Kritik: Mengenal Kata Bid’ah
Ku peroleh sebuah tulisan dari: http://muslimah.or.id/
Ku ingin menanggapi. Agar lebih leluasa maka ku pindah ke sini, dengan tanggapannya sekalian. Tulisan yang tidak ditanggapi dihapus. Jika ingin artikel lengkap lihat link di atas.
Tulisan asal warna hitam. Tanggapan kami biru dan huruf miring.
Mengenal Kata Bid’ah
27Mar2008 Kategori: Manhaj
Penyusun: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ust. Abu Mushlih
Tidak ada hal yg baru dalam pengantar. Ok ok saja.
Makna Bid’ah Secara Bahasa
Makna bid’ah secara bahasa adalah mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya.
Makna Bid’ah Secara Istilah
Berdasarkan definisi yang diberikan oleh Imam Syathibi, makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam agama yang menandingi syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk membuat nilai lebih dalam beribadah kepada Allah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis artikel. Ketika definisi bid’ah sudah ditetapkan, maka segala sesuatu yg mengandung kata itu(bid’ah) harus bersandar kepadanya. Di sini tidak dijelaskan akan mengacu ke yang mana. Kapan makna mengacu ke yg pertama, kapan mengacu ke yg kedua.
Dari sini saya teringat akan definisi imam Syafi’i, bahwa bid’ah secara garis besar terbagi dua. Segala sesuatu yang baru yang sesuai syariat maka ia bid’ah hasanah, sedangkan yang bertentangan dengan syariat maka dia bid’ah dlalalah (buruk). Terlepas apakah itu secara istilah ataupun bahasa. Kedua-duanya berlaku seperti itu. OK .. kita tak bahas definisi imam Syafi’i.
Dari definisi ini, kita perlu memperjelasnya menjadi beberapa poin.
Pertama, ’suatu cara baru dalam agama’. Hal ini berarti cara atau jalan baru tersebut disandarkan kepada agama. Adapun cara baru yang tidak dinisbatkan kepada agama maka itu bukan termasuk bid’ah. (akan dibahas lebih rinci di bawah).
Di dalam agama yang agung ini, apakah ada sesuatu hal yang tidak bisa dinisbatkan kepada agama? Adakah perkara2 (termasuk yang baru) yang tidak bisa diniatkan untuk beribadah?
Tidak ada kan. Artinya semua perkara (termasuk yang baru) apapun bisa diniatkan sebagai ibadah. Sehingga, semua perkara apapun di dunia ini pasti merupakan perkara agama. Dengan demikian, semua cara baru .. pasti termasuk dalam perkara agama. Atau, semua cara baru .. pasti termasuk bid’ah.
Kedua, ‘menandingi syari’at’. Maksudnya amalan bid’ah mempersyaratkan amalan tertentu yang menyerupai syari’at, sehingga ada beban yang harus dipenuhi.
Ada yang tidak pas. Menandingi syariat artinya membuat syariat baru yg tidak sama dengan syariat asli. Inilah yg terlarang. Sedangkan amalan ibadah itu ada yang ketat syariatnya (ibadah wajib, mahdah), ada yang longgar (amalan-amalan sunnah, ibadah umum, ghairu mahdah).
Menandingi syariat berarti juga menetapkan hukum yg bertentangan dengan syariat asli. Misalnya, mewajibkan yang mubah, atau mengharamkan yang halal. Makruh diubah jadi haram, dan sejenisnya.
Seperti misalnya puasa mutih, yasinan setiap hari kamis (malam jum’at), puasa nisyfu sya’ban dan lain-lain, Perlu diperhatikan pula bahwa pada umumnya, setiap bid’ah juga memiliki dalil. Namun, janganlah terjebak dengan dalil yang diberikan, karena ada dua kemungkinan dari dalil yang diberikan. Pertama, dalil tersebut bersifat umum namun digunakan dalam amalan khusus. Kedua, bisa jadi dalil yang digunakan adalah palsu. Oleh karena itu, wahai saudariku, menuntut ilmu agama sangat penting melebihi kebutuhan kita terhadap makan dan minum. Ilmu agama dibutuhkan di setiap tarikan nafas kita karena dalil dibutuhkan untuk setiap ibadah yang kita lakukan. Merupakan kesalahan ketika kita melakukan ibadah terlebih dahulu baru mencari-cari dalil. Inilah yang membuat pengambilan dalil tersebut menjadi tidak tepat karena sekedar mencari pembenaran pada amalan yang sebenarnya bukan termasuk syari’at.
Sepakat bahwa kita tidak menggunakan dalil palsu. Namun tidak ada masalah menggunakan dalil yg bersifat umum untuk amalan-amalan sunnah (atau istilah di artikel itu .. amalan khusus), selama hal itu tidak menyelisihi syariat. Justru pelarangan secara mutlak penggunaan dalil umum inilah yang bid’ah terlarang. Adakah dalil pelarangannya?
Yasinan setiap hari kamis (malam jum’at). Ada dalil keutamaan tentang membaca surah yasin. Syariatnya, sama dengan ketentuan membaca Al Qur’an pada umumnya. Waktunya bebas, termasuk di malam jumat. So .. amalan membaca surah yasin di malam jum’at ini tidak ada menyelisihi/ menandingi syariat.
Justru kalau ada yang melarang amalan ini, berarti itu adalah mengharamkan yang halal. Itu berarti menandingi syariat yang telah ada. Itulah bid’ah sesat itu sendiri.
Ketiga, ‘tujuan dibuatnya adalah untuk membuat nilai lebih dalam beribadah kepada Allah’. Artinya, setiap bid’ah merupakan tindakan berlebih-lebihan dalam agama, sehingga dengan adanya bid’ah tersebut maka beban seorang muslim (mukallaf) akan bertambah. Salah satu contohnya mengkhususkan puasa nisyfu sya’ban, padahal puasa ini tidak disyari’atkan dalam Islam. Sungguh merugi bukan? Kita berlindung kepada Allah dari segala perbuatan sia-sia.
Berlebih-lebihan dalam agama? Saya gak paham istilah ini.
Puasa nisfu sya’ban. Ada dalil tentang puasa sunnah. Syariatnya, sama dengan puasa wajib. Waktunya kapan saja, kecuali pada hari raya dan hari tashrik. Selain di hari-hari itu diperbolehkan puasa sunnah, termasuk di hari nisfu sya’ban. Maka, puasa di hari nisfu sya’ban tidak bertentangan dengan syariat.
Justru kalau melarang amalan ini, maka itu berarti mengharamkan hal yang dibolehkan dalam syariat. Itu berarti menandingi syariat yang telah ada. Itulah bid’ah sesat.
Setiap Bid’ah Adalah Sesat
Ketahuilah saudariku. Setiap bid’ah adalah sesat. Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
و شرّ الأمور محدثاتها، و كلَّ محدثة بدعة
“Dan seburuk-buruk perkara adalah sesuatu yang diada-adakan adalah bid’ah.” (HR. Muslim no. 867)
Dan sabda nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
قإنّ كلَّ محدثة بدعة و كلّ بدعة ضلالة
“Karena setiap perkara yang baru (yang diada-adakan) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)
Adapun pembagian yang ada pada bid’ah, maka tetap menunjukkan kesesatan bid’ah tersebut. Maka pembagian bid’ah menjadi bid’ah sayyi’ah dan bid’ah hasanah adalah sebuah kesalahan sebagaimana penulis jelaskan sebab-sebabnya dalam artikel sebelumnya.
Pembagian bid’ah menjadi bid’ah sayyi’ah dan bid’ah hasanah diperkenalkan oleh imam syafi’i. Memang selain Nabi tidak ada yang terlepas dari kesalahan. Demikian juga dengan imam syafi’I rhm, juga imam syatibi rhm. Apalagi si penulis artikel ini, dan juga .. kami. Pendapat kami, definisi dari imam syafii lebih mendekati kebenaran. Ada banyak ulama2 lain menyetujuinya dan merujuknya.
Sedangkan di artikel ini pun tertulis bid’ah ada dua pengertian (definisi), sebagaimana tertulis di bagian paling atas. Yang pertama boleh, yang kedua terlarang .. ehm .. apa bedanya.
Imam Syathibi rahimahullah menjelaskan dalam kitabnya pembagian bid’ah (yang tetap menetapkan kesesatan seluruh bid’ah) yang dapat memperjelas kerancuan yang ada di masyarakat. Yang pertama adalah bid’ah hakiki yang perkaranya lebih jelas (kecuali bagi orang-orang yang taklid dan tidak mau belajar) karena bid’ah hakiki tidak memiliki sandaran dalil syar’i sama sekali. Semisal menentukan kecocokan seeorang untuk menjadi suami atau istri dengan tanggal lahir atau melakukan ritual-ritual khusus dalam acara pernikahan yang tidak ada landasannya dalam syari’at sama sekali. Adapun jika berkaitan dengan bid’ah idhofi maka sebagian orang mulai rancu dan bertanya-tanya. Misalnya, bid’ah dzikir berjama’ah, atau tahlilan. Banyak orang terburu-buru dengan mengatakan, “Masa dzikir dilarang sih?” atau “Kok membaca Al Qur’an dilarang?” Maka kita perlu (sekali lagi) memahami lebih dalam tentang bid’ah ini.
