Setuju BBM Tak Subsidi
Ini pastilah pendapat tak populer. Biarlah … Saya ada beberapa alasan untuk mendukungnya.
Yang paling diuntungkan dengan adanya subsidi BBM selama ini adalah para penjahat, para penyelundup. Mereka membeli BBM dengan harga murah (subsidi), dan menjualnya/ menyelundupkannya ke luar negeri dengan harga internasional. Untungnya luaaaarr biasa. Pihak pembeli (perusahaan/ perorangan/ negeri) di luar negeri pun untung, mendapatkan BBM dengan harga sedikit lebih miring.
Demikian besar kerugian yang dialami negeri ini, sementara sasaran subsidi yg tepat sasaran tidaklah seberapa besar dibanding dengan yang dirugikan negara.
Memelototi, mengawasi, mencegah hal ini pastilah sangat melelahkan. Seberapa kekuatan Angkata Laut kita (TNI), seberapa kuat aparat kita (polisi air, dll), seberapa kuat daya tahan pejabat2 terkait. Mereka pasti lelah juga. Sementara godaan di lapangan sangat sangat kuat.
Maka biarlah BBM naik sesuai harga pasar internasional. Tak ada subsidi langsung. Tidak ada lagi penyelundupan. Sementara rakyat menjadi sadar, BBM memang mahal .. demikianlah kondisi dunia. Mereka akan belajar berhemat BBM.
Subsidi sudah saatnya dilakukan dengan cara yang lebih efektif. BLT ok-lah jika tepat sasaran. Beasiswa berupa pendidikan benar-benar gratis untuk masyarakat miskin, termasuk uang buku, uang seragam, uang WC, dll. Tunjangan kesehatan untuk fakir miskin. Saya kira ini jauh lebih manfaat. Namun perlu aparat terkait yang perlu kerja lebih cermat n hati-hati dalam mendata rakyatnya yang miskin.
Dengan mahalnya BBM, energi alternatif juga mulai dikembangkan. Kita kaya energi surya, energi angin (pantai), energi gelombang laut. Ada air terjun kecil2an di sungai belakang rumah. Cukup untuk memutar dinamo untuk menerangi pematang jalan sungai itu dan sekitarnya. Selama ini tak dilirik karena BBM (dan listrik) masih yg termurah.
Berikut beberapa berita terkait.
Wallahu a’lam.
.
Sumber:http://www2.kompas.com/
Rabu, 26 April 2000
Penyelundupan BBM Terus Berlangsung
Medan, Kompas
Penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) solar dan minyak tanah berlangsung mulus, dalam jumlah puluhan ton per hari, melalui kawasan Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Teluknibung, Tanjungbalai, Sumatera Utara.
BBM itu dibawa ke kapal lain yang lebih besar dengan dalih memenuhi kebutuhan kapal-kapal penangkap ikan yang beroperasi di tengah laut. Ternyata, BBM itu “diekspor” ke Malaysia, Singapura, atau Thailand. Demikian hasil pemantauan Kompas selama sepekan hingga Selasa (25/4) sehubungan dengan maraknya penyelundupan BBM di kawasan itu.
BBM yang akan diselundupkan dibawa truk tangki bermerek Pertamina yang jumlahnya puluhan truk per hari. Masing-masing truk berkapasitas 12.000 liter solar dan 5.000 liter minyak tanah.
BBM, yang dibawa truk-truk itu, diisikan ke tangki-tangki khusus di kapal-kapal ikan.
Di salah satu gudang, volume BBM sebuah kapal ikan berukuran 60 ton, yang seharusnya hanya 5.000 liter sampai 6.000 liter, ternyata diisi 12.000 liter. Jumlah kapal ikan yang melakukan praktik seperti ini diperkirakan sedikitnya 30 kapal per hari. Jadi, dalam sehari sedikitnya 180.000 liter (6.000 liter x 30 kapal) diselundupkan dari kawasan Pelabuhan Perikanan Belawan.
Truk tangki minyak tanah juga melakukan hal yang sama setelah masuk ke beberapa gudang yang ada di sekitar tempat itu, selain masuk ke gudang salah sebuah koperasi.
Bahkan, di gudang salah satu perusahaan, di mana terdapat dua tangki penimbunan BBM dicat warna hijau. Tangki penimbunan yang ditutupi pagar seng tersebut kelihatan baru dibuat. Padahal, menurut ketentuan Pelabuhan Perikanan Nusantara Gabion Belawan, gudang-gudang sepanjang pelabuhan tak dibenarkan memasukkan truk tangki BBM, apalagi menimbun BBM.
