Kultum Ramadhan Bid’ah?
Sebuah fatwa salafi. Ku kutib dari sumbernya pleg. Hanya dibuat paragraf-paragraf agar lebih mudah dicerna.
Kultum Ramadhan Bid’ah?
Pertanyaan:
Pada sebagian umat Islam, jika selesai salat tarawih, sebelum tarawih pasti ada kultum. Apa ada contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Apa itu bid’ah?
Jawab:
Namanya kultum atau nasihat, kapan saja boleh. Setelah tarawih, sebelum tarawih, sebelum salat witir. Ya, itu semua boleh. Kita memberikan nasihat ketika berkumpulnya mereka, tetapi jangan dianggap bahwa itu sesuatu yang wajib atau sesuatu yang syariat harus begitu, tidak.
Tidak diperintahkan pada waktu tertentu setelah tarawih. Tidak diperintahkan pada waktu tertentu sebelum tarawih. Tidak diperintahkan pada waktu tertentu sebelum witir. Nggak ada. Itu sekadar nasihat yang kapan saja boleh sehingga jangan sampai diyakini bahwa itu adalah sesuatu yang disyariatkan harus begitu.
Kalau khawatir dikira oleh masyarakat bahwa itu adalah sesuatu yang wajib, sesuatu syariat maka sesekali diliburkan. Iya. Lho, kok nggak ada kultum? Iya, libur. Kok bisa libur? Ya, karena memang tidak diwajibkan dan tidak ada perintah harus begitu. Nggak ada.
Atau diganti sesekali ba’da tarawih, sesekali sebelum tarawih, sesekali setelah salat tarawih sebelum witir, setelah kultum baru witir. Silakan. Na’am. Wallahu ta’ala a’lam.
(Pertanyaan dibaca dan dijawab oleh Al-Ustadz Muhammad Umar Sewed di Masjid Al-I’tisham Sudirman pada kajian Etika Sunnah)
.
Sumber: http://antosalafy.wordpress.com
Kalau dilihat jawabannya, maka itu berdasarkan logika (dalil aqli). Seharusnya logika/ jawaban yang sama layak diterapkan untuk perkara-perkara yang dituduhkan bid’ah sesat berikut (a.l.),
* Bid’ah perayaan malam khatam Al-Qurán.
* Bid’ah perayaan Nuzul Al-Qurán. .
* Bid’ah dzikir berjama’ah dengan suara keras disela-sela shalat tarawih.
* Ucapan muadzdzin sebelum memulai shalat tarawih atau disela-sela shalat tarawih: “Shalaatut taraawih rahimakumullah” .
* Melafalkan niat: “Nawaitu shauma ghadin….” untuk berpuasa yang biasa dibaca setelah sahur.
* dll
Sumber: Bid’ah-bid’ah Ramadhan (1) dan “Bid’ah-bid’ah Ramadhan (2)”
Selama tak da penjelasan yang memuaskan mengenai hal ini, maka yang terjadi adalah … fatwa Double Standard.
.
.
Fatwa laen, Ceramah Tarawih Setiap Malam adalah Bid’ah
Pertanyaan:
Bagaimana hukum ceramah atau nasehat yang disampaikan di antara atau di tengah-tengah shalat Tarawih secara kontinu?
.
Al-’Allāmah Ibn ‘Utsaimīn—rahimahuLlāh—menjawab:
Tidaklah mengapa sekiranya (imam) berdiri untuk dua raka’at selanjutnya lantas melihat ketidaklurusan atau celah dan kerenggangan pada shaf para makmum, kemudian ia berkata: “Luruskan dan rapatkan (shaf)!” Yang semacam ini tidak mengapa.
Adapun ceramah atau nasehat (seiring atau di antara shalat Tarawih), maka jangan. Sebab yang demikian bukanlah petunjuk Salaf. Akan tetapi, nasehat dapat disampaikan sekiranya memang ada kebutuhan untuk itu, atau selepas shalat Tarawih jika diinginkan. Namun, apabila diniatkan sebagai ta’abbud (ritual ibadah) maka terjatuh pada bid’ah. Dan, tanda hal tersebut dilakukan dengan niat ta’abbud adalah dengan melakukannya secara kontinu setiap malam.