Bid’ah idhofi ini mempunyai dua sisi, sehingga apabila dilihat pada salah satu sisi, maka seakan-akan itu sesuai dengan sunnah karena berdasarkan dalil. Namun bila dilihat dari sisi lain, amalan tersebut bid’ah karena hanya bersandar kepada syubhat, tidak kepada dalil atau tidak disandarkan kepada sesuatu apapun. Adapun bila dilihat dari sisi makna, maka bid’ah idhofi ini secara asal memiliki dalil. Akan tetapi dilihat dari sisi cara, sifat atau perinciannya, maka dalil yang digunakan tidak mendukungnya, padahal tata cara amalan tersebut membutuhkan dalil. (Majalah Al-Furqon edisi 12 tahun V).
Adakah ulama salafiyah yang menjelaskan tentang contoh-contoh yang disebut itu sebagai bid’ah terlarang. Atau ini bid’ah si penulis artikel saja.
Maka jelas yang dilarang bukanlah dzikir atau membaca Al-Qur’an untuk contoh dalam masalah ini. Akan tetapi, kebid’ahan tersebut terletak pada tata cara, sifat atau perincian pada ibadah tersebut yang tidak ada contohnya dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dengan melafadzkan dzikir bersama-sama dipimpin satu imam atau membaca Al-Qur’an untuk orang mati. Semuanya ini adalah cara baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Sejak kapan syariat ditetapkan hanya berasal dari contoh perbuatan Rasul secara langsung? Siapa yang berpendapat seperti ini?
Setahu kami, selain contoh nyata dari Nabi saw, maka sabda Nabi, anjuran beliau saw, persetujuan beliau, semua dapat merupakan syariat.
OK .. selama ini saya belum pernuh pernah mendapatkan artikel bagaimana tata cara dzikir atau membaca Al-Qur’an yang tidak bid’ah dari ustadz-ustadz salafi/wahabi. Kalaupun ada isinya adalah bernada negatif, bukan seperti yg kelompok itu lakukan, jangan ini, tidak seperti itu, seperti itu bid’ah, dst. Petunjuk dzikir yg bernada positif, tata caranya seperti ini dst dst, belum pernah saya jumpa.
Catatan penting dalam masalah ini adalah dalam perkara ibadah (yaitu apa-apa yang kita niatkan untuk mendekatkan diri kita pada Allah Subhanahu wa Ta’ala), kita harus memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sesuai dengan yang dicontohkan dan diperintahkan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Ada ibadah ghairu mahdah (ibadah umum) yang mana syariatnya sangat longgar. Banyak perkara ibadah ghairu mahdah ini tidak ada pada zaman Nabi. Anda bekerja sebagai konsultan, sopir, teknisi, manajer, dll. Juga tentang perbuatan-perbuatan baru yang baik yang tak ada di zaman Nabi. Ada arisan, temu alumni, rapat RT, dll. Kalau diniatkan ibadah insya Allah maka menjadi ibadah. Sedangkan semua jenis pekerjaan/ kegiatan itu tidak ada di zaman Nabi dan tidak ada contoh dari Nabi.
Untuk lebih jelasnya, simak artikel kami, al: konsep ibadah, ibadah umum n khusus, kritik kami yg laen.
Semoga Allah Ta’ala mempermudah kita dalam memahami pembahasan ini dan menerimanya dengan lapang dada serta menjadikan kita orang-orang yang berusaha kuat menjauhi perkara baru dalam agama. Aamiin ya mujibas saailin.
Semoga Allah selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita. Amien
Wallahu a’lam.
.
.
Yang ini kelanjutannya dari sini.
Yang Bukan Bid’ah (1)
12Apr2008 Kategori: Manhaj
(lanjutan artikel Mengenal Kata Bid’ah)
Disusun: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini beberapa poin penting yang ada pada artikel sebelumnya dan masih akan dibahas kembali pada artikel ini.
1. Makna bid’ah secara bahasa diartikan mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya.
2. Makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam beragama yang menyerupai syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah.
3. Tiga unsur yang selalu ada pada bid’ah adalah; (a) mengada-adakan, (b) perkara baru tersebut disandarkan pada agama, (c) perkara baru tersebut bukan bagian dari agama.
4. Setiap bid’ah adalah sesat.
Lagi kritik ku sampaikan. Point 4 merujuk ke point (makna) yang mana?
Jika tak da keterangan, maka makna 1 masuk. Itu berarti artikel ini tak konsekuen, karena bid’ah khalifah Umar ra ttg tarawih dibolehkan dengan alasan bid’ah scr bahasa. (Lihat di web ybs di jilid 2)
Kerancuan Pertama: Antara Adat dan Ibadah
……….
Sebuah amalan ibadah, hukum asalnya adalah haram, sampai ada dalil syar’i yang memerintahkan seseorang untuk mengerjakan. Sedangkan sebaliknya, hukum asal dalam perkara adat adalah boleh, sampai ada dalil yang menyatakan keharamannya.
Tepatnya .. dalam masalah muamalah, hukum asal itu boleh sampai ada dalil yg melarangnya.
Contoh dalam masalah ibadah adalah ibadah puasa. Hukum asalnya adalah haram. Namun, karena telah ada dalil yang mewajibkan kita wajib puasa Ramadhan, atau dianjurkan puasa sunnah senin kamis maka ibadah puasa ini menjadi disyari’atkan. Namun, coba lihat puasa mutih (puasa hanya makan nasi tanpa lauk) yang sering dilakukan orang untuk tujuan tertentu. Karena tidak ada dalil syar’i yang memerintahkannya, maka seseorang tidak boleh untuk melakukan puasa ini. Jika ia tetap melaksanakan, berarti ia membuat syari’at baru atau dengan kata lain membuat perkara baru dalam agama (bid’ah).
Setuju bahwa puasa mutih bukan berasal dari ajaran islam. Jika ada orang yang mengamalkannya sebagai ganti ibadah puasa sunnah atau wajib, maka itu tertolak. Jika ada orang yang mensyariatkannya di dalam islam, maka itulah bid’ah terlarang.
Namun yang saya ketahui, kebanyakan orang yg puasa mutih dan semacamnya, itu untuk memperoleh semacam ilmu kebal atau sejenisnya. Koreksi jika salah. Bukan sebagai ganti atau menyamakannya dengan puasa wajib atau sunnah. Pembahasan masalah ini biarlah yang lebih mengetahui yg membahasnya.
Kami ada contoh yg lebih mudah. Ada orang melakukan puasa ngebleng (tidak makan tidak minum) seharian. Ada tujuan tertentu. Besoknya mau operasi usus buntu. Jika puasa ngebleng itu dlm rangka mempertahankan hidupnya, bukankah itu termasuk ibadah. Segala sesuatu yg diusahakan oleh si sakit untuk mempertahankan hidup mestinya bernilai ibadah.
Puasa ngebleng bukan dari ajaran islam. Dalam hal ini dari dokter. Namun puasa ngebleng yg ia lakukan mestinya bukan bid’ah sesat.
Yang bid’ah sesat mestinya yang semacam ini; Ada satu kelompok jamiyah di USA sana. Namanya Nation of Islam. Pendirinya adalah Elijah Muhammad. Kelompok ini mensyariatkan puasa wajib jatuh di bulan Desember, bukan Ramadlan. Inilah bid’ah sesat yg nyata. Elijah Muhammad bahkan mendakwa dirinya sebagai Nabi.
Contoh masalah adat adalah makan. Hukum asalnya makan adalah halal. Kita diperbolehkan (dihalalkan) memakan berbagai jenis makanan, misalnya nasi, sayuran, hewan yang disembelih dengan menyebut nama Allah. Di sisi lain, ternyata syari’at menjelaskan bahwa kita diharamkan untuk memakan bangkai, darah atau binatang yang menggunakan kukunya untuk memangsa. Jadi, meskipun misalnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak makan nasi, bukan berarti orang yang makan nasi mengadakan bid’ah. Karena hukum asal dari makan itu sendiri boleh.
Tidak tepat kalau makan disebut sebagai perkara adat. Sebut saja sebagai perkara mubah.
Adat adalah; 1 aturan (perbuatan dsb) yg lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; 2 cara (kelakuan dsb) yg sudah menjadi kebiasaan; [dari Kamus Besar Bahasa Indonesia]
Makan adalah perkara yang mubah. Jika diniatkan ibadah maka menjadi ibadah, yaitu ibadah ghairu mahdah. Kami ada contoh berbagai bid’ah mengenai masalah makan ni.
Catatan Penting!
