Mungkin Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 H ini Beda Lagi
Sebenarnya saya kurang suka mengabarkan tentang hal ini. Mungkin akan banyak orang tak suka dengan tulisan ini. Namun ilmu pengetahuan seharusnya lah tidak disembunyikan. Kalender Pemerintah telah menetapkan bahwa 30 Agustus 2011 sebagai tanggal merah, 1 Syawal 1432 H. Muhammadiyah pula telah menetapkan, puasa tahun ini hanya 29 hari, dan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa Kliwon 30 Agustus 2011 [sumber].
Ketika mencoba melihat hasil perhitungan di icoproject dan moonsighting, hasil itu sangat berbeda. Tanggal 29 Agustus 2011 petang (maghrib) memang rembulan telah berada di atas ufuk ketika matahari tenggelam, namun itu masih sangat tipis untuk menghasilkan hilal. Simak dua peta penampakan hilal berikut.
Sumber: http://www.icoproject.org/icop/shw32.html
.
Bulan baru secara Astronomi jatuh pada tanggal 29 Agustus 2011 (Senin) di 03:04 UT (10:04 wib). Pada tanggal 29 Agustus tersebut, pada saat maghrib hilal tidak bisa dilihat di manapun di dunia, kecuali sebagian Amerika dan Kepulauan Soth Polinesia (lihat gambar).
Pada gambar atas (icoproject), warna merah menandakan hilal tak mungkin terlihat (impossible) karena bulan tenggelam terlebih dahulu dari pada matahari. Warna putih/tanpa warna menandakan hilal juga tak mungkin terlihat (not possible). Indonesia berada di warna putih ini. Posisi bulan ketika itu masih sangat rendah untuk dirukyat. Warna biru, jingga, dan hijau berturut-turut menandakan semakin mudahnya hilal dilihat saat maghrib.
Pada gambar bawah (moonsighting), hanya ada satu warna hitam yang menunjukkan bahwa hilal tidak mungkin kelihatan pada saat itu, 29 Agust 2011 maghrib. Indonesia seluruhnya berada di warna hitam ini, dan berada sangat jauh dengan posisi warna merah (merah=hilal dapat dilihat dengan bantuan alat-alat astronomi).
.
Sumber: http://moonsighting.com/1432shw.html
.
Dengan demikian, menurut peta penampakan hilal di atas, maka bulan ramadhan 1432H akan digenapkan 30 hari. Sehingga 1 Syawal 1432H jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011.
Ini yang saya khawatirkan, perbedaan. Apabila para perukyat gagal melihat hilal (dan itu kemungkinan besar terjadi), bukan hanya perbedaan yg bakal terjadi, tetapi juga kekacauan, karena pemerintah telah menandai tanggal merah 30 Agust 2011 sebagai 1 Syawal 1432H. Semua orang awam hanya tahu bahwa lebaran adalah 30 Agust 2011. Pengumuman sidang isbath dengan hasil yang berbeda dapat mengacaukan sebagian besar rencana.
.
Update: 14 Augst 2011
Dalam hal penetapan awal Syawal 1432H, Muhammadiyah berbeda dengan saudaranya Persis, walau keduanya memakai rumus dan mendapatkan hasil angka yang (kemungkinan) sama,
BANDUNG, (PRLM).- Muhammadiyah dan Persis menetapkan 1 Ramadan 1432H jatuh pada Senin, 1 Agustus 2011. Untuk 1 Syawal 1432H, Muhammadiyah menetapkan jatuh pada Selasa, 30 Agustus 2011. Sedangkan Persis menetapkan 1 Syawal 1432H jatuh pada Rabu, 31 Agustus 2011. Sementara Nahdlatul Ulama (NU) masih menunggu isbat yang dilakukan oleh pemerintah.
…….
Muhammadiyyah menetapkan jatuh pada 30 Agustus 2011. Hal tersebut berdasarkan ijtimak awal syawal, Senin 29 Agustus 2011 pukul 10.05 Wib, dengan tinggi hilal +1 derajat 49 menit 57 detik.
Berikut adalah perhitungan Bapak Thomas Djamaludin, pakar astronomi dari tanah air,
………………. Sedangkan awal Syawal (Idul Fitri) 1432 kemungkinan akan terjadi perbedaan karena perbedaan kriteria yang digunakan pada saat posisi bulan cukup rendah. Tinggi bulan saat maghrib di wilayah Indonesia sekitar 2 derajat atau kurang. Berdasarkan kriteria wujudul hilal, ada Ormas Islam yang menentukan Idul Fitri jatuh pada 30 Agustus 2011. Berdasarkan kriteria imkan rukyat (kemungkinan terlihatnya bulan sabit) dan kemungkinan sulitnya mengamati hilal yang sangat rendah, kemungkinan besar Idul Fitri akan jatuh pada 31 Agustus 2011.
Sumber: http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/07/19/garis-tanggal-ramadhan-dan-syawal-1432/
.
Update 16 Agust 2011
Berikut adalah hasil perhitungan software yang dapat tertampil secara visual,
Starry Night. Posisi dari Yogyakarta, sunset: 17.38 wib. Posisi rembulan saat sunset, Azimuth: 273° 31.111′, Altitude : 1° 32.030′. Sebagaimana perkiraan ICOP dll, bulan sabit/hilal yang sangat rendah (Altitude : 1° 32.030′), kemungkinan hilal tak berhasil terlihat pada 29 Agust 2011.
Local Time: 29/08/2011 17:37:49
Location: Yogyakarta, Indonesia
Latitude: 7° xx.yyy S
Longitude: 110° xx.yyy’ E
Name: The Moon
Age of Moon: New, 0.36 days old
Sets: 29/08/2011 at 17:46:35Azimuth: 273° 31.111′
Altitude: 1° 32.030′
.
SN Backyard. Posisi dari Yogyakarta (disamakan dengan sebelum ini), sunset: 17.38 wib. Posisi rembulan saat sunset, Azimuth: 273° 31.109′, Altitude : 1° 14.550′. Sebagaimana data di bawah, bulan sabit/hilal yang sangat rendah (Altitude : 1° 14.550′)
Apakah anda dapat melihat bulan sabit (hilal) di kotak hitam di bawah ini? Nahh.. dalam kenyataan (bukan simulasi) anda hanya punya waktu +- 5 menit. Itu pun dengan ada gangguan awan (horizon), serta cahaya dari matahari.
.
Update 29 Agust 2011 (22.00 wib)
Sidang Itsbat untuk menentukan Hari Raya Idul Fitri telah memutuskan bahwa 1 Syawal 1432 Hijriyah, atau hari lebaran tahun ini jatuh pada Rabu 31 Agustus 2011.
.
Walau demikian, kami hanya akan taat kepada pemerintah. Entah apa pun hasilnya.
Ulama terkemuka Suriah Dr Mohammad Saed Ramadhan al-Buthi menegaskan, hal itu merupakan wewenang pemerintah. Saed mengatakan yang berwenang menentukan awal bulan puasa dan hari Raya Idul Fitri 1 Syawal adalah Kepala Negara yang kemudian menunjuk pejabat di bawahnya.
Menurut Saed, perorangan maupun lembaga masyarakat tidak berhak menentukan awal bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Alasannya, hal itu hanya akan menimbulkan kerancuan dan kebingungan umat.
wallahu a’lam.
.
Rasulullah selama hidupnya berpuasa Ramadhan selalu 29 hari, terkecuali pada sekali waktu saja 30 hari. Saat itu langit mendung dan hilal sulit terdeteksi.
Saat ini bedanya teknologi sudah canggih. Pemerintah kita tidak menggunakan teknologi tersebut. Di Indonesia Muhammadiyah menggunakan teknologi tersebut, karena itu selalu berbeda. Pernah kan Indonesia berbeda sendiri, di seluruh dunia hanya 29 hari, Indonesia 30 hari sendiri karena ngeyel pemerintahnya.
Oh iya, taat kepada pemerintah yang mana? Indonesia bukan negara berpemerintahan bedasarkan Islam, tetapi hanya sekedar negara mayoritas muslim. Pemerintah di negeri ini bahkan tidak takut kepada Allah.
Salam kenal. 🙂
–> salam kenal juga. Yaa pemerintah Indonesia dhong.. memang kita berada di mana. Setelah era Khulafaur Rasyidin .. adakah saat ini negara berpemerintahan bedasarkan Islam? Tak ada. Kalau pun ada klaim demikian, itu masih sangat debatable.
