Keutamaan dan Amal Bulan Sya’ban
Bulan sya’ban adalah pintu menuju bulan Ramadlan. Barang siapa yang berupaya membiasakan diri bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan ini, insya Allah ia akan menuai kesuksesan di bulan Ramadlan.
Peristiwa di bulan Sya’ban
1. Pindah Qiblat
Pada bulan Sya’ban, Qiblat berpindah dari Baitul Maqdis, Palistina ke Ka’bah, Mekah al Mukarromah. Demikianlah peristiwa ini terjadi setelah turun ayat,
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al Baqarah; 144)
2. Turun Ayat Sholawat Nabi
Diturunkannya ayat tentang anjuran membaca sholawat kepada baginda Nabi saw, yaitu ayat:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab;56)
.
Keutamaan Sya’ban
1. Diangkatnya Amal Manusia
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu di bulan Sya’ban.” Maka beliau bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan. Dan merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada rabbul ‘alamin. Dan saya menyukai amal saya diangkat, sedangkan saya dalam keadaan berpuasa.” (HR. Nasa’i).
2. Disebut Sebagai Bulan Al Quran
Bulan Sya’ban dinamakan juga bulan Al Quran, sebagaimana disebutkan dalam beberapa atsar. Memang membaca Al Quran selalu dianjurkan di setiap saat dan di mana pun tempatnya, namun ada saat-saat tertentu pembacaan Al Quran itu lebih dianjurkan seperti di bulan Ramadhan dan Sya’ban, atau di tempat-tempat khusus seperti Mekah, Roudloh dan lain sebagainya.
Syeh Ibn Rajab al Hambali meriwayatkan dari Anas, “Kaum muslimin ketika memasuki bulan Sya’ban, mereka menekuni pembacaan ayat-ayat Al Quran dan mengeluarkan zakat untuk membantu orang-orang yang lemah dan miskin agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
.
Amal di Bulan Sya’ban
Rasulullah ditanya oleh seorang sahabat, “Adakah puasa yang paling utama setelah Ramadlan?” Rasulullah Shollallahu alai wasallam menjawab, “Puasa bulan Sya’ban karena berkat keagungan bulan Ramadhan.”
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Sesungguhnya Rasulullah Shollallu alaihi wasallam mengkhususkan bulan Sya’ban dengan puasa itu adalah untuk mengagungkan bulan Ramadhan. Menjalankan puasa bulan Sya’ban itu tak ubahnya seperti menjalankan sholat sunat rawatib sebelum sholat maktubah. Jadi dengan demikian, puasa Sya’ban adalah sebagai media berlatih sebelum menjalankan puasa Ramadhan.
Adapun berpuasa hanya pada separuh kedua bulan Sya’ban itu tidak diperkenankan, kecuali:
1. Menyambungkan puasa separuh kedua bulan Sya’ban dengan separuh pertama.
2. Sudah menjadi kebiasaan.
3. Puasa qodlo.
4. Menjalankan nadzar.
5. Tidak melemahkan semangat puasa bulan Ramadhan.
.
Malam Nishfu Sya’ban
Pada bulan Sya’ban terdapat malam yang mulia dan penuh berkah yaitu malam Nishfu Sya’ban. Di malam ini Allah Subhanahu wata’ala mengampuni orang-orang yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang minta belas kasihan, mengabulkan doa orang-orang yang berdoa, menghilangkan kesusahan orang-orang yang susah, memerdekakan orang-orang dari api neraka, dan mencatat bagian rizki dan amal manusia.
Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing). (HR At-Tabarani dan Ahmad). Namun Al-Imam At-Tirmizy menyatakan bahwa riwayat ini didhaifkan oleh Al-Bukhari.
Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata bahwa Rasulullah SAW bangun pada malam dan melakukan shalat serta memperlama sujud, sehingga aku menyangka beliau telah diambil. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata, “Wahai Asiyah, (atau Wahai Humaira’), apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?” Aku menjawab, “Tidak ya Rasulallah, namun Aku menyangka bahwa Anda telah dipanggil Allah karena sujud Anda lama sekali.” Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Ini adalah malam nisfu sya’ban (pertengahan bulan sya’ban). Dan Allah muncul kepada hamba-hamba-Nya di malam nisfu sya’ban dan mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda orang yang hasud sebagaimana perilaku mereka.” (HR Al-Baihaqi). Al-Baihaqi meriwayatkan hadits ini lewat jalur Al-‘Alaa’ bin Al-Harits dan menyatakan bahwa hadits ini mursal jayyid. Hal itu karena Al-‘Alaa’ tidak mendengar langsung dari Aisyah ra.