Akan tetapi di sisi lain, ada orang yang mengkhususkan perkara adat ini menjadi ibadah tersendiri. Ini adalah terlarang. Maka, harus dilihat kembali penerapan dari kaedah bahwa hukum asal sebuah ibadah adalah haram sampai ada dalil yang mensyari’atkannya.
Contoh dalam masalah ini adalah masalah pakaian. Pakaian termasuk perkara adat, dimana orang diberi kebebasan dalam berpakaian (tentu saja dengan batasan yang telah dijelaskan dalam Islam). Namun, ada orang-orang yang mengkhususkan cara berpakaian dengan alasan bahwa cara berpakaian tersebut diatur dalam Islam, sehingga meyakininya sebagai ibadah.
Contohnya adalah harus menggunakan pakaian terusan bagi wanita atau harus menggunakan pakaian wol (biasa dilakukan orang-orang sufi). Karena perkara adat ini dijadikan perkara ibadah tanpa didukung oleh dalil-dalil syar’i, maka cara berpakaian dengan keyakinan semacam ini menjadi terlarang.
Baru kali ini aku dengar bahwa pakaian terusan bagi wanita atau menggunakan pakaian wol itu terlarang (haram).
Mengenai keharusan untuk memakai pakaian tertentu (terusan atau wol dalam contoh itu), sudahkah diteliti sebab musababnya? tujuannya? Adakah fatwa bahwa wajib memakainya, dan bahwa jika tak memakainya maka berdosa? Kalau ada fatwa wajib (tanpa ada alasan yg syar’i).. setuju bahwa itu bid’ah, karena itu berarti mengubah perkara mubah menjadi wajib.
Namun kalau tak ada, maka ini hanyalah masalah adat, masalah tradisi, masalah selera, perkara yg mubah. Tidak ada alasan untuk melarangnya. Tidak ada alasan men-cap-nya sebagai bid’ah sesat.
Kita tak bisa menghukumi sesuatu hanya berdasar prasangka, atau berdasar adat kebiasaan masyarakat. Jika tak ditemukan fatwa yang mewajibkannya, maka penulis artikel telah mengharamkan perkara yg mubah. Mengubah-ubah hukum syariat adalah bid’ah terlarang.
Kita pakai pakaian batik, jaz, beskap blangkon dalam upacara walimah temanten. Masyarakat menganggapnya itu wajib. Hampir semua memakainya. Adakah dalilnya? Sesatkah? Sedangkan menghadiri undangan nikah itu termasuk ibadah.
Bahkan wajib pakai jas atau batik atau pakaian resmi kalau menghadap presiden. Ada UU-nya lhoo.
Kerancuan Kedua: Antara Bid’ah dan Mashalih Mursalah
Pada poin ini, perlu bahasan yang lebih rinci lagi berkaitan dengan mashalih mursalah. Syathibi dalam kitabnya al I’tishom telah menjelaskan perbedaan antara mashalih mursalah dengan bid’ah yang akan dapat dimengerti oleh orang yang mau memahami. Berikut ini perbedaan tersebut dengan penyesuaian dari penulis.
Pertama,
Ketentuan mashalih mursalah sesuai dengan maksud-maksud syari’at, sehingga dalam penetapannya tetap memperhatikan dalil-dalil syari’at.
Misalnya: pengumpulan mushaf Al Qur’an. Karena pengumpulan ini sifatnaya sesuai dengan maksud syari’at dan sesuai dengan dalil-dalil syari’at maka pengumpulan mushaf Al-Qur’an bukanlah bid’ah walaupun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk mengumpulkannya.
100
Kedua,
Mashalih mursalah lingkupnya adalah pada perkara-perkara yang dapat dipahami oleh akal.
Contohnya adalah penggunaan mikrofon di masjid-masjid. Kita ketahui mikrofon berguna untuk memperjelas suara sehingga dapat didengar sampai jarak yang jauh. Hal ini termasuk perkara adat dimana kita boleh mempergunakannya. Hal ini semisal kacamata yang dapat memperjelas huruf-huruf yang kurang jelas bagi orang-orang tertentu.
Yang menjadi pertanyaan, akal siapa yang dipakai sebagai ukuran? Tidak setiap orang punya akal yang sama. Ada yang cethek akalnya, ada yang panjang. Ada yang pinter, ada yang susah diajak berpikir.
Berbeda halnya dengan bid’ah. Amalan-amalan bid’ah tidak dapat dipahami oleh akal. Hal ini dikarenakan bid’ah merupakan amalan ibadah yang berdiri sendiri. Padahal tidaklah amalan ibadah dapat dipahami oleh akal. Semisal, mengapa sholat fardhu ada lima, dan mengapa jumlah raka’aatnya berbeda-beda. Atau mengapa ada dzikir yang berjumlah 33. Maka semua ibadah ini tidak dapat dipahami maksudnya oleh akal.
Ada ibadah mahdah, ada ibadah ghairu mahdah. Sholat fardlu adalah ibadah mahdah yang tak bisa diubah-ubah syarat rukun dan waktunya. Jangan campur adukkan antara ibadah mahdah dengan ibadah ghairu mahdah.
Ketiga,
Mashalih mursalah diadakan untuk menjaga perkara yang sifatnya vital (dharuri), serta menghilangkan permasalahan berat yang biasanya muncul dalam perkara agama.
Perkara dharuri yang dimaksud misalnya adalah agama. Sebagaimana contoh pertama, maka penyusunan mushaf Al Qur’an kita dapat pahami berkaitan untuk menjaga agama agar kemurnian Al Qur’an tetap terjaga.
Coba bedakan dengan bid’ah. Sebagaimana penulis sebutkan pada artikel sebelumnya, bahwa bid’ah dibuat untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah sehingga bid’ah justru menambah beban bagi seorang muslim. Contohnya adalah mengadakan peringatan isra mi’raj, maulid atau yang semacamnya sehingga menambah beban seseorang untuk mengeluarkan dana dan tenaga untuk mengadakan acara tersebut. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan untuk merayakan hal-hal tersebut.
Dari point mashalih mursalah di atas maka timbul pertanyaan,
Kapan suatu perbuatan itu dianggap sebagai bid’ah, dan kapan sebagai mashalih mursalah. Apa ukurannya?
Artikel itu menunjuk Pembukuan Al Qur’an sebagai mashalih mursalah, sedangkan Maulid (Isra’ Mi’raj, dll) sbg bid’ah sesat. Ada double standart. Hemat kami, Maulid (dll) adalah juga mashalih mursalah (bid’ah hasanah dalam kriteria imam syafi’i rhm), berdasar qiyas dari pembukuan Al Qur’an. Mari kita lihat,
Penyusunan mushaf Al Qur’an agar kemurnian Al Qur’an tetap terjaga. Maulid diperingati agar umat mengingat sejarah Nabi saw, menambah cinta kepada beliau, dan meneladani beliau.
Maulid tidak ada contoh Nabi, pembukuan al Qur’an juga tidak ada contoh Nabi.
Maulid dikatakan menambah beban, kalau demikian maka pembukuan al Qur’an juga menambah beban. Alangkah banyaknya bahan, beaya serta tenaga untuk mencetaknya. Maaf bukan untuk menentang tapi untuk menunjukkan bahwa keduanya ada beban.
Maulid tidak diperintahkan, demikian juga pembukuan al Qur’an. Dalam sejarah, ketika diusulkan pembukuan al Qur’an oleh sayidina Umar ra, maka jawaban khalifah Abu Bakr ra pertama kali kurang lebihnya adalah sbb,
” bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah s. a. w. ? ….”
.
Mohon maaf kalau ada kesalahan.
Wallahu a’lam.
Assalamu’alaikum warah matullahi wabarakatuh.
Nunut memperkenalken, name saya: syaifudin. Yogyakarta, Indonesia.
Kepada Bapak/Ibu yang semoga dirahmati oleh Allah SWT.
Perkenankanlah saya untuk ikut urunrembuk dari sedikit yang saya dapatkan melalui majelis Ilmu. saya menyadari Ilmu agama, amal ibadah, kebagusan akhlak saya masih jauh dari apa yang dicontohkan oleh Manusia terbaik-Nya Rasulullah Muhammad SAW. Beliau diutus untuk memperbaiki ahklak manusia dan memurnikan penghambaan, ibadah, Syariat secara utuh/sempurna kepada sekalian uamat manusia kepada pemilik alam semesta ini Allah Ta’ala.
Dengan ucapan sholawat kepada beliau, keluarga dan umatnya yang tetap istiqomah diatas syariat yang dibawanya Hingga hari kiamat nanti:”Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa’ala alihi wamantabi’ahum bi iKhsanin illa yaumiddin.”
Sesungguhnya kita sebagai umat beliau shalallahu’alaihiwasallam, yang telah mendapatkan hidayah agama yang mulia ini perlu dan sudah seharusnya besyukur. Masih banyak di kalangan kita manusia yang masih bingung akan bagaimana konsep ketuhanan dan agama yang benar, dan akhirnya mereka hanya mengikuti persangkaan belaka, dan sekali-kali mereka akan begitu (bimbang/bingung) hingga sampai hari kiamat.