Selanjutnya, kami katakan: Wahai Saudaraku, mengapa Anda memberi ceramah kepada manusia? Bukankah bisa jadi sebagian orang memiliki kesibukan dan ingin segera menyelesaikan shalat Tarawih, dan berpaling (bersama imam sampai akhir selesai sholat) untuk mendapatkan ucapan Nabi—shalaLlāhu ‘alaihi wa sallam: “Man qāma ma’al imām hatta yansharifa kutiba lahu qiyāmu lailah“ (Barangsiapa yang melakukan shalat [Tarawih] bersama imam sampai imam selesai dan berpaling maka dicatat baginya shalat semalam penuh).
Kalaupun Anda senang (memberi) ceramah dan setengah—bahkan 3/4—dari jama’ah pun senang dengan ceramah tersebut, maka janganlah ‘memenjarakan’ seperempat sisanya karena kecintaan 3/4 jama’ah tadi. Bukankah Rasulullah—shalaLlāhu ‘alaihi wa sallam—berkata, yang kurang lebihnya: “Idzā amma ahadukumun nās falyukhāffif fa inna min warā-ihi dhā`īf wal marīdh wa dzil hājah” (Jika seseorang dari kalian mengimami manusia, maka ringankanlah, sebab di belakangnya terdapat orang yang lemah, sakit atau memiliki keperluan).
Maksudnya, janganlah menyamakan kondisi manusia dengan kondisi dirimu atau mereka yang menyukai ceramah tersebut. Namun samakanlah manusia dengan hal-hal yang melegakan mereka. Shalatlah Tarawih bersama mereka. Selepas shalat, setelah Anda dan orang-orang berpaling dari shalat, maka silahkan Anda menyampaikan apa yang Anda sukai dari ceramah. Kita memohon kepada Allah agar menganugerahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat serta amal shalih. Berikan kabar gembira kepada mereka untuk menghadiri majelis tersebut. Sebab: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan permudah jalannya menuju surga.” Al-Hamdu liLlāhi Rabbil ‘ālamīn. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan seluruh sahabat beliau.
Demikian fatwa beliau, rahimahuLlāh rahmatan wāsi’ah.
NB: Bahan tulisan ini adalah dari http://www.salafyitb.wordpress.com dan dengan bantuan al-Akh al-Fādhil Abū ‘Umair—hafizhahuLlāh.
Sumber: http://tanyasyariah.wordpress.com/
Bismillah. Kalau antum jeli baca jawaban ustadz di atas, tentu bisa menghubungkan dengan dalil naqli, man ahdatsa fi amrina hadza maa laisa minhu fahuwa raddu. Seandainya ada yg mengatakan bahwa kultum ramadhan itu wajib dan mengikat waktu tertentu ya tentu harus mendatangkan dalil. Ya nggak?
“Tidak diperintahkan pada waktu tertentu setelah tarawih. Tidak diperintahkan pada waktu tertentu sebelum tarawih. Tidak diperintahkan pada waktu tertentu sebelum witir. Nggak ada. Itu sekadar nasihat yang kapan saja boleh sehingga jangan sampai diyakini bahwa itu adalah sesuatu yang disyariatkan harus begitu.”
–> Saya barusan mendapatkan fatwa syaikh Ibn Utsaimin. Kayaknya bertentangan. Bagaimana men-sinkronkannya?
Trs .. mestinya jawaban/ dalil yg sama berlaku untuk yg saya kotak-i. Tapi kok berlawanan juga. Bagaimana penjelasannya?