“Nabi Muhammad Shollallhu alaihi wasallam bersabda, “Allah melihat kepada semua makhluknya pada malam Nishfu Sya’ban dan Dia mengampuni mereka semua kecuali orang yang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Thabarani dan Ibnu Hibban).
Al Hafidh Ibn Rojab al Hambali dalam kitab al Lathoif mengatakan, “Kebanyakan ulama Hadits menilai bahwa Hadits-Hadits yang berbicara tentang malam Nishfu Sya’ban masuk kategori Hadits dlo’if (lemah), namun Ibn Hibban menilai sebagaian Hadits itu shohih, dan beliau memasukkannya dalam kitab shohihnya.”
Ibnu Hajar al Haitami dalam kitab Addurrul Mandlud mengatakan, “Para ulama Hadits, ulama Fiqh dan ulama-ulama lainnya, sebagaimana juga dikatakan oleh Imam Nawawi, bersepakat terhadap diperbolehkannya menggunakan Hadits dlo’if untuk keutamaan amal (fadlo’ilul amal), bukan untuk menentukan hukum, selama Hadits-Hadits itu tidak terlalu dlo’if (sangat lemah).”
Jadi, meski Hadits-Hadits yang menerangkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban disebut dlo’if (lemah), tapi tetap boleh kita jadikan dasar untuk menghidupkan amalam di malam Nishfu Sya’ban.
Syeh Ibnu Taimiyah berkata, “Beberapa Hadits dan atsar telah diriwayatkan tentang keutamaan malam Nisyfu Sya’ban, bahwa sekelompok ulama salaf telah melakukan sholat pada malam tersebut. Jadi jika ada seseorang yang melakukan sholat pada malam itu dengan sendirian, maka mereka berarti mengikuti apa yang dilakukan oleh ulama-ulama salaf dulu, dan tentunya hal ini ada hujjah dan dasarnya. Adapun yang melakukan sholat pada malam tersebut secara jamaah itu berdasar pada kaidah ammah yaitu berkumpul untuk melakukan ketaatan dan ibadah.
Walhasil, sesungguhnya menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan serangkaian ibadah itu hukumnya sunnah (mustahab) dengan berpedoman pada Hadits-Hadits di atas. Adapun ragam ibadah pada malam itu dapat berupa sholat yang tidak ditentukan jumlah rakaatnya secara terperinci, membaca Al Quran, dzikir, berdo’a, membaca tasbih, membaca sholawat Nabi (secara sendirian atau berjamaah), membaca atau mendengarkan Hadits, dan lain-lain.
Sayyidina Ali ra, Rasulullah saw bersabda:
“Jika tiba malam Nisyfi Sya’ban, maka bersholatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya karena sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menurunkan rahmatnya pada malam itu ke langit dunia, yaitu mulai dari terbenamnya matahari. Lalu Dia berfirman, ‘Adakah orang yang meminta ampun, maka akan Aku ampuni? Adakah orang meminta rizki, maka akan Aku beri rizki? Adakah orang yang tertimpa musibah, maka akan Aku selamatkan? Adakah begini atau begitu? Sampai terbitlah fajar.’” (HR. Ibnu Majah)
Malam Nishfu Sya’ban dan di seluruh bulan adalah saat yang utama dan penuh berkah, maka selayaknya seorang muslim memperbanyak aneka ragam amal kebaikan. Doa adalah pembuka kelapangan dan kunci keberhasilan, maka sungguh tepat bila malam itu umat Islam menyibukkan dirinya dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wata’ala. Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam mengatakan,
“Doa adalah senjatanya seorang mukmin, tiyangnya agama dan cahayanya langit dan bumi.” (HR. Hakim).