Rasulullah telah membawakan dan menyampaikan Syariatnya kepada sakalian umat manusia dengan sempurnanya, sehingga syariat nya, dikatakan Terbaik dan terakhir/tidak ada perubahan dan pembaharuan lagi oleh Allah. pada hari ini telah kucukupkan nikmat-nikmatKu pada kalian, dan telah kiridhoi Islam sebagai agamamu. dan Agama islam telah disempurnakan dan telah di rekomendasikan mutlak oleh Tuhan pemilik langit dan Bumi.
Hingga para shohabat beliau sangat menjaga amalan-amalan yang diperintahkan dan dicontohkan beliau, dan tidak satu amalan pun terlewatkan. bahkan pernah shahabat umar menangis , karena tertinggal sholat/ menjadi makmum masbuk saja.
Begitu juga larangan-larangan/amalan ibadah yang tidak beliau contohkan, para shohabat sangat menjauhi dan membencinya. pernah ada shobabat yang memakai cicin emas, lalu Rasulullah mengetahui lalu beliau meminta sembari bersabda:_+ apa kah mau diantara kalian memakai perhiasan dari api neraka jahannam. lalu cincin itu dilemparkan jauh-jauh oleh Rasulullah. setelah beberapa saat shohabat yang lain menanyakan kepda pemilik cincin ini,:tidak kamu ambil cincin emas tadi.. ia menjawab dengan yakin nada bertanya: apakah pantas akumengambil apayang telah dibuang oleh Rasulullah. Luarbiasa Ittiba’ shohabat Rasulullah, generasi terbaik umat ini.
Kita sebagai umat yang selalu berusaha ittiba’ kepada Syariat Rasulullah, penting rasanya untuk menjaga dan memperbaiki selalu memurnikan Keyakinan, tauhid, Ibadah, memperbaiki ahklak, muamallah, dst.
Tidaklah pantas diri kita menyombongkan diri atau bahkan mengolok-olok syariat beliau Shallu’alaihi atau mengatasnamakan syariat yang orang lain buat, dan mengatakan bahkan meyakini bahwa ini adalah syariat yang dibawa, dicontohkan, dan didakwahkan beliau.
Kita berlindung kepada Allah dari umat-umat sebelum kita yang di azab oleh Allah dan di cap oleh Allah sebagai umat yang dimurkai dan umat yang sesat.
::Umat yang dimurkai, diantaranya karena membunuh nabi-nabiNya, menolak ajaran Nabi dan Rasul diantara mereka, dan mengajak manusia untuk memusuhinya dst.
::Umat yang sesat karena. Mereka beribadah, bahkan menyembah apa yang hanya mereka sangka-sangka belaka, tanpa ada pengetahuan didalamnya. Umat kriesten, yang menyembah nabinya sendiri, bahkan menyangka-nyagka bahwa Tuhan mempunyai Istrei dan mempuyai anak, Bahkan mereka menyakini dengan seyakin-yakinnya Ibadah mereka, penyambahan mereka diterima dan diampuni dosa-dosanya oleh Pemilik alam ini, Allah SWT.maha suci Allah dari persangkaan mereka.
Terakhir, marilah kita selalu berusaha untuk benar-benar diatas jalan yang Benar-benar disyariatkan, dicontohkan oelh utusan Allah saja, Rasulullah Muhammmad SAW. Jangan sampai kita termasuk umat yang dimurkai dan disesatkan oleh Allah. Barangsiapa yang disesatkan oleh Allah siapa lagi yang akan mampu memberikan petunjuk.
Kita mengikuti apa-apa yang disyariatkan oleh Allah dan RasulNya saja, tidak usah repot-repot menambahnya (dijamin Oleh Allah pasti!!! ) masuk Surga, Biizdinillah.
semoga kita diberikan petunjuk dan dimudahkan mengamalkannya. dan ditunjukkan kebathilan dan kita mampu untuk menjauhinya.
Astaghfirllah, Wassalamu’alaikum….
~Syaifudin~0813 2818 2852
–> Wa’alaikum salam wrwb … Salam kenal mas/ pak Syaifudin. Maaf .. Ada ibadah umum, dan ada ibadah khusus. Coba bedakan ini baik-baik.
Adalah suatu kenyataan bahwa banyak hal yang baru seiring dengan waktu yang terus berjalan. Ada bank, ada partai, ada arisan, ada nuklir, dlsb. Sekr bahkan ada orang mencari nafkah (ibadah kan?) dengan main sepak bola. Setahu kami, ini tidak ada di zaman Rasulullah saw. Perkara-perkara baru itu otomatis masuk pula dalam perkara agama.
Penyelesaian sederhana saja. Yang melawan syariat maka itu tertolak, sedangkan yang sesuai dengan syariat maka itu diterima. Demikian pula amal perbuatan yang baru. Jika menentang syariat maka tertolak, jika selaras maka .. jalan terus.
Oh yaa .. menambah-nambah ibadah sunnah, itu boleh-boleh saja. Bahkan berpahala. Namanya juga ibadah sunnah. Jangan artikan bahwa rajin menambah amalan sunnah itu sama dgn menambah-nambah syariat. JAUUUUH. Yang dilarang itu adalah menambah-nambah ibadah wajib (khusus), karena telah ditentukan syarat rukunnya secara ketat.
Wallahu a’lam.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuHu..
Maaf sebelumnya mas, dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada antum, sebaiknya sebelum anda mengomentari tentang syari’at, antum sebaiknya belajar dulu dengan pemahaman yang mendalam. Tentunya antum harus mengacu pada karya2 ulama salaf…
Barakallahufiik
–> Wa’alaikum salam wrwb. Terima kasih sarannya .. memang saya masih harus banyak belajar. Insya Allah saya mengacu kepada ulama-ulama salaf.
Assalamualaikum
Ada beberapa poin kerancuan dan kejanggalan yang saya lihat pada tulisan akh “orgawam” ini. Saya ingin mendiskusikannya, tapi saya juga ingin membatasi diskusi ini hanyalah sebatas mengenai artikel ini saja, tidak ke tulisan2 Anda lainnya dan artikel2 Anda lainnya. Apakah Anda bersedia akhi? Tapi, saya lebih senang kalau diskusi kita, kita lakukan melalui email. Jika akhuna ini bersedia, akhi bisa kirim email ke alamat email Saya, karena ana tidak melihat alamat email antum tercantum di blog ini. Syukran wa jazaakumullah ahsanal jazaa….
–> Wa’alaikum salam wrwb. Salam kenal mas Amrullah. Jika ada hal-hal yang ingin didiskusikan, sila melalui blog/ komentar/ diskusi di sini saja. Saya tak bersedia diskusi via email, untuk menghemat waktu dan menghindari hal2 yg tak diinginkan. Maaf kalau tak berkenan.
Setuju !! Diskusikan di sini saja, biar anggota jamaah blok ini bisa menyimak, belajar, dan menentukan pilihannya.
“Yasinan setiap hari kamis (malam jum’at). Ada dalil keutamaan tentang membaca surah yasin. Syariatnya, sama dengan ketentuan membaca Al Qur’an pada umumnya. Waktunya bebas, termasuk di malam jumat. So .. amalan membaca surah yasin di malam jum’at ini tidak ada menyelisihi/ menandingi syariat”,
Sesuai dengan kenyataan, yasinan yang dilakukan orang2 yang sering diikuti dengan zikir2, dan doa2 yang mana CARA, sekali lagi CARA atau aturannya bertetangan dalil yang lain yang lebih kuat misal zikir yang yang dibaca bersama2 dengan suara keras jelas bertentangan dengan dalil Al Qur’an, surat Al A’raaf:205, juga tentang cara berdoanya (Al A’raaf :55). Dari sinilah kita bisa menemukan kebenaran pendapat tentang kelirunya penggunaaan dalil umum yang sering terpakai namun bukan pada tempatnya.
–> Ehm .. Ada banyak dalil ttg berdzikir bersama-sama. Dan yasinan disebut pula dalil keutamaannya. Semoga anda tak memungkirinya. Ada beberapa tanggapan dari komentar anda yg singkat itu,
1. Sepengetahuan saya tidak ada CARA spesifik ttg amalan yasin ini, bahwa yasinan harus begini begitu. Atau adakah anda menemukannya? Jika tidak ada, maka anda mempermasalahkan hal yang kosong. Sia-sia.
2. Tidak ada masalah dalil-dalil yg umum memayungi amalan khusus, apalagi ada disebutkan pula tentang dalil-dalil khususnya. Tidak ada alasan untuk menentangnya.