Kalau menurut saya, jawaban Syaikh Utsaimin -rahimahullah- dan ustadz Muhammad hafidhahullah -yg beliau adalah murid Syaikh Utsaimin- tidaklah bertentangan. Coba simak jawaban syaikh pada:
“…. Akan tetapi, nasehat dapat disampaikan sekiranya memang ada kebutuhan untuk itu, atau selepas shalat Tarawih jika diinginkan. Namun, apabila diniatkan sebagai ta’abbud (ritual ibadah) maka terjatuh pada bid’ah. Dan, tanda hal tersebut dilakukan dengan niat ta’abbud adalah dengan melakukannya secara kontinu setiap malam.”
Sama (maknanya) dengan jawaban ustadz, bukan. Coba baca kembali jawaban ustadz Muhammad.
Seperti yg ustadz bilang bahwa namanya kultum atau nasihat, kapan saja boleh…. dan seterusnya. Adapun masalah yang antum kotaki itu memang asalnya sudah tidak boleh atau tidak ada contohnya dari Nabi. Jadi, kaidahnya udah lain lagi.
–> Kalau menurutku sihh fatwa syaikh ibn Utsaimin sdh jelas … bid’ah. Karena realita-nya kultum diadakan kontinu setiap malam. Tapi aku tak taqlid padanya, jadi tak masalah.
Ok lah … ini masalahnya. Kl antum katakan kultum tak bid’ah, bukankah kultum n masalah yang saya kotaki itu (ambil satu contoh, peringatan nuzulul qur’an) sama-sama nasihat, kapan saja boleh …. serta asalnya tidak ada contohnya dari Nabi. Kenapa hasilnya beda? Kaidah apa lagi yg mesti dipakai?
Apakah yg kultum dibolehkan karena antum juga pakai, sedang yg peringatan nuzulul qur’an berstatus sesat karena antum tak suka/ tak pernah pakai? … Double standart dhong.
Saya kira letak kebingungan antum adalah menempatkan sesuatu di atas logika atau penalaran atau perasaan semata. Seandainya menimbang segala sesuatu berdarkan kitab wa sunnah, tentu keadaannya akan lebih baik.
Kaidahnya adalah seperti yang para imam ahlus sunnah pegangi, yakni Ibadah itu pada asalnya terlarang (tidak boleh dikerjakan). Maksudnya, tidak boleh menetapkan satu ibadah, kecuali apa yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kultum itu adalah nasihat, jadi nasihat itu kapan saja boleh dan tidak terikat waktu. Allahu ta’ala memberi nasihat, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberi nasihat, para sahabat memberi nasihat, dan para ulama memberi nasihat. Jadi, nasihat itu disyariatkan.
Berbeda dengan peringatan Nuzulul Qur’an, peringatan maulid nabi, peringatan ulang tahun, dan peringatan2 bid’ah lainnya. Dia dikatakan bid’ah karena tidak ada contohnya dari Nabi, tidak pula dikerjakan oleh para sahabat, tabi’in, dan para ulama. Dan peringatan nuzulul qur’an itu bukan nasihat, tapi itu bid’ah yang tidak ada contohnya dari Nabi. Tidak dimungkiri di dalam peringatan2 tersebut ada ceramah, tapi ceramah2 tersebut berdiri di atas kebid’ahan. Jadinya adalah kebid’ahan. Saya tekankan sekali lagi bahwa landasannya adalah dalil. Jadi, bukan logika-logikaan doang.
Saya ndak berpatokan pada “menurut saya suka ya dilaksanakan” atau “menurut saya kurang sreg ya saya tinggalkan”, bukan itu. Tapi kita dituntunkan untuk beramal sesuai dalil dari kitabullah dan sunnah berdsarkan pemahaman salaful ummah. Insya Allah antum paham dan tidak berprasangka jelek dengan mengatakan “standar ganda”.
–> Tampaknya anda menyamakan antara kultum dengan nasehat. Padahal berbeda. Sejak awal di bagian pertanyaan sudah disebutkan,
Jadi kultum adalah ceramah di seputar shalat tarawih. Tak lebih dari itu. Kultum isinya nasehat,.. itu benar. Tapi nasehat tak selalu kultum. Pengajian pun nasehat, liqo’ pun nasehat. dll. Dari sini pula, peringatan nuzulul qur’an pun isinya nasehat. Cobalah hadir di peringatan nuzulul qur’an (atau melihat dari TV, atau mendengar dari radio) .. isinya adalah nasehat sebagaimana kultum.
