnya > 50 %, sehingga garis ILDL adalah garis khayal yang menghubungkan titik2 dimana peluang visibilitas hilaalnya tepat sama dengan 50 %.

Berbeda dengan garis penanggalan internasional (IDL) yang selalu menghubungkan kutub utara-selatan geografis dan selalu berimpit dengan garis 180° bujur, garis ILDL tidak selalu menghubungkan kutub utara-selatan geografis dan letaknya pun selalu berpindah-pindah dari satu konjungsi ke konjungsi berikutnya. Mayoritas dari garis ILDL ini berposisi miring terhadap garis-garis bujur di permukaan Bumi. Berbeda juga dengan garis IDL yang ditetapkan secara eksak memiliki ketebalan ~ 0° bujur, garis ILDL memiliki ketebalan minimal 22° bujur. Ketebalan garis ini adalah konsekuensi dari visibilitas hilaals ebagai persoalan statistik. Ketebalan ini bisa direduksi jika terdapat semakin banyak data hasil pengamatan yang valid dan reliabel.

7. Masalah Yang Masih Tersisa

Dengan segala kemajuan sains visibilitas hilaal selama 30 tahun terakhir, masih tersisa sejumlah masalah berikut :

– Bagaimana memperkecil lebar zona ketidakpastian dalam ILDL, atau memperbesar probabilitas visibilitas hilaal.

– Bagaimana mengatasi faktor dinamika/turbulensi atmosfer.

– Bagaimana memperhitungkan kondisi atmosfer lokal bagi karakteristik visibilitas.

– Bagaimana mengidentifikasi dan memformulasikan parameter visibilitas yang terpercaya dan bisa diterapkan untuk kepentingan kalender lokal.

salam

Ma’rufin

.

Sumber : RHI