3. Anda menggunakan QS Al A’raaf (205) untuk membid’ahkan yasinan. Wah saya baru denger ini mas. Tafsir mana yang mengatakan hal itu? Bahkan tidak ada tafsir ulama ahlu sunnah wal jamaah yang menyebut dalil Al Qur’an, surat Al A’raaf:205, bertentangan dengan dzikir yang dibaca bersama2 dengan suara keras. Itu tafsir anda saja.
Maaf kalau tak berkenan
jadi penggunaa dalil umum haruslah memperhatikan dalil-dalil lain termasuk dalil khusus yang berhubungan dengan permasalahannya. sekian semoga membantu kita untuk tetap semangat mencari kebenaran. Wassalam
–> Ok
sekali lagi perlu diingat, bahwa dalam pembacaan yasinan pada setipa malam jumat DISERTAKAN dengan zikir2 yang dibaca sejumlah sekian2, dan dibaca dengan suara lantang dan bersama nah disini point permasalahannya mas, bila merujuk surat Al A’raaf:205 tentang tata cara berzikir. Dan juga pembacaan yasinan ternyata bersandar pada hadist HADITS DHA’IF DAN MAUDHU’
sebagai tambahan :
HADITS DHA’IF DAN MAUDHU’
Adapun hadits-hadits yang semuanya dha’if (lemah) dan atau maudhu’ (palsu) yang
dijadikan dasar tentang fadhilah surat Yasin diantaranya adalah sebagai berikut
:
1. “Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin dalam suatu malam, maka ketika ia
bangun pagi hari diampuni dosanya dan siapa yang membaca surat Ad-Dukhan pada
malam Jum’at maka ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya”.(Ibnul Jauzi,
Al-Maudhu’at, 1/247).
Keterangan :
Hadits ini Palsu.
xxxxxxxxxxxx cut xxx simak alasan di tentang blog ini xxxxxxxxxxxxxxxx
Wallahu A’lam bish shawab
Dikutip dari http://www.assunnah.or.id/artikel/masalah/33yasin.php
–> Al A’raaf 205 adalah tentang keutamaan berdzikir sirr, namun tidak menyebut penentangan thd dzikir keras. Dari mana anda dapat menyimpulkan spt di atas. Ada banyak dalil juga ttg dzikir keras. Tampaknya anda belum mengetahuinya.
Anda menyebut banyak hadits (yg konon) palsu. Ok-lah, kamipun tak pakai hadits palsu. Ada dalil yang sahih tentang surah yasin ini. Tampaknya anda belum mengetahuinya juga. Ada dibahas ttg dalil shahih surah yasin di web kami.
Juga dalil aqli berikut,
Membaca Al Qur’an adalah baik. Yasin adalah bagian dari al Qur’an. Maka membaca yasin adalah baik pula.
Membaca al Qur’an baik dilakukan kapan saja. Malam jum’at adalah bagian dari waktu kapan saja. Maka membaca al Qur’an malam jum’at adalah baik dilakukan. Berarti membaca yasin malam Jum’at pun baik dilakukan.
Maka menvonis sesat amalan ini (membaca yasin malam Jum’at) adalah batil, dan merupakan bid’ah sesat itu sendiri karena melarang hal yang diperbolehkan, yg berarti mengubah2 syariat. Kecuali anda dapat menunjukkan dalil yang menyebabkan terlarangnya.
NB: Kutiban anda banyak dari Syaikh Albani. Ada kritik bahwa beliau banyak melakukan kesalahan, yg tercatat di blog ini. Dapatkah anda mengambil sumber lain?
Mas .. anda liqo’an berapa kali seminggu? Setiap hari apa?
Kita sebenarnya banyak dha’fnya dan melakukan bid’ah tapi tidak merasa karena kesibukan dunia ( pekerjaan,bertani,berdagang,mengajar,dsb) juga belum merasa di uji keimananya
Sayang sekali hadist2 yang saya ajukan anda cut, sebenarnya saya tujukan sebagai rujukan kita dalam berdiskusi dan agar pembaca yang lain dapat memahami, memilih dam memilah… tapi tak apalah, itu kan hak anda sebagai pemilik blog ini.. 🙂
–> Al A’raaf 205 adalah tentang keutamaan berdzikir sirr, namun tidak menyebut penentangan thd dzikir keras. Dari mana anda dapat menyimpulkan spt di atas. Ada banyak dalil juga ttg dzikir keras. Tampaknya anda belum mengetahuinya.
Bantahan tentang hal ini sudah pernah dibahas serta hadist yang berhubungan dengan hal tersebut coba cek :
http://www.mambaussholihin.com/forum/forum3.php?category_id=7&topic_id=51
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/message/10510
->Juga dalil aqli berikut,
Membaca Al Qur’an adalah baik. Yasin adalah bagian dari al Qur’an. Maka membaca yasin adalah baik pula.
jawaban saya :
logika yang kelihatan benar tapi keliru menurut kaidah islam. kalau memang logika tersebut menurut anda benar, coba pikirkan hal ini, Adzan adalah baik dan berfungsi untuk memanggil orang berjamaah sholat, tapi boleh kita beradzan untuk mensholati mayit? atau sholat Hari raya?, dan banyak contoh2 lainnya…
dari sini dapat diketahui bahwa penggunaan dalil umum harus sesuai dengan tempatnya.
1. Sepengetahuan saya tidak ada CARA spesifik ttg amalan yasin ini, bahwa yasinan harus begini begitu. Atau adakah anda menemukannya? Jika tidak ada, maka anda mempermasalahkan hal yang kosong. Sia-sia.
jawaban saya :
Justru karena tidak ada cara spesifik tentang amalan yasinan, maka apa perlu kita mengada-adakan?, padahal kita dituntut dalam beramal harus mengkuti Nabi Muhammad, karena beliau adalah suritauladan yang baik. justru inilah yang menjadi permasalahannya mas.. ingat juga hadist shahih ini :
“Barangsiapa yg mengada-adakan hal baru di dlm perkara Kami yg tidak ada contoh di dalamnya, maka amalan itu tertolak.” – Hadith Bukhari ,Muslim
->Maka menvonis sesat amalan ini (membaca yasin malam Jum’at) adalah batil, dan merupakan bid’ah sesat itu sendiri karena melarang hal yang diperbolehkan, yg berarti mengubah2 syariat. Kecuali anda dapat menunjukkan dalil yang menyebabkan terlarangnya.
jawaban saya :
kiranya anda belum baca atau paham tetang hadis ini :
“Janganlah kamu sekalian mengkhususkan malam jum ‘at dari pada malam-malam lainnya dengan suatu sholat, dan janganlah kamu sekalian mengkhususkan siang harinya untuk berpuasa dari pada hari-hari lainnya, kecuali jika sebelum hari itu telah berpuasa” (HR. Muslim).
Dari hadist tersebut kita bisa berlogika, sholat yang sudah pasti tata cara dan urutanya saja dilarang untuk dikhususkan pada malam jum’at apalagi yasinan yang masih diperdebatkan cara dan aturanya.. dari sini dapat disimpulkan dan dipahami dengan hati dan pikiran yang jernih bahwa Allah dan Rasul-Nya melarang mengkhusukan hari untuk sebuah ibadah.
Semoga semangat mencari kebenaran tidak redup dan reda diantara kita, karena sesunggunya kebenaran itu dicari. Dan bersungguh-sunggulah untuk itu… Karena Allah lah yang nantinya memberi petunjuk atau hidayah.. Dan karena Dia jua mengingikan kita menjadi kaum yang berfikir dn berakal..
Wassalamualaikum
–> Wa’alaikum salam wrwb. Berikut beberapa tanggapan saya,
1. Ketika anda mengatakan bahwa hadits2 yang anda tampilkan adalah hadits palsu, maka untuk apa digunakan sebagai rujukan. Maka saya cut … maaf … dengan pertimbangan agar komentar tak terlalu panjang sehingga tak membuat jenuh pembaca. Itu saja pertimbangan saya. Jika anda masih bersikeras untuk memakai hadits2 yg anda anggap palsu itu sebagai hal yang penting untuk dalil, silakan tulis lagi.
2. Sekali lagi, al A’raaf 205 menyebut keutamaan dzikir sirr, tapi tak melarang dzikir jahar. Ada banyak dalil lain dalam hal dzikir jahar/ keras. Bahkan ada di blog ini. Silakan simak. Bantahan2 yg anda link tak dapat menggugurkan dalil2 dzikir keras. Justru dalil2 (hadits2) itu yang menggugurkan pendapat mereka. Sedangkan mereka menggunting pula tafsir ibn Katsir untuk memperkuat argumen mereka. Itu adalah cara yang batil.
3. Anda mengatakan logika saya salah penerapan. Di manakah letak salahnya? Ibadah shalat adalah ibadah mahdah, ada syarat rukunnya. Sdgkan dzikir dan baca al Qur’an adalah ghairu mahdah. Harap anda membedakan hal ini baik-baik.