Jadi kalau kultum boleh, seharusnya nuzulul qur’an pun boleh. Keduanya nasehat.
Jika anda jawab .. ohh tidak. Nuzulul qur’an tidak ada contohnya dari Nabi. OK … kultum pun demikian, tidak ada contoh Nabi ceramah di seputaran tarawih.
Keduanya itu identik, kegiatannya sama, isinya pun sama (nasehat), hanya beda nama dan beda waktunya (bahkan waktunya pun kadang disamakan). Namun ku tak paham .. yg satu boleh, yg lain sesat. Jika tak ingin disebut standar ganda, maka jelaskan apa yg menyebabkan keduanya berbeda status?
Orang2 yg ngaku2 salafy itu dimana-mana ya begitu,klo dia ngelakuin dan menghakimi susuatu ya karepe dewek,ga ada yg bid’ah.Tapi kalo yg lain ngelakuin pasti dibid’ahin.Aneh dan ga logis pisan…Saya juga punya kitab “FATAWA MIN ULAMA BALADIL HARAM” ya begitu itu,banyak yang ngejualin dalil,baik qur’an maupun hadits tapi tafsirannya sekarepe wudele dewek.Saya skrg masih tinggal di tim-teng dah 5 tahun..semakin mumet kalo baca buku-buku mereka…Perasaan saya islam akan makin hancur dan tak lagi menjadi sebuah agama yang membawa rahmat.Nilai-nilainya semakin pudar dikikis wahaby/salafy..
Jika mereka benar-benar konsekuen “berdiri tegak diatas sunnah” (ini biasa slogan kosong mereka)..pasti mereka sadar bahwa selama ini mereka banyak menyalahi sunah dan prilaku salafussoleh yang mulia itu..
Assalamu’alaikum Gus!
Agama itu nasehat.Bid’ah muncul semenjak Ali bin Abu Thalib dan Mu’awiyah, itu waktu yang cukup lama.Dalam kehidupan sekarang terjadi kontroversial. Yang takut bid’ah over protec, sedang yang gak takut keblablasan.Yang baik adalah pertengahannya.
Ketika Rasulullah Saw. bersabda ” cabang iman itu ada 72, yang terberat adalah kalimah Lailha illallah, dan yang paling ringan adalah menyingkirkan duri di jalan”.Yang takut bid’ah tidak mau menyingkirkan paku di jalan, yang tidak takut bid’ah menyiram jalan dengan bunga setaman di tengah jalan agar terhindar dari kesialan.
ngomong opoo aku iki?,jadi intinya menanamkan rasa solidaritas sesama muslim itu lebih penting dari berbantah-bantahan.
Wallahu a’lam.
–> Wa’alaikum salam wrwb. Tenang mas anam .. kami tak sedang berbantahan. Justru kami sedang menanyakan standar ukuran (dalil) yg dipakai oleh salafi untuk menghukumi suatu perkara kapan dikatakan bid’ah dan kapan boleh. Karena kini ku lihat ada Double Standard dalam berfatwa.
Jika anda mempunyai info mengenai hal tsb .. sila tulis di sini.
yang penting inti dari kultum nya
Assalamu’alaikum Mas !
Kadang kita sering salah mengartikan kata “kullu”.Kalau kita menganggap Kullu dalam “kuluu bid’atin dholalah ” sesuai konteks /Mantuq, maka hasilnya ya semua bid’ah sesat.Hasilnya adalah over protect.Coba dengan mafhum yang baik.
Bagaimana dengan ” kuluu nafsin dzaiqatul mauut”, apakah Allah juga mati? karena Allah bersifat “hayat”. Nauzubillahimindzalik.
