Berdzikir sambil membayangkan sesuatu
Tanya:
mohon maaf sebelumnya habib guru saya bertanya..
Habib Munzir semoga selalu dimuliakan dan dirahmati ALLOH S.W.T
saya mau bertanya apakah boleh dalam berdzikir membayangkan wajah ataupun wujud guru ataupun sambil melihat foto guru?
kalau boleh mohon penjelasannya, dan sebaiknya motifasi apa yg harus saya tanamkan dalam hati.
terima kasih sebelumnya habib guru yang saya hormati.
Jawab:
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan, hal itu diperbolehkan selama tujuannya adalah mencapai kekhusyuan pada Allah swt, sebagaimana kita melihat gunung, laut, langit dan ciptaan Allah swt yg membuat kita bisa makin khusyu pada Allah swt.
Rasul saw bersabda : Maukah kuberitahukan pada kalian orang orang termulia diantara kalian?, mereka adalah yg jika dipandang wajahnya membuat kalian ingat pada Allah. (HR Imam Bukhari pada adabul mufrad).
jelas sudah wajah para shalihin dapat membuat kita ingat pada Allah, maka boleh mengingat wajah mereka, atau melihat fotonya, selama yg kita inginkan adalah dekat pada Allah swt dan khusyu, sebagaimana kita juga boleh membayangkan ombak dilautan, atau langit yg penuh bintang, atau kuburan dll agar kita khusyu pada Allah swt.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,
Wallahu a’lam
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=7&id=21952#21952
.
Sebuah catatan,
Rasul saw menemui seorang wanita yg sedang bertasbih dengan batu batu, maka Rasul saw berkata : sedang apa engkau?, maka wanita itu berkata : aku menggunakan batu batu ini untuk bertasbih, maka Rasul saw bersabda : maukah kau kuajari hal yg lebih baik daripada itu dan lebih mudah?, bacalah ?subhanallah adada khalaqa fissamaa?, subhanallah adada maa fil ardhi, ?.dst (HR Imam Hakim dalam Almustadrak alasshahihain, Tirmidzi, Abu Dawud dll).
Benarkah Melihat Wajah Seorang Ulama adalah Ibadah?
Posted on 21 April 2012
SUMBER HADIS
Hadis melihat wajah seorang alim sebagai ibadah bisa dikatakan hadis masyhur, khususnya di kalangan para pelajar yang menuntut ilmu di institusi pendidikan Islam tradisional. Di Indonesia terkenal dengan pesantren salaf. Tak terkecuali masyarakat awam pun banyak yang mengetahui hadis tersebut. Kendati demikian, bukan berarti hadis tersebut serta-merta shahih. Untuk mengetahuinya maka kita perlu mencari hadis tersebut berikut sanadnya (takhrij al hadis).
Melalui kegiatan takhrij al hadis kita mendapatkan bahwa hadis tersebut di antaranya terdapat dalam:
Kitab Kanz al ‘Ummal juz 7 halaman 1110, hadis ke-20743, dan dalam kitab Al Jami’ Al Shagir wa Ziyadatuh juz 1 halaman 640 disebutkan sebuah hadis yang terdapat dalam Musnad Firdaus yang diriwayatkan oleh Usamah ibn Zaid yang berbunyi:
الجلوس فى المسجد لانتظار الصلاة بعد الصلاة عبادة والنظر فى وجه العالم عبادة ونفسه تسبيح.
Menurut Al Albani, hadis tersebt dha’if.
Kitab Al Silsilah Al Dha’ifah karya Al Albani mencantumkan sebuah hadis dengan predikat dha’if jiddan:
خمس من العبادة: قله الطعام عبادة والقعود فى المساجد عبادة والنظر فى المصحف من غير قراءة عبادة والنظر فى وجه العالم عبادة وأظنه قال : والنظر فى وجه الوالدين عبادة.
Kitab Al ‘Ilal Al Mutanahiyah juz 2 halaman 829:
قله الطعام عبادة والقعود فى المساجد عبادة والنظر إلى الكعبة عبادة والنظر فى المصحف من غير أن يقرأ عبادة والنظر فى وجه العالم عبادة.
