Sayyid Muhammad ibn Alwi al-Maliki Tentang Maulid (2)
Pendapat Syaikh Ibnu Taimiyah Mengenai Maulid
Syaikh Ibnu Taymiyyah telah berkata: Kadangkala diberikan pahala kepada sebahagian manusia ketika melakukan maulid. Begitulah seperti mana yang dilakukan oleh masyarakat samada sebagai menyerupai orang Nasrani pada kelahiran Nabi Isa عليه السلام, atau karena kecintaan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan membesarkan baginda صلى الله عليه وسلم . Dan Allah mungkin memberi pahala di atas kasihsayang dan kesungguhan ini, tidak karena bid’ahnya amalan ini.
Kemudian Ibnu Taimiyah berkata lagi: Ketahuilah, bahawa diantara amalan-amalan itu ada yang mengandungi kebaikan karena itu ianya disyariatkan. Ada juga amalan yang berupa bid’ah sayyiah atau seumpamanya, maka amalan ini salah dan satu penyelewengan daripada agama, seperti hal dan keadaan orang munafiq dan fasiq.
Hal ini telah dilakukan oleh ramai orang pada akhir-akhir ini. Disini saya bentangkan dua cara dari segi adab untuk mengatasinya:-
Pertama: Hendaklah kamu berpegang teguh pada sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم zahir dan bathin pada diri kamu dan mereka yang taat kepada kamu. Juga hendaklah kamu taat kepada yang ma’ruf dan ingkar kepada yang mungkar.
Kedua: Hendaklah kamu menyeru manusia supaya melakukan sunnah seberapa terdaya. Dan jika terdapat orang yang melakukan demikian hendaklah kamu terus galakkan, kecuali jika ianya mendatangkan tidak baik. Jangan menyeru kepada meninggalkan yang mungkar dengan melakukan yang lebih mungkar. Jangan meninggalkan perbuatan yang wajib atau sunnah, karena dengan meninggalkannya kamu telah melakukan sesuatu yang lebih mudharat daripada melakukan yang makhruh.
Sekiranya ada bid’ah yang berunsur kebajikan, seberapa daya gantikan dengan kebajikan yang disyariatkan, karena memang tabiat manusia tidak mahu meninggalkan sesuatu kecuali ada gantinya. Hendaklah jangan kita lakukan amalan yang baik kecuali kita lakukan amalan yang sama baiknya atau yang lebih baik lagi.
Memuliakan peringatan maulid, dan sewaktu-waktu menjadikannya sebagai amalan yang adakalanya dilakukan oleh setengah orang, mendapat pahala yang besar, karena mereka mempunyai niat yang baik dan mengandungi unsur-unsur memuliakan Nabi صلى الله عليه وسلم, sebagaimana yang saya sebutkan tadi. Tetapi adakalanya amalan yang baik bagi sesetengah mu’min, dipandang buruk oleh mu’min yang lain.
Imam Ahmad pernah diberitahu bahawa seorang putera raja telah membelanjakan lebih kurang 1,000 dinar untuk sebuah al-Quran. Maka jawabnya, walaupun mahu dibelanjakan dengan emas sekalipun biarkanlah. Padahal menurut mazhab Imam Ahmad menghiasi al-Quran itu adalah makhruh.
Ada juga yang berpendapat bahawa perbelanjaan 1,000 dinar itu adalah untuk memperbaharui kertas dan tulisan. Tetapi maksud Imam ahmad masalah ini ada bercampur kebaikan dan keburukannya. Maka itu tidak digemarinya.(9)
Pendapat saya (Sayyid Muhammad ibn Alwi al-Maliki) mengenai maulid
Pendapat kita, sesungguhnya sambutan kelahiran Nabi صلى الله عليه وسلم yang mulia tidak mempunyai kaifiat yang tertentu yang perlu diikuti oleh semua orang atau cara yang kita wajibkan atas semua. Bahkan, bahawa apa sahaja yang boleh menyeru umat manusia ke arah kebaikan, mengumpulkan mereka atas petunjuk Allah, serta mendidik mereka kepada apa juga yang boleh memberi manfaat kepada agama mereka, boleh merealisasikan tujuan maulid nabi ini.
Oleh yang demikian, jika kita berkumpul dalam majlis puji-pujian ke atas Nabi صلى الله عليه وسلم yang mana padanya ada ingatan terhadap kekasih kita صلى الله عليه وسلم, keutamaan baginda, jihad baginda serta khususiat baginda, (walaupun kita tidak membaca kitab maulid yang dikenali ramai, – seperti maulid ad-daibaie dan al-barzanji – karena ada sebahagian yang menyangka bahawa majlis maulid itu tidak akan sempurna melainkan dengan membaca kitab-kitab tersebut), kemudian kita mendengar pula apa yang diperkatakan oleh para pendakwah dalam memberi peringatan dan petunjuk, serta apa yang dibacakan oleh qari’ daripada ayat-ayat Al-Qur’an.
Saya (as-Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki) ada mengatakan: Jika kita melakukan demikian, sesungguhnya ia telah termasuk dalam lingkungan makna maulid Nabi yang mulia, dan tercapailah maksud sambutan ini, dan saya melihat ia tidak diperselisihkan oleh sesiapa jua.
.
____________________________________________________________
Catatan kaki:-
(9) Begitulah pendapat Ibnu Taymiyah yang jelas tidak mengingkari sambutan ini, walaupun beliau mengingkari apa-apa perbuatan mungkar yang ada pada sambutan ini (sama seperti fahaman kita yang telah diterangkan sebelum ini). Malah Ibnu Taymiyah menyamakan hukum sambutan ini dengan jawapan Imam Ahmad pada perbelanjaan besar untuk menghiasi mushaf. Namun demikian mereka yang mengingkari sambutan ini, akan menggunakan pendapat Ibnu Taymiyah secara umum dalam memerangi bid’ah (yang sesat – pada pandangan mereka) sambutan maulid Nabi صلى الله عليه وسلم, sambil meninggalkan apa yang dikatakan sendiri oleh Ibnu Taymiyah dalam perkara ini secara khusus. Semoga Allah memberi hidayah kepada semua.
Nasehat Sayyid Muhammad Al-Maliki tentang Peringatan Maulid
Oleh admin • Wednesday, 19 March 2008 – 9:19 am • 12 Rabiul Awal 1429 H • infokito.net • dilihat 450 kali
Nasehat Sayyid Muhammad Al-Maliki tentang Peringatan Maulid
Sayyid Muhammad Al-Maliki , menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan peringatan Maulid.
Pertama, kita memperingati Maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya, melainkan selalu dan selamanya, di setiap waktu dan setiap kesempatan ketika kita mendapatkan kegembiraan, terlebih lagi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi’ul Awwal, dan pada hari kelahiran beliau, hari Senin.
Tidak layak seorang yang berakal bertanya, “Mengapa kalian memperingatinya?” Karena, seolah-olah is bertanya, “Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW?”
Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah?
Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang bodoh dan tidak membutuhkan jawaban. Seandainya pun saya, misalnya, harus menjawab, cukuplah saya menjawabnya demikian, “Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan beliau, saya gembira dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya mencintainya karena saya seorang mukmin.”
Kedua, yang kita maksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk mendengarkan sirah beliau dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri beliau, juga memberi makan orang-orang yang hadir, memuliakan orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan, serta menggembirakan hati orang-orang yang mencintai beliau.
Ketiga, kita tidak mengatakan bahwa peringatan Maulid itu dilakukan pada malam tertentu dan dengan cara tertentu yang dinyatakan oleh nash-nash syariat secara jelas, sebagaimana halnya shalat, puasa, dan ibadah yang lain. Tidak demikian.
Peringatan Maulid tidak seperti shalat, puasa, dan ibadah. Tetapi juga tidak ada dalil yang melarang peringatan ini, karena berkumpul untuk mengingat Allah dan Rasul-Nya serta hal-hal lain yang baik adalah sesuatu yang harus diberi perhatian semampu kita, terutama pada bulan Maulid.
Keempat, berkumpulnya orang untuk memperingati acara ini adalah sarana terbesar untuk dakwah, dan merupakan kesempatan yang sangat berharga yang tak boleh dilewatkan. Bahkan, para dai dan ulama wajib mengingatkan umat tentang Nabi, baik akhlaqnya, hal ihwalnya, sirahnya, muamalahnya, maupun ibadahnya, di samping menasihati mereka menuju kebaikan dan kebahagiaan serta memperingatkan mereka dari bala, bid’ah, keburukan, dan fitnah.
Yang pertama merayakan Maulid Nabi SAW adalah shahibul Maulid sendiri, yaitu Nabi SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan Muslim bahwa, ketika ditanya mengapa berpuasa di hari Senin, beliau menjawab, “Itu adalah hari kelahiranku.” Ini nash yang paling nyata yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid Nabi adalah sesuatu yang dibolehkan syara’. [infokito]
Wallahu a’lam
GLOSSARY:
Sayyid Prof. Dr. Muhammad ibn Sayyid ‘Alawi ibn Sayyid ‘Abbas ibn Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir di Makkah pada tahun 1365 H. Ayah beliau, Sayyid Alwi bin Abbas Almaliki (kelahiran Makkah th 1328H), seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif, Jeddah.
Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab-kitab beliau yang beredar telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dan lain-lain.
Beliau wafat hari jumat tanggal 15 Ramadhan 1425 H (2004 M) dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la disamping makam istri Rasulullah SAW. Khadijah binti Khuailid Ra. dengan meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alawi, Ali, al-Hasan dan al-Husen dan beberapa putri-putri.
Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Ana Setuju dengan pendapat Sayyid Muhammad Al-Maliki, karena orang yang tidak senang dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. sama saja dia tidak senang dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW. lalu tinggal kita bertanya apa bedanya dengan Yahudi dan Nashrani yang mana mereka pun tidak senang dengan kelahiran Beliau SAW.? jawabannya ada di hati sanubari antum semua masing-masing.
Wallahu A’lam
Wassalamu Alaikum Wr.Wb.
Logika yang ngga nyambung, bos. kok tidak melakukan maulid berarti tidak senang kelahiran Nabi Muhammad Sholallhu alaiohi wasallam (sebagai wujud cinta kami, doa sholawat pada beliau kami tulis lengkap, beda ya sama antum, hehe. kenapa ya ?)
kami ingin melakukan ibadah, amalan jika diperintahkan oleh beliau, dicontohkan, dan para sahabat pula melakukannya, tabiin, tabiit tabaiin.
Ana sangat setuju .juga sangat mendukung assayyid muhammad almaliki..yg menganggab maulid khurafat dll hanyalah org2 belum memahami..http://mubas.wen.ru
MAULID
Tinjauan Sejarah dan Analisa Dampak
Sejarah lahirnya Maulid
Syaikh ‘Ali Mahfudzh dalam bukunya menerangkan, “Ada yang mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakannya ialah para Khalifah Bani Fahimiyyah di Kairo pada abad keempat Hijriyah. Mereka merayakan perayaan bid’ah enam maulid, yaitu: Maulid Nabi saw, Maulid Imam ‘Ali ra, Maulid Sayyidah Fathimah Az-Zahra radhiallahu ‘anha, Maulid Al-Hasan dan Al-Husein dan maulid Khalifah yang sedang berkuasa. Perayaan tersebut terus berlangsung dalam berbagai bentuknya sampai dilarang pada zaman pemerintahan Al-Afdhal Amirul Juyusy. Perayaan ini kemudian dihidupkan kembali di zaman pemerintahan Al-Hakim biamrillah pada tahun 524 Hijriyah setelah orang-orang hampir melupakannya. Dan yang pertama kali maulid Nabi dikota Irbil adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Said di abad ketujuh dan terus berlangsung sampai di zaman kita ini. Orang-orang memperluas acaranya dan menciptakan bid’ah-bid’ah sesuai dengan selera hawa nafsu mereka yang diilhamkan oleh syaithan , jin dan manusia kepada mereka.” [Al-Ibda’ fi madhiril ibtida’: 126].