4. Tentang cara spesifik amalan yasin, itu tidak ada. Anda telah mempermasalahkan hal yg kosong. Jika orang membaca yasin, yaa dibacalah surah yasin. Ada yang sendiri-sendiri, ada yang bersama-sama. Semuanya benar. Tak ditentukan caranya. Jika bersama-sama adalah wajar jika ada sepatah dua patah kata pembukaan, penutupan dan doa bersama. Tak ada pun tak apa. Jika ada keinginan membaca dzikir sama-sama, maka dilakukanlah. Tak ada pun tak apa. Jadi … tata cara yang bagaimana yg anda permasalahkan sebagai bid’ah sesat ?
5. Hadits Muslim yang anda tampilkan benar adanya. Namun demikiankah syarahnya? Dari mana anda mendapat keterangan seperti itu. Saya dapatkan habib Munzir di Majelis Rasulullah menerangkan tentang hadits tersebut,
Hadits itu bermaksud yg dilarang adalah shalat malam yg dikhususkan malam jumat saja, dan mengharamkan shalat malam dihari lainnya. Namun ada keterangan lain bahwa baginda Rasul saw juga mengajari kita melakukan shalat sunnah di malam jumat untuk memperkuat hafalan, sebagaimana riwayat Mustadrak ala shahihain oleh Imam Hakim, dan Imam Hakim mengatakan hadits ini shahih dan memenuhi persyaratan Imam Bukhari dan Muslim.
Tak ada larangan dalam mengkhususkan bacaan Al Qur ‘an di suatu malam atau dimalam jumat, larangan adalah pada ibadah shalat dan puasa di hari jumat, dan hal itu pun dikatakan sebagai makruh, bukan haram, demikian dalam Madzhab syafii. Imam Malik dalam madzhabnya justru memperbolehkan puasa di hari jumat, dan ia berkata : kulihat para sahabat melakukannya dan mengkhususkannya di hari jumat
Diriwayatkan oleh Atsa’labiy, dari Abu Hurairah ra bahwa Rasul saw bersabda : Barangsiapa yg membaca surat Yasin di malam jumat maka ia dipaginya sudah diampuni ALLAH” (Tafsir AL Hafidh Al Imam Qurtubiy) dan kita memahami bahwa Ima Qurtubi adalah Imam Besar yg Tsigah fatwanya, dan dijadikan rujukan oleh Imam Ibn Hajar Al Asqal;aniy dan banyak hujjatul islam lainnya
Wallahu a’lam.
Aku tidak melihat darimu membawakan Qur’an dan Sunnah.
Hanya nalar, dan emosi kemarahan belaka.
Yang dimaksud siapa to mas?
Assalamu’alaikum…Wr.Wb.
Puji Syukur Kehadirat Allah Ta’alaa dan Sholawat serta salam kita curahkan kepada Junjungan kita Baginda Nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wassalam beserta keluarga & sahabatnya sampai hari kiamat.
Sesuai dengan Sabda Baginda Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wassalam :
“…..Umatku akan terpecah menjadi 72/73/74 golongan. hanya 1 golongan yg benar….”(-+ begitu bunyi & maksud hadits nya). Maka dari itu, Selagi tauhid/aqidah kita ” Tiada Tuhan Selain ALLAH dan MUHAMMAD itu Utusan ALLAH”. kita adalah saudara sesama muslim & janganlah saling menyalahkan, apalagi sampai meng-kafir kan. masing-masing kita punya pemahaman. selagi antum-antum merasa pemahaman antum yg paling benar, antum jalankan & tetaplah istiqomah…berharap ALLAH beri petunjuk kepada antum2 sekalian kpd jln yg diridho’i nya (termasuk saya). Jangan sampai masalah bid’ah ataupun sbbnya membuat persaudaraan kita sesama muslim terpecah belah… klo untuk diskusi tuk mencari solusi boleh-boleh aja, tp, tidak pake emosi/ego. Klo saya tidak salah, ada 1 hadist yg mengatakan, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ”Salah satu yg aku takutkan dr umatku nanti…ia bangga akan amalannya/perbuatan baiknya”……
Berkacalah pada diri kita masing-masing…. apakah kita sdh sempurna dimata ALLAH?. Janganlah selalu menurutkan hawa nafsu/ego kita…sesungguhnya Nafsu itu ada 7 tingkatan. sekarang di tingkatan mana Nafsu kita?.
“Suhudul Kasra Fil Wahda…..Suhudul Wahda Fil Kasra….” (Hadits Qudsi)
artinya : Saksikan/pandanglah pada yang banyak itu, kepada yang SATU…. Dan saksikan/pandanglah pada yang SATU itu, kepada yang banyak….
KEBAIKAN datangnya dari ALLAH… dan KEBURUKAN/KEJAHATAN datangnya/perbuatan dari kita. Tp, pada hakekatnya BAIK & JAHAT itu datangnya jg dari ALLAH Ta’ala. Karena ALLAH MAHA ESA….
Sebelum & sesudahnya sy mohon maaf yg sebesar2nya jikalau ada perkataan sy yg salah ataupun lebih2 menyinggung antum2 sekalian.
Sesungguhnya Ilmu & Kebenaran hanya milik ALLAH semata… kita manusia hanya berusaha/ikhtiar agar mendapatkan ridho’nya. Amin….
Wassalam.
Dari Hamba yg dho’if
–> Wa’alaikum salam wrwb. Salam kenal. Mas .. tak perlulah anda posting berkali-kali dengan isi yang sama persis. Sekali saja sudah cukup.
Asalamualaikum WrWb.
Bismillah…
Alhamdulillah anda telah menjawab komentar2 saya.. :), tetapi saya masih menemukan banyak kejanggalan2 atas jawaban2 anda.
Jawaban anda:
1. Ketika anda mengatakan bahwa hadits2 yang anda tampilkan adalah hadits palsu, maka untuk apa digunakan sebagai rujukan. Maka saya cut … maaf … dengan pertimbangan agar komentar tak terlalu panjang sehingga tak membuat jenuh pembaca. Itu saja pertimbangan saya. Jika anda masih bersikeras untuk memakai hadits2 yg anda anggap palsu itu sebagai hal yang penting untuk dalil, silakan tulis lagi.
Jawaban saya :
Sepertinya anda belum memahami maksud dan tujuan saya menulis hadist2 tersebut beserta penjelasannya/keterangannya, dan juga anda belum memahami cara berdiskusi yang baik. Maksud dan tujuan saya menuliskan hadist2 tersebut beserta penjelasannya/keterangannya adalah sebagai BUKTI dan PEMBUKTIAN bahwa dalil yang anda ajukan sebelumya mengenai yasinan adalah LEMAH bahkan terdapat KEPALSUAN. Mengapa saya harus mencantumkan ini? agar 1. Informasi yang ada dalam diskusi ini berimbang. 2. agar pembaca yang tidak kenal dalil2 yang anda bicarakan menjadi paham bahwa dalil2 tersebut lemah dan tidak bisa menjadi hujjah atau landasan hukum yang kuat. 3. agar kita bisa berfikir jernih menggunakan akal dengan membandingkan data/dalil yang ada.
Jadi saya sedang tidak menggunakan hadist2 tsbt sebagai rujukan tetapi saya mencantumkan keterangan tentang hadists tersebut untuk membuktikan hadist tsbt lemah dan ada yang palsu.
—–
Jawaban anda:
“2. Sekali lagi, al A’raaf 205 menyebut keutamaan dzikir sirr, tapi tak melarang dzikir jahar. Ada banyak dalil lain dalam hal dzikir jahar/ keras. Bahkan ada di blog ini. Silakan simak. Bantahan2 yg anda link tak dapat menggugurkan dalil2 dzikir keras. Justru dalil2 (hadits2) itu yang menggugurkan pendapat mereka. Sedangkan mereka menggunting pula tafsir ibn Katsir untuk memperkuat argumen mereka. Itu adalah cara yang batil.
Jawaban saya :
Bagaimana bisa dalil2 tetang zikir jahar bisa menggugurkan dalil2 yang sahih tentang larangan utuk zikir jahar??? bahkan seperti anda ketahui dalil2 yang melarang zikir jahar tersebut mendapat penguat dari dalil yang paling kuat yaitu Alquran(al A’raaf 205)
Metode apa yang anda gunakan sehingga anda begitu yakin bahwa dalil2 mengenai zikir zahar bisa menggugurkan dalil yang melarangnya?
——
jawaban anda :
3. Anda mengatakan logika saya salah penerapan. Di manakah letak salahnya? Ibadah shalat adalah ibadah mahdah, ada syarat rukunnya. Sdgkan dzikir dan baca al Qur’an adalah ghairu mahdah. Harap anda membedakan hal ini baik-baik.