Maaf ttg Pemerintah dan Muhammadiyah saya tak sependapat dgn anda. Kl menurut saya, justru pemerintah kita menggunakan teknologi canggih itu, buktinya rukyat sekr memakai bantuan teknologi kan. Muhammadiyah memang sudah pakai perhitungan canggih, tetapi sayang justru mereka tak memanfaatkan teknologi canggih untuk melihat hilal.
bukankah dijaman nabi pernah terjadi hal yang demikian,nabi membatalkan puasa karena bertemu dengan seorang a”robi (arab dusun) yang gak puasa karena kemarinnya dia habis melihat hilal,mungkin sikap nabi ini bisa menjadi acuan kita bagaimana menyikapi perbedaan penentuan satu syawal,bahwa selama bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya kita ikut yang lebih dulu mendapatkan satu syawal.
Ingat kita gerhana matahari total berapa tahun silam???? detik dan menitnya persis sama dengan perhitungan yang memang telah dihitung jauh sebelumnya. Sejak saat itu saya percaya dengan “hitungan”. Sudah tidak saatnya lagi mempertentangkan kedua cara “lihat dan hitung”, semua sama benarnya.
–> insya Allah saat ini kita semua pakai perhitungan yang sama canggihnya. Dengan ketepatan hampiirrr 100% sebagaimana kata anda. Namun bulan baru qamariyah berbeda dengan bulan baru astronomi. Bulan baru qamariyah ditentukan oleh hilal, sebagaimana hadits Nabi saw yang populer tentang awal puasa dan syawal. Dan perbedaan pendapat itu adalah seberapa derajat hilal kelihatan. Muhammadiyah sejak 0 derajat. Sedangkan Moonsighting, ICOP, MABIMS dan ahli-ahli astronomi tidak berani meng-nol-kan, karena hilal memang tidak mungkin terlihat. Teknologi tercanggih saat ini dapat melihat hilal minimal masih sekitaran 2 derajat. Dengan berpedoman hadits berikut, pendapat para ahli yang 2 derajat lebih mendekati kebenaran,
wallahu a’lam.
tapi sejak kapan hadis nabi berubah berbunyi “bila bulan posisinya lebih dari nol derajad di atas ufuk , ketika matahari tenggelam”, untuk menetapkan awal bulan Qomariyah? Itulah kriteria yang dipakai MD untuk menetapkan awal bulan di kalender Hijriyah. Sedangkan posisi bulan diatas ufuk/horison ketika matahari terbenam, dikurang 2 derajad hilalnya tidak mungkin terlihat, meskipun dengan alat secanggih apapun. Dan bunyi hadistnya sendiri kriterianya adalah bila melihat hilal. “Bepuasa bila melihat hilal dan berbuka bila melihat hilal”. OK lah menggunakan perhitungan. Tetapi kenapa perhitungannya tidak mengacu pada pada derajad mana yang memungkinkan hilal terlihat, baik oleh alat canggih atau dengan mata telanjang. Kalau misalnya di derajad 0,0001 derajat itu jelas tak mungkin terlihat hilalnya. Tapi bagi MD itu sudah ditetapkan sbg masuk bulan baru!!!
Wallaahu a’lam
Patolo
terima kasih atas infonya. menurut saya pemerintah tidak usah ikut menentukan awal ramadhan dan syawwal. biarlah kaum muslimin mengikuti ormas2 yang diikutinya. dan penanggalan merah seharusnya fleksibel
–> wahh.. kami bgmana nanti mas, ormas nggak ikut.. partai juga nggak. Kalau menurut saya, justru ini tanggung jawab pemerintah sebagai ulil amri. Kl tidak, anda dapat bayangkan jika semua ormas menentukan beda-beda. Aboge, Naqsabandy, Jemaah Al-Muhdlor, Jamaah An-Nadzir, Syattariyah, Muhammadiyah, Persis, NU .. dll, kalau masing-masing punya anggota cukup signifikan, maka akan tampak tercerai-berai umat ini. Belum lagi jika nanti ada partai ikut campur. PKS, PAN, PKB, PBB, PD, PDIP, Golkar, dll. Maka di sini peran pemerintah sebagai pemersatu.
wallahu a’lam.
Silahkan lihat pendapat Prof. Quraish: http://www.youtube.com/watch?v=Rvu_QDJ01X0
–> thanks berat mas..
Penetapan H Raya tak berkaitan Dasarnegara(DN).Kok segalanya dikaitkan DN.Seolah negara hanya punya DN.Padahal kita punya Tujuan negara.Punya Hak Warga Ngr.Punya Kewajiban Negara,Kewajiban WN dll.Seolah kita hanya punya Alinea 4 Pemb UUD Dasarnegara yg tertulis di UUD 45 ps 29.Ket YME yg merupakan Inti Syariat Islam.Negara punya hak menetapkan H Raya.Ormas punya hak.Lembaga Ilmu,Astronomi,Falak punya hak.Kemerdekaan ibadah dijamin Konstitusi.Sebaliknya kemerdekaan Maksiat,fitnah,korup,garong,zalim tidak dijamin.Tidak ada pasal UUD yg menjamin maksiat.Pasal mana itu.Indonesia bukan negara Kristen juga bukan negara Yahudi
–> ??? ihiks.. titiknya di mana mbak?
menurut ane… iedul fitri tanggal 31 itu lebih bisa dipegang. mengingat menurut kajian ana, kriteria mereka (yakni kriteria imkanurrukyat) lebih mendekati Syari’i dari pada Wujudul hilal. berikut makalahnya:
Kriteria penetapan awal bulan Hijriah
Menurut syar’i
oleh: Utsman BN
Apa itu bulan hijriah?
Yang dimaksud dengan bulan hijriah adalah peredaran bulan mengelilingi bumi dari satu ijtima’ (conjuntion [new moon]: bulan dan matahari segaris bujur) ke ijtima’ berikutnya.
Dengan demikian perhitungan bulan hijriyah didasarkan pada peredaran sinodis bulan( 29.53058824 hari [average of sinodic month, dari satu new moon/ijtima’ ke new moon phase berikutnya] ). Kapan terjadinya ijtima (conjunction), secara amat akurat (dengan ketelitian sampai orde detik) telah dapat dihitung saat ini.
Namun, walaupun demikian kita tidak bisa membuat kalender berdasarkan waktu ijma’, karena kejadian ijtima’ bisa terjadi kapan saja, baik siang maupun malam. Sedangkan pergantian tanggal hijriah terjadi pada saat maghrib (sunset), dan penetapan tanggal baru, dilakukan ketika hilal (crescent) sudah terlihat
يَسْئَلُونَكَ عَنِ اْلأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ…
Mereka bertanya kepadamu tentang Ahillah, katakanlah hilal itu merupakan pertanda waktu bagi kepentingan manusia dan buat keperluan ibadah haji..(QS. al-Baqarah [2]: 189)
Apa itu Hilal2 ?
Menurut ar-Râghib al-Asfahâni seorang pakar leksikografi al-Quran, hilal adalah bulan pada malam pertama dan kedua (pada awal bulan), sedangkan setelah itu (setelah bulan malam pertama dan kedua), dia disebut Qamar tidak disebut hilal. Mu’jam Mufradat al-fadzil- qur’an: 542.
Sedangkan menurut as-Sayisi
اَلِهلاَلُ: مِيْقَاتُ الشَّهْرِ
Hilal adalah pertanda waktu (awal) bulan. Tafsir ayatil ahkam I: 88.
Dengan demikian, kemunculan hilal diatas ufuk mar’i merupakan pertanda dimulainya awal bulan hijriah (QS. 2:189). Adapun besar dan kecilnya hilal yang dapat dirukyat agama tidak memberi batasan, hal ini tergantung pada ketajaman penglihatan si perukyat atau si pengamat.
Metode untuk mengetahui kemunculan hilal
Untuk mengetahui kemunculan hilal diatas ufuk mar’i kaum muslimin menggunakan dua metoda pendekatan: Rukyat dan hisab.
Metoda rukyat (observasi) adalah: metoda mengetahui hilal diatas ufuk mar’i dengan menggunakan indra mata (mata telanjang), ketika akhir bulan (tgl 29). Bila hilal terlihat oleh mata, maka besoknya adalah bulan baru. Bila hilal tidak terlihat oleh mata, maka bulan yang sedang berjalan tersebut di istikmal (digenapkan 30 hari). Metoda ini dikenal orang dengan nama rukyat bil ‘ain atau bil fi’li. Metoda ini digunakan oleh umat Islam kurun pertama
Metoda rukyat sekarang sudah mengalami perekembangan, yakni tidak saja dengan indra mata tapi menggunakan alat bantu observasi (teleskop atau binokuler) namun keduanya sama: mengacu pada visualisi hilal.