Satu hal yang sangat penting untuk diketahui bahwa Kerajaan Fathimiyyah didirikan oleh ‘Ubaidillah Al-Mahdi tahun 298 H di Maghrib (sekarang wilayah Maroko dan Aljazair) sedangakan di Mesir kerajan ini didirikan pada tahun 362 H oleh Jauhar As-Shaqali. Para pendiri dan raja-raja kerajaan ini beragama Syi’ah Islmailiyah Rafdliyah. Kerajaan ini didirikan sebagai misi dakwah agama tersebut dan merusak Islam dengan berkedok kecintaan terhadap Ahlul Bait (keluarga Nabi saw). Maka jelaslah sudah bagi mereka yang memiliki bashirah bahwa perayaan maulid dipelopori oleh kaum Syi’ah.
Hari lahir Nabi memang istimewa, akan tetapi…..
Tentang keistimewaan hari lahir Nabi saw, terdapat hadits shahih dari Abi Qatadah, beliau menceritakan bahwa seorang A’rabi (Badawi) bertanya kepada Rasulullah saw: “Bagaimana penjelasanmu tentang berpuasa di hari Senin? maka Rasulullah saw menjawab, ‘Ia adalah hari aku dilahirkan dan hari diturunkan kepadaku Al-Qur’an” [Syarh Shahih Muslim An-Nawawi 8 / 52]. Hari kelahiran Nabi adalah istimewa berdasarkan hadits tersebut, akan tetapi tidak terdapat dalam hadits tersebut perintah untuk merayakannya. Seandainya kita setuju dengan istilah “merayakan”, maka seharusnya kaum Muslimin merayakannya dengan berpuasa sebagaimana tersurat dalam hadits tersebut. Bukannya merayakan dengan berfoya-foya dan pesta arak-arakan seperti yang kita saksikan saat ini.
ANALISA DAMPAK PERAYAAN MAULID
Praktek Kesyirikan yang tidak Disadari
Kenyataan yang ada, bahwa pada sebagian kaum Muslimin dalam merayakan maulid mereka membacakan Barzanji, sebuah ritual membacakan puji-pujian kepada Nabi saw yang di dalamnya juga terdapat jentik-jentik kesyirikan dan pujian yang melampaui batas Syari’at terhadap Nabi saw (ithra’), namun mereka menganggap itu sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini membuat sebuah praktek kesyirikan menjadi terselubung dalam nuansa yang dianggap ibadah. Lebih jelas lagi tentang hal ini kami cantumkan dalam rubrik “STUDI KRITIS” Tentang pujian yang melampaui batas, Rasulullah saw bersabda : “Janganlah kalian berlebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani berlebihan memuji putera Maryam. Aku tidak lain hanyalah seorang hamba, maka Katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya.” [HR. Bukhari dari ‘Umar ra]
Inilah dampak yang terbesar dan tercantum di urutan pertama dari sekian kerusakan dalam ritual perayaan maulid. Karena perbuatan Syirik menghapus seluruh amal seorang hamba sebagaimana firman-Nya : “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada kamu (Hai Muhammad) dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, ‘Jika engkau berbuat syirik niscaya akan hapus amalmu dan niscaya engkau termasuk golongan orang-orang yang merugi.” [QS. Az-Zumar : 65]. Kaum Muslimin yang terlibat dalam pembacaan Barzanji tersebut juga meyakini datangnya ruh Muhammad sehingga mereka menyambutnya dengan berdiri. Ini adalah I’tiqad yang keliru dan melampaui batas terhadap Nabi saw . Keyakinan seperti ini bertentangan dengan firman Allah : “Kemudian, sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati, kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” [Al-Mukminun : 15-16]. Bertentangan pula dengan sabda Rasulullah saw : “Aku adalah orang yang pertama kali dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat nanti, Aku adalah orang yang pertama kali memberi Syafa’at dan orang yang pertama kali diterima Syafa’atnya” Berkata Imam Ibnu Baaz setelah membawakan dua dalil tersebut, “Ayat dan Hadits di atas serta nash-nash lain yang semakna bahwa Nabi Muhammad saw dan siapapun yang sudah mati tidak akan bangkit kembali dari kuburnya, kecuali pada hari kiamat. Hal ini merupakan kesepakatan para ‘ulama Muslimin, tidak ada pertentangan diantara mereka”. [At-Tahdziru minal Bida’ oleh Syaikh Abdul ‘Aziz Abdullah bin Baaz].
Mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan Syari’at
Ini dikarenakan Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menetapkan dalam Syari’at untuk beribadah dengan merayakan hari kelahiran Nabi. Perbuatan sebagian kaum Muslimin melakukan ritual dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak ada contohnya dari Rasulullah dan Sahabat jelas merupakan sikap mendahului Allah dan Rasulullah dalam menetapkan Syari’at. Sedangkan Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya…”[Al-Hujurat :1]. Maksudnya adalah, orang-orang Mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana pendapat Anda ? Jika Raja alam semesta ini menetapkan suatu aturan bagi kebahagian hambanya, kemudian Sang Raja menyatakan bahwa aturan-Nya itu telah sempurna. Lalu datanglah seorang hamba dengan membawa aturan baru yang dianggapnya baik bagi dirinya dan bagi hamba yang lain. Tidakkah ia (si hamba) tanpa disadari telah lancang menuduh aturan Sang Raja belum sempurna, sehingga perlu ditambahi ? Inilah hakikat Bid’ah, menyaingi bahkan mengambil hak Allah dalam menetapkan Syari’at. Padahal Allah berfirman: “Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka (aturan) agama yang tidak diizinkan Allah ?” [Asy-Syuura :21]. Kita tak akan pernah menemukan adanya perayaan hari ulang tahun Nabi oleh para Sahabat terekam dalam lembaran-lembaran kitab hadits yang shahih, karena memang itu tidak pernah terjadi pada masa Sahabat baik tabi’in, tabi’ut tabi’in dan bahkan tidak pernah terjadi pada masa Imam Syafi’ie (150 H – 204 H). Karena bid’ah maulid baru muncul pada abad ke-4 H. Kalau memang peringatan Maulid itu baik maka tentunya para sahabat telah mendahului kita melakukannya sebagaimana kata ulama : “walau kaana khairan lasabaquunaa ilaihi”
Munculnya wujud rasa cinta yang keliru
Perayaan maulid oleh sebagian kaum Muslimin dianggap sebagai bentuk ungkapan rasa cinta terhadap Nabi yang paling mulia Muhammad saw. Jika ini benar, siapakah diantara kita di zaman ini yang lebih dalam cintanya kepada Nabi ketimbang Sahabat ?. Tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali menjawab “Sahabatlah yang paling dalam cintanya kepada Nabi”. Jika memang demikian, lalu mengapa para Sahabat tidak mewujudkan rasa cinta kepada Nabi dengan cara merayakan hari kelahiran Nabi sebagaimana sebagian muslim di zaman ini ? Mengapa para Sahabat tidak mengarang bait-bait syair untuk memuji Nabi di hari kelahirannya ? Mengapa pula para Sahabat tidak membentuk “Panitia Lomba Maulid” untuk memeriahkan HUT manusia terbaik di muka bumi ini ?. “Tunjukkanlah bukti kalian, jika kalian orang-orang yang benar” [Al-Baqarah : 111]. Sesungguhnya Ahlussunnah meyakini bahwa yang terpenting adalah bagaimana menjadi mukmin yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena ungkapan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya bisa juga diucapkan oleh orang-orang munafik, akan tetapi mereka bukan orang-orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan mustahil mendapatkan kecintaan Allah kecuali dengan mengikuti Sunnah Nabi yang mulia. Allah berfirman : “Katakanlah ; ‘jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku (Muhamad)! Niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampunkan dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” [QS.Ali-‘Imran: 31].
Bukannya kebaikan, justru sebaliknya
Tidak asing telinga kita mendengar hentakan-hentakan musik yang hingar bingar pada setiap tahunnya di bulan Rabiul Awwal dalam aneka ragam perayaan maulid. Alunan-alunan musik tersebut tidak jarang disertai juga oleh pemuda-pemuda mabuk yang bergoyang bersama mengikuti irama lagu. Bahkan musik-musik tersebut diperdengarkan di rumah Allah yang di dalamnya digunakan untuk bersujud kepada-Nya. (hanya kepada Allah memohon pertolongan dari kerusakan ini). Allah berfirman : “Dan diantara manusia ada yang menggunakan “lahwal hadits” untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azdab yang menghinakan ” [Luqman : 6]. Ibnu Mas’ud ra menafsirkan lahwal hadits dalam ayat tersebut adalah “nyanyian atau lagu”. [lih. Tafsir Ibnu Katsier Surat Luqman].
Jati diri Islam menjadi luntur, karena mengekor pada Nashrani
Maulid pada hakikatnya meniru Nashrani dalam hal merayakan hari kelahiran Nabi Isa yang mereka sebut dengan Natal. Kita, ummat Muhammad dilarang keras menyerupai Yahudi dan Nashrani apalagi meniru-niru ritual agama mereka. Allah berfirman : “Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka (Yahudi dan Nashrani) setelah datang kepadamu ilmu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zhalim.” [Al-Baqarah :145]. Yang dimaksud ayat ini menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah “meniru sesuatu yang menjadi ciri khas mereka, atau yang merupakan bagian dari ajaran Agama mereka” [Iqtidha’ shirathal mustaqim T. / 63-64]. Rasulullah juga bersabda : “Barang siapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk golongan kaum itu” [Ahmad dan Abu Dawud, shahih].
Kecenderungan bersikap tabdzir (menghamburkan harta secara mubazzir)
Bisa dibayangkan dana yang dikeluarkan oleh sebagian kaum muslimin yang merayakan maulid, andaikata dana-dana tersebut disedekahkan kemudian dikorbankan untuk berjihad di jalan Allah niscaya hal itu akan lebih bermanfaat ketimbang menggunakannya sebagai penyokong bid’ah yang tidak bernilai ibadah di sisi Allah. Bahkan diantara mereka ada yang sampai memberatkan diri untuk berhutang kepada saudara muslim lainnya. Ini adalah sikap mubazzir yang dapat menghantarkan kita menjadi saudara-saudara syaitan sebagaimana yang disebut oleh Al-Qur’an “…dan janganlah kamu menghamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar pada Tuhannya” [Al-Isra’ :26-27].
Membantu penyebaran hadits palsu
Perlu diketahui bahwa banyak beredar di tengah ummat hadits-hadits tentang keutamaan merayakan hari kelahiran Nabi. Dan semuanya adalah palsu tidak ada keraguan padanya. Kami tidak akan menyebutkannya karena di sini bukanlah tempatnya. Di bulan Rabiul Awwal ini selalu disampaikan hadits-hadits tentang keutamaan maulid di atas-atas mimbar maupun pada saat acara perayaan dilangsungkan, ini tentu saja membantu menyebarkan kedustaan atas nama Rasulullah. Sedangkan Rasul bersabda :“Barang siapa mengatakan sesuatu atas namaku sesuatu yang tidak aku katakan maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dalam neraka.” [Hadits Hasan riwayat Ahmad].
Persatuaan Islam yang semu
Sebagian kaum Muslimin masih berusaha melakukan pembelaan terhadap perayaan maulid dengan berkata : “Ini adalah momen yang istimewa untuk mempererat ukhuwah, silaturahmi dan menyemarakkan sedekah antara saudara Muslim. Jadi tidak ada salahnya kita merayakan maulid dengan kemeriyahannya”. Untuk menjawab ungkapan ini kita kembali kepada kaidah yang sangat kokoh bahwa generasi pertama ummat ini adalah sebaik-baik generasi, berdasarkan hadits “Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku (Sahabat), kemudian yang sesudahnya (tabi’in) kemudian yang sesudahnya (tabi’ tabi’in)” [HR. Bukhari]. Berangkat dari kaidah ini kita katakan bahwa para Sahabat adalah orang-orang yang paling kokoh ukhuwah dan silaturahminya terhadap saudara Muslim. Barisan shaf mereka rapat, bersambung dari bahu kebahu dari tumit ke tumit dan kokoh dihadapan Rabbul ‘alamin sewaktu mereka berdiri, ruku’ dan sujud. Jiwa-jiwa mereka bersatu di medan jihad. Begitu pula sedekah mereka tidak berbicara sebagaimana orang-orang di zaman ini. Dan tidaklah itu semua dikarenakan oleh perayaan maulid Nabi, tidak pula oleh aneka lomba dan permainan yang mereka adakan setiap Rabiul Awwal. Giliran kami yang bertanya, jika maulid adalah jembatan menuju persatuan Islam dan ukhuwah Islamiyah yang kokoh, lalu apa gerangan yang mengakibatkan kaum Muslimin sampai saat ini masih terkotak-kotak karena berpecah belah ? Padahal perayaan maulid telah berlangsung lebih dari sepuluh abad. Hanya kepada Allah kita kembali dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dari badai syubhat dan syahwat yang menerpa.