Jadi pada intinya semua itu tergantung pada niatnya.Sebagai contoh: mengapa Utsman ra mengumandangkan adzan 2x dalam jum’at;mengapa Umar bin Khattab ra menganjurkan solat tarawih secara berjama’ah secara kontinyu.Itu semua ada tujuan masing-masing.Hati-hati dalam mengeluarkan FATWA BID’AH,karena antum bisa menandingi kekuasann Allah.Kita semua hanya berikhtiar agar mendapat ridha dari-Nya.Penjelasan tentang Bid’ah oleh imam Satibi layak dibaca agar kita bisa berfikir lebih jernih dan tidak gampang mengeluarkan fatwah.
Permulaan Al-Quran memang diturunkan di bulan ramadlon sesuai surat al-baqoroh 187. Kalau kita mau memperingati Nuzulul Qur’an dengan tujuan menanamkan hidup yang Qurani mengapa tidak boleh, karena pada masa sekarang banyak yang gak ngerti makna dan isi Al-quran.Jadi momen apa yang kita inginkan?
Sekian aja mas sumbangannya, mau persiapan ngajar nih.
Wallahu a’lam.
assalamualaikum.Maaf saya tdk setuju dgn “kullu nafsin” adalah hayat tapi itu”setiap kamu”.Ohya Allah SAW memang hidup tapi ada pengecualiannya(taksis) Dia hidup lagi “berdiri sendiri ” . Jadi jangan pake istrilah hidup bagi Allah SWT karena Dia kekal..Alquraan harap jgn ditafsir/diterjemah secara begitu sederhana beginilah jadinya kita muslim. Kembali soal bid’ah .Kullu bidahtin dalalah. Semua bid’ah adalah sesat.Bid’ah adalah yg baru yg tida ada sebelumnya, maka Allah SWT adalah membuat yg bahru maka apakah jadinya ini bid’ah ? tentu tidak kerna yg bid’ah adalah maksudnya dalam urusan ibadah..Mana yg ibadah nah itulah dia apa2 yg telah diperintahkan kerna ibadah ada kafiat dan tata cara tertentu.Kalau suatu amalan dibuat dgn bersandar kepada seolah olah itu ibadah APAKAH RUTIN ATAU TIDAK MAKA JADILAH DIA BID’AH…misalnya membaca Alquraan sambil menari walau hanya sekali dia berbuat tetap hukumnya bid’ah .Yg mengatakan ada bid’ah wajib,sunat makruh dan sebagainya tidak ada dalilnya.
Sebetulnya semua ibadah2 yg telah pernah dicontoh/diperintah oleh AllahSWT dan Rasulnya itu sudah cukup, mau bagaimana lagi,Solat tahjud tiap malam ,solat sunat rawatib,puasa dan macam2 lagi sebegitu banyak kalau diamalkan sesuai sunahnya sudah memadai maka tak usah kita buat ibadah baru seolah olah Rasul ada kelupaan toh Islam itu sudah sempurna .Kerna merasa belum hebat atau supaya dianggap ahli dengan dalil siapa yg membuat amalan baru dapat pahala maka ini salah kaprah kerna amalan baru yg dimaksud adalah urusan dunia.Adalah begitu bijak seorang Rasul dalam membuat tuntunan kerna kalau semua yg baru bid’ah(ya pikiran orang bodoh) maka membuat pesawat bidah, ilmu pengetahuan bidah dan semuanya jadi bidah jadi apa ini apa tidak runyam? Marilah kita telusuri hati kjita yg dalam yg sambil ingat kembali Firman Allah SWT bahwa “tidak kujadikan dalam agama in i kesulitan bagi kamu”. Kitalah yg membuat sulit .
Jika anda ingin mengetahui bahwa bumi ini bulat, maka keluarlah sejenak dari orbit bumi(dg pswt ulang alik),maka anda akan melihat bumi ini bulat bukan sebagai hamparan.Dan jika anda ingin melihat kebenaran dalam Islam, maka keluarlah sejenak dari ikatan organisasi,bendera-bendera,mazhap-mazhab,antipati wahabi, antipati salafi, antipati nahdiyin, dll.Niscaya anda akan menemukan kebenaran.