Metode hisab (Astronomi) adalah: metode mengetahui hilal diatas ufuk mar’i dengan tidak secara langsung melihat dengan mata, tapi melalui perhitungan astronomi modern, yang merupakan hasil penelitian ilmiah mutakhir. Pada dasarnya hisab ini bersal dari rukyat juga, yakni hisab ini adalah hasil dari pengamatan (rukyat) dan penelaahan jangka panjang terhadap posisi bulan dan matahari oleh para ahli astronomi.
Adapun perhitungan astronomi (Hisab) meliputi analisis hal-hal berikut:
Waktu terjadinya ijtima’(conjuntion).
Posisi bulan dan matahari, meliputi antara lain: altitude, azimut, relativ azimut, elongation, waktu terbenam, durasi bulan diatas horizon/ufuk (moon’s staying period) dsb.
Hasil perhitungan tadi yakni yang mencakup tentang posisi bulan dan matahari, baik saat ijtima’ (conjuntion) maupun Ghurub (sunset) digunakan untuk:
o Memprediksi moonsighting (memprediksi dimana dan kapan untuk melakukan rukyatul hilal)
o Untuk menentukan kemungkinan yang mendekati pasti akan dapat terlaksananya rukyatul hilal, untuk meghindari pengamatan yang sia-sia bila perhitungan astronomi menunjukan bahwa bulan mustahil akan tampak setelah matahari terbenam.
o Memprediksi kawasan mana saja di dunia (dalam bentuk lengkung para bola arah puncak ke timur) yang dapat melakukan moonsighting/rukyatul hilal: Mathla.
Kriteria hisab
Hitungan para ahli hisab bisa saja semuanya sama. Namun ketetapan awal bulannya bisa berbeda. Hal ini tergantung kepada kriteria yang mereka gunakan dalam menetapkan awal bulan tersebut. Dengan kata lain penetapan awal bulan hijriah dengan hisab tergantung kriteria yang digunakan dalam mengambil keputusan.
Sekurangnya ada tiga kriteria yang digunakan oleh ahli hisab di Indonesia untuk menetapkan awal bulan baru: [1] Wujudul hilal, [2] Ijtima qablal ghurub [3] Imkanur-rukyat.
Wujudul hilal adalah suatu kriteria dalam penetapan penanggalan hijriah yang didasarkan kepada wujudnya hilal (diatas ufuk mar’i)1 berdasarkan data hisab, baik terlihat ataupun tidak terlihatnya hilal oleh mata. Penetapan awal bulan dengan metode ini pada akhirnya lebih mengarah kepada wujudnya hilal(eksistensi hilal).
Ijtima’ qablal gurub yaitu suatu kriteria penetapan penanggalan hijriah yang berpatokan kepada waktu ijtima: bila ijtima’ (conjuntion) terjadi sebelum gurub matahari, maka sudah dianggap masuk bulan baru.
Imkanur-rukyat2 adalah suatu kriteria metode penetapan penanggalan awal bulan hijriah yang didasarkan kepada keberhasilan dirukyatnya hilal oleh mata, yang sebelumnya diperhitungkan terlebih dahulu. Penetapan awal bulan dengan metode ini pada akhirnya lebih kearah visualisasi hilal.
Kriteria imkanur-rukyat ini adalah gabungan antara metode hisab dan metode rukyat. Dengan demikian, menurut kriteria ini hisab adalah ilmul-yakin sedangkan rukyat adalah ‘ainul-yakin.
Ada beberapa macam kriteria imkanur-rukyat (visibilitas hilal) yang dianut di Indonesia, antara lain:
Kriteria Imkanur-rukyat IICP (International Islamic Calendar Programe)3
o Kriteria posisi bulan dan matahari: beda tinggi bulan-matahari minimum agar hilal dapat teramati adalah 4o bila beda azimut bulan – matahari lebih dari 45o , bila beda azimutnya 0o perlu beda tinggi > 10,5o .
o Kriteria beda waktu terbenam: minimal bulan 40 menit lebih lambat terbenam dari pada matahari, dan memerlukan beda waktu lebih besar untuk daerah lintang tinggi, terutama pada musim dingin.
o Kriteria umur bulan(dihitung sejak ijtima’): hilal harus berumur lebih dari 16 jam bagi pengamat daerah tropik dan berumur lebih dari 20 jam bagi pengamat lintang tinggi.
Kriteria Imakanur-rukyat Depag RI
o Kriteria Irtifaul hilal: ketinggian minimal hilal dapat teramati adalah 2 derajat.
o Kriteria beda waktu terbenam: dengan Kriteria irtifaul hilal seperti diatas maka beda waktu terbenam bulan-matahari adalah 8 menit.
Kriteria Imkanur-rukyat MABIM (Mentri-mentri agama Brunei, Indonesia, malaysia dan Singapura).
o Kriteria irtifaul hilal: Tinggi hilal minimal 2 derajat.
o Kriteria umur bulan (dihitung sejak ijtima’): Umur bulan sejak ijtima’ minimal 8 jam.
o Kriteria posisi bulan dan matahari: jarak bulan (hilal) dari matahari minimal 3 derajat
Kriteria Imkanur-rukyat LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional)
o Kriteria umur bulan (dihitung sejak ijtima’): Umur bulan minimal 8 jam
o Kriteria posisi bulan dan matahari: Beda tinggi minimum 3o (tinggi hilal minimum ~ 2o) untuk beda azimut sekitar 6o. Untuk beda azimut 0.14 a2 – 1.83 a + 9.11, dengan t: beda tinggi bulan-matahari dan a: beda azimut. Untuk beda azimut 0o, beda tingginya minimum 9.1o (tinggi hilal ~ 8o).
Beda azimut bulan – matahari (o) Beda tinggi bulan –matahari (o)
0 >9.1
1 >7.4
2 >6.0
3 >4.9
4 >4.0
5 >3.5
6 >3.2
Berbedanya penetapan tanggal pada bulan hijriah (misalnya penetapan awal bulan Ramadhan atau awal bulan Syawal), ini adalah efek dari perbedaan kriteria yang digunakan, bukan semata-mata perbedaan metoda: hisab atau rukyat.
Pemilihan kriteria yang lebih syar’i
Dalam Islam penetapan permasalahan hisab bukan melulu data-data matematis, akan tetapi bagaimana mengaplikasikan data-data yang ada menurut syar’i, dengan kata lain data-data matematik tersebut yang dihasilkan nalar akali atau metode tercanggih sekalipun tidak dapat menetapkan hukum syar’i. Tetapi dia hanya merupakan perangkat lunak dalam mengaplikasikan hukum syar’i tersebut.
Manakah yang lebih syar’i?
Sebelum menetapkan manakah yang lebih syar’i, terlebih dahulu kita mesti mengetahui kenapa perbedaan kriteria–yang menyebabkan perbedaan penetapan awal bulan– ini terjadi?.
Terjadinya perbedaan kriteria ini menurut hemat penulis, disebabkan masih adanya kekaburan dalam penentuan kriteria hilal menurut patokan syar’i.
Sebagai bukti hal ini, dalam kriteria wujudul hilal yang menjadi patokan penetapan awal bulan itu adalah wujudnya hilal (eksistensi hilal) diatas ufuk mar’i. Sedang pada kriteria imkanur-rukyat yang menjadi patokannya adalah terlihatnya hilal (visualisasi hilal).
Secara demikian, untuk menentukan mana kriteria terbaik dan yang sesuai dengan syar’i, terlebih dahulu kita mesti menetapkan kriteria hilal menurut patokan syar’i: apakah visualisasi hilal atau eksistensi hilal.
Dali-dalil syar’i berkaitan dengan hilal
a. al-Quran
Dalam al-quran kata hilal disebut hanya satu kali, itupun dalam bentu plural (jamak) yakni al-ahillah. Sebagimana yang tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 189:
يَسْئَلُونَكَ عَنِ اْلأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ…
Mereka bertanya kepadamu tentang Ahillah, katakanlah hilal itu merupakan pertanda waktu bagi kepentingan manusia dan buat keperluan ibadah haji..(QS. al-Baqarah [2]: 189)
b. al-Hadis
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
عَنْ أََبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Contain analysis:
a. Analisis semantik
Makna asal dari lapadz hilal adalah البياض (putih). Hal ini sebagaimana yang tersebut dalam al-faaiq
َالِهلاَلُ وَهُوَ فِى الأَصْلِ اَلبَيَاضُ (الفائق 4:111).