Jawaban saya :
1. logika yang menganggap baik sebuah perbuatan tanpa dasar dalil yang kuat akan menjadi bermasalah dalam penerapannya/banyak timbul pertentangan. Sepertinya anda kurang memahami contoh yang saya maksud. Yang saya contohkan bukan ibadah sholatnya tapi Adzannya. Kalo dianggap adzan itu baik untuk mendatangkan orang untuk jamaah solat , mengapa tidak bisa diterapkan utuk memanggil orang2 untuk sholat jenasah? atau sholat ied? padahal anda juga menggunakan azan untuk kelahiran bayi bukan?(perlu diketahui dalil untuk mengazani bayi adalah lemah).
maka dari disimpulkan bahwa BAIK menurut manusia belum tentu baik dan benar disisi ALLAH dan Rasul-NYA.
2. Bagaimana bisa anda menggolongkan zikir dan Membaca Alquran termasuk ibadah Ghairu Mahdah?
3. Saya akan berkomtar mengenai tulisan anda ttg ibadah ghairu mahdah/umum? di halaman ini.
menurut pendapat anda : Ibadah Umum pula ialah segala amalan dan segala perbuatan manusia serta gerak-gerik dalam kegiatan hidup mereka, terutama dalam hubungannya dengan masyarakat.
maka timbul pertanyaan berdasar pendapat anda: apakah zikir dan membaca Alquran lebih mengarah pada dimensi horizontal(hubungannya dengan masyarakat)? sehingga anda menggolongkan kedalam ibadah umum?
Saya takutnya anda rancu dalam memahami konsep ibadah.
ini juga pendapat anda : Makan adalah perkara yang mubah. Jika diniatkan ibadah maka menjadi ibadah, yaitu ibadah ghairu mahdah.
Ini adalah pendapat yang keliru menurut saya, mengapa? karena anda telah menghilangkan konsep dan syarat ibadah itu sendiri. Seperti kita ketahui bahwa ibadah itu memiliki sedikitnya 3 hal yg tidak boleh terpisah yaitu Niat ikhlas karena ALLAH, kedua mengikuti petunjuk Rasul, serta ketiga tak boleh berlebihan/melampaui batas.
Kalo makan hanya berbekal niat saja maka makan belum bisa menjadi ibadah mas…
Coba anda pikirkan ini : Saya makan dan saya niatkan untuk ibadah, tapi saya makan dengan tangan kiri, atau makan dengan tanpa berucap Bismillah, atau makan dengan meniup makanan, apakah ini bisa menjadi ibadah? Pastinnya belum mas, karena perbuatan tersebut tidak mengkuti perintah Rasul. Perintah Rasul inilah yang menjadi dalil ibadahnya (karena makan asalnya mubah/boleh menurut anda)
——
jawaban anda:
4. Tentang cara spesifik amalan yasin, itu tidak ada. Anda telah mempermasalahkan hal yg kosong. Jika orang membaca yasin, yaa dibacalah surah yasin. Ada yang sendiri-sendiri, ada yang bersama-sama. Semuanya benar. Tak ditentukan caranya. Jika bersama-sama adalah wajar jika ada sepatah dua patah kata pembukaan, penutupan dan doa bersama. Tak ada pun tak apa. Jika ada keinginan membaca dzikir sama-sama, maka dilakukanlah. Tak ada pun tak apa. Jadi … tata cara yang bagaimana yg anda permasalahkan sebagai bid’ah sesat ?
Jawaban saya:
Apakah anda belum memahami hadist2 sahih nabi berkenaan pada masalah bid’ah? ada banyak lho mas?
Maaf, Sepertinya anda hidup di sangkar emas sehingga tidak mengetahui kebiasan orang2 yang segolongan dengan anda. Kebetulan rumah saya berada di depan mushola yang setiap malam jumat (habis sholat magrib) dipakai untuk yasinan dengan suara keras karena pakai mikropon, dan itu lebih keras dari pada ketika mereka melalukan sholat magrib brjamaah.
Sehingga perkataan anda, saya anggap adalah hanya teori anda saja(maaf bukan menghina.. :)). Mereka membuat tata cara, waktu acara, jumlah bacaan, apa saja yang dibaca/urutan bacaan, zikir2nya sama setiap saatnya dan itu berlangsung terus menerus. Apakah mereka sedang membuat syariat baru dalam urusan agama??? coba baca ayat ini dan renungkan : ”Katakanlah: Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Al_Kahfi: 103-104)
—sebagai pengingat saja: saya bukan dari golongan yang anda tuduhkan 🙂 saya hanyalah pencari kebenaran dengan berpedoman pd Alquran dan sunnah serta pendapat2 ahli yang benar dan kuat sesuai
pemahaman para salaf(sahabat, tabiin2). Saya bukanlah orang yang senang bergolong2 dan taklid secara buta dalam mengikuti sebuah paham atau pendapat ulama.
—–
Jawaban Anda:
Namun ada keterangan lain bahwa baginda Rasul saw juga mengajari kita melakukan shalat sunnah di malam jumat untuk memperkuat hafalan, sebagaimana riwayat Mustadrak ala shahihain oleh Imam Hakim, dan Imam Hakim mengatakan hadits ini shahih dan memenuhi persyaratan Imam Bukhari dan Muslim.
Jawaban Saya :
Bolehkah saya mengetahui para perowinya/sanadnya? dan ada di kitab apa? terus terang saya belum pernah mendapatkan hadist ini, hal ini sangat membantu saya untuk bisa mencari kebenaran.
Jawaban anda :
Imam Malik dalam madzhabnya justru memperbolehkan puasa di hari jumat, dan ia berkata : kulihat para sahabat melakukannya dan mengkhususkannya di hari jumat.
Jawaban saya:
pendapat saya, menurut kaidah, pendapat seseorang tidak bisa dijadikan hujjah atau landasan hukum utama. Jadi saya belum bisa menerima ini sebagai sebuah dalil kuat. hadist Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Janganlah salah satu dari kalian puasa di hari Jum’at kecuali bila berpuasa sebelum atau sesudahnya” (H.R. Bukhari Muslim). Bahkan ada riwayat dari Ummul Mu’minin Juwairiyah, “Rasulullah masuk kepadanya ketika sedang puasa pada hari Jum’at, lalu Rasulullah, “Apakah engkau puasa kemarin?”. Ummul Mu’minin menjawab, “Tidak”. Lalu Rasulullah bertanya kembali, “Apakah besok engkau ingin berpuasa kembali?”. “Tidak”, jawabnya. Lalu Rasulullah bersabda, “Berbukalah!” (H.R. Bukhari)
jawaban anda:
Diriwayatkan oleh Atsa’labiy, dari Abu Hurairah ra bahwa Rasul saw bersabda : Barangsiapa yg membaca surat Yasin di malam jumat maka ia dipaginya sudah diampuni ALLAH” (Tafsir AL Hafidh Al Imam Qurtubiy) dan kita memahami bahwa Ima Qurtubi adalah Imam Besar yg Tsigah fatwanya, dan dijadikan rujukan oleh Imam Ibn Hajar Al Asqal;aniy dan banyak hujjatul islam lainnya.
Jawaban Saya:
Hadist tersebut senada dengan hadis ini :
“Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin pada malam hari karena mencari
keridhaan Allah, niscaya Allah mengampuni dosanya”.
Keterangan :
Hadits ini Lemah.
Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitabnya Mu’jamul Ausath dan As-Shaghir dari
Abu Hurairah, tetapi dalam sanadnya ada rawi Aghlab bin Tamim. Kata Imam
Bukhari, ia munkarul hadits. Kata Ibnu Ma’in, ia tidak ada apa-apanya (tidak
kuat). (Periksa : Mizanul I’tidal I:273-274 dan Lisanul Mizan I : 464-465).
Saya lebih meyakini pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah adalah yang mendekati kebenaran, karena ia telah melakukan penelitian yang mendalam tentang hadist2 ini. (Dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata : Semua hadits yang mengatakan, barangsiapa
membaca surat ini akan diberikan ganjaran begini dan begitu SEMUA HADITS TENTANG ITU ADALAH PALSU. Sesungguhnya orang-orang yang memalsukan hadits-hadits itu telah mengakuinya sendiri.)
Mas, besarnya nama seseorang, belum bisa menjamin semua pendapatnya adalah benar. Tak luput juga para imam mazhab yang 4.
Saya rasa sekian dulu komentar saya atas jawaban anda. Semoga kita semakin bersemangat untuk berjuang mendapatkan cahaya kebenaran.
Wassalamualaikum…
–> Wangalaikum salam wrwb. Terima kasih tanggapannya. Saya pikir saya tak pernah menuduh anda dari golongan ini itu. Mungkin anda sedang diskusi dgn orang lain. Ok .. Agar supaya tak melebar, saya hanya akan menanggapi secukupnya saja. Saya kira jawaban sebelum ini telah menjelaskan.