“Seorang muslim yang berdoa -selama tidak berupa sesuatu yang berdosa dan memutus famili-, niscaya Allah Subhanahu wata’ala menganugrahkan salah satu dari ketiga hal, pertama, Allah akan mengabulkan doanya di dunia. Kedua, Allah baru akan mengabulkan doanya di akhirat kelak. Ketiga, Allah akan menghindarkannya dari kejelekan lain yang serupa dengan isi doanya.” (HR. Ahmad dan Barraz).
Tidak ada tuntunan langsung dari Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam tentang doa yang khusus dibaca pada malam Nishfu Sya’ban. Begitu pula tidak ada petunjuk tentang jumlah bilangan sholat pada malam itu. Siapa yang membaca Al Quran, berdzikir, berdoa, sholat malam, bersedekah dan beribadah sunnah yang lain sesuai dengan kemampuannya, maka dia termasuk orang yang telah menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dan ia akan mendapatkan pahala sebagai balasannya.
Dalam hal ini yang patut mendapat perhatian kita adalah beredarnya tuntunan-tuntunan Nabi tentang sholat di malam Nishfu sya’ban yang sejatinya semua itu tidak berasal dari beliau. Tidak berdasar dan bohong belaka. Salah satunya adalah sebuah riwayat dari Sayyidina Ali, “Bahwa saya melihat Rasulullah pada malam Nishfu Sya’ban melakukan sholat empat belas rekaat, setelahnya membaca Surat Al Fatihah (14 x), Surah Al Ikhlas (14 x), Surah Al Falaq (14 x), Surah Annas (14 x), ayat Kursi (1 x), dan satu ayat terkhir Surat At Taubah (1 x). Setelahnya saya bertanya kepada Baginda Nabi tentang apa yang dikerjakannya, Beliau menjawab, “Barang siapa yang melakukan apa yang telah kamu saksikan tadi, maka dia akan mendapatkan pahala 20 kali haji mabrur, puasa 20 tahun, dan jika pada saat itu dia berpuasa, maka ia seperti berpuasa dua tahun, satu tahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Dan masih banyak lagi Hadits-Hadits palsu lainnya yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin. (Disarikan dari “Madza fi Sya’ban”, karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki, Muhadditsul Haromain).
Disadur dari: http://langitan.net/?p=94
.
Wallahu a’lam.
Assalamu’alaikum … Bang…
Nitip… artikelnya saya link di aku punya….
Karena agaknya ada berbeda dengan khutbah kemarin siang di masjid yang aku ikuti… Trims…
–> silakan
semoga Allah memberi balasan kepada anda yang telah berbuat kebajikan. saya minta izin mengambil ini sebagai bahan khutbah
–> Silakan .. semoga manfaat. amien.
assalamu’alaikum, artikelnya saya link ya…
semoga Allah mengantarkankan kita pada kesempurnaan ibadah di bulan sya’ban ini untuk meraih keutamaan Ramadhan bulan depan…
Allahumma bariklana fii rajaba wa sya’bana wa balighna Ramadhaan…
–> wa’alaikum salam wrwb. silakan,..salam kenal. amien.
Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing). (HR At-Tabarani dan Ahmad). Namun Al-Imam At-Tirmizy menyatakan bahwa riwayat ini didhaifkan oleh Al-Bukhari.
dari hadis diatas menunjukkan bahwa Allah melakukan suatu aktifitas ke suatu ruangan (Langit dunia), jika hadis itu artinya benar2 seperti itu artinya Allah itu terbatas antar ruang dan waktu..
Untuk mengingatkan saja : Allah SWT Tidak terbatas oleh ruang dan waktu, atau apapun juga..
Sependapat dgn Hamba Allah bhwa :Allah Swt tdk terbatas oleh ruang & waktu atau apapun juga…
Sya ambil akan saya masukkan di notes FB saya. aswin_jog@yahoo.com terima kasih
Salam terima kasih infonya
Subhanalloh, bukankah asal semua ibadah itu haram, kecuali dengan adanya nash (dalil) syar’i yang shohih? Bagaimana mungkin mengistimewakan nisfu sya’ban, sementara tidak ada hadits-hadits shohih yang menerangkan bahwa Rosululloh SAW pernah melakukannya. Adapun hadits dhoif hanya dapat diamalkan untuk mendukung adanya hadits yang lebih kuat.
Wallohu a’lam.
–> mohon maaf. Hadits-hadits di atas sahih mbak.