Kepala Tata Usaha Pelabuhan Perikanan Nusantara Gabion Belawan Rudi Suharman mengatakan, truk tangki tak boleh mengisi BBM langsung ke kapal, kecuali melalui koperasi. Namun, ia tidak mengetahui apakah BBM yang diisi ke kapal-kapal itu diselundupkan ke luar negeri. “Saya tidak tahu itu. Lebih baik konfirmasikan saja langsung kepada pimpinan saya,” ujarnya.
Teluknibung
Praktik serupa juga terjadi di Pelabuhan Teluknibung, Tanjungbalai, 160 kilometer tenggara Medan. Selain dari pelabuhan ini, BBM solar maupun minyak tanah juga dikeluarkan atau diselundupkan dari Tangkahan Uli Buah, SS Dengki dan Bagan. Dari ketiga kawasan ini, penyelundupan dilakukan malam hari dan jumlah BBM yang diselundupkan juga puluhan sampai ratusan ton.
“Itu sudah menjadi rahasia umum di Tanjungbalai ini,” ujar sumber Kompas di kota yang hanya memerlukan waktu berlayar sekitar enam jam untuk sampai ke Malaysia.
Menurut sumber itu, ekspor BBM ilegal tersebut dilakukan bersamaan dengan barang lainnya, seperti kayu, rotan, gula, atau beras. Dengan demikian, orang tidak mengetahui bahwa BBM itu akan dibawa ke luar negeri. Aksi-aksi penyelundupan itu selalu dikaitkan dengan perdagangan antarpulau.
Belum tahu
Secara terpisah, Pimpinan Unit Perbekalan dan Pemasaran Dalam Negeri (UPPDN) I Medan Soldah Henpana mengaku belum mengetahui adanya “ekspor” ilegal BBM solar maupun minyak tanah ke luar negeri melalui Belawan. Yang jelas, tegasnya, pihaknya sudah menjaga sedemikian rupa dengan melakukan kontrol penggunaan BBM yang disalurkan dari UPPDN I supaya tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
Akan tetapi, sumber Kompas di Medan berpendapat, tidak tertutup kemungkinan BBM yang disuplai kepada berbagai pihak itu dikirim ke luar negeri mengingat harga di negeri seberang cukup tinggi. Harga solar dan minyak tanah lebih dari Rp 2.000 per liter. Sedangkan di dalam negeri, harga solar Rp 550 dan minyak tanah sekitar Rp 250 per liter. Data yang diperoleh dari UPPDN I menunjukkan meningkatnya penyaluran BBM solar dan minyak tanah pada bulan-bulan menjelang akhir tahun 1999. Jika bulan September dan Oktober 1999 solar yang disalurkan UPPDN I masih 296.000 kiloliter dan 299.000 kiloliter, pada November dan Desember 1999 meningkat menjadi 314.000 kiloliter dan 324.000 kiloliter.
Sedangkan minyak tanah pada periode yang sama, dari 127.000 kiloliter dan 128.000 kiloliter meningkat menjadi 128.500 kiloliter dan 143.000 kiloliter. “Itu karena untuk keperluan Natal, Tahun Baru dan Lebaran,” kata Soldah. (sp/smn)
.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0509/11/nas08.htm
Minggu, 11 September 2005
Pemerintah Ikut Andil dalam Penyelundupan BBM
JAKARTA – Salah satu faktor utama yang memicu terjadinya penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) ke luar negeri adalah ketidakberanian pemerintah mencabut subsidi.
Akibatnya, harga BBM di dalam negeri lebih murah daripada di luar negeri. Karena itu, secara tidak langsung sebenarnya pemerintah punya andil dalam mendorong maraknya penyelundupan BBM.
Pengamat ekonomi dan politik Farid Prawiranegara berpendapat, pemerintah seharusnya tidak menyubsidi BBM untuk mempertahankan stabilitas harga. Apalagi sekarang pemerintah berada dalam posisi kesulitan keuangan.
”Kalau mau harusnya subsidi BBM itu diberikan langsung kepada masyarakat yang caranya bisa diatur kemudian. Dengan subsidi langsung disparitas (perbedaan) harga dapat dihilangkan dan menutup peluang terjadinya penyelundupan,” katanya menanggapi terungkapnya jaringan penyelundupan BBM yang merugikan negara Rp 8,8 triliun setiap tahun.
Dengan masih dipertahankannya subsidi, maka harga BBM di dalam negeri lebih murah dari negara-negara tetangga. Hal ini mendorong para pelaku penyelundupan berusaha mengeruk keuntungan dengan membeli secara ilegal atau bahkan mencuri BBM berharga murah dari Indonesia untuk dijual ke negara lain. Menurut Farid, selama pemerintah masih tetap mempertahankan disparitas harga jual BBM di dalam negeri dan luar negeri, selama itu pula penyelundupan BBM akan terjadi.