1. Saya mengatakan di atas bahwa ada dalil-dalil tentang dzikir jahr. Bahkan ada di blog ini (tak ditulis di sini agar tak menjadi panjang, silakan simak sendiri). Jika anda tak mempercayainya, maka itu adalah hak anda. QS Al A’raaf 205 menyebut keutamaan dzikir sirr, namun tak melarang dzikir jahar. Ok-lah .. untuk singkatnya saya kutipkan pendapat Imam Nawawi tentang dzikir sirr dan jahr sbb,
2. Tampaknya anda tak paham bahwa berdzikir adalah termasuk ibadah ghairu mahdah.
3. Mengenai masalah perowi dll, silakan anda tanyakan kepada yg lebih kompeten. Tentang larangan, ada yg bermaksud makruh dan ada yg bermaksud haram. Itu harus kita bedakan. Para ulamalah sandaran kita. Siapa yg membawakan hadits dan siapa pula yg menjelaskan maksudnya. Itulah para ulama. Anda tak bisa menerima haditsnya namun menolak (keterangan) maksudnya. Saya sampai saat inipun masih belajar. Yang jelas tak semua hadits bernada negatif otomatis bermakna haram. Ada pula yg bermakna makruh. Demikian yg saya ketahui.
Jika anda sudi, silakan anda konsultasikan ke Majelis Rasulullah.
4. Tak ada aturan syariat baru dalam yasin, sebagaimana saya katakan di atas. Kalau masalahnya adalah pengeras suara yg mengganggu, seharusnyalah anda bicarakan baik-baik ke tetangga anda itu. Namun tak perlu memvonis sesat semua orang yg melakukan yasinan. Kalau anda beralasan mereka melakukannya terus menerus, maka bukankah baginda Rasul saw sendiri meneladankan bahwa,
Namun jika anda bersikeras katakan mereka (yg yasinan) itu melakukan bid’ah sesat, maka anda harus dapat menjelaskan alasannya. Jika anda pakai definisi Imam Syatibi, maka syariat manakah yg tertandingi. Jika anda pakai definisi Imam syafi’I ttg bid’ah tercela, maka syariat yang manakah yg dilanggar. Dan jika hujah anda lemah, maka .. anda telah menuduh sesat kepada (sebagian) saudara sesama muslim. Sungguh berat konsekwensi-nya di yaumil akhir nanti.
5. Tentang surah yasin yg anda katakan berkali-kali lemah. Monggo saja anda berdalil bahwa itu lemah. Sedangkan kami yakin bahwa ada hadits yg sahih, dloif/ lemah, dan palsu. Termasuk ttg surah yasin ini. Dan hadits lemah tak sama dengan hadits palsu, tampaknya anda tak membedakannya. Dan kami tak pakai hadits palsu.
Tentang hadits dloif untuk fadhail amal, itu telah dibenarkan oleh jumhur ulama, berikut saya cuplikan beberapa di antaranya,
6. Anda benar .. besarnya nama seseorang, belum bisa menjamin semua pendapatnya adalah benar. Tak luput juga para imam mazhab yang 4, dan juga Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Apalagi kita.
Namun saya kira para Imam madzab lebih mendekati kepada kebenaran. Alasannya, Ibnu Qayyim hidup di era abad 8 H (koreksi jika salah), di mana sudah banyak hadits2 baginda Nabi yg musnah. Jika ia meneliti hadits, maka ia hanya mendapati sebagian hadits yg tersisa di waktu itu. Wajar ia tak menemukannya yg shahih. Imam Bukhari hapal 600.000 hadits yg tertulis hanya 7000-an hadits. Imam Ahmad hapal 1 juta hadits, yg tertulis hanya 10 ribua hadits. DLL. Sedangkan para imam madzab justru menjadi guru2 para ulama penulis hadits itu. Siapakah yg lebih mendekati kebenaran? Semoga pencari kebenaran terbuka untuk mengetahuinya.
Definisi manhaj salaf, “… bla bla bla .. sesuai pemahaman sahabat dan ulama salaf” (koreksi jika salah). Ulama2 salaf adalah termasuk di dalam tiga generasi terbaik umat islam (sahabat, tabiin, dan tabiit tabiin). Merekalah yg lebih mengetahui pemahaman sahabat. Itulah generasinya para imam madzab. Sedangkan generasi Ibnu Qayyim … jaaauuuuhh setelah itu. Maka, saya lebih memilih pendapatnya para imam madzab, dari pada pendapat2 ulama mutaakhirin yg berselisih dengan pendapat para ulama salaf. Semoga ini lebih mendekati kebenaran.
Maaf kalau ada salah. Semoga Allah selalu menunjuki kita dalam kebenaran. Amien.
Wallahu a’lam.
10 FAEDAH TENTANG BID’AH
http://abiubaidah.com/category/faidah-ilmiyah/
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, kepada anggota Majelis Rasulullah yang ahli beribadah, berkumpul berdzikir bersama, yasinan dan lain sebagainya….
Afwan saya tidak pernah menyalahkan organisasi atau pimpinan organisasi yang mulia ini, namun hanya menyayangkan, mengapa dalam menjawab suatu diskusi Anda seolah ketakutan menjabarkan hadits-hadits palsu atau shahih… sungguh ana dan saudara-saudari yang lain masih sangat awam, tentunya menjelaskan dengan gamblang dan detail di forum ini lebih enak dan praktis ketimbang harus berlompatan dari link satu ke link lainnya… jadi tolong sertakan pendapat para ulama yang terkenal keilmuannya… dalam suatu perkara Imam Syafi’i pun pernah berkata “bila ada yang salah tentang pendapatku maka tinggalkanlah…” jadi atas dasar apa berdebat dengan pendapat sendiri???
Kembali mengenai paragraf pertama diatas, sungguh saya bingung dengan kalian yang ahli ibadah, rajin yasinan tiap malam jum’at, giat menyelenggarakan maulid nabi dan lain sebagainya, tetapi melupakan kunci sukses bermuamalah… dan tolong menolong…
Pernah suatu ketika saya mencoba menolong korban kecelakaan… pada malam itu saya cuma tamu yang hendak mampir ke rumah salah satu sahabat… jadi daerah itu sama sekali tidak saya kenal…
ketika kecelakaan terjadi banyak orang berhamburan dan menonton kejadian, termasuk rombongan santri organisasi “Majelis Rasulullah” (afwan ana tambahkan kutip agar bisa dibedakan dengan Majelis Rasulullah yang lain), sampai ambulan datang dan korban diangkat kedalamnya, saya berteriak dengan lantang, “Tolong siapapun anda, orang sini atau “anggota” Majelis ikut menemani saya atau mengawal ambulan ini sampai ke rumah sakit…
Apa yang terjadi ? berulang kali saya berteriak mereka tetap tak bergeming dan lebih memilih melanjutkan perjalanannya entah kemana, bayangkan didalam ambulan cuma berempat, supir, saya yang memegangi tengkuk leher korban agar dapat bernafas, asisten supir yang lumayan gugup melihat korban yang terluka parah…
Padahal saya mengharapkan ada “anggota” Majelis yang ikut menemani saya didalam ambulan, karena saya yang lumayan panik berharap ada seseorang yang membacakan doa=doa untuk si sakit dan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengisahkan tentang ketegaran dalam menghadapi musibah…
Yang saya bingung sebagai yang masih fakir ilmu agama mengapa rombongan Majelis itu tidak tergugah hatinya… padahal puasa senin kamis mereka rajin, kelihatannya yasinan sangat serius, kalau sholat begitu khusyuk, menghadiri tausiyah dari Habib Munzir sangat rajin mereka datangi… namun mengantarkan korban kecelakaan dan sudah jelas-jelas didepan mata kenapa mereka enggan???
Sejak saat itu saya berjanji pada diri saya sendiri tidak akan ikut organisasi atau harokah sejenisnya terkecuali di sisa usia ini masih berkesempatan menjadi makmum Imam Mahdi bersama Nabi Isa menumpas kebathilan… atau berkesempatan jihad fisabilillah membela Dien yang sempurna ini…
Sekali lagi keluh kesah ini saya ceritakan Demi Allah yang menggenggam jiwa ini bukan untuk menyalahkan hanya menyayangkan dan bukan kepada 1 orang tapi serombongan dari kalian… kemanakah eksistensi ibadah yang begitu rajin dilakoni…???
Bila ingin mendengar kesaksian saya secara langsung silahkan telp. ke 021-95906646… cacian dan hinaan saya terima dengan lapang dada tapi jangan lebih dari tiga hari yaa… ^__^
Sekali lagi afwan bagi yang tidak berkenan….
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…
–> Wa’alaikum salam wrwb. Teringat dalam berbagai literatur tentang orang Eropa dalam mengenal islam. Ajaran islam yang luhur, namun pemahaman dan tingkah laku sebagian umat islam kadang (bahkan sering) tidak mencapainya.
Dengan berita yang mayoritas berstereotip miring terhadap islam, kemudian menjumpai adanya tingkah laku sebagian umat yang negatif (yang justru sering disorot), banyak orang barat yang awalnya tertarik kepada islam kemudian berkata (saya kutib dari tulisan anda), “Sejak saat itu saya berjanji pada diri saya sendiri tidak akan ikut islam atau harokah sejenisnya …”
maaf kl tak berkenan.