Menurut penulisnya, hadis ini hanya diriwayatkan oleh Himam dari Ibn Juraij dan tidak ada yang menerima hadis ini dari Himam kecuali Sulaiman ibn AL Rabi’. Padahal menurut Ibn Hibban termasuk rawi dengan predikat yasruq al hadis, yaitu meriwayatkan hadis dari rawi-rawi yang tsiqqah yang bukan merupakan hadis mereka. Sedangkan Sulaiman ibn Rabi’ merupakan rawi yang dha’if.
Dalam Kitab Al Fawa’idh Al Majmu’ah juz 1 halaman 287 disebutkan bahwa hadis النظر فى وجه العالم عبادة diriwayatkan oleh Al Dailami dari Anas tanpa sanad dengan status marfu’.
Dalam kitab Kasyf Al Khafa’ juz 2 halaman 1809 disebutkan sebuah hadis نظرة فى وجه العالم أحب إلى الله من عبادة ستين سنة صياما وقياما. Hadis tersebut juga diriwayatkan dari Anas oleh Sam’an ibn Al Mahdi. Hadis yang sama terdapat dalam kitab Tazkirat Al Maudhu’at juz 1 halaman 130, dengan penjelasan bahwa hadis tersebut tidak shahih.
Dalam Kitab Jami Al Shaghir halaman 393 dikutip sebuah khabar:
النظر إلى البحر عبادة والنظر إلى العالم عبادة والنظر إلى الكعبة عبادة والنظر إلى وجه الأبوين عبادة وإنما صار عبادة لأنه عبد الله بتلك النظرة فنظر إلى البحر بعين القدرة وإلى سعته وعرضه وامواجه فاعتبر ونظر إلى وجه العالم وإلى ما ألبس من نور العلم فأجله وهابه ووقره ونظر إلى الكعبة عبادة تلذذا بها شوقا إلى ربها ونظر إلى أبويه فذل لهما ورق وشكر لله لتربيتها إياه وتعظيمها لحرمتها.
BIOGRAFI PERIWAYAT
Biografi periwayat berikut ini berdasarkan pada hadis yang terdapat dalam kitab Jami’ Al Shaghir halaman 393.
1. ‘Aisyah
Nama asli ‘Aisyah adalah ‘Aisyah binti Abi Bakr Al Shiddieq, beliau adalah salah satu sahabat dan istri Rosul yang bernasab Al Taimiyyah dan bergelar Ummul Mu’minin dan biasa dipanggil Ummu ‘Abdullah. ‘Aisyah wafat di Madinah pada tahun 58 Hijriyah.
Di antara guru-gurunya adalah Rasulullah saw, Al Haris ibn Hisyam, Hamzah ibn ‘Amr, Sa’d ibn Malik, Umar ibn Al Khatthab, dan lain-lain. Sedangkan murid-muridnya adalah Ibrahim ibn Yazid, Abu Asma’, Abu Hafshah, Al Aswad ibn Yazid, Ummu Kultsum, Ummu Muhammad, dan masih banyak lainnya.
2. Qatadah
Menurut Yahya ibn Mu’in, ia dilahirkan pada tahun 60 Hijriyah sedangkan menurut Imam Ahmad, pada tahun 61 Hijriyah. Nama aslinya adalah Qatadah ibn Di’amah ibn Qatadah ibn ‘Aziz. Pendapat lain mengatakan: Qatadah ibn Di’amah ibn ‘Ukabah. Ia biasa dipanggil dengan sebutan Abu Al Khaththab dengan gelar Hafiz Al ‘Asri Qudwah Al Mufassirin wa Al Muhadditsin Al Sadusi Al Bashri Al Dharir Al Akmah. Ia wafat, menurut mayoritas ulama pada tahun 117 Hijriyah, dan menurut ibn ‘Ulyah pada tahun 118 Hijriyah.
Diantara guru-gurunya adalah ‘Abdullah ibn Sarjis, Anas ibn Malik, Abi Al Thufail Al Kinani, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk murid-muridnya adalah ‘Ufair ibn Ma’dan, Musa ibn Khalf Al ‘Ammiy, Yazid ibn Ibrahim, dan lain sebagainya.
Menurut pendapat para ulama seperti Kahalid ibn Qais, Qatadah pernah berkata ma nasitu syaian. Qatadah termasuk hujjah bi al ilma’.
