Kultum Ramadhan Bid’ah?

Sebuah fatwa salafi. Ku kutib dari sumbernya pleg. Hanya dibuat paragraf-paragraf agar lebih mudah dicerna.

Kultum Ramadhan Bid’ah?

Pertanyaan:

Pada sebagian umat Islam, jika selesai salat tarawih, sebelum tarawih pasti ada kultum. Apa ada contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Apa itu bid’ah?

Jawab:

Namanya kultum atau nasihat, kapan saja boleh. Setelah tarawih, sebelum tarawih, sebelum salat witir. Ya, itu semua boleh. Kita memberikan nasihat ketika berkumpulnya mereka, tetapi jangan dianggap bahwa itu sesuatu yang wajib atau sesuatu yang syariat harus begitu, tidak.

Tidak diperintahkan pada waktu tertentu setelah tarawih. Tidak diperintahkan pada waktu tertentu sebelum tarawih. Tidak diperintahkan pada waktu tertentu sebelum witir. Nggak ada. Itu sekadar nasihat yang kapan saja boleh sehingga jangan sampai diyakini bahwa itu adalah sesuatu yang disyariatkan harus begitu.

Kalau khawatir dikira oleh masyarakat bahwa itu adalah sesuatu yang wajib, sesuatu syariat maka sesekali diliburkan. Iya. Lho, kok nggak ada kultum? Iya, libur. Kok bisa libur? Ya, karena memang tidak diwajibkan dan tidak ada perintah harus begitu. Nggak ada.

Atau diganti sesekali ba’da tarawih, sesekali sebelum tarawih, sesekali setelah salat tarawih sebelum witir, setelah kultum baru witir. Silakan. Na’am. Wallahu ta’ala a’lam.

(Pertanyaan dibaca dan dijawab oleh Al-Ustadz Muhammad Umar Sewed di Masjid Al-I’tisham Sudirman pada kajian Etika Sunnah)

.

Sumber: http://antosalafy.wordpress.com

Kalau dilihat jawabannya, maka itu berdasarkan logika (dalil aqli). Seharusnya logika/ jawaban yang sama layak diterapkan untuk perkara-perkara yang dituduhkan bid’ah sesat berikut (a.l.),

* Bid’ah perayaan malam khatam Al-Qurán.

* Bid’ah perayaan Nuzul Al-Qurán. .

* Bid’ah dzikir berjama’ah dengan suara keras disela-sela shalat tarawih.

* Ucapan muadzdzin sebelum memulai shalat tarawih atau disela-sela shalat tarawih: “Shalaatut taraawih rahimakumullah” .

* Melafalkan niat: “Nawaitu shauma ghadin….” untuk berpuasa yang biasa dibaca setelah sahur.

* dll

Sumber: Bid’ah-bid’ah Ramadhan (1) dan  “Bid’ah-bid’ah Ramadhan (2)”

Selama tak da penjelasan yang memuaskan mengenai hal ini, maka yang terjadi adalah … fatwa Double Standard.

.

.

Fatwa laen, Ceramah Tarawih Setiap Malam adalah Bid’ah

Pertanyaan:

Bagaimana hukum ceramah atau nasehat yang disampaikan di antara atau di tengah-tengah shalat Tarawih secara kontinu?

.
Al-’Allāmah Ibn ‘Utsaimīn—rahimahuLlāh—menjawab:

Tidaklah mengapa sekiranya (imam) berdiri untuk dua raka’at selanjutnya lantas melihat ketidaklurusan atau celah dan kerenggangan pada shaf para makmum, kemudian ia berkata: “Luruskan dan rapatkan (shaf)!” Yang semacam ini tidak mengapa.

Adapun ceramah atau nasehat (seiring atau di antara shalat Tarawih), maka jangan. Sebab yang demikian bukanlah petunjuk Salaf. Akan tetapi, nasehat dapat disampaikan sekiranya memang ada kebutuhan untuk itu, atau selepas shalat Tarawih jika diinginkan. Namun, apabila diniatkan sebagai ta’abbud (ritual ibadah) maka terjatuh pada bid’ah. Dan, tanda hal tersebut dilakukan dengan niat ta’abbud adalah dengan melakukannya secara kontinu setiap malam.

Selanjutnya, kami katakan: Wahai Saudaraku, mengapa Anda memberi ceramah kepada manusia? Bukankah bisa jadi sebagian orang memiliki kesibukan dan ingin segera menyelesaikan shalat Tarawih, dan berpaling (bersama imam sampai akhir selesai sholat) untuk mendapatkan ucapan Nabi—shalaLlāhu ‘alaihi wa sallam: “Man qāma ma’al imām hatta yansharifa kutiba lahu qiyāmu lailah“ (Barangsiapa yang melakukan shalat [Tarawih] bersama imam sampai imam selesai dan berpaling maka dicatat baginya shalat semalam penuh).

Kalaupun Anda senang (memberi) ceramah dan setengah—bahkan 3/4—dari jama’ah pun senang dengan ceramah tersebut, maka janganlah ‘memenjarakan’ seperempat sisanya karena kecintaan 3/4 jama’ah tadi. Bukankah Rasulullah—shalaLlāhu ‘alaihi wa sallam—berkata, yang kurang lebihnya: “Idzā amma ahadukumun nās falyukhāffif fa inna min warā-ihi dhā`īf wal marīdh wa dzil hājah” (Jika seseorang dari kalian mengimami manusia, maka ringankanlah, sebab di belakangnya terdapat orang yang lemah, sakit atau memiliki keperluan).

Maksudnya, janganlah menyamakan kondisi manusia dengan kondisi dirimu atau mereka yang menyukai ceramah tersebut. Namun samakanlah manusia dengan hal-hal yang melegakan mereka. Shalatlah Tarawih bersama mereka. Selepas shalat, setelah Anda dan orang-orang berpaling dari shalat, maka silahkan Anda menyampaikan apa yang Anda sukai dari ceramah. Kita memohon kepada Allah agar menganugerahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat serta amal shalih. Berikan kabar gembira kepada mereka untuk menghadiri majelis tersebut. Sebab: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan permudah jalannya menuju surga.” Al-Hamdu liLlāhi Rabbil ‘ālamīn. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan seluruh sahabat beliau.

Demikian fatwa beliau, rahimahuLlāh rahmatan wāsi’ah.

NB: Bahan tulisan ini adalah dari http://www.salafyitb.wordpress.com dan dengan bantuan al-Akh al-Fādhil Abū ‘Umair—hafizhahuLlāh.
Sumber: http://tanyasyariah.wordpress.com/