INGAT “la tahtaqi manduunaka, falikulli maziyah”
Wassalam
anam from centre borneo
yang justru penting adalah bahwa kita sebisa mungkin ikut sholat tarawih…tentang kultum tentunya untuk kebaikan tak perlulah kita berdebat terlalu panjang..cause untuk menjadi baik kita perlu nasehat juga arahan dari orang lain yang lebih pinter..menjadi celaka ketika pemberi materi kultum adalah orang-orang yangv hanya bisa omong doank..mending materinya bagus kadang justru sekedarnya aja..ada ketua rt memberi materi kultum ada mantan pejabat memberi kultum materinya..dangkal banget
–> Saya tak menyangkal kultum. Saya hanya menggugat ketidak adilan para salafiyun/ wahabiyun dalam berfatwa.
mengumandangkan sahur-sahur-sahur sekarang menunjukkan jam 02.30 wib juga di anggap bid’ah
–> Mas .. ini mengingatkan saya waktu kecil duluuu se-masih di desa, di mana tak semua keluarga (rumah) punya jam. Ada umat yg menggantungkan sepenuhnya informasi sahurnya dari masjid. Untuk itulah kami tanyakan standar ukuran (dalil) salafi/ wahabi dalam membid’ah (sesat)kan suatu perkara.
Bid’ah itu kalau kita menganggap ada tuntunannya dari Rasul, kalo ngga menganggap begitu berarti ga bid’ah kan. Kasian juga kalau dianggap bid’ah.
Setuju dengan Anam. Menurutku, pelabelan bid’ah itu ga bisa diumbar seperti kacang goreng, karena konsekuensi umat Islam yg dicap bid’ah adalah masuk neraka, alias tidak selamat di akhirat. Masa gara2 memperingati NuzululQur’an aja masuk neraka. Yang ada itu disebut khilafiyah, yang mana merupakan rahmat bagi umat Islam sendiri. Nah bagaimana kita menyikapi beda pendapat itu, terserah… kalau saya sih menyikapinya bahwa ada pendapat KUAT dan LEMAH, bukan pendapat BENAR dan SALAH (bid’ah). Kita merasa PALING BENAR boleh tapi kalau merasa BENAR SENDIRI itu ngaco…!
Selamat Menjalankan Ibadah Ramadhan deh, Mas. Sekalian salam kenal juga….
–> Salam kenal juga ..
Mudah Amat Menyatakan Bid’ah
Apabila umat Islam dalam melangkah serba bid’ah, maka umat Islam akan terbelakang, tidak bisa membuat kreasi, inovasi dan lian-lain dalam menyikapi kehidupan di dunia ini. Kalau demikian halnya maka dalam Islam tidak ada suruhan untuk berbuat ijtihad. Padahal Ijtihad kunci kreatifitas ummat dalam meraih kejayaan baik dalam bidang teknologi atau ilmu2 yang lainnya.
Kata Bid’ah adalah penilaian terhadap seseorang yang berbuat masalah peribadatan yang telah kelewat batas ajaran agama, artinya pada perbuatan tersebut mengtandung madhorot, mafsadat sehingga yang berbuat disebutnya adalah ahlul bida’. Dan mereka adalah orang-orang yang tersesat. Bagaimana bisa dinyatakan tersesat terhadap Kultum ba’da Qiyamullailm. yang di dalamnya tausiah-tausiah, mengajak kepada kebaikan, meninggalkan kemungkaran? oleh karena itu saya sering bertanaya-apakah ini sensasi, atau ingin cari popularits dengan berfikir secara ekstrim, agar dikenal orang. Boleh berlawanan kalau memang harus dilawan. Sekali lagi para pembaca jangan cepat-cepat emosi, apa lagi sampai mengintimidasi. Lihat siapa yeng menulis apakah ia memiliki kompetensi atau tidak. Hal ini tidak ada salahnya pabila kita mengadakan kritik intern atau kritik ekstern
Terima kasih
Judin Slarang Kidul Kec. Lebaksiu Kab Tegal
–> Setuju mas … maka dari itulah artikel ini ditampilkan. Pertama, kami gugat ttg alangkah mudahnya vonis bid’ah (sesat) diberikan (lihat link Bid’ah-bid’ah Ramadhan di atas).