Sumber Bacaan:
– Idtidho Shitothol Muataqim
– Tahdziiru Minal Bida’
[Al-Hujjah Risalah No: 50 / Thn IV / Rabiul Awal / 1423H ]
–> Sebenarnya komentar ini melanggar aturan. Tapi ok-lah tak ku hapus. Lihat: Terlalu panjang dan tanpa paragraf, sehingga sulit dipahami. Karena demikian, maka … adakah anda pembaca lain membaca komentar #4 ini semuanya? Ku tak yakin. Maka, singkat saja tanggapan saya.
Dengan fatwa ini maka akan banyak ulama salafiyah terhukumi musyrik. Imam Nawawi, ibn Katsir, al Qasthalani, As Suyuthi, Ibnu Hajr, dll. Lihat antara lain di sini atau di sini. Para ulama itu bahkan banyak yang mengarang kitab Maulid. Ehm .. ehm .. dan saya lebih mengikut kepada pendapat para ulama manhaj salaf yg sdh teruji kredibilitasnya, dari pada fatwa pembid’ahan dan pemusyrikan ini.
Perlu diketahui bahwa dampak pengharaman Maulid Nabi ini mau tak mau harus berdampak pada pengharaman ke perayaan2 lain,.. salah satunya adalah Hari Kemerdekaan (17 Agustus). Ada tercatat di blog ini. Dan mereka tak bisa menjelaskan alasannya, kecuali dgn alasan yg sama ketika mengharamkan maulid.
Mereka bahkan tak bisa menjawab ketika mereka pun melakukan hal2 yg baru (yg notabene bid’ah) di zaman ini … seperti Kultum Ramadlan, yang mana hal itu sama2 hal baru, sama2 bid’ah, sebagaimana maulid. Maka berlakulah Fatwa double standard. Dan saya tak taqlid ke mereka.
Assalamua’alaikum
Terkadang orang-orang membuka AlQur’an dan hadits hanya untuk mnghujat,membid’ahkan hal-hal yang mulia.Tapi mereka tidak pernah menyadari disekeliling mereka, bahkan di rumah mereka masih ada tanyangan televisi yang sangat jauh dari akhlak Rasululloh SAW. Adakah mereka berfikir dan membuka mata mereka, tiada bisa kita membaca Qur-an, tidak akan tau kita Kepada Allah SWT, tidak akan tau kita akan tatacara sholat, Tak’akan tau kita bagaimana menafsirkan hadits… Semua itu karena lahirnya Nabi SAW. coba kita renungkan saudaraku…kenapa diadakan maulid menjadi sebuah peperangan Faham….Perayaan Maulid tidak perlu kita Buka Hadits….karena ini adalah acara yang mengungkapkan Syukur kita akan kelahiran Belia SAW, karena tanpa beliau tidak pernah kita tau akan Allah yang maha Agung, mengenai isi dari perayaan Maulid…didalamnya terdapat Hal2 yang sangat Mulia seperti Bersedekah, Pengajian AlQur-an dll.Coba buka hati kita…Menikahkan Putra/i kita yg memerlukan Dana Besar, bermewah2an, dengan lantunan musik dangdut/daerah, kita usahakan agar acara meriah bahkan sampai kita mati-matian mencari pinjaman untuk acara itu, atau perayaan 17 Agustusan yang persiapan nya dibutuhkan waktu beberapa bulan sebelumnya….Apakah saudara2ku yg membid’ahkan maulid…pernah membuka Hadits pula untuk membid’ahkan 2 hal tersebut? Buka mata Hati kita Saudaraku….
Wassalam
Tolong Bang Nizar baca secara seksama… Lebih Alim mana Abdulloh bin Baaz dg para ulama salaf yang membolehkan
Tanggapan Habib Munzir Al Musawa
mengenai mereka yang mengingkari Maulid:
“Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw”.
Ketika kita membaca kalimat disamping maka
didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat
ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian
kelompok muslimin, saya akan meringkas
penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika
dan syariah).
Si f a t ma n u s i a c e n d e r u n g me r a y a k a n
sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah
keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya,
mereka merayakannya dengan pesta, mabuk
mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau
bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian
adat istiadat diseluruh dunia.
Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana
kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
Allah merayakan hari kelahiran para Nabi-Nya:
• Firman Allah: “(Isa berkata dari dalam perut
ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari
kelahiranku, dan hari aku wafat, dan
hari aku dibangkitkan” (QS. Maryam:
33).
• Firman Allah: “Salam Sejahtera dari kami
(untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan
hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan”
(QS. Maryam: 15).
• Rasul saw lahir dengan keadaan sudah
dikhitan (Almustadrak ala shahihain
hadits No.4177)
meniti kesempurnaan iman 59
• Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari
ibunya yang menjadi pembantunya
Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda
Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia
(ibu Utsman) melihat bintang – bintang
mendekat hingga ia takut berjatuhan
diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya
terang – benderang keluar dari Bunda
Nabi saw hingga membuat terang
benderangnya kamar dan rumah (Fathul
Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
• Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi
beliau langsung bersujud (Sirah Ibn
Hisyam).
• Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim
bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan
Nabi saw melihat cahaya yang terang
– benderang hingga pandangannya
menembus dan melihat istana – istana
Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6
hal 583) .
• Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh
singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh
pula 14 buah jendela besar di Istana
60 meniti kesempurnaan iman
Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran
Persia yang 1000 tahun tak pernah padam
Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan
oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul
menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt
telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah
saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula
membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabinabi
sebelumnya.
Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau
saw.
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di
hari senin, beliau saw menjawab: “Itu adalah hari
kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih
Muslim hadits no.1162) dari hadits ini sebagian
saudara-saudara kita mengatakan boleh merayakan
maulid Nabi saw asal dengan puasa.
Rasul saw jelas – jelas memberi pemahaman
bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw
daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah
hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak
meniti kesempurnaan iman 61
menjawab misalnya: “Oh puasa hari senin itu mulia
dan boleh – boleh saja..”, namun beliau bersabda:
“Itu adalah hari kelahiranku” menunjukkan bagi
beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai
tambah dari hari-hari lainnya.
Contoh mudah misalnya Zeyd bertanya pada
Amir: “Bagaimana kalau kita berangkat umroh
pada 1 Januari?” maka amir menjawab: “Oh itu
hari kelahiran saya”.
Nah.. bukankah jelas – jelas bahwa Zeyd
memahami bahwa 1 januari adalah hari yang
berbeda dari hari – hari lainnya bagi Amir? dan
Amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 Januari
itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir
ini termasuk orang yang perhatian pada hari
kelahirannya, kalau Amir tak acuh dengan hari
kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut–
nyebut bahwa 1 Januari adalah hari kelahirannya,
dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin
untuk merayakan kelahirannya.
Pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan
jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar
pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir
tidak memerintahkan umroh pada 1 januari karena
62 meniti kesempurnaan iman
itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang
berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya
dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
pemahaman terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya tentang puasa senin,
maksudnya boleh atau tidak? Rasul saw menjawab
hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari
kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi
beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa
dihari itu.
Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk
yang perhatian pada hari kelahiran beliau saw,
karena memang merupakan bermulanya sejarah
bangkitnya islam.
Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw.
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra:
“Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..”
maka Rasul saw menjawab: “Silahkan..,maka Allah
akan membuat bibirmu terjaga” maka Abbas ra
memuji dengan syair yg panjang, diantaranya:
“… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari
kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga
meniti kesempurnaan iman 63
terang benderang, dan langit bercahaya dengan
cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu
dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami
terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain
hadits no.5417).
Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas
kelahiran Nabi saw
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib
melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas
bertanya padanya:
“Baga imana ke ada anmu? ” Abu Laha b
menjawab: “Di neraka, cuma diringankan siksaku
setiap senin karena aku membebaskan budakku
Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul
saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan
Imam Baihaqi Alkubra hadits No.13701, Syi’bul
Iman No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal
431).
Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam
barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah
siksanya atau menguranginya menurut kehendak
Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari
64 meniti kesempurnaan iman
senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul
saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tidak dapat dijadikan hujjah
untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi
dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah
dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas
kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu
dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka
Imam – imam diatas yang meriwayatkan hal itu
tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu
benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan
mereka tidak mengingkarinya.
Lebih lagi hal itu teriwayatkan pada Shahih
Bukhari, dan sebagian para Muhadditsin pun
mengatakan:
”Tidak mudah untuk mengingkari hal ini,
karena Imam Bukhari meriwayatkan hal itu pada
shahih nya.
Karena walaupun hal itu Cuma mimpi
Abbas ra, tapi sudah berubah menjadi ucapan
Abbas ra karena ia telah mengucapkannya, dan
jika hal itu batil maka Sayyidina Abbas ra tak
akan menceritakannya, dan diperkuat pula Imam
Bukhari pada Shahih nya meriwayatkan ucapan
meniti kesempurnaan iman 65
Abbas ra itu, maka ucapan itu telah menjadi
hujjah, karena diucapkan oleh Sahabat besar,
Abbas bin Abdulmuttalib ra paman Nabi saw. Dan
diriwayatkan pada Shahih Bukhari.
Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di
masjid.
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid
Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu
Hassan berkata
“Aku sudah baca syair nasyidah disini
dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau
wahai Umar (yaitu Nabi saw) lalu Hassan berpaling
pada Abu Hurairah ra dan berkata: “Bukankah
kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan
doa: Wahai Allah bantulah ia dengan RuhulQudus?
maka Abu Hurairah ra berkata: “Betul” (shahih
Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits
No.2485).
Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair
di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana
beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan
syair di masjid, namun jelaslah bahwa yang
66 meniti kesempurnaan iman
dilarang adalah syair – syair yang membawa pada
Ghaflah, pada keduniawian, namun syair – syair
yang memuji Allah dan Rasul-Nya maka hal itu
diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan
didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat
diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana
dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar
khusus untuk Hassan bin Tsabit di masjid agar
ia berdiri untuk melantunkan syair – syairnya
(Mustadrak ala Shahihain hadits No.6058, Sunan
Attirmidzi hadits No.2846) oleh Aisyah ra bahwa
ketika ada beberapa sahabat yang mengecam
Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata:
“Jangan kalian caci Hassan, sungguh ia itu selalu
membanggakan Rasulullah saw” (Musnad Abu
Ya’la Juz 8 hal 337).
Pendapat Para Imam dan Muhaddits
atas perayaan Maulid
1. Pendapat Imam Al Hafidh Ibn Hajar AlAsqalaniy
rahimahullah:
Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai
padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang
meniti kesempurnaan iman 67
ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang
berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul
saw bertanya maka mereka berkata
“Hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun
dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami
berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt,
maka bersabda Rasul saw:
“Kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”,
maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas
anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu
setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa
didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud
syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur ’an,
maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan
Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “Sungguh
Allah telah memberikan anugerah pada orangorang
mu’min ketika dibangkitkannya Rasul dari
mereka” (QS. Al Imran: 164)
2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin AsSuyuthi
rahimahullah:
Telah jelas padaku bahwa telah muncul
riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw berakikah
untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi
68 meniti kesempurnaan iman
(Ahaditsulmukhtarah hadis No.1832 dengan sanad
shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9
hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah
ber-aqiqah untuknya kakeknya Abdulmuttalib
saat usia beliau saw berunur 7 tahun, dan aqiqah
tak mungkin diperbuat dua kali.
Maka jelaslah bahwa aqiqah beliau saw
yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda
syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah
membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan
lil’aalamiin dan membawa Syariah untuk
ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk
menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau
saw dengan mengumpulkan teman teman dan
saudara saudara, menjamu dengan makanan –
makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan
diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan
Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku
khusus mengenai perayaan maulid dengan nama
“Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.
