In Memoriam .. mbah Maridjan
Masjid Mbah Maridjan Masih’Roso’
Kamis, 28 Oktober 2010 | 10:23 WIB
Sejauh mata memandang, kawasan Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kec Cangkringan, Kab Sleman, Jogjakarta luluh lantak diguyur awan panas Gunung Merapi. Rumah roboh, mayat binatang ternak berserakan dan pohon-pohon tumbang. Namun, sebuah bangunan yang diketahui sebagai masjid Mbah Maridjan, dibangun dari hasil menjadi bintang iklan, tampak berdiri tegak berselimut debu.
ADA hikmah di setiap musibah, ada pula keajaiban di tengah kepedihan. Ketika gunung merapi melepaskan Wedhus Gembel, Selasa (26/10) sore lalu, desa Umbulharjo dalam hitungan menit tinggal puing.
Kawasan Pakem yang sebelumnya asri dengan warna hijau, karena banyak pepohonan, kini menjadi kering kerontang. Hanya warna coklat dan hitam yang mendominasi. Debu vulkanik menutupi semua yang ada di kawasan Kinahrejo, termasuk rumah-rumah yang porak-poranda.
Di tengah kepingan bangunan-bangunan di Kinahrejo, masjid Kinahrejo, tampak masih utuh dan kokoh berdiri. Di masjid inilah, Mbah Maridjan dan warga dusun biasanya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
Meski berselimut debu, masjid yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumah Mbah Maridjan itu terlihat masih kokoh. Hanya saja, banyak genting di beberapa bagian yang bolong, terkoyak oleh kerikil-kerikil panas yang menyembur dari perut Gunung Merapi. Di sekeliling masjid, pohon-pohon tampak mati, penuh dengan debu.
Yang tak kalah menarik lainnya, ada dua sapi di desa ini yang masih hidup. Dua sapi jenis Fries Holland, sapi penghasil susu itu, masih tegak berdiri pagi tadi. Namun, kondisi sapi ini memang mengenaskan. Dua sapi ini tetap berdiri di pinggir bangunan rumah yang sudah porak-poranda, tak ada air dan makanan di sampingnya.
Sekujur tubuh dua sapi itu terdapat luka bakar. Sebagian kulitnya mengelupas dan melepuh. Kesaksian salah seorang Tim Evakuasi, dua sapi itu masih bisa melenguh. Kini, dua sapi itu ditangani Tim SAR untuk diselamatkan.
Masjid yang konon dibangun dari hasil keringat Mbah Maruidjan dari sebuah iklan minuman energi ini juga menjadi tujuan juru kunci Merapi sebelum meninggal. Menurut beberapa cerita, sekitar pukul 17.30 saat terdengar gemuruh panjang dari arah lereng selatan Merapi, Mbah Maridjan undur diri meninggalkan wartawan dan penduduk yang berkumpul di rumahnya. Dia mengatakan mau salat magrib dulu di masjid. “Itu batuk lagi, aku tak ndelok tipi sik yo,” kata Mbah Maridjan menurut cerita beberapa sanksi mata.
Ternyata Tuhan berkehendak, Merapi pun ‘mengamuk’mengakibatkan 29 orang meninggal, termasuk Mbah Maridjan. Pria yang mengabdikan diri untuk “menjaga” Merapi itu tewas terkena awan panas saat gunung tersebut meletus.
Seorang anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana) Desa Umbulharjo, Slamet mengatakan, saat dilakukan penyisiran pada Rabu (27/10) pagi ditemukan sesosok mayat dalam posisi sujud di dalam rumah Mbah Maridjan. Rencananya jenazah akan dimakamkan Kamis (28/10) hari ini.ins,viv
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=2ec6c9b2b8bd4007bf7959141ef58651&jenis=b706835de79a2b4e80506f582af3676a
.
Kiblat Masjid mBah Maridjan, Oyeee…
Yang luar biasa pada masjid mBah Maridjan, selain kokoh diterpa wedus gembel, ternyata arah kiblatnya juga sangat presisi. Berdasar pantuan via Qiblalocator, maka hasilnya sangat pas dengan garis yg menuju ke titik Ka’bah.
http://pakarfisika.wordpress.com/2010/10/27/kiblat-masjid-mbah-maridjan-tepat/
.
Dedikasi dan Loyalitas Mbah Maridjan Patut Dicontoh
Rabu, 27 Oktober 2010 – 18:20 wib
text TEXT SIZE :
Share
Ajat M Fajar – Okezone
JAKARTA- Duka mendalam atas meninggalnya Mbah Maridjan cukup dirasakan keluarga besar Nahdhatul Ulama (NU)
Betapa tidak, lima tahun terakhir Mbah Maridjan menjabat A’wan Majelis Wakil Cabang NU di Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta tempat di mana dia tinggal.