Kedua, ukuran yg berubah-ubah, STANDAR GANDA. Ketika mereka kenal dgn baik, dan memakainya .. maka bukan bid’ah, tapi ketika mereka tak mengakrabi-nya, maka statusnya berubah jadi bid’ah sesat. Kasus antara kultum dan peringatan nuzulul qur’an adalah contoh nyata. (Bahkan kultum divonis ke arah bid’ah oleh syaikh, yg tampaknya di negara-nya tak da kultum)
wahai saudara2 ku semua janganlah kalian saling menyalah kan satu sama yg lain …berfikirlah secara arif dan bijaksana…..kalau kalian saling mengaku saya,kami yang benar…boleh jadi semua tak ada yg benar…mintalah petunjuk alloh dan rosul mana yg benar ini….sadar lah wahai saudaraku kita udah 14 abad di tinggalkan nabi…besatulah supaya kita kuat…salam quantum rozi pekanbaru
Mas, saya termasuk orang awam dalam hal ilmu agama. Tetapi setahu yang saya baca, setiap amalan itu diterima bila niat dan tata caranya sesuai.
melihat dari kultum dan peringatan nuzulul quran…
niat kultum adalah benar sebagai nasihat, sedang pelaksanaannya benar atau tidak dilihat dulu tatacaranya dimasing-masing tempat.
Sedang, untuk peringatan nuzulul quran, sebelum tatacara pelaksanaan, niatnya saja sudah tidak sesuai … Sepaham saya, islam tidak mengenal acara peringatan-peringatan …
mohon maklum pendapat saya .. terima kasih …
–> sama-sama. Bukankah kultum itu pada hakekatnya juga merupakan peringatan .. peringatan adanya bulan ramadhan. Mengenai niat, maka Allah swt akan menerima jika diniatkan untuk berhijrah pada-Nya, termasuk mengadakan kultum, termasuk mengadakan nuzulul qur’an, termasuk yang lain-lain.
Wallahu a’lam.
Masjid Saya pernah ngundang penceramah untuk sholat terawih dari penceramah alirah “salafi” dia membalas undangan dengan dalil yang panjang yang intinya tidak bersedia karena takut itu merupakan perbuatan bid’ah.
baru tahu aku..kenapa sampai acara nasehat di antara shalat terawih dikatakan bid’ah. Mereka yang tiap minggu berkumpul di suatu tempat untuk memberi nasehat juga bukan bid’ah kan?padahal jam dan tempat tertentu sepanjang tahun..
bukannya bid’ah itu bila menyangkut ibadah khas saja? wallohua’lam. ma’lum baru belajar agama nih aku.
Assalamu’alaikum
Jawaban Syaikh Utsaimin -rahimahullah- dan ustadz Muhammad hafidhahullah tidaklah bertentangan. coba kita perhatikan pertanyaan dan jawaban masing2 antara Syaikh Utsaimin -rahimahullah- dan ustadz Muhammad hafidhahullah.
1. Menurut Syaikh Utsaimin -rahimahullah- ceramah atau nasehat (seiring atau di antara shalat Tarawih), maka jangan. Sebab yang demikian bukanlah petunjuk Salaf. Akan tetapi, nasehat dapat disampaikan sekiranya memang ada kebutuhan untuk itu, atau selepas shalat Tarawih jika diinginkan. Namun, apabila diniatkan sebagai ta’abbud (ritual ibadah) maka terjatuh pada bid’ah. Dan, tanda hal tersebut dilakukan dengan niat ta’abbud adalah dengan melakukannya secara kontinu setiap malam.