Dari komentar anda … itu tak berarti menghidupkan malam nifsu sya’ban sebagai sesat .. kan?
Haditsnya shahih?
yang mana itu yang shahih?
terima kasih..saya juga lagi cari tau pendapat mana yang mendekati kebenaran.
Kalau haditsnya tidak ada satupun yang shahih. Berarti tidak ada bukti bahwa ibadah khusus di malam nisfu sya’ban itu ada.
Derajat hadits :
1. Dari terjemahan hadits artikel di atas :
Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing).
Redaksi haditsnya :
إن الله تعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى سماء الدنيا، فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب
Menurut Imam Suyuti dalam kitab Al-Jami` Ash-Shoghir : 1942, hadits ini adalah HASAN
Sedangkan menurut Al-Bani dalam kitab Tahrij misykatil mashobih : 1251, adalah Shoheh lighoerihi
2. Terjemah hadits yang ada di artikel di atas :
“Nabi Muhammad Shollallhu alaihi wasallam bersabda, “Allah melihat kepada semua makhluknya pada malam Nishfu Sya’ban dan Dia mengampuni mereka semua kecuali orang yang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Thabarani dan Ibnu Hibban).
Redaksi hadits arabnya :
النبي صلى الله عليه وسلم قال يطلع الله إلى جميع خلقه ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
Ibnu Hibban mengeluarkan hadits ini dalam kitab shohehnya.
mending mana antara menghidupkan malam dengan nonton bola ato dengan baca qur’an,sholat dzikir dll…??….jangan sok pinter bicara hadist2 soheh/ engganya….malu tau ke para ulama yg punya banyak santri..kalo mau, ngaji aja dulu …gitu bro..salam.
–> logika wahabi.. nonton bola malam nisfu sya’ban tak apa-apa, karena bukan ibadah. Tapi kalau membaca Al Quran, berdzikir, berdoa, sholat malam nisfu sya’ban, itu bid’ah .. karena tak ada contoh Nabi saw. Jadi malah sesat.. masuk neraka.
Maaf .. saya tak pakai logika itu.
sesuatu yang di kerjakan dengan ikhlas karna allah jangan di permasalahkan, minta pahalanya aja untuk mengurangi dosa,….
syukron jaziilan ‘ala haadzal khobar …….
[…] Keutamaan dan Amal di Bulan Sya’ban […]
kebetulan info ini sangat berguna untuk menjawab keingintahuan ibu saya tentang keutamaan malam nisyfu sya’ban. maka saya minta izin untuk mengcopy nya.mudah2an menjadi ladang amal….
Hal ini yang banyak sekali dilupakan oleh kaum muslimin termasuk juga saya. Kita jadi shock, eh tiba2 saja sudah mau puasa di bulan Ramadhan, karena kita mendahuluinya dengan berlatih di bulan Sya’ban,
Mari, kawan, kerabat handai taulan semuanya kita manfaatkan bulan Sya’ban ini dalam rangka mempersiapkan diri datangnya bulan suci Ramadhan……
link back : http://www.joebukan.blogspot.com
minta izin ngambil ini untuk kutbah smoga Alloh membalas kebaikan anda amin
subhanalloH….smga Q mndpt barokah d bln sya’ban ne
smoga ALLAH mmbrikan kekuatan kpd kita semua ,amiin,,,
Orang mau beribadah kok diperselisihkan. Bagi anda orang2 wahabi (salafi) yg gemar menyalahkan orang lain dengan berdalih tdk ada Haditsnya, silahkan belajar lagi. mgkn bukan haditsnya yg tidak ada, tapi anda yg tdk tahu haditsnya, atau mgkn anda yang salah memahami pengertian hadits itu sendiri, dan hanya anda hanya mengikuti pemahaman ustadz2 anda sendiri (secara taklid buta), tanpa mau mendengar hujjah dan argumentasi orang lain. Ajaklah kawan2 anda dan tokoh2 anda untuk memerangi kemungkaran dan kemasiatan di negeri ini, bukan sibuk mencari kesalahan sesama umat Islam.
ijin share ya kak 🙂
syukron
[…] Keutamaan dan Amal Bulan Sya’ban […]
mkch artikelnya
Trima kasih atas artikelnya…..semoga kita mampu menjadi hamba Allah yang selalu mengingatnya dalam keadaan apapun…
terkait dengan sahih atau tidak nya sebuah hadist, itu bukan lah sesuatu yg perlu dipermasalahkan,yg namanya ibadah kalau kita mampu melakukannya, maka kita termasuk golongan org yg diberi syafaat oleh Nya, karna tak semua org mampu menunaikan ibadah, apalagi ibadah sunat.