3.Pendapat Imam Al Hafidh AbuSyaamah
rahimahullah (guru Imam Nawawi):
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia di
meniti kesempurnaan iman 69
zaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat
setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan
banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu
para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan
Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada
beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan
kelahiran Nabi saw.
4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin
Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif
bitta’rif MaulidisSyariif:
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan
dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu? ia
menjawab:
“Di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap
malam senin, itu semua sebab aku membebaskan
budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas
kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah
menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari).
Maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an
turun mengatakannya di neraka mendapat
keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran
Nabi saw, maka bagaimana dengan muslim ummat
Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi
70 meniti kesempurnaan iman
saw? maka demi usiaku, sungguh balasan dari
Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh – sungguh
ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya
dengan sebab Anugerah-Nya.
5. Pendapat Imam Alhafidh Syamsuddin bin
Nashiruddin Addimasyqiy rahimahullah
dalam kitabnya Auridusshaadiy fii Maulidul
Haadiy:
Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’
Alhafidh Syamsuddin Aljazriy, yaitu menukil
hadits Abu Lahab.
6. Pendapat Imam Al Hafidh AsSakhawiy
rahimahullah dalam kitab Sirah
Al Halabiyah:
Berkata ”Tidak dilaksanakan maulid oleh
salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat
islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah
pada malamnya dengan berbagai macam sedekah
dan memperhatikan pembacaan maulid, dan
berlimpah terhadap mereka keberkahan yang
sangat besar”.
meniti kesempurnaan iman 71
7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah:
Dalam syarahnya maulid Ibn Hajar berkata:
”Ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah
pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi
saw”.
8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah:
Dengan karangan maulidnya yang terkenal
”Al Aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan
maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan
tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai
semua maksud dan keinginan bagi siapa yang
membacanya serta merayakannya”.
9. Imam Al Hafidh AlQasthalani rahimahullah:
Dalam kitabnya ”Al Mawahibulladunniyyah”
juz 1 hal 148 cetakan al maktab Al Islami berkata:
”Maka Allah akan menurukan rahmat-Nya kepada
orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw
sebagai hari besar”.
10. Imam Al Hafidh Al Muhaddits AbulKhattab
Umar bin Ali bin Muhammad rahimahullah
yang terkenal dengan Ibn Dihyah AlKalbi:
72 meniti kesempurnaan iman
Dengan karangan maulidnya yang bernama
”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”.
11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin
Muhammad bin Abdullah AlJuzri
rahimahullah:
Dengan maulidnya ”Urfu at ta’rif bi maulid
assyarif”.
12. Imam Al Hafidh Ibn Katsir rahimahullah:
Yang karangan kitab maulidnya dikenal
dengan nama ”Maulid Ibn Katsir”.
13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy rahimahullah:
Dengan maulidnya ”Maurid al hana fi maulid
assana”.
14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
rahimahullah:
Telah mengarang beberapa maulid ”Jaami’
al astar fi maulid nabi al mukhtar” 3 jilid,
”Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq”,
”Maurud asshadi fi maulid al hadi”.
meniti kesempurnaan iman 73
15. Imam AsSyakhawiy rahimahullah:
Dengan maulidnya ”Al fajr al ulwi fi maulid
an nabawi”.
16. Al Allamah Al faqih Ali Zainal Abidin
AsSyamuhdi:
Dengan maulidnya ”Al mawarid al haniah
fi maulid khairil bariyyah”.
17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman
bin Ali bin Muhammad AsSyaibaniy yang
terkenal dengan nama Ibn Diba’:
Dengan maulidnya ”AdDibai’i”.
18. Imam Ibn Hajar Alhaitsami:
Dengan maulidnya ”Itmam anni’mah alal
alam bi maulid syayidi waladu adam”.
19. Imam Ibrahim Baajuri:
Mengarang hasiah atas maulid Ibn hajar
dengan nama ”Tuhfah al basyar ala maulid Ibn
hajar”.
74 meniti kesempurnaan iman
20. Al Allamah Ali Al Qari’:
Dengan maulidnya ”Maurud arrowi fi
maulid nabawi”.
21. Al Allamah Al Muhaddits Ja’far bin Hasan
AlBarzanji:
Dengan maulidnya yang terkenal ”Maulid
Barzanji”.
22. Al Imam Al Muhaddist Muhammad bin Jakfar
Al Kattani:
Dengan maulid ”Al yaman wal is’ad bi
maulid khair al ibad”.
23. Al Allamah Syeikh Yusuf bin Ismail
AnNabhaniy:
Dengan maulid ”Al jawahir an nadmu al
badi fi maulid as syafii’”.
24. Imam Ibrahim AsSyaibaniy:
Dengan maulidnya ”Al maulid musthofa
adnaani”.
meniti kesempurnaan iman 75
25. Imam Abdulghaniy Annablisy:
Dengan maulidnya ”Al alam al ahmadi fi
maulid muhammadi”.
26. Syihabuddin Al Halwani:
Dengan maulid ”Fath al latif fi syarah maulid
assyarif”.
27. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati:
Dengan maulid ”Al kaukab al azhar alal ’iqdu
al jauhar fi maulid nadi al azhar”.
28. AsSyeikh Ali Attanthowiy:
Dengan maulid ”Nur as shofa’ fi maulid al
musthofa”.
29. AsSyeikh Muhammad Al Maghribi:
Dengan maulid ”At tajaliat al khifiah fi maulid
khoir al bariah”.
Tiada satupun para Muhadditsin dan para
Imam yang menentang dan melarang hal ini,
mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan
Muhadditsin yang menentang maulid sebagaimana
76 meniti kesempurnaan iman
disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka
mereka ternyata hanya menggunting dan memotong
ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas
– jelas meniru kelicikan para misionaris dalam
menghancurkan Islam.
Berdiri saat Mahal Qiyam dalam
pembacaan Maulid
Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan
Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan
Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat
atas kedatangan sang pembawa risalah pada
kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana
penghormatan yang dianjurkan oleh Rasul saw
adalah berdiri, diriwayatkan ketika Sa’ad bin
Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada
kaum Anshar
“Berdirilah untuk tuan kalian” (Shahih
Bukhari hadits No.2878, Shahih Muslim hadits
no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra
untuk Ka’ab bin Malik ra.
Memang mengenai berdiri penghormatan ini
ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yang dijelaskan
meniti kesempurnaan iman 77
bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya
bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid
untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk
kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya
merupakan hal yang baik, dan berkata Imam
Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk
pemimpin yang duduk, dan Imam Nawawi yang
berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka
tidak apa-apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk
kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang,
namun ada pula pendapat lain yang melarang
berdiri untuk penghormatan (Rujuk Fathul Baari
Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala
Shahih Muslim juz 12 hal 93).
Namun dari semua pendapat itu, tentulah
berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid
itu tak ada hubungan apa–apa dengan semua
perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir
dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan
ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu
bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah
masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan
hukum dhohir,
78 meniti kesempurnaan iman
Semua ucapan diatas adalah perbedaan
pendapat mengenai berdiri penghormatan yang
Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri
untuk memuliakan beliau saw.
J a u h b e r b e d a b i l a k i t a y a n g b e r d i r i
penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak
terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa
berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut
risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada
kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi
saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw
setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau
saw.
Di r iwaya tkan bahwa Imam Al ha f idh
Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang
Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa
ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam
Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang
padanya dibacakan puji – pujian untuk Nabi saw,
lalu diantara syair – syair itu merekapun seraya
berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh
Imam–imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan
kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan
mereka itu sebagai panutan.
meniti kesempurnaan iman 79
Dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy
rahimahullah bahwa “Bid’ah hasanah sudah
menjadi kesepakatan para imam bahwa itu
merupakan hal yang sunnah, (berlandaskan hadist
Shahih Muslim No.1017 yang terncantum pada
Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala
dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan
mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah
hasanah”.
Da n b e r k a t a p u l a Imam As s a k h awi y
rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah
mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah
dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa
keberkahan bagi mereka yg mengadakannya (Sirah
Al Halabiyah Juz 1 hal 137).
Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan
mengumpulkan para muslimin untuk Medan Tablig
dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan
ceramah islami yang diselingi bershalawat dan
salam pada Rasul saw, dan puji – pujian pada Allah
dan Rasul saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul
saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka
pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya
adalah kebangkitan risalah pada ummat yang
80 meniti kesempurnaan iman
dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun
tak akan ada yang mengingkarinya karena jelas
– jelas merupakan salah satu cara membangkitkan
keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas
dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an
(secara logika dan hukum syariah), karena hal ini
merupakan hal yang mustahab (yang dicintai).
Sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa
Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua
yang menjadi penyebab kewajiban dengannya
maka hukumnya wajib.
Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui
bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib,
dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu
waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan
kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus
membeli dulu, maka membeli baju hukumnya
berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk
melaksanakan shalat yang wajib.
Contoh lain misalnya sunnah menggunakan
siwak, dan membuat kantong baju hukumnya
mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan
membawa siwak dan baju kita tidak berkantong,
maka perlulah bagi kita membuat kantong baju
meniti kesempurnaan iman 81
untuk menaruh siwak, maka membuat kantong
baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya,
karena diperlukan untuk menaruh siwak yang
hukumnya sunnah.
Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan
untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah
merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila
dalam kemungkaran, dan ummat sudah tidak peduli
dengan Nabinya saw, tak pula peduli apalagi
mencintai Sang Nabi saw dan rindu pada sunnah
beliau saw, dan untuk mencapai tabligh ini adalah
dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan
maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara
Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang
Nabi saw serta silaturahmi.
Sebagaimana penulisan Alqur ’an yang
merupakan suatu hal yang tidak perlu dizaman Nabi
saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa
para sahabat karena sahabat mulai banyak yang
membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi
wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat
yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an
dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan
bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
82 meniti kesempurnaan iman
Ha l s ema c am ini t e l ah di f ahami da n
dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat
radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin,
para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin
yang awam, namun hanya sebagian saudara–
saudara kita muslimin yang masih bersikeras
untuk menentangnya, semoga Allah memberi
mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.
(Walillahittaufiq).
Tidak heran kalau orang wahhabi menilai maulid pake pendapat ulama2nya sendiri ..di paling akhir saya akan jelaskan .bahwa wahhabi temasuk ijmak dan juga bukan madhab. Lbh pantas di bilang sekte ..MARILAH BERFIKIR JERNIH ..Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw dan memuji nabi
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dengan syair yang panjang, diantaranya : “.. dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ala shahihain hadits no.5417)
Rasulullah saw juga memperbolehkan Syair pujian di masjid
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)
dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yang mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya la Juz 8 hal 337)
sebenarnya ramai ulama Ahlus Sunnah wal Jama`ah dari 4 mazhab lho, termasuk mazhab Hanbali, yang telah menulis memperjelaskan kesesatan dan kekeliruan Wahhabi pengikut Ibnu ‘Abdul Wahhab an-Najdi. Antaranya ialah:-
“Misbahul Anam wa Jala`udz Dzalam fi Radd Syubah al-bid`i an-Najdi allati adhalla bihal ‘awam”karangan Habib Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Quthubul Habib Abdullah al-Haddad, beliau merupakan cicit kepada Imam al-Haddad yang masyhur.