Hilal makna asalnya adalah putih. Al-faaiq 4:111.
Oleh karena itu, warna putih dipangkal kuku-pun sering disebut orang arab dengan kata hilal.
اَلهِلاَلُ اَلبَيَاضُ الَّذِيْ يَظْهَرُ فِي أُصُوْلِ الأَظْفَارِ
Hilal adalah warna putih yang nampak pada pangkal kuku. (lisanul Arab 11:704).
Adapun kenapa qamar pada awal bulan disebut hilal, maka hal ini dikarenakan bersinarnya dia,
اَلهِلاَلُ غُرَّةُ القَمَرِ حِيْنَ يُهِلُّهُ النَّاسُ فِي غُرَّةِ الشَّهْرِ
Hilal adalah sinar bulan, ketika orang-orang meneriakinya pada waktu awal bulan. Lisanul Arab 11:704
b. Analisis struktur kalimat
Dalam hadis di atas–dan hadis-hadis yang semakna dengannya–lapadz hilal dirangkaikan dengan kalimat ro-a. Sedang kalimat ro-a menggambarkan suatu kerja alat visual. Sedangkan alat inti visual adalah mata (a’in).
Dalam bahasa arab kata ro-a mempunyai dua arti: [1] melihat dengan mata dan [2] mengetahui atau yakin. Untuk mengetahui arti manakah yang dipakai olehnya dalam suatu kalimat hal ini dapat dilihat dari objeknya: bila objeknya satu maka berarti ro-a tersebut melihat dengan mata, bila objeknya dua, maka ro-a tersebut bermakna yakin atau mengetahui. Sebagaimana dikatakan dalam lisanul Arab:
اَلرُّؤْيَةُ بِالْعَيْنِ تَتَعَدَّى إِلَى مَفْعُوْلٍ وَاحِدٍ, وَبِمَعْنَى العِلْمِ تَتَعَدَّى إِلَى مَفْعُوْلَيْنِ
Kata ro-a artinya melihat dengan mata bila muta’addi kepada satu maf’ul, dan dengan arti mengetahui bila muta’addi kepada dua maf’ul. Lisanul Arab 14: 291.
Bertolak dari analisis di atas diperoleh konklusi bahwa kriteria hilal menurut patokan syar’i adalah dengan visualisasi hilal itu sendiri. Dan tidak bisa disebut hilal kalau tidak terlihat atau tidak mungkin dilihat, walaupun menurut perhitungan astronomi (hisab) bulan sudah wujud diatas ufuk mar’i.
Wujudnya bulan diatas ufuk atau ijtima qablal gurub belum menjamin adanya hilal menurut pandangan (visual) manusia. Hilal bisa diperkirakan keberadaanya dengan memperhitungkan kriteria penampakan hilal (Imkanur rukyat). Jadi bila ditimbang dari segi dasar pengambilan hukum, saya berpendapat hisab dengan kriteria imkanur-rukyat lebih dekat kepada dalil syar’i daripada kriteria wujudul hilal atau ijtima’ qablal ghurub.
Yups…jangan sampai ada yg mengatakan, yg berpedoman pada rukyat tidak mengerti hisab dan tidak memakai tehnologi canggih, justru yg saya lihat penerapan tehnologi ada pada saat rukyatul hilal dari teleskop boscha sampai software simulasi hilal, untuk itu selayaknya serahkan masalah ini ke ahlinya. Dan mungkin org2 lapan memberikan kontribusinya. Akhirnya keputusan ahir ada pd pemerintah, disitu ada depag, mui dan ormas islam yg bersidang dalam mencapai kata sepakat. Kesepakatan ulama ahli yg banyak lebih layak untuk di ikuti..
Biar lebih lengkap simak juga artikel ini http://bengkalis.muhammadiyah.or.id/berita-329-detail-mengapa-muhammadiyah-memakai-hisab-.html
Mudah-mudahan apa yang diputuskan pemerintah bisa diterima oleh para petinggi umat agar tidak terjadi kegelisahan di bawah…
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Saudaraku kaum Muslimin,Mungkinkah 1 syawal 1432 H dua hari di Dunia ini ? kalau di Arab Saudi 1 syawal 1432 H jatuh pada hari selasa sedangkan di Indonesia dihari yang lain,apa perputaran bumi masih stabil? silahkan pikirkan baik- baik kemudian dihubungkan semua dalil yang ada untuk membuat suatu kesimpulan supaya Islam Di Indonesia dapat bersatu.
–> wa’alaikum salam wrwb. tidak hanya dua kali.. bisa 3x 4x. anda belum memperhitungkan ABOGE dll.
Bagaimana caranya membuat kalender ? pasti ada yang salah karena hanya satu bumi,jadi harus dipertemukan supaya islam bersatu
Mbak selli!, memang kenyataannya dalam sehari di bumi ini ada dua hari, yang satu masih jum’at dan dibelahan bumi yang lainnya udah hari sabtu. karena kenyataannya bumi ini tidak datar seperti meja. jadi wajar kalau ada perbedaan satu hari, tapi kalau berbeda dua hari ini yang harus pertanyakan
Kalau berselisih kembali kepada Quran dan Sunnnah..
“Sunnah sudah jelas dengan MELIHAT… BUKAN dengan HITUNGAN. MELIHAT artinya ADA objek yang TERLIHAT…Bukan dengan hitungan sudah terlihat.”
Siapa yang melihat maka wajib lapor ke pemerintah..dan PEMERINTAH MENETAPKAN awal bulan. BUKAN sipelapor menetapkan awal bulan.
Zaman Nabi juga begitu…Nabi yang menetapkan setelah sipelapor disumpah…
Faisal
sebetulnya yang jadi persoalan adalah menentukan 1 ramadhan dan 1 syawal, dan 1 atau 2 hari sebelum tgl tsb pasti dilakukan rukyah. Tapi knp kok menentukan tgl 1 bln yg lain spt 1 muharam, 1 rajab, 1 syaban, dsb tdk melakukan rukyah? apa hanya menggunakan hisab? trs kalau hisab bgmn hasilnya kok rakyat tdk diinformasikan, ini yang hrs dijadikan pertimbangan bg muhammadiyah dan pemerintah
–> karena pada bulan2 tersebut ada ibadah yang syar’i, yaitu wajib berpuasa dan haram berpuasa. Misal, H-1 idul fitri (1 syawal) masih wajib berpuasa, dan hari H idul fitri haram berpuasa, maka diperlukan pengamatan langsung (melihat hilal) agar tidak salah. Sedang pada bulan-bulan lain tak ada kaitan dengan ibadah wajib atau haram.
lha terus untuk bln2 lain penentuannya pakai apa dong? rukyah apa hisab? apa dua2nya? kalau hisab bgmn hasilnya? kalau rukyah bgmn hasilnya?
dari zaman nabi dan khalifa sudah ada perdebatan kapan 1 syawal, namun meski ada perdebatan tetap dicapai kata mufakat, sehingga tidak ada kata2 dari nabi maupun khalifah “yang mau lebaran hari ini silakan, yang mau lebaran besok silakan”
gak ada tuch..?!@#??
debat ini muncul sejak ada partai2 tuch
Pada zaman tersebut pemerintahnya gak korup
mengapa kalimat “perbedaan adalah rahmat” selalu digembar-gemborkan, ketika kita “tak mau” bermufakat, tatkala nafsu dan egois kelompok selalu di tonjokan,….naif sekali……..
Kita tentunya mengharapkan adanya kesamaan penentuan idul fitri, karena itu yang membuat persatuan islam lebih menggentarkan orang yg memusuhinya. Tentunya persatuan dibangun dg tidak mudah, perlu persamaan persepsi, keihlasan dan semangat pesatuan..akankah domain penentuan 1 syawal ditetapkan menurut golongan masing..sehingga timbul 2,3,4 atau lebih versi hari raya, masing2 mempunyai dalil kuat dan melemahkan dalil golongan lain…yah…kita tunggu aja hasil sidang itsbat besok..