–> amien .. terima kasih doanya.
artikel yang sangat bermanfaat terima kasih salam
hem mantap tu
trims……
sangat bermanfaat.
untuk yang sibuk mencari hadits sohihnya…., jangan terlalu sibuk.. mendingan buat amalan yg baik.. lha wong doá, shalawat, puasa, dan membaca Al Qurán kok masih saja cari2 alasan…
cari cari alasan buat nutupi kemalesan diri, mba..
Trim’s
Artikelnya semoga bermanfaat, amin…
terimakasih insaallah ada manfaatnya buat semua umat muslim …
Terima kasih, ini sangat bermanfa’at,semoga hamba-hamba allah semkin smngat untuk menghidupkan mlm nisfu sya’ban,aamiin
alhamdulillah….
izin share,, ntuk disampaikan pada teman2…
Imam An Nawawi (bermadzhab Syafi’i) dalam Kitab beliau Al Majmuu’ beliau berkata: “Sholat yang dikenal dengan Sholat Roghoib yaitu sholat 12 rokaat antara Maghrib dan Isya di awal bulan Rojab dan sholat pertengahan bulan Sya’ban seratus rokaat, dua sholat tersebut adalah sholat Bid’ah dan Munkar.
Dan kita tidak usah tergiur jika perkara itu (sholat pertengahan Sya’ban, Nisfu Sya’ban) meskipun sholat tersebut tertulis dalam Kitab Quuthul Quluub, Ihyaa ‘Uluumuddin, tulisan Imam Al Ghodzaali, karena semuanya itu tertolak.”
Demikian kata Imam An Nawawi.
Imam As Suyuuthi, (yang bermadzhab Imam Syafi’i), mengatakan: “Sholat di malam pertangahan bulan Sya’ban (Nisfu Sya’ban) adalah sholat panjang dan memberatkan yang tidak ada berita dari Rosuul, tidak ada dalil peninggalan dari Rosuul, bahkan ia adalah lemah. Orang-orang awam terfitnah (terkena ajaran padahal itu sebenarnya bukan ajaran) dengan perkara yang besar seperti itu. Ada yang menerangi masjid pada malam-malam itu, ada lagi kefasikan, kemaksiatan, bercampur laki-laki dan perempuan, banyak lagi fitnah dengan berbagai bentuk kemungkaran, yang itu tidak usah digambarkan”.
Imam Ibnush Sholaah, seorang ‘ulama ahli Hadits, beliau bermadzhab Syafi’i. Kata beliau Ibnush Sholah: “Sholat Aaliyyah dilaksanakan pada malam pertengahan bulan Sya’ban itu tidak ada asalnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan juga sholat-sholat sejenisnya. Maka sungguh aneh dan saya heran atas gigihnya seseorang melaksanakan sesuatu yang Bid’ah dalam dua malam yaitu malam Rojab dan malam Sya’ban. Padahal mereka dalam mengamalkan perkara yang jelas-jelas nyata, shohiih dari Rosuul, mereka sangat kurang. Yang diajarkan kurang diamalkan, tetapi yang tidak diajarkan justru ditekuni. Itulah yang mengherankan dan aneh”.
Demikian kata beliau Imam Ibnush Sholah.
Tentang adanya hadits-hadits yang diyakini oleh beberapa orang tentang melakukan sholat di pertengahan Sya’ban dan shaum pada siang harinya; maka dipastikan itu tidak ada yang shohiih, bahkan palsu. Misalnya: Ada Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al Asy’ari, Haditsnya lemah: “Allah memberikan pengampunan kepada orang-orang, semua makhluk Allooh di malam pertengahan bulan Sya’ban kecuali orang itu musyrik atau bermusuhan”.