“Kami turut berduka cita, bagaimanapun juga beliau sudah membimbing masyarakat sekitarnya sejak lama,” terang Wakil Sekjen Pengurus Besar NU Imdatun Rahmat kepada okezone di kantor PBNU Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (27/10/2010).
Sebelumnya, lanjut Imdatun, pria yang dikenal luas sebagai bintang iklan minuman suplemen ini pengurus NU tingkat desa.
“Bukan hanya tokoh spritual tapi juga dai dan guru ngaji bahkan beliau punya taman pengajaran Al-quran di kampungnya,” jelasnya.
Bagi NU perannya dalam membimbing masyarakat dirasakan cukup besar. “Kita berduka bukan hanya karena beliau pengurus NU lebih dari itu beliau sangat dibutuhkan warga sekitar,” terangnya.
Walau tidak sempat bertatap langsung namun baginya dalam hal kepemimpinan adat dedikasi dan loyalitas Mbah Maridjan sudah tidak diragukan lagi.
“Saya menyaksikan betul pada 2006 beliau menuntun warganya agar tidak panik, dedikasi beliau dalam mengambil risiko tidak ada di pemimpin bangsa saat ini,” terangnya penuh semangat.
(crl)
http://news.okezone.com/read/2010/10/27/340/387156/dedikasi-dan-loyalitas-mbah-maridjan-patut-dicontoh
.
KH Hasyim Muzadi: MBAH Maridjan Ketua Ranting NU
MBAH Maridjan terahir saya jumpai di rumahnya pada tahun 2006 lalu, ketika merapi disangka meletus tapi ternyata gempa justru menghancurkan sekitar merapi.
Beliau sangat sederhana. Karena beliau Ketua Ranting NU desa setempat, saya memberi beliau jaket bertuliskan NU, serta seperangkat alat salat. Beliau sangat gembira saat itu. Rumah baru diperbaiki setelah beliau jadi iklan jamu kuku bima dan itu pun digunakan membangun masjid .
Hari selasa, 26 Oktober, pukul 13.30 WIB, saya menelepon teman saya Fahmi (pengurus NU Yogyakarta) agar menyampaikan keinginan saya ketemu beliau. Saya sendiri tidak tahu kenapa ingin segera ketemu beliau. Via Fahmi, beliau menjawab sebaiknya saya ke Cangkringan (rumah beliau)
Namun hingga Rabu tanggal 27 Oktober, saya belum juga ke sana. Yang ada justru berita bahwa beliau meninggal dalam keadaan sujud.
Saya menjadi ingat pesan beliau tahun 2006 lalu dalam bahasa Jawa. Inilah pesan beliau: “Panjenengan sak konco poro piageng, kedah “temen lan sak temene” mugi ndonyane tenterem.” Artinya, Pak Hasyim dan para pembesar harus benar dan bertindak sebenarnya agar alam tenteram.
Hari ini Mbah Maridjan menyerahkan diri kepada Allah dalam keadaan sujud, seakan memberitahu kita bahwa hanya sujud kepada Allah yang bisa dan harus kita siapkan menghadapi segalanya, karena tak mungkin melalui rekayasa kita .
Saya pengasuh Pesantren Al-Hikam sekaligus Sekjen ICIS menyerukan kepada umat Islam untuk melakukan salat ghaib buat korban Merapi dan tsunami Mentawai, semoga semuanya khusnul khotimah, tentu termasuk Mbah Maridjan. Amin. (Tribunnews.com/Ade Mayasanto)
http://www.tribunnews.com/2010/10/28/testimoni-hasyim-muzadi-untuk-mbah-maridjan
.
Inilah Riwayat Hidup Mbah Maridjan
Rabu, 27 Oktober 2010 | 08:24 WIB
Tribunnews.com/fx ismanto
JAKARTA, KOMPAS.com — Mbah Maridjan lahir tahun 1927 di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dia mempunyai seorang istri bernama Ponirah (73), 10 orang anak (lima di antaranya telah meninggal), 11 cucu, dan 6 orang cicit.
Anak-anak Mbah Maridjan yang masih hidup bernama Panut Utomo (50), Sutrisno (45), Lestari (40), Sulastri (36), dan Widodo (30). Mereka ada yang memilih tinggal di Yogyakarta dan ada pula yang di Jakarta.
Di antara anak-anak Mbah Maridjan, juga ada yang siap mewarisi tugas sebagai juru kunci Gunung Merapi dan kini telah menjadi abdi dalem Keraton Yogyakarta.
Pada tahun 1970 Mbah Maridjan diangkat menjadi abdi dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta dan oleh Sultan Hamengku Buwono IX diberi nama baru, yaitu Mas Penewu Suraksohargo1. Pada saat itu, sebagai abdi dalem, Mbah Maridjan diberi jabatan sebagai wakil juru kunci dengan pangkat Mantri Juru Kunci, mendampingi ayahnya yang menjabat sebagai juru kunci Gunung Merapi.