“As-Saiful-Batir li ‘unuqil munkir ‘alal akabir” juga karangan Habib Alwi al-Haddad;
“As-Sarim al-Hindi fi ‘unuqin-Najdi” karangan Syaikh ‘Atha` al-Makki;
“As-Sarim al-Hindi fi ibanat tariqat asy-Syaikh an-Najdi”karangan Syaikh ‘Abdullah bin ‘Isa bin Muhammad as-San`ani;
“Tahakkum al-Muqallidin bi mudda`i tajdid ad-din” karangan Syaikh Muhammad bin ‘Abdur Rahman bin ‘Afaliq al-Hanbali, seorang ulama yang sezaman dengan Ibnu Abdul Wahhab dan telah mencabar keilmuannya sehingga Ibnu ‘Abdul Wahhab membisu seribu bahasa;
“Sawa`iqul Ilahiyyah fir raddi ‘alal Wahhabiyyah” karangan Syaikh Sulaiman bin ‘Abdul Wahhab al-Hanbali, saudara kandung Muhammad bin ‘Abdul Wahhab;
“Saiful Jihad li mudda`i al-ijtihad”karangan Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul Lathif asy-Syafi`i;
“As-Sawa`iq war Ru`ud ‘ala al-Shaqi ‘Abd al-‘Aziz ibn Sa`ud”karangan Syaikh ‘Afifudin ‘Abdulah bin Dawud al-Hanbali;
“Ad-Durarus Saniyyah fir raddi ‘alal Wahhabiyyah” karangan Syaikhul Islam Sayyidi Ahmad Zaini Dahlan, Mufti Makkah;
“Fitnatul Wahhabiyyah” karangan Sayyidi Ahmad Zaini Dahlan;
“Khulasatul Kalam fi bayani ‘umara` al-Balad al-Haram” karangan Sayyidi Ahmad Zaini Dahlan;
“Faydul Wahhab fi bayan ahl al-haq wa man dhalla ‘an ash-shawab” karangan Syaikh ‘Abdur Rabbih bin Sulaiman asy-Syafi`i;
“al-Basha`ir li munkiri at-tawassul ka amtsal Muhammad ibn Abdul Wahhab” karangan Syaikh Hamd-Allah ad-Dajwi;
“Al-Minha al-Wahhabiyyah fi radd al-Wahhabiyyah” karangan Syaikhul Islam Dawud bin Sulaiman al-Baghdadi al-Hanafi;
“‘Adzab Allah al-Mujdi li jununi al-munkiri an-Najdi” karangan Syaikh Muhammad ‘Asyiqur Rahman al-Habibi;
“Ghawtsul ‘Ibad bi bayan ar-rasyad” karangan Syaikh Mustafa al-Hamami al-Misri;
“Jalal al-Haqq fi kasyfi ahwal asyrar al-khalq” karangan Syaikh Ibrahim al-Hilmi al-Qadiri al-Iskandari;
“Maqalat al-Kawtsari” karangan Syaikh Muhammad Zahid al-Kawtsari al-Hanafi;
“Fajrul Shadiq fi ar-radd ‘ala munkiri at-tawassul wal khawariq” karangan Syaikh Jamil Effendi Sidqi az-Zahawi al-Baghdadi;
“Sa`adatud Darain fi al-radd ‘ala al-firqatain al-Wahhabiyyah wa muqallidat az-Zahiriyyah”karangan Syaikh Ibrahim al-Samnudi al-Mansuri.
Inilah antara kitab-kitab yang ditulis berbagai ulama membahas kesesatan dan penyelewengan ajaran Wahhabi
mas Mubassir smga ga mubassir sebagian telah dijelaskan di
http://belasalafy.wordpress.com/category/wahabi/
kalau DownloadCeramah •
Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi • Meluruskan Sejarah Wahabi
http://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Abu%20Ubaidah%20Yusuf%20As-Sidawi/Meluruskan%20Sejarah%20Wahabi
APA ITU WAHHABI? (Ust. DR. Ali Musri,
http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/01/10/download-audio-apa-itu-wahhabi-ust-dr-ali-musri-m-a-penting/
Menyingkap Syubhat Terorisme dan Wahabisme Terhadap Dakwah AhlusSunnah
http://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Abu%20Qatadah/Menyingkap%20Syubhat%20Terorisme%20dan%20Wahabisme%20Terhadap%20Dakwah%20AhlusSunnah
Pro Kontra Dakwah Wahhabi
http://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Badrusalam/Pro%20Kontra%20Dakwah%20Wahhabi
Tanggapan Habib Munzir Al Musawa
mengenai mereka yang mengingkari Maulid:
“Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw”.
Ketika kita membaca kalimat disamping maka
didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat
ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian
kelompok muslimin, saya akan meringkas
penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika
dan syariah).
Si f a t ma n u s i a c e n d e r u n g me r a y a k a n
sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah
keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya,
mereka merayakannya dengan pesta, mabuk
mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau
bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian
adat istiadat diseluruh dunia.
Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana
kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
Allah merayakan hari kelahiran para Nabi-Nya:
• Firman Allah: “(Isa berkata dari dalam perut
ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari
kelahiranku, dan hari aku wafat, dan
hari aku dibangkitkan” (QS. Maryam:
33).
• Firman Allah: “Salam Sejahtera dari kami
(untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan
hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan”
(QS. Maryam: 15).
• Rasul saw lahir dengan keadaan sudah
dikhitan (Almustadrak ala shahihain
hadits No.4177)
meniti kesempurnaan iman 59
• Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari
ibunya yang menjadi pembantunya
Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda
Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia
(ibu Utsman) melihat bintang – bintang
mendekat hingga ia takut berjatuhan
diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya
terang – benderang keluar dari Bunda
Nabi saw hingga membuat terang
benderangnya kamar dan rumah (Fathul
Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
• Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi
beliau langsung bersujud (Sirah Ibn
Hisyam).
• Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim
bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan
Nabi saw melihat cahaya yang terang
– benderang hingga pandangannya
menembus dan melihat istana – istana
Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6
hal 583) .
• Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh
singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh
pula 14 buah jendela besar di Istana
60 meniti kesempurnaan iman
Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran
Persia yang 1000 tahun tak pernah padam
Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan
oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul
menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt
telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah
saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula
membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabinabi
sebelumnya.
Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau
saw.
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di
hari senin, beliau saw menjawab: “Itu adalah hari
kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih
Muslim hadits no.1162) dari hadits ini sebagian
saudara-saudara kita mengatakan boleh merayakan
maulid Nabi saw asal dengan puasa.
Rasul saw jelas – jelas memberi pemahaman
bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw
daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah
hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak
meniti kesempurnaan iman 61
menjawab misalnya: “Oh puasa hari senin itu mulia
dan boleh – boleh saja..”, namun beliau bersabda:
“Itu adalah hari kelahiranku” menunjukkan bagi
beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai
tambah dari hari-hari lainnya.
Contoh mudah misalnya Zeyd bertanya pada
Amir: “Bagaimana kalau kita berangkat umroh
pada 1 Januari?” maka amir menjawab: “Oh itu
hari kelahiran saya”.
Nah.. bukankah jelas – jelas bahwa Zeyd
memahami bahwa 1 januari adalah hari yang
berbeda dari hari – hari lainnya bagi Amir? dan
Amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 Januari
itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir
ini termasuk orang yang perhatian pada hari
kelahirannya, kalau Amir tak acuh dengan hari
kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut–
nyebut bahwa 1 Januari adalah hari kelahirannya,
dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin
untuk merayakan kelahirannya.
Pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan
jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar
pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir
tidak memerintahkan umroh pada 1 januari karena
62 meniti kesempurnaan iman
itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang
berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya
dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
pemahaman terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya tentang puasa senin,
maksudnya boleh atau tidak? Rasul saw menjawab
hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari
kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi
beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa
dihari itu.
Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk
yang perhatian pada hari kelahiran beliau saw,
karena memang merupakan bermulanya sejarah
bangkitnya islam.
Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw.
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra:
“Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..”
maka Rasul saw menjawab: “Silahkan..,maka Allah
akan membuat bibirmu terjaga” maka Abbas ra
memuji dengan syair yg panjang, diantaranya:
“… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari
kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga
meniti kesempurnaan iman 63
terang benderang, dan langit bercahaya dengan
cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu
dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami
terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain
hadits no.5417).
Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas
kelahiran Nabi saw
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib
melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas
bertanya padanya:
“Baga imana ke ada anmu? ” Abu Laha b
menjawab: “Di neraka, cuma diringankan siksaku
setiap senin karena aku membebaskan budakku
Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul
saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan
Imam Baihaqi Alkubra hadits No.13701, Syi’bul
Iman No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal
431).
Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam
barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah
siksanya atau menguranginya menurut kehendak
Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari
64 meniti kesempurnaan iman
senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul
saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tidak dapat dijadikan hujjah
untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi
dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah
dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas
kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu
dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka
Imam – imam diatas yang meriwayatkan hal itu
tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu
benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan
mereka tidak mengingkarinya.
Lebih lagi hal itu teriwayatkan pada Shahih
Bukhari, dan sebagian para Muhadditsin pun
mengatakan:
”Tidak mudah untuk mengingkari hal ini,
karena Imam Bukhari meriwayatkan hal itu pada
shahih nya.
Karena walaupun hal itu Cuma mimpi
Abbas ra, tapi sudah berubah menjadi ucapan
Abbas ra karena ia telah mengucapkannya, dan
jika hal itu batil maka Sayyidina Abbas ra tak
akan menceritakannya, dan diperkuat pula Imam
Bukhari pada Shahih nya meriwayatkan ucapan
meniti kesempurnaan iman 65
Abbas ra itu, maka ucapan itu telah menjadi
hujjah, karena diucapkan oleh Sahabat besar,
Abbas bin Abdulmuttalib ra paman Nabi saw. Dan
diriwayatkan pada Shahih Bukhari.
Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di
masjid.
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid
Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu
Hassan berkata
“Aku sudah baca syair nasyidah disini
dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau
wahai Umar (yaitu Nabi saw) lalu Hassan berpaling
pada Abu Hurairah ra dan berkata: “Bukankah
kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan
doa: Wahai Allah bantulah ia dengan RuhulQudus?
maka Abu Hurairah ra berkata: “Betul” (shahih
Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits
No.2485).
Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair
di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana
beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan
syair di masjid, namun jelaslah bahwa yang
66 meniti kesempurnaan iman
dilarang adalah syair – syair yang membawa pada
Ghaflah, pada keduniawian, namun syair – syair
yang memuji Allah dan Rasul-Nya maka hal itu
diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan
didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat
diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana
dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar
khusus untuk Hassan bin Tsabit di masjid agar
ia berdiri untuk melantunkan syair – syairnya
(Mustadrak ala Shahihain hadits No.6058, Sunan
Attirmidzi hadits No.2846) oleh Aisyah ra bahwa
ketika ada beberapa sahabat yang mengecam
Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata:
“Jangan kalian caci Hassan, sungguh ia itu selalu
membanggakan Rasulullah saw” (Musnad Abu
Ya’la Juz 8 hal 337).
Pendapat Para Imam dan Muhaddits
atas perayaan Maulid
1. Pendapat Imam Al Hafidh Ibn Hajar AlAsqalaniy
rahimahullah:
Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai
padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang
meniti kesempurnaan iman 67
ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang
berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul
saw bertanya maka mereka berkata
“Hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun
dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami
berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt,
maka bersabda Rasul saw:
“Kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”,
maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas
anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu
setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa
didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud
syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur ’an,
maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan
Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “Sungguh
Allah telah memberikan anugerah pada orangorang
mu’min ketika dibangkitkannya Rasul dari
mereka” (QS. Al Imran: 164)
2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin AsSuyuthi
rahimahullah:
Telah jelas padaku bahwa telah muncul
riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw berakikah
untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi
68 meniti kesempurnaan iman
(Ahaditsulmukhtarah hadis No.1832 dengan sanad
shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9
hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah
ber-aqiqah untuknya kakeknya Abdulmuttalib
saat usia beliau saw berunur 7 tahun, dan aqiqah
tak mungkin diperbuat dua kali.
Maka jelaslah bahwa aqiqah beliau saw
yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda
syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah
membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan
lil’aalamiin dan membawa Syariah untuk
ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk
menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau
saw dengan mengumpulkan teman teman dan
saudara saudara, menjamu dengan makanan –
makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan
diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan
Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku
khusus mengenai perayaan maulid dengan nama
“Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.
3.Pendapat Imam Al Hafidh AbuSyaamah
rahimahullah (guru Imam Nawawi):
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia di
meniti kesempurnaan iman 69
zaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat
setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan
banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu
para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan
Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada
beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan
kelahiran Nabi saw.
4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin
Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif
bitta’rif MaulidisSyariif:
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan
dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu? ia
menjawab:
“Di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap
malam senin, itu semua sebab aku membebaskan
budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas
kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah
menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari).
Maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an
turun mengatakannya di neraka mendapat
keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran
Nabi saw, maka bagaimana dengan muslim ummat
Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi
70 meniti kesempurnaan iman
saw? maka demi usiaku, sungguh balasan dari
Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh – sungguh
ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya
dengan sebab Anugerah-Nya.