Jawaban Syaikh Utsaimin -rahimahullah- tersebut adalah untuk kultum yang dilakukan diantara sholat Tarawih dan yang dilakukan setelah sholat Tarawih :
– Jika kultum dilakukan diantara shalat Tarawih maka tidak diperbolehkan karena diantara jama’ah mungkin ada orang yang lemah, sakit atau memiliki keperluan, padahal jama’ah tersebut ingin mendapatkan ucapan Rasulullah—shalaLlāhu ‘alaihi wa sallam :“Man qāma ma’al imām hatta yansharifa kutiba lahu qiyāmu lailah“ (Barangsiapa yang melakukan shalat [Tarawih] bersama imam sampai imam selesai dan berpaling maka dicatat baginya shalat semalam penuh).
– Jika kultum dilakukan setelah shalat Tarawih, hal tersebut diperbolehkan jika memang ada kebutuhan dan tidak kontinu setiap malam.
2. Jawaban ustadz Muhammad hafidhahullah adalah untuk kultum yang dilakukan setelah sholat Tarawih. Dan jawaban tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan jawaban Syaikh Utsaimin -rahimahullah
Wallahu ta’ala a’lam
Wassalamu’alaikum
sampai saking takutnya bid’ah di Papua orang salafi melarang anaknya sekolah di negeri, dan di kurung di rumah tdk boleh keluar, sehingga jika ada orang lewat di samping rumahnya seolah-olah melihat orang itu udik, asing n aneh, sungguh kasihan anak itu.
Yang jelas maksud bid’ah disini adalah dalam bidang ibadah.Kan konyol kalo semua yang baru dicap bid’ah.Dulu naik haji pake unta nah sekarang naik pesawat atau bus apa ini bid’ah.Apakah ada unsur ibadah yg bertambah disini.?dulu tawaf 7 kali nah ada yg buat 8 kali itu asli bidah.Bagaimana kita dapat menjalankan ibadah dgn fasilitasnya maka fasilitas itu bukan bid’ah.Membuku Alquran bukan bidah kerna memang sudah dibuku dalam kulit2 hewan dan dalam otak para sahabat , tapi sekarang dibuku pake kertas HVS namun tidak satupun ayat bertambah kerna pake kertas HVS. Maka kertas HVS adalah fasiltas.Dulu azan pake mulut tapi sekarang tambah MIC maka MIC adalah fasilitas sedangkan bacaan azan tetap seperti dulu.
Tapi Tahlilan dgn ayat tertentu secara kontinu jelas menganggap Rasulullah “masih kurang” sunahnya padahal ada cara lain sesuai ajaran Rasul.Ini semua contoh sederhana.Kenapa kita selalu bicara Mazhab kalo memang dalil dari Alquraan+hadist sudah ada.Rasul dulu memang ada membenarkan ittijihad para sahabat dan beliau seutuju tapi sekarang kita buat ittijihad baru sedang Rasul sudah tiada lantas siapa yg yg berhak membenarkan ittijihad itu? Sunnah sudah cukup maka tidak ada yg baru lagi kalo boleh bikin baru maka kita telah menganggap Islam belum sempurna, ini sangat bahaya.
–> Komentar anda di luar topik. Ok lah .. bukankah kita diperintahkan memperbanyak dzikir? Bukankah tahlilan itu memperbanyak dzikir. Sedangkan kalimat dzikir yang dibaca saat tahlilan itu semua ada dalilnya. Kalau itu masuk bid’ah .. terus bagaimana anda mengamalkan perintah memperbanyak dzikir tersebut? Kapan, di mana, caranya?
Kembali ke topik .. ceramah agama (kultum) itu ibadah atau bukan? Jika anda menjawab bukan, maka tampak sekali kedangkalan anda. Jika iyaa (ibadah), maka anda telah melakukan bid’ah ketika mengikutinya, karena anda menambah ibadah (sesudah shalat) yg tak ada perintahnya. Sunnah sudah cukup maka tidak ada yg baru lagi kalo boleh bikin baru maka kita telah menganggap Islam belum sempurna, ini sangat bahaya.
Ini adalah aqidah/definisi anda sendiri .. bukan aqidah kami.
maaf kl tak berkenan.
dah lah, lebih baik mengajak yg lg pada nongkrong utk tRwih…