Ikutin arab saudi aja lah, mereka gak pernah salah dalam menentukan 1 syawal dan 1 Ramadhan, toh perbedaan Arab Saudi dengan Indonesia gak sampai 1 hari kok………..
–> kalau saya tidak ikut arab saudi, karena berada di indonesia yang secara geografis sangat jauh dan kita punya autoritas pemerintah sendiri. Selain itu, Arab saudi sering melakukan kesalahan dalam hal rukyat. Hal ini sudah menjadi diskusi hangat di kalangan para ahli.
lha trs kita sholat kiblat nya khan ka’bah yang di Arab Saudi, gimana tuh ? trus waktu kita khan lebih awal dari Arab sektar 4 jam, kenapa disana 1 Syawal selasa kenapa kita Rabu
–> belajar peredaran bulan bumi dan matahari dulu mas/mbak.. ntar akan paham.
Hisab yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab wujud al hilal, yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter: telah terjadi konjungsi atau ijtimak, ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk. Sedangkan argumen mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai berikut.
Pertama, semangat Al Qur’an adalah menggunakan hisab. Hal ini ada dalam ayat “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (QS 55:5). Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.
jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah Saw menggunakan rukyat? Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa AzZarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan). Ilat perintah rukyat adalah karena ummat zaman Nabi saw adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim,“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari”. Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat. Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika ilat tidak ada (sudah ada ahli hisab), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi. Yusuf Al Qaradawi menyebut bahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir, ahli hadits dari Mesir yang oleh Al Qaradawi disebut seorang salafi murni, menegaskan bahwa menggunakan hisab untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orang mengetahui hisab…
dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender. Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1. Dr.Nidhal Guessoum menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.
rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat. Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajad dan di bawah lintang selatan 60 derajad adalah kawasan tidak normal, di mana tidak dapat melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat dapat melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim panas melabihi 24jam dan malam pada musim dingin melebihi 24 jam.
jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya. Memang, ulama zaman tengah menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat jelas pendapat semacam ini tidak dapat dipertahankan.
rukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah. Bisa terjadi di Makkah belum terjadi rukyat sementara di kawasan sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat tetapi di kawasan sebelah timur belum. Sehingga bisa terjadi kawasan lain berbeda satu hari dengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qamariah. Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung barat itu. Kalau kawasan barat itu menunda masuk bulan Zulhijah demi menunggu Makkah padahal hilal sudah terpampang di ufuk mereka, ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau.
Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa rukyat tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif. Dan karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras diseluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya melakukan pengorganisasian system waktu Islam di dunia internasional sekarang muncul seruan agar kita menggunakan hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat. Temu pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at Taqwimal Islami) tahun 2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at Taqrir al Khittami wa at Tausyiyah) menyebutkan: “Masalah penggunaan hisab: para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariahdi kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat”.
–> anda salah besar ketika menganggap bahwa rukyat dipakai tanpa menggunakan hisab. Para perukyat itu juga berlatar belakang hisab mas, bahkan ada di antara mereka adalah para ahli astronomi. Justru dengan pengamatan (rukyat) maka rumus hisab menjadi lebih sempurna. Artikel kami di atas semua adalah perhitungan hisab.
Hisab tanpa rukyat sama sekali .. maka rumus mereka tak berubah dari zaman ke zaman. Maaf.. lihat kelompok Aboge, Naqsabandy dll. Muhammadiyah (yg datang belakangan) pun dapat mengalami hal serupa jika bersikukuh menolak menggunakan rukyat sama sekali seperti sekr ini.
Islam adalah Agama yg berlaku sampai akhir jaman, … pada jaman Rasul menggunakan rukyah … mungkin jaman itu belum ada ahli hisab….. Dalam Al quran ada ayat sebagai dasar menggunakan hisab dalam menentukan awal bulan, …. Hal ini ada dalam ayat “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (QS 55:5). Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi juga dorongan kita untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu….. dengan begitu saya lebih yakin dengan metode hisab,.. dan mudah menetukan tanggal dengan kalender hijriyah …. tidak harus menunggu H-1 …………
tapi saya yakin perbedaan menentukan hari raya tidak akan memecah ukuwah …. mari kita saling menghormati …….
–> Dalam hal ini, ada yang kurang ketika ahli hisab hanya memperhitungkan posisi bulan matahari saja. Apa itu .. ramalan cuaca,.. keberadaan AWAN dan segala sesuatu yg dapat menghalangi terlihatnya hilal. Sebagaimana sabda baginda Nabi saw,
setuju bahwa perbedaan menentukan hari raya tidak akan memecah ukuwah. Jangan kita mengolok-olok satu sama lain.
Dalam kerendahan hati ada ketinggian budi.
Dalam kemiskinan harta ada kekayaan jiwa.
Hidup ini terasa indah jika ada maaf.
Kapanpun lebarannya, ucapannya:
Taqaballahu minna wa minkum
minal aidzin wal faizin
mohon maaf lahir dan bathin
–> sama-sama bah cong..
perbedaan adalah rahmat adalah hadis palsu maszzzz…..silahkan di cek di kitab shohih bukhari muslim 😛
–> maaf .. jangan ngawur mbak. Itu bukan hadits palsu, tetapi mursal. Derajat-nya di bawah hadits sahih. Dan kl tak ada di kitab Bukhari Muslim bukan berarti palsu. Banyak hadits dari para ulama lain yang tak tercantum di Bukhari dan Muslim.
rasulullah tidak pernah membicarakan bulan-bulan yang lain dalam hitungan awal bulan. penitikberatan justru untuk bulan ramadhan. Kenapa harus melihat bulan ? Matahari bulan dan benda langit lainnya memang bergerak sesuai dengan aturan-Nya. Kepastiannya bukan berarti hitungan seperti matematika. Justru kita lah yang harus mengikuti pergerakan mereka. Kenapa ? karena pergerakan benda-benda langit itu pun ternyata mengalami pergeseran sudut, meski hanya sedikit dan tidak terlihat..
Seru juga sidang itsbat…hampir semua ormas menetapkan 1 syawal pada hari rabu,kecuali satu ormas aja…subhanallah
Penentuan ini berdasarkan hadist, di alquran tidak hanya tertera ayat-ayat kauliyah saja ayat2 kauniyah lebih banyak yg menjadi bahan pikiran kita lebih mendalam bukan selalu ikut kata ulama, tapi ikutlah sunnah dan alquran dan jg ahlul bait, tgl insyallah sudah terlihat bsok hilal,salah dan benar kembali pd alquran jawabannya, dan hadist adalah penengahnya saat manusia buntu memaknai isinya, namun jika benar ilmu hisab juga dari intisari alquran maka kedudukan alquran menjadi lebih tinggi sebagai qalam ilahi, maknai smua dibalik ini rahasia ilmu Allah yg maha luas
Hujah-hujah berikut adalah bahwa mentaati pemimpin adalah wajib selama bukan dalam maksiat,
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ, وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ, وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّوْنَ
“Puasa itu adalah di hari kalian (umat Islam) berpuasa, berbuka adalah pada saat kalian berbuka, dan berkurban/ Idul Adha di hari kalian berkurban.” (HR. At Tirmidzi no. 697, Ibnu Majah No. 1660, Ad Dailami No. 3819, Ad Daruquthni 2/164, Musnad Asy Syafi’i No. 315, Imam At tirmidzi mengatakan: hasan gharib. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Ash Shahihah No. 224)
Imam At Tirmidzi menjelaskan:
وَفَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ إِنَّمَا مَعْنَى هَذَا أَنَّ الصَّوْمَ وَالْفِطْرَ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَعُظْمِ النَّاسِ
“dan sebagian ahli ilmu menafsirkan hadits ini, mereka berkata : makna hadits ini adalah berpuasa dan berbuka adalah bersama jama’ah dan mayoritas orang (Ummat Islam).” (Ibid)
Imam Al Munawi berkata:
أي الصوم والفطر مع الجماعة وجمهور الناس
Yaitu berpuasa dan berbuka bersama jama’ah dan mayoritas manusia. (At Taisir bisyarhi Al jami’ Ash Shaghir, 2/208)
Imam Al Munawi mengutip dari Imam Ad Dailami dalam kitab Musnad Firdaus sebagai berikut:
قال في الفردوس : فسره بعض أهل العلم فقال : الصوم والفطر والتضحية مع الجماعة ومعظم الناس.