5. Pendapat Imam Alhafidh Syamsuddin bin
Nashiruddin Addimasyqiy rahimahullah
dalam kitabnya Auridusshaadiy fii Maulidul
Haadiy:
Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’
Alhafidh Syamsuddin Aljazriy, yaitu menukil
hadits Abu Lahab.
6. Pendapat Imam Al Hafidh AsSakhawiy
rahimahullah dalam kitab Sirah
Al Halabiyah:
Berkata ”Tidak dilaksanakan maulid oleh
salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat
islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah
pada malamnya dengan berbagai macam sedekah
dan memperhatikan pembacaan maulid, dan
berlimpah terhadap mereka keberkahan yang
sangat besar”.
meniti kesempurnaan iman 71
7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah:
Dalam syarahnya maulid Ibn Hajar berkata:
”Ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah
pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi
saw”.
8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah:
Dengan karangan maulidnya yang terkenal
”Al Aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan
maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan
tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai
semua maksud dan keinginan bagi siapa yang
membacanya serta merayakannya”.
9. Imam Al Hafidh AlQasthalani rahimahullah:
Dalam kitabnya ”Al Mawahibulladunniyyah”
juz 1 hal 148 cetakan al maktab Al Islami berkata:
”Maka Allah akan menurukan rahmat-Nya kepada
orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw
sebagai hari besar”.
10. Imam Al Hafidh Al Muhaddits AbulKhattab
Umar bin Ali bin Muhammad rahimahullah
yang terkenal dengan Ibn Dihyah AlKalbi:
72 meniti kesempurnaan iman
Dengan karangan maulidnya yang bernama
”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”.
11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin
Muhammad bin Abdullah AlJuzri
rahimahullah:
Dengan maulidnya ”Urfu at ta’rif bi maulid
assyarif”.
12. Imam Al Hafidh Ibn Katsir rahimahullah:
Yang karangan kitab maulidnya dikenal
dengan nama ”Maulid Ibn Katsir”.
13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy rahimahullah:
Dengan maulidnya ”Maurid al hana fi maulid
assana”.
14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
rahimahullah:
Telah mengarang beberapa maulid ”Jaami’
al astar fi maulid nabi al mukhtar” 3 jilid,
”Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq”,
”Maurud asshadi fi maulid al hadi”.
meniti kesempurnaan iman 73
15. Imam AsSyakhawiy rahimahullah:
Dengan maulidnya ”Al fajr al ulwi fi maulid
an nabawi”.
16. Al Allamah Al faqih Ali Zainal Abidin
AsSyamuhdi:
Dengan maulidnya ”Al mawarid al haniah
fi maulid khairil bariyyah”.
17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman
bin Ali bin Muhammad AsSyaibaniy yang
terkenal dengan nama Ibn Diba’:
Dengan maulidnya ”AdDibai’i”.
18. Imam Ibn Hajar Alhaitsami:
Dengan maulidnya ”Itmam anni’mah alal
alam bi maulid syayidi waladu adam”.
19. Imam Ibrahim Baajuri:
Mengarang hasiah atas maulid Ibn hajar
dengan nama ”Tuhfah al basyar ala maulid Ibn
hajar”.
74 meniti kesempurnaan iman
20. Al Allamah Ali Al Qari’:
Dengan maulidnya ”Maurud arrowi fi
maulid nabawi”.
21. Al Allamah Al Muhaddits Ja’far bin Hasan
AlBarzanji:
Dengan maulidnya yang terkenal ”Maulid
Barzanji”.
22. Al Imam Al Muhaddist Muhammad bin Jakfar
Al Kattani:
Dengan maulid ”Al yaman wal is’ad bi
maulid khair al ibad”.
23. Al Allamah Syeikh Yusuf bin Ismail
AnNabhaniy:
Dengan maulid ”Al jawahir an nadmu al
badi fi maulid as syafii’”.
24. Imam Ibrahim AsSyaibaniy:
Dengan maulidnya ”Al maulid musthofa
adnaani”.
meniti kesempurnaan iman 75
25. Imam Abdulghaniy Annablisy:
Dengan maulidnya ”Al alam al ahmadi fi
maulid muhammadi”.
26. Syihabuddin Al Halwani:
Dengan maulid ”Fath al latif fi syarah maulid
assyarif”.
27. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati:
Dengan maulid ”Al kaukab al azhar alal ’iqdu
al jauhar fi maulid nadi al azhar”.
28. AsSyeikh Ali Attanthowiy:
Dengan maulid ”Nur as shofa’ fi maulid al
musthofa”.
29. AsSyeikh Muhammad Al Maghribi:
Dengan maulid ”At tajaliat al khifiah fi maulid
khoir al bariah”.
Tiada satupun para Muhadditsin dan para
Imam yang menentang dan melarang hal ini,
mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan
Muhadditsin yang menentang maulid sebagaimana
76 meniti kesempurnaan iman
disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka
mereka ternyata hanya menggunting dan memotong
ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas
– jelas meniru kelicikan para misionaris dalam
menghancurkan Islam.
Berdiri saat Mahal Qiyam dalam
pembacaan Maulid
Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan
Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan
Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat
atas kedatangan sang pembawa risalah pada
kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana
penghormatan yang dianjurkan oleh Rasul saw
adalah berdiri, diriwayatkan ketika Sa’ad bin
Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada
kaum Anshar
“Berdirilah untuk tuan kalian” (Shahih
Bukhari hadits No.2878, Shahih Muslim hadits
no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra
untuk Ka’ab bin Malik ra.
Memang mengenai berdiri penghormatan ini
ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yang dijelaskan
meniti kesempurnaan iman 77
bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya
bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid
untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk
kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya
merupakan hal yang baik, dan berkata Imam
Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk
pemimpin yang duduk, dan Imam Nawawi yang
berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka
tidak apa-apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk
kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang,
namun ada pula pendapat lain yang melarang
berdiri untuk penghormatan (Rujuk Fathul Baari
Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala
Shahih Muslim juz 12 hal 93).
Namun dari semua pendapat itu, tentulah
berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid
itu tak ada hubungan apa–apa dengan semua
perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir
dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan
ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu
bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah
masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan
hukum dhohir,
78 meniti kesempurnaan iman
Semua ucapan diatas adalah perbedaan
pendapat mengenai berdiri penghormatan yang
Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri
untuk memuliakan beliau saw.
J a u h b e r b e d a b i l a k i t a y a n g b e r d i r i
penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak
terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa
berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut
risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada
kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi
saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw
setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau
saw.
Di r iwaya tkan bahwa Imam Al ha f idh
Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang
Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa
ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam
Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang
padanya dibacakan puji – pujian untuk Nabi saw,
lalu diantara syair – syair itu merekapun seraya
berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh
Imam–imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan
kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan
mereka itu sebagai panutan.
meniti kesempurnaan iman 79
Dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy
rahimahullah bahwa “Bid’ah hasanah sudah
menjadi kesepakatan para imam bahwa itu
merupakan hal yang sunnah, (berlandaskan hadist
Shahih Muslim No.1017 yang terncantum pada
Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala
dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan
mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah
hasanah”.
Da n b e r k a t a p u l a Imam As s a k h awi y
rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah
mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah
dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa
keberkahan bagi mereka yg mengadakannya (Sirah
Al Halabiyah Juz 1 hal 137).
Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan
mengumpulkan para muslimin untuk Medan Tablig
dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan
ceramah islami yang diselingi bershalawat dan
salam pada Rasul saw, dan puji – pujian pada Allah
dan Rasul saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul
saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka
pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya
adalah kebangkitan risalah pada ummat yang
80 meniti kesempurnaan iman
dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun
tak akan ada yang mengingkarinya karena jelas
– jelas merupakan salah satu cara membangkitkan
keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas
dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an
(secara logika dan hukum syariah), karena hal ini
merupakan hal yang mustahab (yang dicintai).
Sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa
Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua
yang menjadi penyebab kewajiban dengannya
maka hukumnya wajib.
Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui
bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib,
dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu
waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan
kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus
membeli dulu, maka membeli baju hukumnya
berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk
melaksanakan shalat yang wajib.
Contoh lain misalnya sunnah menggunakan
siwak, dan membuat kantong baju hukumnya
mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan
membawa siwak dan baju kita tidak berkantong,
maka perlulah bagi kita membuat kantong baju
meniti kesempurnaan iman 81
untuk menaruh siwak, maka membuat kantong
baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya,
karena diperlukan untuk menaruh siwak yang
hukumnya sunnah.
Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan
untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah
merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila
dalam kemungkaran, dan ummat sudah tidak peduli
dengan Nabinya saw, tak pula peduli apalagi
mencintai Sang Nabi saw dan rindu pada sunnah
beliau saw, dan untuk mencapai tabligh ini adalah
dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan
maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara
Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang
Nabi saw serta silaturahmi.
Sebagaimana penulisan Alqur ’an yang
merupakan suatu hal yang tidak perlu dizaman Nabi
saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa
para sahabat karena sahabat mulai banyak yang
membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi
wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat
yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an
dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan
bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
82 meniti kesempurnaan iman
Ha l s ema c am ini t e l ah di f ahami da n
dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat
radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin,
para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin
yang awam, namun hanya sebagian saudara–
saudara kita muslimin yang masih bersikeras
untuk menentangnya, semoga Allah memberi
mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.
(Walillahittaufiq).
BANTAHAN ATAS DALIL-DALIL MUHAMMAD ALAWI MALIKI BAHWA PERAYAAN MAULID DIPERBOLEHKAN
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatkajian&parent_id=2092&parent_section=kj074&idjudul=2024
DALIL KEDUA: PEMBAHASAN DAN BANTAHANNYA
DALIL KETIGA: PEMBAHASAN DAN BANTAHANNYA
http://www.alsofwah.or.id/?pilih=indexkajian&id=2024§ion=kj074
Tanggapan Habib Munzir Al Musawa
mengenai mereka yang mengingkari Maulid:
“Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw”.
Ketika kita membaca kalimat disamping maka
didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat
ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian
kelompok muslimin, saya akan meringkas
penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika
dan syariah).
Si f a t ma n u s i a c e n d e r u n g me r a y a k a n
sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah
keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya,
mereka merayakannya dengan pesta, mabuk
mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau
bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian
adat istiadat diseluruh dunia.
Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana
kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
Allah merayakan hari kelahiran para Nabi-Nya:
• Firman Allah: “(Isa berkata dari dalam perut
ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari
kelahiranku, dan hari aku wafat, dan
hari aku dibangkitkan” (QS. Maryam:
33).
• Firman Allah: “Salam Sejahtera dari kami
(untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan
hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan”
(QS. Maryam: 15).
• Rasul saw lahir dengan keadaan sudah
dikhitan (Almustadrak ala shahihain
hadits No.4177)
meniti kesempurnaan iman 59
• Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari
ibunya yang menjadi pembantunya
Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda
Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia
(ibu Utsman) melihat bintang – bintang
mendekat hingga ia takut berjatuhan
diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya
terang – benderang keluar dari Bunda
Nabi saw hingga membuat terang
benderangnya kamar dan rumah (Fathul
Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
• Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi
beliau langsung bersujud (Sirah Ibn
Hisyam).
• Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim
bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan
Nabi saw melihat cahaya yang terang
– benderang hingga pandangannya
menembus dan melihat istana – istana
Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6
hal 583) .
• Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh
singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh
pula 14 buah jendela besar di Istana
60 meniti kesempurnaan iman
Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran
Persia yang 1000 tahun tak pernah padam
Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan
oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul
menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt
telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah
saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula
membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabinabi
sebelumnya.
Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau
saw.
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di
hari senin, beliau saw menjawab: “Itu adalah hari
kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih
Muslim hadits no.1162) dari hadits ini sebagian
saudara-saudara kita mengatakan boleh merayakan
maulid Nabi saw asal dengan puasa.
Rasul saw jelas – jelas memberi pemahaman
bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw
daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah
hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak
meniti kesempurnaan iman 61
menjawab misalnya: “Oh puasa hari senin itu mulia
dan boleh – boleh saja..”, namun beliau bersabda:
“Itu adalah hari kelahiranku” menunjukkan bagi
beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai
tambah dari hari-hari lainnya.