Berikutnya, juga Hadits yang lain (seperti disebutkan diatas): “Apabila pertengahan Sya’ban maka bangunlah di malam harinya dan shaumlah di siang harinya”. Hadits tersebut juga Dho’iif, diriwayatkan oleh Imam Ibnu Maajah dan ternyata dikatakan oleh Imam Al Irooqy bahwa Hadits ini lemah.
Dari Ibnul ‘Aroobi, seorang Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, (yang dibahas ini bukan lah Ibnu ‘Aroobi pencetus Aqidah Shufiyyah baathilah, yang meyakini Wihdatul Wujud, yang mana orang ini telah dikafirkan oleh para ‘ulama).
Ibnul ‘Arobi (yang kita bahas ini adalah) Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah berasal dari Yaman. Kata beliau: “Tidak ada satu Hadits pun tentang pertengahan bulan Sya’ban yang boleh (bisa) didengar, karena tidak ada yang shohiih”.
Beliau mengatakan lagi: “Tidak ada Hadits tentang malam pertengahan Sya’ban, yang boleh kita merujuk kepadanya,tidak dalam keutamaannya,tidak dalam pelajaran tentang diperpanjangnya umur.Oleh karena itu jangan kalian perhatikan bila ada hadits yang demikian itu”.
Dikatakan juga oleh Imam yang lain, Imam Abu Syaamah dalam kitab beliau bernama Kitab Al Baa’is, beliau mengatakan: “Tidak ada Hadits berkenaan dengan malam pertengahan Sya’ban, yang shohiih”.
Dikatakan oleh Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz, ulama masa kini, tetapi sekarang sudah wafat, bahwa: “Kalian sudah tahu dari perkataan para ‘ulama, tidak ada yang shohiih, tidak dari Rosuul maupun para Shohabat, sesuatu keutamaan malam Jum’at pertama bulan Rojab, juga tidak ada yang shohiih Hadits tentang keutamaan malam pertengahan Sya’ban. Maka dengan demikian, diketahui bahwa peringatan malam awal Jum’at di bulan Rojab, atau peringatan malam pertengahan Sya’ban adalah perbuatan Bid’ah, sesuatu yang baru dalam Islam.”
“Begitu pula pengkhususan ibadah apapun dalam malam-malam itu terhukumi Bid’ah yang munkar, demikian pula malam 27 Rojab yang diyakini oleh orang-orang bahwa itu adalah malam Isro’ wal Mi’roj. Tidak boleh mengkhususkan ibadah pada malam tersebut. Juga tidak boleh melakukan peringatan apa pun karena dalil-dalil yang berlalu, padahal kata ‘ulama tidak dikenal ajaran itu dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.Bahwa Isro’ wal Mi’roj itu terjadi pada tanggal 27 Rojab, pendapat itu adalah pendapat yang baathil, tidak mendasarkan pada Hadits-Hadits yang shohiih.” Demikian dinukil dari Kitab beliau Kitab Fataawaa.
Itulah perkara-perkara yang bukan urusan dunia, melainkan urusan ibadah, urusan Diin, yang semuanya harus tertumpu pada nash-nash yang shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan dari Al Qur’an. Seindah dan se-asyik apa pun, bila tidak ada landasannya dari Allooh dan Rosuul-Nya, maka tidak perlu kita tergiur (tergoda) untuk melakukannya.
Ada beberapa pernyataan, misalnya Al Haafidz Ibnu Rojab Al Hanbaly dalam Kitabnya yang bernama Lathoiful Ma’aarif, beliau berkata: “Malam pertengahan Sya’ban (Nisfu Sya’ban), para Tabi’in dari para Ahlusy Syam (negeri Syam: sekarang Syria, Palestina, Yordania, Libanon) seperti: Khoolid bin Ma’dan, Maqhuul, Luqman bin ‘Aamir dll mengagungkan malam Nisfu Sya’ban. Mereka bersungguh-sungguh beribadah di malam itu dan dari mereka sunnah itu menjadi turun-temurun sampai kepada kita, dan dijadikan lah sebagai malam utama yang mereka agungkan”.
Itu dari Tabi’in, jadi bukan dalil. Jangankan Tabi’in, dari Shohabat sekali pun, bukan lah dalil, kecuali bila mereka (para Shohabat) sepakat maka menjadi dalil, yang namanya Ijma’.