3. Yazid ibn Ibrahim
Nama aslinya adalah Yazid ibn Ibrahim dengan julukan Al Bashri, Al Tustari, maula Bani Tamim, dan biasa dipanggil dengan Abu Sa’id. Ia lahir pada masa pemerintahan Khalifah ‘Abd Al Malik dan wafat pada tahun, menurut Abu Al Walid, 161 Hijriyah. Al Fallas berpendapat pada tahun 162 Hijriyah, sedangkan Abu Bakr Muhammad ibn Sa’d, pada tahun 163 Hijriyah.
Guru-gurunya antara lain ‘Amr ibn Dinar, Abi Al Zubair, Qatadah ibn Di’amah, Ayyub, Taifah, dan lain sebagainya. Sedangkan yang pernah menjadi muridnya adalah Hajjaj ibn Minhal, Abu ‘Umar Al Haudiy, Syaiban ibn Farrukh, dan lain-lain.
Menurut Mahmud ibn Gailan dari Waki, ia tsiqqah. Begitu pun dengan Abu Hatim dan Ibn Sa’d.
4. Abu Bakr ibn Abi Syaibah
Nama aslinya ‘Abdullah ibn Muhammad ibn Abi Syaibah Ibrahim ibn ‘Utsman. Ia termasuk tabi’in akhir yang wafat pada tahun 235 Hijriyah. Ia bernasab Al ‘Abasiy dan biasa dipanggil Abu Bakr.
Guru-gurunya antara lain Abu Bakr ibn ‘Ayyasy, Sufyan ibn ‘Uyainah, Syarik Ibn ‘Abdullah, ‘Abd Al A’la ibn ‘Abd Al A’la, dan lainnya. Sedangkan murid-muridnya antara lain Ibn Majah, Ahmad ibn ‘Ali ibn Sa’id, Imam Muslim, dan lain sebagainya.
Menurut Imam Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Mu’in, ia termasuk shuduq. Sedangkan menurut Abu Hatim dan ibn Kharrasy, tsiqqah. Al ‘Ajaliy berpendapat tsiqqah hafdz al hadis dan Abu Zur’ah berpendapat ma ra’aitu ahfadzu minhu.
SKEMA SANAD
KESIMPULAN
Dari berbagai sumber dan biografi para periwayat yang telah disebutkan di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa hal. Pertama, hadis tentang melihat kepada wajah seorang ‘alim adalah ibadah merupakan hadis yang dha’if, karena dilihat dari segi sanad, terdapat seorang periwayat (Qatadah ibn Di’amah) yang tidak bersambung atau bertemu dengan gurunya (‘Aisyah). Selain itu memang banyak ulama yang mengatakan bahwa hadis tersebut memang dha’if. Kedua, hadis tersebut mempunyai berbagai bentuk matan yang mengindikasikan hadis tersebut telah diriwayatkan bi al ma’na oleh banyak ulama.
Berdasarkan natijah tersebut, maka dapat dikatakan hadis tersebut merupakan hadis dha’if kendati hadis ini masyhur di kalangan ulama dan masyarakat awam. Mengenai kehujjahan hadis dha’if para ulama terbagi kepada dua kelompok: pertama, mereka yang melarang secara mutlak. Kedua, ulama yang membolehkan dengan tujuan untuk memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadha’il al a’mal), bukan untuk menetapkan hukum-hukum syari’at seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah. Di antara ulama yang berpendirian seperti ini adalah Ahmad ibn HAnbal, Abd Al Rahman ibn Mahdi, dan Abdullah ibn Al Mubarak.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka kehujjahan hadis ini kembali pada kita. Apabila berdasarkan hadis tersebut dapat memberikan kontribusi positif pada tingkah laku kita ataukah sebaliknya. Jika dengan hadis melihat wajah alim adalah ibadah tersebut timbul kesadaran dalam diri kita untuk mencintai para ulama yang dapat memecut semangat kita untuk menuntut ilmu sedalam-dalamnya, maka mengapa tidak hadis ini kita amalkan. Namun apabila sebaliknya, dengan mengamalkan hadis ini kita tidak tercerahkan sedikit pun, malah menimbulkan kemalasan, sebaiknya hadis tersebut dibuang jauh-jauh.
–> sorry mas.. seandainya benar dloif hadits yang anda terangkan, kami tak pakai hadits yg anda terangkan. Artikel sudah menjelaskan dalilnya. Itu bukan hadits dlaif.
Dan maaf juga .. seandainya benar dloif hadits yang anda terangkan, kami tidak bermadzab syaikh albani yang langsung mencampakkan hadits dloif.