Berkata di dalam Al Firdaus: sebagian ulama menafsirkan, katanya: puasa, idul fitri, dan idul adha bersama jamaah dan mayoritas manusia.” (Faidhul Qadir, 4/320)
Fatwa ulama Arab Saudi sendiri (Al Lajnah Ad Daimah) tentang orang yang berpuasa, beridul fitri, dan idul adhanya berbeda dengan orang-orang kebanyakan, lantaran tidak mengikuti ru’yah di negerinya. Fatwa tersebut:
يجب عليهم أن يصوموا مع الناس ويفطروا مع الناس ويصلوا العيدين مع المسلمين في بلادهم…
Wajib atas mereka berpuasa bersama manusia, beridul fitri bersama manusia, dan shalat idain (Idul fitri dan Idul Adha) bersama kaum muslimin di negeri mereka. … (Al Khulashah fi Fiqhil Aqalliyat, 4/31)
Imam Ash Shan’ani mengatakan dengan tegas:
فيه دليل على أنه يعتبر في ثبوت العيد الموافقة للناس وأن المنفرد بمعرفة يوم العيد بالرؤية يجب عليه موافقة غيره ويلزمه حكمهم في الصلاة والإفطار والأضحية. وقد أخرج الترمذي مثل هذا الحديث عن أبي هريرة وقال: حديث حسن. وفي معناه حديث ابن عباس وقد قال له كريب: إنه صام أهل الشام ومعاوية برؤية الهلال يوم الجمعة بالشام وقدم المدينة آخر الشهر وأخبر ابن عباس بذلك فقال ابن عباس: لكنا رأيناه ليلة السبت فلا نزال نصوم حتى نكمل ثلاثين أو نراه قال: قلت: أولا تكتفي برؤية معاوية والناس؟ قال: لا هكذا أمرنا رسول الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم.
“Pada hadits ini ada dalil bahwa yang diambil ‘ibrah dalam menetapkan hari raya adalah kebersamaan manusia. Dan bahwasanya seorang yang menyendiri dalam mengetahui masuknya hari raya dengan melihat hilal tetap wajib mengikuti kebanyakan manusia. Hukum ini harus dia ikuti, apakah dalam waktu shalat, ber’idul Fithri atau pun berkurban (Idul Adha). At tirmidzi telah meriwayatkan yang serupa dengan ini dari Abu Hurairah, dan dia berkata: hadits hasan. Dan semakna dengan ini adalah hadits Ibnu Abbas, ketika Kuraib berkata kepadanya, bahwa penduduk Syam dan Muawiyah berpuasa berdasarkan melihat hilal pada hari Jumat di Syam. Beliau dating ke Madinah pada akhir bulan dan mengabarkan kepada Ibnu Abbas hal itu, maka Ibnu Abbas berkata kepadanya: “tetapi kami melihatnya (hilal) pada sabtu malam, maka kami tidak berpuasa sampai sempurna tiga puluh hari atau kami melihatnya.” Aku berkata: “Tidakkah cukup ru’yahnya Mu’awiyah dan Manusia?” Ibnu Abbas menjawab: “Tidak, inilah yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada kami.” (Subulus Salam, 2/63)
Imam Abul Hasan As Sindi menyebutkan dalam Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah:
وَالظَّاهِر أَنَّ مَعْنَاهُ أَنَّ هَذِهِ الْأُمُور لَيْسَ لِلْآحَادِ فِيهَا دَخْل وَلَيْسَ لَهُمْ التَّفَرُّد فِيهَا بَلْ الْأَمْر فِيهَا إِلَى الْإِمَام وَالْجَمَاعَة وَيَجِب عَلَى الْآحَاد اِتِّبَاعهمْ لِلْإِمَامِ وَالْجَمَاعَة وَعَلَى هَذَا فَإِذَا رَأَى أَحَد الْهِلَال وَرَدَّ الْإِمَام شَهَادَته يَنْبَغِي أَنْ لَا يَثْبُت فِي حَقّه شَيْء مِنْ هَذِهِ الْأُمُور وَيَجِب عَلَيْهِ أَنْ يَتْبَع الْجَمَاعَة فِي ذَلِكَ
“Jelasnya, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan awal Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Adha, pen) keputusannya bukanlah di tangan individu. Tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada penguasa/ pemerintah dan mayoritas umat Islam. Dalam hal ini, setiap individu pun wajib untuk mengikuti penguasa dan mayoritas umat Islam. Maka jika ada seseorang yang melihat hilal namun penguasa menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah, 3/431).
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعْ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي وَإِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَعَدَلَ فَإِنَّ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرًا وَإِنْ قَالَ بِغَيْرِهِ فَإِنَّ عَلَيْهِ مِنْهُ
“Barangsiapa yang mentaatiku, maka dia telah taat kepada Allah. Barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka dia telah maksiat kepada Allah. Barangsiapa yang taat kepada pemimpin maka dia telah mentaatiku. Barangsiapa yang membangkang kepada pemimpin, maka dia telah bermaksiat kepadaku. Sesungguhnya pemimpin adalah perisai ketika rakyatnya diperangi dan yang memperkokohnya. Jika dia memerintah dengan ketaqwaan kepada Allah dan keadilan, maka baginya pahala. Jika dia mengatakan selain itu, maka dosanya adalah untuknya.” (HR. Bukhari, 10/114/2737. Muslim, 9/364/3417. An Nasa’i, 13/95/4122. Ibnu Majah, 8/393/2850. Ahmad, 15/166/7125)
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya ada pada yang ma’ruf (dikenal baik).” (HR. Muslim, 9/371/3424. Abu Daud, 7/210/2256. An Nasa’i, 13/114/4134. Ahmad, 2/192/686. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, 8/156. Sementara Bukhari meriwayatkan tanpa lafaz Laa Tha’ata fi Ma’shiyatillah, 13/237/3995)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
“Dengar dan taat atas seorang muslim adalah pada apa yang disukai dan dibencinya, selama tidak diperintah maksiat. Jika diperintah untuk maksiat, maka jangan didengar dan jangan ditaati.” (HR. Bukhari, 22/52/6611. Abu Daud, 7/211/2257. At Tirmidzi, 6/300/1929. Ahmad, 9/475/4439. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, 3/127)
Dari [http://majelisrasulullah.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=107]
Rasul saw bersabda : “Jika kalian melihat hal yang tak kalian senangi pada penguasa kalian, maka bersabarlah, sungguh barangsiapa yang keluar sejengkal dari Jamaah Muslimin lalu ia wafat, maka ia akan mati dalam kematian Jahiliyah” (Shahih Bukhari).
Dan kita mengikuti pengumuman pemerintah kita, kita bukan budak pemerintah, namun kita bukan pula pemberontak, kita adalah Ummat Sayyidina Muhammad saw, dan Rasulullah saw telah menginstruksikan untuk jangan berpisah dari Jamaah Muslimin, dan bersabar atas kesalahan penguasa kita, dan kita diinstruksikan untuk taat selama tak diperintah untuk bermaksiat,
Sungguh Imam Imam kita telah berbuat demikian, mereka tak memberontak pada pemerintahan dan penguasa, padahal penguasa masa lalu sangatlah keji, banyak Imam Imam yang disiksa, dibantai, dicambuk, namun Imam Imam kita lebih menyukai kedamaian dan membangun generasi mulia, saya pernah bertanya kepada Mufti Tarim Al Allamah Almusnid Alhabib Ali Almasyhur bin Hafidh (Hadhramaut, Yaman), mengenai bagaimana kalau ternyata yang benar dalam memutuskan Idul Fitri itu justru yang memisahkan diri dari jamaah muslimin?, beliau menjawab : “Berpuasa di hari Idulfitri demi mengikuti jamaah muslimin jauh lebih afdhal daripada berbuka namun memisahkan diri dari jamaah muslimin dan menyebabkan perpecahan muslimin”.
hmm… makasi bgt artikelnya…
uhmm tapi setelah saia baca…
kok malah jadi agak bingung ia…
indonesia cuma dibilang jauh dari garis merah…
nahh, bisa diliat kalo ditarik garis dari belahan bumi timur kebarat..region merah yang paling deket sama indonesia itu Madagaskar…
and kita cuma beda 4 jam (WIB)…
mereka di sana uda Eid alyas lebaranan…
so..??