Atau ada seorang Shohabat yang melakukan sesuatu dan tidak dilakukan oleh para Shohabat yang lainnya, tetapi para Shohabat yang lainnya tidak mengomentari perbuatan Shohabat itu; maka yang demikian pun disebut Ijma’. Namanya Ijma’un Sukuutiiyyun. Dan itu Hujjah.
Kata para ‘Ulama, jika ada satu pendapat dari Shohabat kemudian seorang Shohabat yang lain berpendapat yang melawan pendapat Shohabat tersebut, maka pertentangan itu tidak menyebabkan satu sama lain pendapatnya bisa dijadikan sebagai suatu Hujjah. Itu dari Shohabat, apalagi dari Tabi’in. Oleh karena itu, perbuatan Tabi’in bukanlah dalil.
Berikutnya: “Dasar mereka melakukan hal itu adalah peninggalan-peninggalan yang berasal dari Isro’iliyyah” (riwayat dari kalangan Bani Isro’il, kalangan Yahudi sebelum Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم diutus menjadi Rosuul). Dan itu bukan lah Hujjah.
“Lalu perbuatan mereka itu diingkari oleh kebanyakan para ‘Ulama Hijaaz (Mekkah dan Madinah dan segaris dengan itu), yaitu orang yang bernama ‘Atho’ Ibnu Mulaaikah dan Abdurrohman Ibnu Zaid Ibnu Aslam, dari para Fuqoha Ahli Madinah dan pernyataan bahwa yang demikian itu mungkar, adalah perkataan dari shohabat-shohabat Maalik bin Anas, Imam Madzhab Maaliki, dll. Bahkan semua mereka mengatakan: Pernyataan dan perbuatan yang dilakukan beberapa orang dari kalangan Tabi’in tersebut dihukumi sebagai Bid’ah. Tidak ada pernyataan dari Imam Ahmad tentang malam Nisfu Sya’ban”.
Perkataan Al Hafidz Ibnu Rojab selanjutnya: “Adanya suatu peribadatan di malam Nisfu Sya’ban tidak pernah ada yang yatsbut (Shohiih) berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, bahkan juga tidak ada dari para shohabat yang benar”.
Perkataan ‘Ulama bernama Al Imam Abu bakr Ath Thurtusy dalam Kitabnya yang bernama Al Hawadits Wal Bida’, beliau berkata: “Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhoh dari Zaid bin Aslam, beliau mengatakan:‘Kami tidak menemukan seorang pun dari guru-guru kami para Fuqoha yang kami ketahui, mereka melirik kepada adanya ibadah pada pertengahan Sya’ban. Mereka juga tidak melirik kepada pernyataan Maqhul yang menyatakan adanya keutamaan dan mereka tidak memandang adanya keutamaan malam Nisfu Sya’ban dibanding dengan malam-malam lainnya.’ Dan dikatakan oleh Abi Mulaaikah bahwa Ziyaad An Numairi mengatakan bahwa pahala beribadah pada malam Nisfu Sya’ban seperti malam Lailatul Qodar. Wadhdhoh dari Zaid bin Aslam,beliau mengatakan: ‘Kalau saja ketika aku dengar Abi Mulaaikah mengatakan perkataan itu ada dihadapanku, akan aku pukul dia dengan tongkat’.”
Perkataan ‘Ulama yang lain, yaitu Imam Asy Syaukaany dalam Kitab beliau Al Fawaaid Al Majmuu’ah berkata, ada Hadits : “Ya Ali, siapa yang sholat seratus rokaat di malam pertengahan bulan Sya’ban (Nisfu Sya’ban), dia baca setiap roka’at dengan Al Fatihah dan sepuluh kali Qul huwalloohu ahad, kecuali dia akan dipenuhi semua kebutuhannya”.
Bayangkan, seratus rokaat dan setiap rokaat membaca Al Fatihah sekali dan 10 X Surat Al Ikhlash. Maka sholat tersebut: 100 rokaat X 10 Al Ikhlash, = 1000 X surat Al Ikhlash. Maka sholat itu disebut sholat ‘Aaliyyah (Sholat Seribu Surat). Kata Imam Asy Syaukani, Hadits tersebut Maudhuu’ (Palsu).