”Selama ada disparitas harga, pasti ada orang yang mau cari keuntungan. Dan, cara paling gampang adalah menyelundupkan BBM itu. Awalnya menyelundupkan sedikit-sedikit, tapi lama kelamaan mereka bisa jadi mafia minyak yang tak segan-segan melibatkan pejabat dan menyuap siapa pun,” kata dia.
Yang memprihatinkan, kegagalan pemerintah mencegah disparitas harga ternyata tidak hanya terlihat dari perbedaan harga BBM di dalam dan luar negeri. Akan tetapi, juga di dalam negeri sendiri.
”Harga jual BBM di dalam negeri untuk masyarakat biasa dengan industri saja berbeda. Harusnya kan sudah dipikirkan, adanya perbedaan seperti itu bisa membuka peluang besar terjadinya korupsi. Tapi ini terus dipertahankan,” tandasnya.
Sementara itu, praktisi hukum Bambang Widjojanto tidak terkejut dengan terbongkarnya kasus penyelundupan BBM berskala besar tersebut. Sebab, sudah menjadi rahasia umum bahwa kasus seperti ini sebenarnya sudah berlangsung lama. Para pelaku tertarik untuk bermain-main dengan BBM karena adanya disparitas harga BBM yang cukup tinggi di dalam dan luar negeri.
”Indikasinya sudah terlihat saat kita menghadapi krisis BBM sejak beberapa waktu lalu. Di suatu daerah masyarakat kesulitan mendapatkan BBM, sementara itu Pertamina menyatakan sudah menyalurkan BBM ke daerah tersebut. Ini berarti BBM tidak sampai seluruhnya kepada masyarakat tapi sebagian diselundupkan,” jelas Bambang.
Karena itu, pihak kepolisian harus mengusut semua pihak yang terkait dengan kasus itu dan menangkap semua pelakunya.
”Namun jangan hanya menangkap pelaku pelaksana lapangannya saja, melainkan juga oknum yang bertindak sebagai perencana atau otak penyelundupan,” pinta mantan Direktur PBHI ini.(A20-12v)
.
* Date: Thu, 8 Sep 2005 23:41:16 +0200
Terbongkar, Penyelundupan BBM Skala Besar Rugikan Negara Rp 8,8 Trilyun/Tahun
Jakarta, (Analisa)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan bahwa TNI dan Polri, Bea Cukai dan instansi pemerintah lainnya berhasil membongkar kejahatan penyelundupan BBM di berbagai wilayah di tanah air yang setiap tahun merugikan negara Rp8,8 trilyun.
Pengumuman tersebut disampaikan Presiden yang didampingi Kapolri Jenderal Polisi Sutanto, dan Menkopolkam Widodo AS usai Sidang Kabinet di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
“Sampai saat ini ada 17 kapal yang ditahan dan disita 6.000 ton BBM, ditangkap 58 orang, 18 orang di antaranya pejabat atau oknum pegawai Pertamina, dan lima WNA,” kata Presiden.
Menurutnya, dari penangkapan tersebut pemerintah berhasil menyelamatkan Rp52 milyar dari kejahatan yang akan mereka lakukan dan tiap tahunnya telah merugikan negara Rp8,8 trilyun.
“Saya tidak habis pikir pipa bawah laut yang garis tengahnya 1,5 meter dan panjang tujuh mil begitu mudah mengalirkan BBM untuk diselundupkan yang merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar,” katanya.
Kejahatan itu, kata Presiden, tidak hanya terjadi di perairan Kalimantan Timur tapi juga terjadi di Riau, Batam, perairan Arafura, dan beberapa tempat di Jawa Timur serta Cilacap.
“Saya memerintahkan Kapolri dengan supervisi Kantor Menkopolkam agar operasi pemberantasan kejahatan ini diteruskan di semua daerah,” kata Presiden.
Presiden mengatakan, sehubungan dengan terbongkarnya kejahatan tersebut, Presiden Jumat (9/9) akan memanggil jajaran direksi Pertamina untuk menghadap sekaligus untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah terjadi selama ini di Pertamina.
“Setiap tetes BBM tidak boleh dibiarkan menguap dan jatuh pada tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Kalau ada jajaran direktur Pertamina yang terlibat akan ditindak tegas. Saya sudah mendapatkan nama-nama mereka tapi biarkan investigasi berjalan dahulu,” katanya.
Sementara itu Kapolri Jenderal Polisi Sutanto dalam kesempatan sama menjelaskan, bahwa penyelundupan BBM melibatkan banyak jaringan yaitu wilayah barat seperti di Kepulauan Riau yang sudah berlangsung sejak didirikan Otorita Batam.