walluhu’alam then…
he..he.. kasian negara ini… masa melihat bulan 1 syawal aja susah bgt.. padahal allah memudahkan urusan kpd org2 yg selalu mendekatkan dr padanya…. makanya para pemimipin jgn mendukung yg menjaukan dr allah, hindari makanan haram biar mata hati negara ini di mudahkan selalu urusannya,,,,
ingat tujuan kita sama………………………., kita tunggu saja kebenaranya besok di akherat
Kuncinya ada di tgn uli amr, pemimpin, umat hanya mengikuti, perbedaan bukanlah pembeda, tp begitulah islam pembawa berkah, dmna kedangkalan iman &ilmu kita diuji, kembali ke alquran,smua sudah tersistem sejak islam masuk ke indonesia tetapi sistem2 itu ttap memegang pedoman yg sah,sehingga umat jgn sampai terpecah, bukan kapan waktuny yg tepat tetapi amaliyah kita ditangan Yang MAHA Pembuat Perhitungan, Yang Maha mengetahui, biarlah perbedaan tetapi bukan Pembeda,
Tiada yang sulit menentukan 1 syawal…toh pemerintah punya perhitungan sendiri dan hasilnya tidak jauh beda dg ormas lain, dan tentunya bisa langsung diumumin…tapi apakah rukyatul hilal dinafikan begitu saja…dan nyatanya rukyatul hilal adalah semacam croscek/konfirmasi terhadap perhitungan yg kita lakukan…yang sulit adalah menerima dg legowo pendapat yg berbeda walaupun pendapat itu berasal dari mayoritas ulama dan ahli yang kompeten…Dan apakah kita apriori terhadap pemerintah sekarang karena banyaknya kasus korupsi? Terus apa hubungannya dengan penentuan 1 syawal, apakah menganggap berdasarkan pesanan atasan?…subhanallah
Mohon diberikan penjelasan kenapa Malaysia, Singapura, Thailand, China, Jepang bisa melihat bulan sabit baru???? katanya pada gambar diatas yang masih bewarna hitam tidak akan bisa melihat bulan sabit baru, nyatanya mereka bisa???
–> silakan lihat di http://moonsighting.com/1432shw.html .. semoga membantu. Hampir semua yang 30 Agust itu “Follow Arab Saudi”. Saya akan bahas tentang 30 Agust-nya Arab Saudi jika ada kesempatan. Mohon doa.
kami mengundang seluruh pengunjung blog ini untuk berkomentar di http://csgrup.wordpress.com/
–> mohon maaf sebelum ke sana. Ketika anda mengkhawatirkan/membahas umat islam akan syirik yang baginda Nabi saw tidak mengkhawatirkannya [lihat hadits kiri atas], berarti kekhawatiran anda itu sia-sia, atau anda tak percaya akan keyakinan baginda Nabi saw atas umatnya. Ujung-ujungnya (hampir pasti) menuduh musyrik saudaranya, dan mengkafirkan sesama muslim. Atau memberi julukan yg buruk seperti ahli bid’ah dsb.
Lebih baik anda membahas apa-apa yg menjadi kekhawatiran Nabi saw, cinta dunia dan takut mati.
Mohon maaf kl tak berkenan.
Saya berfikir Pendapat saya benar tapi ada kemungkinan salah..dan saya fikir pendapat anda yg salah tapi ada kemungkinan benar… Taqobbalallahu minna wa minkum, kullu aamin wa antum bil khoir, minal aaidzin walfaidzin mohon maaf lahir dan batin atas segala lisan,tulisan, dan pikiran yg tidak berkenan…ALLAHU AKBAR 3X, LAA ILAAHA ILLALLAAHU ALLAAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR WALILLAAHILHAM..Trimakasih bang Admin..saya menunggu ulasan berikutnya..Wassalaam
Dubes RI: Indonesia Ditertawakan Dunia
Posted by K@barNet pada 30/08/2011
Tanpa bermaksud mempersoalkan lagi hasil sidang itsbat penetepan 1 Syawal 1432 H yang dilakukan kemarin (Senin, 29/8) di Jakarta, Dutabesar RI untuk Switzerland dan Liechtenstein, Djoko Susilo, mengatakan dirinya kesulitan menghadapi pertanyaan dari para koleganya, duta besar negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI).
“Sekarang kita ditertawaakan dunia. Saya susah sekali menjawab pertanyaan teman-teman sejawat dubes negara-negara OKI. Kita kok nyleneh sendiri (melaksanakan Idul Fitri pada hari Rabu),” ujar Djoko, (Selasa, 30/8).
Berbeda dengan Indonesia, hampir semua negara di kawasan Eropa dan Timur Tengah menggelar shalat Ied pada hari Selasa. Umumnya mereka menggunakan metode hisab atau perhitungan yang diperkuat dengan metode rukyat atau pengamatan kehadilan hilal. Penggabungan kedua metode ini membuat perhitungan mengenai awal bulan Syawal menjadi lebih akurat.
Untuk memuaskan si penanya, Djoko mengatakan bahwa penentuan tanggal 1 Syawal itu untuk Indonesia. Adapun masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri diminta taat dan patuh pada keputusan Islamic Center setempat Djoko khawatir banyak pihak di Indonesia yang terjebak pada pendekatan kuno di masa lalu. Sementara di Eropa, masyarakat umumnya percaya pada kemampuan teknologi. Toh, bukankah manusia sudah sampai ke bulan?
Mantan angota DPR dan mantan wartawan itu mengingatkan bahwa Islam terkait erat dengan iman, ilmu dan amal. Islam adalah agama yang mengagungkan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari keyakinan akan ketauhidan Tuhan Yang Maha Kuasa. “Jadi kalo sekarang sudah ada teknologi tingggi mestinya soal mengintip hilal ya pakai teknologi,” ujarnya lagi.
Di masa depan, Djoko berharap agar pemerintah melalui Kementerian Agama bersikap netral dalam penentuan 1 Syawal ini. Posisi pemerintah idealnya, menurut dia, adalah sebagai fasilitator yang tak perlu ikut campur tangan, apalagi memberikan stempel berupa keputusan. “Sebaiknya hal seperti ini biar diurus MUI dan ormas Islam saja tanpa dicampuri birokrat. Ndak bagus kesannya,” demikian Djoko.
–> saya kira tugas pemerintah dalam hal ini adalah menetapkan 1 syawal. Keputusan harus diambil, dengan resiko tidak bisa menyenangkan semua pihak. Dalam kasus kali ini .. maaf .. ormas Muhammadiyah. Jika keputusan tak diambil .. maka kebingungan umat islam akan berlebih-lebih lagi.
Dalam hal berita ada Dubes RI ditertawakan dunia .. entahlah, sumber anda bukan berita resmi. Bisa benar .. bisa salah.. dlaif. Justru pada umumnya negara-negara yang hari rayanya selasa (30 Agust) itu mengikut Arab Saudi. Lihat http://moonsighting.com/1432shw.html .
Penetapan 1 Syawal 1432H oleh Arab Saudi sendiri kali ini sangat aneh. Rukyat juga tidak, hisab juga tidak pass. Lihatlah di http://www.makkahcalendar.org/en/when-is-shawwal-Aid-El-Fitr-1432-2011-islamiccalendar-dates.php .
OK lah .. Seandainya kita bermakmum ke Arab Saudi, maka dalam list anjuran untuk lebaran 30 Agust (dari website ini) pun Indonesia tidak masuk daftar. Artinya … kita/Indonesia dianjurkan oleh Arab Saudi justru berlebaran 31 Agust (silakan anda cerna sendiri).
MOhon maaf kl tak berkenan. wallahu a’lam
http://www.saudiembassy.net/services/Islamic_Calendar_1431.aspx
NU: Hari Ini 1 Syawal, yang Puasa Segera Berbuka
Selasa, 30 Agustus 2011 15:26 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – KH Maulana Kamal Yusuf, salah satu ulama besar di Jakarta yang juga menjabat Rois Suriah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta, mengatakan, hari ini, Selasa (30/8), sudah masuk 1 Syawal 1432 H. Bagi umat muslim yang masih melaksanakan ibadah puasa dianjurkan untuk segera berbuka puasa.
Kiai Kamal mengaku telah mengambil sumpah 3 orang saksi yang melihat hilal pada Senin (29/8) kemarin di Pondok Pesantren Al Husainiah, Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur. “Ketiga saksi yang bersumpah melihat hilal tepat saat waktu Maghrib. Posisinya miring ke selatan dalam keadaan vertikal. Dengan durasi hilal 5 menit,” kata Kiai Kamal kepada Republika, di Jakarta, Selasa (30/8).