Contoh mudah misalnya Zeyd bertanya pada
Amir: “Bagaimana kalau kita berangkat umroh
pada 1 Januari?” maka amir menjawab: “Oh itu
hari kelahiran saya”.
Nah.. bukankah jelas – jelas bahwa Zeyd
memahami bahwa 1 januari adalah hari yang
berbeda dari hari – hari lainnya bagi Amir? dan
Amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 Januari
itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir
ini termasuk orang yang perhatian pada hari
kelahirannya, kalau Amir tak acuh dengan hari
kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut–
nyebut bahwa 1 Januari adalah hari kelahirannya,
dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin
untuk merayakan kelahirannya.
Pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan
jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar
pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir
tidak memerintahkan umroh pada 1 januari karena
62 meniti kesempurnaan iman
itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang
berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya
dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
pemahaman terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya tentang puasa senin,
maksudnya boleh atau tidak? Rasul saw menjawab
hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari
kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi
beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa
dihari itu.
Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk
yang perhatian pada hari kelahiran beliau saw,
karena memang merupakan bermulanya sejarah
bangkitnya islam.
Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw.
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra:
“Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..”
maka Rasul saw menjawab: “Silahkan..,maka Allah
akan membuat bibirmu terjaga” maka Abbas ra
memuji dengan syair yg panjang, diantaranya:
“… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari
kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga
meniti kesempurnaan iman 63
terang benderang, dan langit bercahaya dengan
cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu
dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami
terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain
hadits no.5417).
Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas
kelahiran Nabi saw
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib
melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas
bertanya padanya:
“Baga imana ke ada anmu? ” Abu Laha b
menjawab: “Di neraka, cuma diringankan siksaku
setiap senin karena aku membebaskan budakku
Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul
saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan
Imam Baihaqi Alkubra hadits No.13701, Syi’bul
Iman No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal
431).
Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam
barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah
siksanya atau menguranginya menurut kehendak
Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari
64 meniti kesempurnaan iman
senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul
saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tidak dapat dijadikan hujjah
untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi
dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah
dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas
kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu
dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka
Imam – imam diatas yang meriwayatkan hal itu
tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu
benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan
mereka tidak mengingkarinya.
Lebih lagi hal itu teriwayatkan pada Shahih
Bukhari, dan sebagian para Muhadditsin pun
mengatakan:
”Tidak mudah untuk mengingkari hal ini,
karena Imam Bukhari meriwayatkan hal itu pada
shahih nya.
Karena walaupun hal itu Cuma mimpi
Abbas ra, tapi sudah berubah menjadi ucapan
Abbas ra karena ia telah mengucapkannya, dan
jika hal itu batil maka Sayyidina Abbas ra tak
akan menceritakannya, dan diperkuat pula Imam
Bukhari pada Shahih nya meriwayatkan ucapan
meniti kesempurnaan iman 65
Abbas ra itu, maka ucapan itu telah menjadi
hujjah, karena diucapkan oleh Sahabat besar,
Abbas bin Abdulmuttalib ra paman Nabi saw. Dan
diriwayatkan pada Shahih Bukhari.
Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di
masjid.
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid
Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu
Hassan berkata
“Aku sudah baca syair nasyidah disini
dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau
wahai Umar (yaitu Nabi saw) lalu Hassan berpaling
pada Abu Hurairah ra dan berkata: “Bukankah
kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan
doa: Wahai Allah bantulah ia dengan RuhulQudus?
maka Abu Hurairah ra berkata: “Betul” (shahih
Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits
No.2485).
Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair
di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana
beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan
syair di masjid, namun jelaslah bahwa yang
66 meniti kesempurnaan iman
dilarang adalah syair – syair yang membawa pada
Ghaflah, pada keduniawian, namun syair – syair
yang memuji Allah dan Rasul-Nya maka hal itu
diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan
didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat
diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana
dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar
khusus untuk Hassan bin Tsabit di masjid agar
ia berdiri untuk melantunkan syair – syairnya
(Mustadrak ala Shahihain hadits No.6058, Sunan
Attirmidzi hadits No.2846) oleh Aisyah ra bahwa
ketika ada beberapa sahabat yang mengecam
Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata:
“Jangan kalian caci Hassan, sungguh ia itu selalu
membanggakan Rasulullah saw” (Musnad Abu
Ya’la Juz 8 hal 337).
Pendapat Para Imam dan Muhaddits
atas perayaan Maulid
1. Pendapat Imam Al Hafidh Ibn Hajar AlAsqalaniy
rahimahullah:
Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai
padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang
meniti kesempurnaan iman 67
ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang
berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul
saw bertanya maka mereka berkata
“Hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun
dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami
berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt,
maka bersabda Rasul saw:
“Kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”,
maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas
anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu
setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa
didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud
syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur ’an,
maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan
Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “Sungguh
Allah telah memberikan anugerah pada orangorang
mu’min ketika dibangkitkannya Rasul dari
mereka” (QS. Al Imran: 164)
2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin AsSuyuthi
rahimahullah:
Telah jelas padaku bahwa telah muncul
riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw berakikah
untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi
68 meniti kesempurnaan iman
(Ahaditsulmukhtarah hadis No.1832 dengan sanad
shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9
hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah
ber-aqiqah untuknya kakeknya Abdulmuttalib
saat usia beliau saw berunur 7 tahun, dan aqiqah
tak mungkin diperbuat dua kali.
Maka jelaslah bahwa aqiqah beliau saw
yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda
syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah
membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan
lil’aalamiin dan membawa Syariah untuk
ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk
menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau
saw dengan mengumpulkan teman teman dan
saudara saudara, menjamu dengan makanan –
makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan
diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan
Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku
khusus mengenai perayaan maulid dengan nama
“Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.
3.Pendapat Imam Al Hafidh AbuSyaamah
rahimahullah (guru Imam Nawawi):
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia di
meniti kesempurnaan iman 69
zaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat
setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan
banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu
para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan
Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada
beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan
kelahiran Nabi saw.
4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin
Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif
bitta’rif MaulidisSyariif:
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan
dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu? ia
menjawab:
“Di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap
malam senin, itu semua sebab aku membebaskan
budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas
kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah
menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari).
Maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an
turun mengatakannya di neraka mendapat
keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran
Nabi saw, maka bagaimana dengan muslim ummat
Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi
70 meniti kesempurnaan iman
saw? maka demi usiaku, sungguh balasan dari
Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh – sungguh
ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya
dengan sebab Anugerah-Nya.
5. Pendapat Imam Alhafidh Syamsuddin bin
Nashiruddin Addimasyqiy rahimahullah
dalam kitabnya Auridusshaadiy fii Maulidul
Haadiy:
Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’
Alhafidh Syamsuddin Aljazriy, yaitu menukil
hadits Abu Lahab.
6. Pendapat Imam Al Hafidh AsSakhawiy
rahimahullah dalam kitab Sirah
Al Halabiyah:
Berkata ”Tidak dilaksanakan maulid oleh
salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat
islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah
pada malamnya dengan berbagai macam sedekah
dan memperhatikan pembacaan maulid, dan
berlimpah terhadap mereka keberkahan yang
sangat besar”.
meniti kesempurnaan iman 71
7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah:
Dalam syarahnya maulid Ibn Hajar berkata:
”Ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah
pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi
saw”.
8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah:
Dengan karangan maulidnya yang terkenal
”Al Aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan
maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan
tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai
semua maksud dan keinginan bagi siapa yang
membacanya serta merayakannya”.
9. Imam Al Hafidh AlQasthalani rahimahullah:
Dalam kitabnya ”Al Mawahibulladunniyyah”
juz 1 hal 148 cetakan al maktab Al Islami berkata:
”Maka Allah akan menurukan rahmat-Nya kepada
orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw
sebagai hari besar”.
10. Imam Al Hafidh Al Muhaddits AbulKhattab
Umar bin Ali bin Muhammad rahimahullah
yang terkenal dengan Ibn Dihyah AlKalbi:
72 meniti kesempurnaan iman
Dengan karangan maulidnya yang bernama
”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”.
11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin
Muhammad bin Abdullah AlJuzri
rahimahullah:
Dengan maulidnya ”Urfu at ta’rif bi maulid
assyarif”.
12. Imam Al Hafidh Ibn Katsir rahimahullah:
Yang karangan kitab maulidnya dikenal
dengan nama ”Maulid Ibn Katsir”.
13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy rahimahullah:
Dengan maulidnya ”Maurid al hana fi maulid
assana”.
14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
rahimahullah:
Telah mengarang beberapa maulid ”Jaami’
al astar fi maulid nabi al mukhtar” 3 jilid,
”Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq”,
”Maurud asshadi fi maulid al hadi”.
meniti kesempurnaan iman 73
15. Imam AsSyakhawiy rahimahullah:
Dengan maulidnya ”Al fajr al ulwi fi maulid
an nabawi”.
16. Al Allamah Al faqih Ali Zainal Abidin
AsSyamuhdi:
Dengan maulidnya ”Al mawarid al haniah
fi maulid khairil bariyyah”.
17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman
bin Ali bin Muhammad AsSyaibaniy yang
terkenal dengan nama Ibn Diba’:
Dengan maulidnya ”AdDibai’i”.
18. Imam Ibn Hajar Alhaitsami:
Dengan maulidnya ”Itmam anni’mah alal
alam bi maulid syayidi waladu adam”.
19. Imam Ibrahim Baajuri:
Mengarang hasiah atas maulid Ibn hajar
dengan nama ”Tuhfah al basyar ala maulid Ibn
hajar”.
74 meniti kesempurnaan iman
20. Al Allamah Ali Al Qari’:
Dengan maulidnya ”Maurud arrowi fi
maulid nabawi”.
21. Al Allamah Al Muhaddits Ja’far bin Hasan
AlBarzanji:
Dengan maulidnya yang terkenal ”Maulid
Barzanji”.
22. Al Imam Al Muhaddist Muhammad bin Jakfar
Al Kattani:
Dengan maulid ”Al yaman wal is’ad bi
maulid khair al ibad”.
23. Al Allamah Syeikh Yusuf bin Ismail
AnNabhaniy:
Dengan maulid ”Al jawahir an nadmu al
badi fi maulid as syafii’”.
24. Imam Ibrahim AsSyaibaniy:
Dengan maulidnya ”Al maulid musthofa
adnaani”.
meniti kesempurnaan iman 75
25. Imam Abdulghaniy Annablisy:
Dengan maulidnya ”Al alam al ahmadi fi
maulid muhammadi”.
26. Syihabuddin Al Halwani:
Dengan maulid ”Fath al latif fi syarah maulid
assyarif”.
27. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati:
Dengan maulid ”Al kaukab al azhar alal ’iqdu
al jauhar fi maulid nadi al azhar”.
28. AsSyeikh Ali Attanthowiy:
Dengan maulid ”Nur as shofa’ fi maulid al
musthofa”.
29. AsSyeikh Muhammad Al Maghribi:
Dengan maulid ”At tajaliat al khifiah fi maulid
khoir al bariah”.
Tiada satupun para Muhadditsin dan para
Imam yang menentang dan melarang hal ini,
mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan
Muhadditsin yang menentang maulid sebagaimana
76 meniti kesempurnaan iman
disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka
mereka ternyata hanya menggunting dan memotong
ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas
– jelas meniru kelicikan para misionaris dalam
menghancurkan Islam.
Berdiri saat Mahal Qiyam dalam
pembacaan Maulid
Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan
Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan
Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat
atas kedatangan sang pembawa risalah pada
kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana
penghormatan yang dianjurkan oleh Rasul saw
adalah berdiri, diriwayatkan ketika Sa’ad bin
Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada
kaum Anshar
“Berdirilah untuk tuan kalian” (Shahih
Bukhari hadits No.2878, Shahih Muslim hadits
no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra
untuk Ka’ab bin Malik ra.
Memang mengenai berdiri penghormatan ini
ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yang dijelaskan
meniti kesempurnaan iman 77
bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya
bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid
untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk
kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya
merupakan hal yang baik, dan berkata Imam
Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk
pemimpin yang duduk, dan Imam Nawawi yang
berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka
tidak apa-apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk
kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang,
namun ada pula pendapat lain yang melarang
berdiri untuk penghormatan (Rujuk Fathul Baari
Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala
Shahih Muslim juz 12 hal 93).
