Kisah Mbak Prita … Eh eh Mbok Parti

Al kisah, di desa ada seorang kaya mempunyai usaha hueller gabah (penggilingan padi), Pak Onto. Si empunya adalah konglomerat tingkat kampung yang mempunyai hubungan baik dengan para pamong dan pejabat tingkat daerah.

Mbok Parti adalah seorang ibu rumah tangga yang miskin, suaminya buruh sawah. Dia hanyalah penduduk biasa, miskin, buta huruf. Ia adalah satu di antara konsumen hueller gabah Onto. Penggilingan ini hanya satu-satunya di desanya. Memang ada usaha serupa, tapi di desa lain. Harus jalan kaki jauah untuk mencapainya. Mbok Parti tak begitu dekat dengan boss Onto. Maklumlah ia hanya orang miskin. Pak Onto juga orang sibuk. Undangan kenduri pun pak Onto (hampir) tak pernah datang. Urusan bisnisnya cam-macam. Penggilingan padi ini adalah salah satunya.

Suatu hari, mbok Parti menggilingkan padinya di Onto itu, satu tenggok (sekitar satu ember). Memang hanya itulah yang dia punya untuk seminggu, hasil buruh suaminya mencangkul ke sawah tetangga.

Onto hari itu punya karyawan baru. Belum kenal dia. Dan kelihatan belum biasa menggiling. Orangnya kelihatan pendiam dan terlihat sangar. Mbok Parti membatin, ”mungkin baru dimarahi pak Onto, atau memang orangnya begitu”.

Ketika tiba giliran menggiling padinya mbok Parti, tambah cemberut lah dia. Hanya satu tenggok, padi/beras kelas tiga .. terlihat kasar dan kotor. Pegawai itu membawa padinya masuk ke dalam …  keluar lagi, masuk lagi, keluar lagi .. seperti gelisah. Mbok Parti juga menjadi gelisah .. ”diapakan nihh beras saya. Sudah hanya sedikit, apakah mau dicowok (diambil satu dua genggam) oleh pegawainya pak Onto ini. Sudah Cuma sedikit mosok dicowok juga. Habis nanti”.

Akhirnya satu tenggok padi itu digiling. Benarlah … hasil berasnya cuma sedikit. Jauh lebih sedikit dari biasanya. Mbok Parti pulang membawa berasnya .. cemberut menduga macam-macam. Berasku telah dicowok sama pegawai pak Onto. Si karyawan yang diam saja menambah kecurigaannya.

Tak tahan mbok Parti untuk cerita ke suaminya. Sudah pasti bahwa cerita pasti ada bumbu-bumbu tambahan versnya. Esoknya .. ceritalah dia ke tetangga sebelah, sambil petan (itu tuh .. mencari kutu rambut). Sungguh geram .. mosok orang kaya masih mau men-cowok padi milik orang tak punya seperti dia.

Keluhan mbok Parti kemudian menjadi gosip tak sedap di kampung. Maklum di desa. TV jarang yg punya. Berita seperti ini menjadi issue sedap. Dengan tambahan bumbu sana sini, semakin hebohlah berita.

Sampai akhirnya pak Onto mendengar sendiri berita itu. Berita yang sudah berbumbu-bumbu, sehingga semakin tak sedap di dengarnya. Penggilingan Onto suka mengambil sebagian padi pelanggannya… dll. Marah lah pak Onto. Usahanya maju karena dikelola secara profesional, dengan administrasi modern. Keuangan ketat. Usahanya maju karena dia memang ketat dalam berbisnis. Bukan karena mencowok padi-padi gilingan yg tak seberapa.

Telisik-telisik .. akhirnya dia tahu sumber berita adalah mbok Parti. Tetangga nya sendiri. ”Dasar si melarat ndeso”, Kata pak Onto.  Maka iapun melampiaskan kemarahannya. Dia datang bersama pejabat desa ke rumah mbok Parti untuk menuntut balik fitnahnya. Dia merasa dirugikan, nama baiknya tercemar. Orang-orang tidak mau lagi datang ke penggilingannya karena fitnahnya.

”Kamu harus mengganti kerugian dan nama baik saya .. rong atus seket ringgit”, kata pak Onto.

Mbok Parti ketakutan dan berusaha membela diri. Waktu itu memang padinya dibawa masuk ruang lain, lama, keluar digiling berasnya Cuma sedikit. Apa artinya itu. Dia hanya mengungkapkan rasa kecewanya. Itupun dia ceritakan masalah itu hanya kepada suaminya, dan kepada tetangganya saja. Tak lebih. Jika berita itu menjadi besar .. maka itu di luar perbuatannya. Di luar perkiraannya. Demikian pembelaan diri mbok Parti.

Pak Onto tak peduli. Waktu itu beras mbok Parti memang jelek. Kotor dan bermutu rendah. Pegawainya curiga ada sejenis paku kecil atau logam yang dapat menyebabkan mesin gilingnya rusak. Wajar diperiksa di ruang lain sampai beberapa lama. Alat deteksi logam memang berada di ruang lain.

Pak Onto tak peduli bahwa mbok Parti hanya cerita ke dua orang saja. Pokoknya dia lah biangnya. Harus mempertanggung jawabkan berita yang tersebar.

Mbok Parti tak bisa berbuat apa-apa, kecuali menyanggupi. Dengan disaksikan pejabat kelurahan, dia hanya bisa cap jempol sanggup membayar. Suaminya juga jadi bingung. Bagaimana mereka akan membayarnya.

Beberapa hari kemudian ada berita baru. Berita ini sekarang punya sumber jelas. Kantor Kelurahan. Namun berita di masyarakat berkembang lebih dahsyat. Ntah siapa dan siapa yang memberi bumbu-bumbu penyedap. Pak Onto MEMERAS mbok Parti, rong atus seket ringgit.

Penduduk desa pun bereaksi. Tak bisa memprotes pak Onto dan pejabat kelurahan, mereka mengedarkan kenclengan (kotak sumbangan) di jalan-jalan. Mencegat mobil lewat di jalan raya desa… sst bahkan mobil pak Onto pun secara tak sengaja kena kenclengan juga. Uang infak masjid selama sebulan diumumkan untuk fakir miskin … maksudnya yaa keluarga mbok Parti itu.

Akhir cerita …. silakan dilanjut sendiri,

……………………………….

Catatan: saya tak tahu apakah saya melanggar UU ITE dengan menulis seperti ini. Cerita tentang mbak Prita, dan akhir-akhir ini Luna Maya, membuat takut untuk menyuarakan ketidak puasan terhadap sesuatu.

Kapan dikatakan melanggar.. kapan tidak? Entahlah.. hanya harus semakin hati-hati saja.