Kiai Kamal menjelaskan, rukyat di Cakung dilakukan dengan tiga metode rukyat. Masing–masing, 4,35 derajat, 3 derajat, dan 2 derajat. Ketiga saksi dengan metode masing-masing mengaku melihat hilal.
Namun, petugas dari Pengadilan Agama Jakarta Timur yang berada di lokasi saat itu, enggan mengambil sumpah ketiga saksi yang telah melihat hilal. Bahkan, petugas tersebut meninggalkan tempat rukyat sebelum pengambilan sumpah.
Karena tidak ada yang mengambil sumpah, Kiai Kamal lalu diminta untuk mengambil sumpah ketiga saksi tersebut. Didamping Ketua Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab, dan Pimpinan Pondok Pesantrean Al Itqon, KH Mahfud Assirun.
“Ketiga saksi bersumpah, Demi Allah, melihat hilal tepat saat waktu Maghrib. Posisi hilal miring keselatan dalam keadaan vertikal. Dengan durasi hilal 5 menit,” kata Kiai Kamal.
Hasil rukyat di Cakung sempat dilaporkan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, Ahmad Jauhari, di depan Sidang Isbat. Namun, kata Kiai Kamal, pemerintah menganggap hilal tidak mungkin dirukyat, karena posisinya di bawah ufuk. “Tapi kita yang merukyat, melihatnya di atas ufuk,” ungkap Kamal.
Menurut Kamal, telah terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dengan saksi yang melihat hilal. “Pemerintah berijtihad, kita juga berijtihad. Tapi, ijtihad pemerintah tidak bisa membatalkan ijtihad kita,” kata Kamal menegaskan.
Karena itu, tim rukyat di Cakung, mengambil keputusan bahwa hari ini, Selasa (30/8), sudah masuk 1 Syawal 1432 Hijriah. “Bagi yang saat ini masih berpuasa dianjurkan untuk segera berbuka. Karena haram hukumnya berpuasa pada 1 Syawal,” kata Kamal.
Kegiatan rukyat di Cakung, tepatnya di Pondok Pesantren Al Husainiah, Pimpinan KH Muhammad Syafi’I, sudah berlangsung selama 50 tahun. Rukyat di Cakung tidak hanya dilakukan setahun sekali menjelang Lebaran saja, tapi dilakukan setiap bulan untuk mencocokan dengan perhitungan hisab.
KH Muhammad Syafii sendiri mampu melakukan hisab rukyat dengan 11 cara. Pada rukyat Senin (29/8) kemarin, kesebelas cara itu digunakan. “Sembilan cara hisab menyatakan hilal di atas ufuk, hanya 2 cara hisab yang di bawah ufuk,” kata Kiai Kamal.
Redaktur: Djibril Muhammad
Reporter: Muhammad Fakhruddin
–> kami sudah mengetahui berita ini. Bagi kami tak ada masalah. Perhitungan hisab dan pengamatan astronomi (rukyat) itu adalah murni ilmu pengetahuan. Rumus berkembang semakin sempurna dengan adanya penelitian lab/lapangan. Hisab tanpa rukyat sama sekali .. maka rumus mereka tak berubah dari zaman ke zaman. Artikel kami di atas semua adalah juga hasil perhitungan hisab (terkini) oleh para ahli, bahkan sudah tertampil secara visual.
Kalau ilmu itu sangat bagus…. kenapa termasuk kelompok yang sangat telat dalam melihat Hilal… Dengan cara2 seperti itu sangat mustahil Ummat Islam akan mempunyai kalender kedepan… bahkan bulan depan juga masih akan dipertanyakan dan diperdebatkan lagi (karena harus ngintip bulan dulu)…. Dan ada yg perlu dikritisi soal pemerintah,.. pada sidang Isbat tgl 29 kemarin telah melakukan kebohongan publik.. dengan menyatakan bahwa Arab Saudi dan Malaysia ! Syawal = hari Rabu… Padahal semua orang tahu Arab dan Malaysia berlebaran hari Selasa… Perlukah pemerintah yg suka bohong dan tidak takut sama Allah harus diikuti.. lagian negara kita bukan negara islam lagi… Wallahu alam
–> maaf .. mengenai kebohongan publik, bahwa disebut Idul Fitri di Malaysia dan Arab Saudi hari Rabu dan bukan Selasa, 30 Agustus 2011, pak menteri Suryadharma mengatakan tak pernah menyebut hal itu. lihat di http://www.tempointeraktif.com/hg/kabar_lebaran_10/2011/08/31/brk,20110831-354211,id.html
Saya cari2 di youtube, juga tak ada kalimat kebohongan itu. JIka anda punya bukti dengan referensi yang kuat (link, visual, atau naskah pidato), pasti itu akan lebih berguna. Dari pada hanya issue atau tuduhan saja.
wallahu a’lam.
Perbedaan bukanlah pembeda bagi sesama umat, ttpi kita bagi umat lain adalah pembeda,bagi para pembaca koment ini bukanlah melihat siapa yg kalah/menang melainkan saatnya kita kembali ke alquran dan sunnahnya jga ahlul baitnya, segolongan ulama yg berilmu bukan fiqih saja, ulama yg bukan pandai membaca kitab kuning saja, ulama yg hanya bisa mencari hadist2 utk kepentingannya saja, alquran sbg pedoman peganglah dengan pengetahuan mendalam, bukan karna satu ikut golongan yg akhrnya membawa perpecahan, sadarilah Alloh mengungkapkan kebenaran atas DIRINYA melalui ilmu pengetahuan dan ilmu lainnya, bukan hanya dengan ilmu zikr 1000x saja, itu lain hal dlm mendapati kebenaran, semoga ALLoh meridhoiku dan dirimu saudaraku
ini ada berita baru lg : http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/09/01/saudi-arabia-1-syawal-adalah-rabu-31-agustus-2011/
–> maaf, itu kayaknya hoax.. mbak. Penetapan 1 Syawal 1432H oleh Arab Saudi sendiri kali ini sangat aneh. Lihatlah di http://www.makkahcalendar.org/en/when-is-shawwal-Aid-El-Fitr-1432-2011-islamiccalendar-dates.php .
iya bener, memang hoax, saya cek berita resminya dari Arab Saudi nya ngga ada. Dan maaf saya laki
Mas agus: trimakash atas masukannya…kedepan dep. Agama dan ormas islam lain jg Lapan mesti mengagendakan rukyatul hilal didaerah cakung untuk membuktikan validitas temuanya sekaligus mendiskusikan metode hisabnya dgn yg dipegang dep.agama/ormas islam lainya…secara hirarki pengurus wilayah melaporkan temuannya ke pengurus besar nu disertai bukti yg ada, dan yg terjadi pengurus besarnya tetap pd pendirian menetapkan 1 syawal 31/8 sesuai ketetapan pemerintah….kalau dinyatakan telat penetapan tgl 31, apakah yang mendahului ketetapan muhammadiah yang mesti di ikuti, karena jamaah naqsabandiah jg memakai metode hisab…
Islam mengajarkan untuk bermusyawarah tatkala terjadi permasalahan, semua yang terlibat dan ada dalam musyawarah itu harus mengikuti dan mentaati hasil musyawarah. Para Ulamanya saja tidak mau melaksanakan itu, bagaimana kami orang awam.. masukkan untuk pemerintah ( kementrian agama), dalam penentuan tanggal 1 syawal coba tidak menggunakan kalimat yang pasti ( ada dua tanggal merah, tapi hasil yang ditetapkan satu hari, yaitu selasa)..
–> sidang itsbat itu musyawarah kan mas. Semua yang hadir mengikuti dan mentaati hasil musyawarah, kecuali satu saja.
[…] Mungkin Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 H ini Beda Lagi […]
duhai rembulan,
anda yang menjadi sumber perhitungan kalender manusia,
ataukah peredaran anda yg harus ngikut “perhitungan” manusia???
kok sekarang jadi kebolak balik sih..
kok sepertinya sekarang ini peredaran anda mengelilingi bumi lah yang harus mentaati “perhitungan” manusia..
bagaimana jika seandainya Allah merubah dan menetapkan anda 1 kali mengelilingi bumi memakan waktu 40 hari yang berarti 1 bulan tidak 29an hari lagi??
apakah manusia akan tetap ngotot memaksakan “perhitungan” 1 bulan = 29 hari sementara sang rembulan sendiri berkeliling selama 40 hari??
masya Allah..