Pada saat menjadi wakil juru kunci, Mbah Maridjan sudah sering mewakili ayahnya untuk memimpin upacara ritual labuhan di puncak Gunung Merapi. Setelah ayahnya wafat, pada tanggal 3 Maret 1982, Mbah Maridjan diangkat menjadi juru kunci Gunung Merapi.
Sebagai seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta dengan jabatan juru kunci, Mbah Maridjan juga menunjukkan nilai-nilai kesetiaan tinggi. Meskipun Gunung Merapi memuntahkan lava pijar dan awan panas yang membahayakan manusia, dia bersikukuh tidak mau mengungsi.
Sikapnya yang terkesan mbalelo itu semata-mata sebagai wujud tanggung jawabnya terhadap tugas yang diamanatkan oleh Ngarsa Dalem.
http://regional.kompas.com/read/2010/10/27/08244951/Inilah.Riwayat.Hidup.Mbah.Maridjan-4
.
Berikut Kompleks rumah mbah Maridjan,
Kompleks rumah mbah Maridjan
Smoga, siapapun sj yg berkhusnudzon kpd Beliau Mbah Maridjan, akan sering dikhusnudzoni “Mbah”-“Mbah” yg laen, shg khusnudzon ini mjd do’a, yg insyllh.. didengar dan diperkenankan-Nya. Amiin.
Semoga arwah beliau diterima disisi ALLAH SWT. ILA ARWAHI MBAH MARIDJAN ALFATEHAH……..
Pemilik blog ini ternyata seorang yang kurang akal, mencela habis-habisan orang-orang yang mengajak pada tauhid (mereka yang dia juluki Wahabi), namun memuji-muji Maridjan yang jelas-jelas menyembah bebatuan dan dedemit Merapi.
–> ngemeng-ngemeng .. yang memuji mbah Muridjan itu dari sumber artikel. Semuanya dari berita shahih. Saya cuma ngopy dhoang. Ingatlah.. menyebut seseorang sebagai kafir/musyrik (menyembah bebatuan dll), jika ternyata tak terbukti, maka sebutan itu membalik.
ngemeng-ngemeng pula, syaikh albani justru bangga disebut wahabi, anda kok malah sewot. Julukan itu mengikut perbuatan/prestasi orang-orangnya, tanpa tendensi apa-apa. Kl orang2 wahabi itu mengukir prestasi bagus, tak usah lah tersinggung dan rendah diri.
@Admin. Kamu tampilkan artikel-artikel itu, berarti kamu setuju dg puji-pujian pada Maridjan. Sekolah nggak sih kamu? Anak kecil juga tahu, Maridjan menyembah batu, kirim sesajen, upacara-upacara syirik, dll. Nggak usahlah ditutup-tutupi. Dia mbahmu ya? Tahu nggak, arah sujud terakhir Maridjan waktu dia mati menghadap Utara. Kayaknya, dia lagi menyembah dedemit Merapi. Aku ingatkan ya, jangan-jangan kamu juga linglung kayak Maridjan mbah kesayanganmu itu, kalo sujud menghadaplah ke Ka’bah (arah Barat bagi kita di Indonesia). Bukan menghadap Utara. Kalo memang para Wahabi teguh mentauhidkan Allah dan menjalankan Sunnah menjauhi Bid’ah, maka saksikanlah, aku sangat ingin menjadi seorang Wahabi.h nggak sih kamu? Anak kecil juga tahu, Maridjan menyembah batu, kirim sesajen, upacara-upacara syirik, dll. Nggak usahlah ditutup-tutupi. Dia mbahmu ya? Tahu nggak, arah sujud terakhir Maridjan waktu dia mati menghadap Utara. Kayaknya, dia lagi menyembah dedemit Merapi. Aku ingatkan ya, jangan-jangan kamu juga linglung kayak Maridjan mbah kesayanganmu itu, kalo sujud menghadaplah ke Ka’bah (arah Barat bagi kita di Indonesia). Bukan menghadap Utara. Kalo memang para Wahabi teguh mentauhidkan Allah dan menjalankan Sunnah menjauhi Bid’ah, maka saksikanlah, aku sangat ingin menjadi seorang Wahabi.
–> masjid mbah Maridjan menghadap kiblat persis ka’bah. Lihat artikel. Masjid dibangun dari jerih payahnya sebagai iklan roso. Ini saja sudah patut dipuji dan ditiru, mengingat hidup keseharian dan ekonomi mbah Maridjan sehari-hari.
Mesjidnya emang ngadep kiblat. Dia mampus di dapur, bukan di masjid, blok! Kalo syirik mah, sedekah segunung emas atau wakaf seribu mesjid juga percuma. Melek, nyong!