Hadits tersebut dusta dengan mengatas-namakan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Perawi-perawi Hadits tersebut tidak diketahui. Kata Imam Asy Syaukani: “Ada juga diriwayatkan dari jalan yang lain, tetapi semuanya palsu dan para perawinya tidak dikenal (bukan dari kalangan perawi Hadits)”.
Beliau Imam Asy Syaukani juga mengatakan dalam kitab yang lain yaitu Kitab Al Mukhtashor, kata beliau: “Hadits yang mengatakan adanya sholat di malam Nisfu Sya’ban adalah bathil (tertolak). Hadits Ali tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, adalah Hadits Maudhuu’ (palsu). Kebanyakan dari jalan ketiga adalah para perawinya tidak dikenal dan orang-orang lemah. Ada yang mengatakan: Sholat dengan 12 rokaat, setiap rokaat membaca Al Fatihah dan membaca Surat Al Ikhlash 30 kali. Ada yang mengatakan sholat 14 rokaat malam Nisfu Sya’ban, dengan bacaan-bacaan seperti disebutkan diatas, tetapi itu pun Haditnya Maudhuu’ (palsu).”
oke banget….sangat memuaskan…
sunguh rugi jika seseorang tidakmau atasni’mat yang diberikanya
untuk puasa di bulan sya’ban tanggal 13, 14, dan 15, bukankah itu merupakan sunnah Rasulullah untuk berpuasa di ayyamul bidh? ini bukan menyalahi aturan, daripada menghabiskan malam hanya untuk tidur, lebih baik sholat sunnah dan membaca Alquran, sebagai persiapan menjelang bulan Ramadhan.
ma’af saya hnya mngingatkan sbgai ssma umat muslim, bagi yg merasa menulis “AAMIIN” yg bnar sprti ini:
Dalam Bahasa Arab ada empat [4] perbedaan kata “AAMIIN” yaitu:
1.Amin {alif dan min sama pendek} Artinya: AMAN, TENTRAM.
2.Aamin {alif panjang, min pendek} Artinya: MEMINTA PERLINDUNGAN KEAMANAN.
3.Amiin {alif pendek, min panjang} Artinya: JUJUR TERPERCAYA.
4.Aamiin {alif dan min sama panjang} Artinya: YAA TUHAN KABULKAN DO’A KAMI…
Terus bagaimana dengan pengucapan / penulisan “Amien”..????
Sebisa mungkin untuk yang satu ini HINDARILAH..!!!
Karena ucapan “Amien” yang lazim dilafadzkan oleh penyembah berhala {paganisme} setelah Do’a ini sesungguhnya berasal dari nama seorang Dewa Matahari Mesir Kuno: Amin-RA {atau orang barat menyebutnya Amun-Ra}.
Sobat, mulai saat ini juga, mari-lah kita biasakan menggunakan Kaidah Bahasa yang benar, dan jangan pernah menyepelekan hal yang sebenarnya Besar kadang dianggap Kecil…!
SEMOGA BERMANFAAT…!
–> seperti jawaban saya sebelumnya.. tidak ada transformasi huruf yg pas antara huruf latin dan huruf arab. Kl mau tepat kenapa tidak dilarang sekalian menuliskan aamiin, ammiin atau apalah dalam huruf latin. Karena pasti ada saja yg salah. Dalam hal menuliskan huruf arab ke huruf latin, saya tidak kaku… apapun boleh asal maksud huruf arabnya benar.
Reblogged this on pejuangasa and commented:
Bulan rajab-sya’ban dan ramadhan adalah bulan-bulan yang sangat rugi untuk dilewat kan…
apa lagi sya’ban yg sudah menjadi pintu ramadhan…berikut keutamaannya, silahkan di baca 🙂
Assalamualaikum. teman saya ada bertanya tentang nisyfu sya’ban. katanya tidak ada satupun hadist yang shah tentang nisyfu sya’ban. mohon penjelasannya syukron 🙂
–> wa’alaikum salam wrwb. penjelasan ada di atas.
[…] Ini Ummi ringkas dari artikel ini. […]
syukron katsiron,ana izin ngopy yah akhi..
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…. Trm ksh sharing infonya. Sangat mudah difahami maksud n penjelasan nya… Mohon izin share boleh kah…? Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
–> wa’alaikum salam wrwb .. silakan.