Burung Kakatua Kita Hampir Punah

Bangsa kita ini memang (ada) perasaan tak bersyukur. Kekayaan alam yang melimpah ruah di seantero negeri hanya dibuang eceran. Diburu, ditembak, dijual, diselundupkan, dll. Ada yang terbunuh tanpa makna.

Sungguh ini adalah perusakan alam. Bukankah kita dilarang untuk membuat kerusakan di muka bumi.

cockatoo-mollucan

Ingatlah .. suatu saat kekayaan alam kita bisa saja diangkat oleh Yang Maha Memberi.

Perburuan Liar Ancam Populasi Kakatua Seram

Minggu, 4 Januari 2009 | 07:34 WIB

MASOHI, MINGGU – Populasi burung kakatua Seram (Cacatua moluccensis) di Taman Nasional Manusela terus menurun akibat perburuan liar. Satwa endemik di Pulau Seram, Provinsi Maluku itu diperkirakan tinggal 400 ekor dari 1.000 ekor pada akhir 1990-an. Kakatua berbulu putih dengan jambul oranye ini dijual ke Ambon, Bali dan Jakarta.

Perburuan liar juga mengancam satwa liar lainnya seperti nuri raja ( Alisterus amboinensis), nuri kepala hitam (Lorius domicella), rusa ( Cervus timorensis moluccensis) dan kasuari (Casuarius casuarius).

Supriyanto, Kepala Balai Taman Nasional Manusela menjelaskan, perburuan liar merupakan ancaman utama bagi kakatua Seram. Para pemburu sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi. Mereka menggunakan alat-alat berburu tradisional seperti jerat dan jebakan burung. “Perburuan kakatua masih banyak dilakukan di desa-desa terpencil. Para pemburu biasanya berjalan kaki 3 hingga 4 hari untuk berburu,” ujar Supriyanto.

Berdasarkan penelusuran di Ambon, kakatua Seram biasa dijual sekitar Rp 500 ribu per ekor. Kakatua dibawa ke Ambon dengan menumpang kapal-kapal pelayaran rakyat yang sandar di pe labuhan Slamet Riyadi. Pengawasan terhadap perdagangan satwa liar di Ambon oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam masih sangat longgar. Masyarakat leluasa membawa satwa dilindungi itu tanpa halangan petugas.

Perburuan liar, lanjut Supriyanto, terus menurunkan populasi burung endemik Pulau Seram itu. Saat ini, hanya ada sekitar 400 ekor kakatua Seram yang tersebar di Sawai, Masihulan dan Wahai. Populasi di sekitar lokasi ekowisata Teluk Sawai dan Masihulan diperkirakan sekitar 100 ekor.

Populasi kakatua di lokasi itu relatif terjaga karena ada Pusat Rehabilitasi Satwa (PRS) yang melibatkan peran masyarakat lokal. Satwa liar yang berhasil diselamatkan dari perburuan maupun perdagangan liar direhabilitasi di PRS sebelum dilepas ke habitat aslinya.

PRS, lanjut Supriyanto, mempekerjakan para mantan pemburu satwa sebagai karyawan. Mereka kini menjadi pelindungi hutan yang menjadi habitat satwa liar. Kegiatan itu mampu menekan perburuan satwa liar yang sempat marak di Sawai dan Masihulan. Masyarakat di sekitar Sawai dan Masihulan juga dibina untuk mengelola desa ekowisata.

Kegiatan andalan adalah pengamatan burung dari menara setinggi 25 meter, pendakian, penelusuran goa dan menyelam. Di teluk Sawai yang jernih dengan terumbu karang yang indah juga ada penginapan terapung untuk para wisatawan.

“Kita berusaha mengembangan ekowisata ini supaya masyarakat memperoleh penghasilan sehingga meninggalkan perburuan satwa l iar. Saat ini, kunjungan wisata masih sedikit, sekitar 150 turis asing setiap tahun,” ujar Supriyanto.

Taman Nasional Manusela ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 281/Kpts-IV/1997. Kawasan konservasi seluas 189.000 hektar ini merupakan gabungan Cagar Alam Wai Nua dan Cagar Alam Wai Mual. Taman nasional ini memiliki keanekaragaman hayati 241 jenis pohon, 120 jenis paku-pakuan, 100 jenis lumut, 96 jenis anggrek, 196 jenis aves, 24 mamalia, 200 jenis kumbang, 90 jenis kupu-kupu 46 jenis reptil , 19 jenis ikan air tawar dan 8 jenis ampibi.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/04/07345237/Perburuan.Liar.Ancam.Populasi.Kakatua.Seram.