Namun dari semua pendapat itu, tentulah
berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid
itu tak ada hubungan apa–apa dengan semua
perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir
dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan
ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu
bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah
masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan
hukum dhohir,
78 meniti kesempurnaan iman
Semua ucapan diatas adalah perbedaan
pendapat mengenai berdiri penghormatan yang
Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri
untuk memuliakan beliau saw.
J a u h b e r b e d a b i l a k i t a y a n g b e r d i r i
penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak
terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa
berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut
risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada
kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi
saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw
setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau
saw.
Di r iwaya tkan bahwa Imam Al ha f idh
Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang
Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa
ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam
Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang
padanya dibacakan puji – pujian untuk Nabi saw,
lalu diantara syair – syair itu merekapun seraya
berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh
Imam–imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan
kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan
mereka itu sebagai panutan.
meniti kesempurnaan iman 79
Dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy
rahimahullah bahwa “Bid’ah hasanah sudah
menjadi kesepakatan para imam bahwa itu
merupakan hal yang sunnah, (berlandaskan hadist
Shahih Muslim No.1017 yang terncantum pada
Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala
dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan
mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah
hasanah”.
Da n b e r k a t a p u l a Imam As s a k h awi y
rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah
mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah
dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa
keberkahan bagi mereka yg mengadakannya (Sirah
Al Halabiyah Juz 1 hal 137).
Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan
mengumpulkan para muslimin untuk Medan Tablig
dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan
ceramah islami yang diselingi bershalawat dan
salam pada Rasul saw, dan puji – pujian pada Allah
dan Rasul saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul
saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka
pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya
adalah kebangkitan risalah pada ummat yang
80 meniti kesempurnaan iman
dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun
tak akan ada yang mengingkarinya karena jelas
– jelas merupakan salah satu cara membangkitkan
keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas
dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an
(secara logika dan hukum syariah), karena hal ini
merupakan hal yang mustahab (yang dicintai).
Sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa
Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua
yang menjadi penyebab kewajiban dengannya
maka hukumnya wajib.
Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui
bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib,
dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu
waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan
kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus
membeli dulu, maka membeli baju hukumnya
berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk
melaksanakan shalat yang wajib.
Contoh lain misalnya sunnah menggunakan
siwak, dan membuat kantong baju hukumnya
mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan
membawa siwak dan baju kita tidak berkantong,
maka perlulah bagi kita membuat kantong baju
meniti kesempurnaan iman 81
untuk menaruh siwak, maka membuat kantong
baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya,
karena diperlukan untuk menaruh siwak yang
hukumnya sunnah.
Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan
untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah
merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila
dalam kemungkaran, dan ummat sudah tidak peduli
dengan Nabinya saw, tak pula peduli apalagi
mencintai Sang Nabi saw dan rindu pada sunnah
beliau saw, dan untuk mencapai tabligh ini adalah
dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan
maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara
Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang
Nabi saw serta silaturahmi.
Sebagaimana penulisan Alqur ’an yang
merupakan suatu hal yang tidak perlu dizaman Nabi
saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa
para sahabat karena sahabat mulai banyak yang
membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi
wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat
yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an
dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan
bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
Ha l s ema c am ini t e l ah di f ahami da n
dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat
radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin,
para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin
yang awam, namun hanya sebagian saudara–
saudara kita muslimin yang masih bersikeras
untuk menentangnya, semoga Allah memberi
mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.
(Walillahittaufiq).
Biss, AWW Semoga kita bertambah ilmu dari diskusi yang ilmiayah ini,, semoga pa ustad dan pak kiyai yang nimbrung di blok ini bertambah aktif dalam berdakwah lewat internet.. mungkin ini yang di sebut rahmat dari ikhtilaf.. dari diskusi ini banyak pihak yang bertambah pengetahuannya,, khususnya masalah maulid Nabi SAW..Saya juga merasa selama 29 tahun di tanah air setiap tahun selalu merayakan muludan. kemudian saya bandingkan dengan keberadaan saya selama 9 tahun di saudi tidak mernah merayakan maulid Nabi SAW.. ada perbedaan dalam diri saya yang sy rasakan.. perasaan ini kemungkinan tidak sama dengan apa yang di rasakan orang lain.. namanya juga perasaan,, sy pikir beda dikit atau banyak bagaimana yang marasakannya.. tidak jd amsalah.. dan seandainya tidak cocok dengan pengalaman orang2 lain pun tidak apa2 semaoga kita di beri kelapangan dada dlm menerima perbedaan dan beda cara pandang.. tahun pertama di arab dan tatkala datang musim muludan, sebagaimana di tanah air, sy bertanya pd teman2, kenapa tdk ada acara muludan? teman2 bilang kl di arab tidak boleh di rayakan muludan,, berat memang meninggalkan kebiasaan baik tersebut,, tapi apa boleh buat, krn sy berada di negeri orang saya harus menghormati mazhab tempatan. waktu terus bergulir…. selama di arab saya dan teman2 setiap hari jum’at jam 13 sampai beres sering mengikuti kajian ilmu2 hadis dan diskusi2 masalah agama.. di arab yang tidak mengadakan muludan tapi perhatiannya baik perorangan maupun pihak islamic center sangat menginginkan memperkenalkan islam secara kaffah ke pd setiap orang, terbukti , pihak islamic center sering mengadakan kunjungan dan membagikan buku2 gratis ke daerah pelosok2 di arab saudi sesuai dengan bahasa2 masing2.. kita sadar begutu banyak ulama2 yang di cetak oleh ulama2 yang mukim di saudi,, dan selanjutnya ulama tersebut pulang ke tanah air menjadi orang penting dalam mencerdaskan bangsa kita, seperti KH Agus Salim, Buya HAMKA, Dr Quraisi hab, Habib Rizik, DR Hudayat NW, dan Ratusan Ulama2 yang mengharumkan bangsa indonesia, kita sebagai warga indonesia ikut bangga, sekarang ratusan mahasiswa indonesia sedang mencari ilmu di saudi (mahasiswa) dan ratusan yang berangan2 agar bisa kuliyah di ksa.. dan sekitar 2 juta TKW yang kerja di arab, belum yang TKL dan yang di luar hitunganitu, dan masih banyak kebaikan saudi yang lain nya yang kita tau atau tidak tau,, sdh sepantasnya kita menahan diri dari umpatan dan caci maki,, apalagi masalah khilapiyah bahkan wahabi di bawa2, sebaiknya kita menahandiri padanya, kecuali para Masaikh yang sudah pantas untuk memberikan penjelasan yang sipatnya sangat ilmiayah, sedang yang masih belum bisa adil, saya harapkan membaca saja,, dari pada nambah2 dosa..
Ada anggapan kl orang yang tidak merayakan muludan katanya tidak sayang dan tidak cinta pd Nabi SAW.. apakah benar ungkapan tersebut? di atas sudah di ungkapkan hadis dan ayat2 juga qoul ulama.. semuanya sudah jelas dan tinggal kita yang harus menahan diri dari saling mencela,, silakan diskusi dengan memaparkan se ilmia mungkin.. bagi saya kurang setuju kl di katakan bahwa orang yang tidak merayakan muludan tdk sayang dn tdk cinta pada Nabi SAW.. nyatanya banyak mereka yang tidak merayakan muludan dalam melaksanakan sunah nabi SAW, mereka lebih banyak dan lebih Sungguh2 dengan hadits Nabi SAW.. Imam Syafi’i. ra. pernah di tuduh rafidhoh, dan beliau bilang: kl orang2 rfidhoh itu yang paling cinta dan paling banyak mengamalkan hadis,, maka aku golongan mereka.. (mohon maaf apabila kt2 kurang pas dgn teks asli) mari kita jeli dalam merenungkan dan pintar dalam berpikir, tapi kita harus sadara akan setatus kita sebagai muslim/islam yang artinya Berserah.. mari kita renungkan apakah kita sudah sepenuhnya berserah diri kpd Allah SWT? kita sering merayakn muludan ,, mari kita renungkan,, sudah sejauh mana sunah nabi SAW yang kita laksanakan.. (Sesungguhnya pd Diri nabi SAW terdapat suri tauladan yang baik ,,,,,,,,,,,ila ahir ayat) mari kita renungkan sunah apa yang kita laksanakan? kita mengaku cinta pd nabi kita, tapi terkadang tidak satu pun sunah yg kita kerjakan..saya sebutkan beberapa sunah di antaranya,, dan untuk hadits dan arti lengkapnya silakan buka kitab Riyadussolihin.. sebagai contoh apakah kt sell mementingkan sholat ber jamaah? apakah kita berjenggot(laki) ? apakah kita lebih suka baju warna putih? apakah kita sll minum degn tangan kanan dan menyuruh orang2 di sekeliling kita juga? apakah kita sll memperhatikan kebersihan mulut, bau badan, menggunting kuku, apakah anak kita sudah benar bacaan Al quran nya? apakah saya.anak saya, istrisaya, orang sekitar saya, sudah benar toharohnya, bacaan sholatnya, dan masih banyak yang harus kita perhatikan di sekeliling kita karena kita bakal di tanya tentang tanggungjawab kita di hari penghisaban nanti.. itulah saya, terkadang gajah di depan mata luput dari penglihatan, tapi semut di sumedang kelihatan.. (meureun we da semutna di poto terus di save di coputer) tulisan ini semata2 pengalaman dan tdk ada maksud menggurui, hanya memberika masukan . siapa tau bermanfaat,, toh seandainya tidak bermanfaat di hapus juga nda apa2.. jangan takut HAM.. sewaktu ana menulis ini, di TV Al Fajr sedang di adakan musabaqoh Al Mizmar di kohiro mesir,, dan di tampilkan juga anak2 umur SD yang sudah hapal 10 sampe 15 juz,, dengan suara bagus dan makhrojul hurup yang pasih,, maksud sy menceritakan ini adalah mari kita lebih perhatian lagi dengan anak2 kita tentang hapalan2nya,, Dinginkan hatikita dengan tilawah2 ayat suci,, apalagi yang mengaji itu istri kita,anak kita, masyaAllah Ya Allah Ampunilah dosa2 kami dan janganlah Engkau biarkan hati kami benci/ hasad terhadap saudara2 kami ya Allah..Ya Allah berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di Akherat dan jauhkan kami dari siksa neraka , Ya Robbal ‘alamin..
–> cuma ada yang kurang mbak/mas .. kurang paragraf.
Ketika seorang suami setiap hari/bulan/tahun menyatakan I love you pada istrinya, maka itulah cara ungkapan rasa cintanya. Ketika orang-orang merasa cocok dan kemudian menirunya .. maka biarkan, atau jika baik untuk anda, tirulah sekalian. Jika itu mendekatkan hubungan keluarga dan diniatkan semoga rumah tangganya sakinah, maka itu menjadi hal yang baik, bernilai ibadah, dan berpahala.
Jika ada orang yang tak suka mengungkapkan rasa cintanya dengan cara di atas .. biarkanlah. Mungkin dia mengungkapkannya dengan cara lain.
Namun ketika dua hal di atas kemudian dipertentangkan dengan tuduhan2 keji .. inilah yang tak baik.
Wallahu a’lam.
tanpa banyak basa basi…… menurut alfaqir : mengingat Alloh dan mengingat Rosul itu mrpk perbuatan yg terpuji bagaimana dan kapanpun caranya.
Tapi kalau cara pelaksanaannya diada adakan, berarti ikut hawa nafsu dong bos.
Memuji beliau itu diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala dan Rosul Sholallhu alaihi wasallam, ngga ada pertentangan, setuju. begitu juga membaca siroh, syair, atau yang lainnya.
sayang caranya itu lho, kok ngga disunnahkan ya. kan perayaan itu muncul dari kalangan orang syiah di mesir dulu.
aku sih ngga ada urusan dengan wahabi kek, aswaja kek, buat apa.
aku ingin mengamalkan islam ini dengan benar, sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah dan Rosulnya, juga generasi pertama ummat ini, sahabat, tabiin, tabiit tabiin melakukannya.