“Kita telah berhasil mengungkapkan jaringan yang 70 persen penyelundupan BBM di wilayah barat Indonesia dilakukan oleh jaringan ini,” katanya.
Jaringan lainnya terdapat di Kalimantan Timur dan pihak Polri, TNI AL, serta Bea Cukai berhasil mengungkapkan penyelundupan BBM melalui pipa bawah laut dengan panjang tujuh mil dari tepi wilayah perairan Kalimantan Timur.
Pencurian BBM tersebut dilakukan malam hari dengan modus operandi minyak yang diambil digantikan dengan air laut di kapal tanker dengan jumlah sesuai yang diambil untuk diselundupkan ke luar negeri.
“Ini jelas suatu kejahatan yang sangat tidak bermoral dan merusak. Selain mengambil mereka juga merusak BBM yang dicampur air laut. Ini sudah berlangsung cukup lama dan yang bertindak sebagai nakoda kapal adalah mantan kapten kapal milik Pertamina yang sudah tahu seluk beluk penyelundupan BBM,” katanya.
Menurut Sutanto, pihak yang terlibat dalam kejahatan tersebut adalah pejabat Pertamina dari Kaltim serta warga negara asing (WNA).
Sementara kejahatan yang terjadi di Jawa Tengah juga melibatkan wilayah Indonesia Timur yang di antaranya berasal dari Sorong.
“Jaringan Jawa Timur meliputi Bitung, Makassar, Laut Arafura. Di laut Arafura banyak kapal ikan dari negara-negara asing yang ternyata menggunakan BBM bersubsidi dalam jumlah yang sangat besar,” katanya. (Ant)
.
Penyelundupan BBM dan Pencurian Ikan Masih Marak Berlangsung
March 27th, 2008 in News Watch |
Kompas – Kapal pengawas patroli Hiu Macan 004 Departemen Kelautan dan Perikanan menangkap dua kapal yang diduga berkomplot melakukan penangkapan ilegal ikan. Pencurian ikan itu dilakukan dengan modus menyelundupkan solar sebanyak 30.000 liter untuk ditukar dengan hasil tangkapan ikan di Laut Arafura.
Direktur Kapal Pengawas Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Willem Gaspersz di Jakarta, Rabu (26/3), mengatakan, penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) dilakukan oleh kapal pengangkut ikan MV Huang Wen asal Taiwan dan dipasok ke kapal penangkap ikan KM Mitra 2121 berbendera Indonesia, 13 Maret lalu.
Berdasarkan ketentuan, kapal pengangkut ikan tidak diizinkan melakukan suplai BBM. Sedangkan seluruh hasil tangkapan ikan seharusnya didaratkan di pelabuhan yang telah ditunjuk dalam dokumen perizinan.
”Praktik penyelundupan BBM untuk pencurian ikan masih marak berlangsung, terutama di perairan perbatasan,” kata Willem.
Penyelundupan BBM dari luar negeri kepada kapal Indonesia untuk ditukar dengan hasil tangkapan ikan ditengarai merupakan modus pencurian perikanan yang kerap berlangsung. Imbal balik suplai bahan bakar tersebut berupa pasokan ikan ke luar negeri tanpa izin.
Beberapa perairan yang rawan praktik penyelundupan BBM dan pencurian ikan antara lain Laut Arafura, Laut Sulawesi, dan Laut Natuna di Kepulauan Riau.
KM Mitra 2121 mengangkut awak kapal yang meliputi 11 warga negara Indonesia (WNI) dan empat warga negara asing (WNA), sedangkan MV Huang Wen mengangkut 11 WNA dan 27 WNI. Seluruh awak kapal kini menjalani proses pemeriksaan di Pelabuhan Timika, Papua.
Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengatakan, kejahatan perikanan itu diperparah dengan pengadilan perikanan di Indonesia yang masih lemah. ”Kami berharap semua aparat penegak hukum berkomitmen melakukan pengawasan dan menangani tindak pidana perikanan secara efektif,” katanya. (lkt)
Mas Orgawam,
Kalau BBM tidak disubsidi oleh pemerintah, negeri ini apakah akan terbebas dr penyelundup BBM?
Penyelundup dapat barang dr maling.
Maling (dimanapun berada, apapun komoditasnya) pasti akan menjual dg harga miring.
Apakah mas Orgawam dan para petinggi negeri ini melupakan fakta ini.
Solusi yg cerdas adalah : benahi dulu kebocoran2 di Pertamina, baru bicara mengenai penghapusan subsidi.
[…] SUMBER: http://orgawam.wordpress.com/2008/05/25/setuju-bbm-tak-subsidi/ […]