.

Ribuan Nuri dan Kakatua Diselundupkan ke Filipina

Kamis, 22 Mei 2008 | 17:16 WIB

JAKARTA, KAMIS – Setiap tahun, sekitar 10.000 ekor burung langka jenis paruh bengkok, antara lain nuri dan kakatua, diselundupkan ke Filipina. Burung-burung tersebut diduga ditangkap dari kawasan Halmahera Utara dan Sulawesi Utara, Provinsi Maluku Utara.

“Sekitar 41 persen burung yang ditangkap dari Halmahera diselundupkan ke Filipina lewat perdagangan di tengah laut, dengan perahu nelayan dan kapal boat pribadi,” kata R Tri Prayudhi, seorang penggiat LSM lingkungan ProFauna Indonesia di Jakarta, Kamis (22/5) siang. Data tersebut diungkapkan dalam laporan investigasi terbaru berjudul “Pirated Parrot”, yang menginvestigasi perdagangan burung paruh bengkok di Kepulauan Talaud, Halmahera Utara, dan Filipina pada periode Juni-September 2007.

Menurut temuan ProFauna, burung-burung paruh bengkok Indonesia terutama yang berasal dari Pulau Halmahera, Maluku Utara, banyak diselundupkan ke Filipina lewat pelabuhan di Desa Pelita, Kecamatan Galela, Halmahera Utara. Jenis burung yang paling sering diselundupkan ke Filipina yakni kakatua putih (Cacatua alba), kesturi Ternate (Lorius garrulus), bayan (Eclectus roratus), dan nuri kalung ungu (Eos squamata).

“Penyelundupan burung paruh bengkok ke Filipina ini melanggar ketentuan CITES (Konvensi Internasional tentang Perdagangan Spesies Terancam Punah), yang telah diratifikasi Indonesia sejak 1978,” katanya. Semua jenis burung paruh bengkok adalah spesies yang termasuk dalam appendix II, yang boleh diperdagangkan asalkan spesies itu hasil penangkaran alias bukan hasil tangkapan langsung dari alam.

Pada kenyataannya, penangkapan masih saja terjadi, dan Departemen Kehutanan pun masih mengizinkan kuota tangkap. ProFauna mencatat, di tingkat penangkap, burung bayan dihargai Rp60.000 per ekor. Saat dijual di Surabaya, harganya menjadi Rp600.000, dan ketika sampai di Filipina dijual dengan harga Rp1 juta.

“Bila kita hitung 10.000 burung diselundupkan ke Filipina semua dengan harga 1 juta rupiah, maka negara Indonesia dirugikan 10 miliar rupiah per tahun,” kata Tri.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/22/17160273/ribuan.nuri.dan.kakatua.diselundupkan.ke.filipina

.

Populasi Kakatua Putih Terancam Punah

Selasa, 8 April 2008 | 21:47 WIB

TERNATE, SELASA – Maraknya perdagangan Burung Kakatua Putih (Cacatua alba) mengancam kelestarian burung endemik Provinsi Maluku Utara itu. Sejak tahun 2002, sedikitnya 3.300 ekor Kakatua Putih yang ditangkap dari habitan liarnya di Pulau Halmahera untuk diperdagangkan. Kakatua Putih diperdagangkan di sejumlah pasar burung di Jakarta, Surabaya, dan Filipina.

Hal itu disampaikan Parrot Campaign Officer ProFauna Indonesia, R Tri Prayudhi, dalam Rapat Kerja Upaya Perlindungan Burung Kakatua Putih di Ternate, Selasa (8/4). “Selain terancam punah karena maraknya perdagangan satwa liar, Kakatua Putih juga terancam oleh degradasi hutan hutan. Baik pembukaan hutan untuk pertanian maupun kegiatan pertambangan,” kata Tri.

Kakatua Putih adalah burung endemik, hanya ditemukan di Pulau Halmahera, Bacan, Ternate, Tidore, Kasiruta, dan Mandiole. Menurut Tri, pada 1980 luasan hutan di keenam pulau tersebut masih 90 persen dari luas daratannya.
“Saat ini, luasan hutan tinggal 59 persen dari total luas daratan. Jumlah populasi total Kakatua Putih di keenam pulau itu pada tahun 1992 diperkirakan antara 42.545 – 183.129 ekor,” kata Tri.

Selain menjadi habitat Kakatua Putih, Maluku Utara juga menjadi habitat dari sejumlah burung paruh bengkok yang sebarannya terbatas. Burung paruh bengkok yang sebarannya terbatas dan memiliki habitat di Maluku Utara itu antara lain Nuri Kalung Ungu (Eos squamata), Bayan (Eclectus roratus), dan Kasturi Ternate (Lorius garulus).
Perburuan untuk perdagangan Kakatua Putih, Nuri Kalung Ungu, Bayan, dan Kasturi Ternate paling marak terjadi di Kabupaten Halmahera Utara.

“Di Tobelo, Halmahera Utara, terdapat penampung burung paruh bengkok yang ditangkap dengan jaring atau getah. Setelah ditangkap, Kakatua Putih biasanya dicuci dengan sabun detergen, sehingga bulunya benar-benar putih. Setelah itu diperdagangkan,” kata Tri.

Dari investigasi perdagangan satwa liar ProFauna dan RSPCA pada tahun 2007, ditemukan 9.760 burung paruh bengkok yang diperdagangkan di Jakarta, Surabaya, dan Filiphina. “Di Jakarta, burung paruh bengkok diperdagangkan di Pasar Burung Pramuka, Pasar Burung Barito, dan Pasar Burung Jatinegara. Di Surabaya burung paruh bengkok diperdagangkan di Pasar Turi, Pasar Bratang, dan Pasar Kupang. Sekitar 4.000 burung paruh bengkok diperdagangkan ke Filipina, dibawa keluar Indonesia melalui Tobelo dan Sanger,” kata Tri.

Dari investasi yang sama, diketahui bahwa permintaan Kakatua Putih di sejumlah pasar burung di Jawa dan Bali semakin meningkat. “Pada tahun 2006, permintaan burung Kakatua Putih hanya mencapai 108 ekor. Tahun 2007, jumlah permintaan burung di pasar yang sama naik menjadi 120 ekor. Kuota penangkapan Kakatua Putih yang ditetapkan pemerintah tidak efektif, sementara permintaan pasar terus meningkat. Itu mengapa Kakatua Putih harus ditetapkan sebagai satwa dilindungi,” kata Tri.

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Khairun Ternate, Ir Suryati Tjokrodiningrat MSi, berpendapat perburuan Kakatua Putih terjadi karena ada permintaan dari pasar. “Pemerintah pernah menetapkan kuota penangkapan 10 ekor indukan untuk penangkaran, akan tetapi perburuan tetap terjadi. Jika perburuan liar tetap terjadi, berarti penangkaran gagal.

Jika burung itu bisa ditangkarkan oleh masyarakat, tentunya ini justru bisa menjadi potensi pendapatan bagi masyarakat yang mau menangkarkannya. Selama persoalan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat tidak terjawab, maka permintaan pasar akan Kakatua Putih pasti memicu perburuan liar,” kata Suryati.
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga peneliti burung pemangsa, Dewi M Prawiradilaga, menjelaskan untuk bisa ditetapkan sebagai satwa dilindungi harus ada penelitian yang lebih baru untuk membuktikan keterancaman Kakatua Putih.

“Penetapan Kakatua Putih sebagai satwa dilindungi bukan satu-satunya cara untuk menyelamatkan populasi Kakatua Putih. Dan dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat harus diperhitungkan sebelum menetapkan Kakatua Putih sebagai satwa dilindungi,” kata Dewi. Head of Communication & Institutional Development Burung Indonesia, Ria Saryanthi, menjelaskan Burung Indonesia merencanakan pencacahan populasi Kakatua Putih di Maluku Utara pada 2008. “Diharapkan, pada akhir 2008 kita sudah bisa memiliki data terbaru populasi Kakatua Putih,” kata Ria.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/04/08/21471777/populasi.kakatua.putih.terancam.punah

.

Foto diambil dari: http://www.birdslover.com/vboard_talkotherbirds/board.php?id=463&use_file=view