Antara Kebenaran Syariat dan Hakikat

Syariat adalah hal yang berkenaan dengan hukum dan aturan-aturan. Dalam agama Islam, syariat adalah aturan hukum fiqih. Di dalamnya memuat aturan-aturan ibadah, halal haram, dlsb. Sedangkan Hakikat bermakna kebenaran sebenar-benarnya. Hakikat juga bermakna tujuan akhir (esensi), juga bermakna inti sebenarnya. 

Kebenaran dari sudut pandang syariat adalah kebenaran yang tidak melanggar hukum. Tidak ada bukti hukum yang dilanggar. Sedangkan kebenaran secara hakikat adalah kebenaran yang sebenarnya.

Biasanya dalam keadaan normal, jika sesuatu itu benar secara syariat maka ia secara hakikat juga benar adanya. Dan sesuatu yang benar secara hakikat maka harus benar pula secara syariat. Namun dalam kasus-kasus tertentu ada pula yang bertentangan. Nahh jika ada pertentangan, maka kebenaran yang mana yang harus diikuti? Coba simak contoh berikut ini.

Kasus 1.

Tunggul Ametung terbunuh oleh sebilah keris. Diketahui keris yang menancap itu milik Kebo Ijo, dan memang ada sidik jari Kebo Ijo. Namun diam-diam ternyata Ken Arok telah mencuri keris itu dan dengan menggunakan sarung tangan dia menusukkannya ke Tunggul Ametung.

Secara syariat Kebo Ijo bersalah. Dia dihukum mati.

Ken Arok tidak terbukti bersalah waktu itu, dan dia malah menjadi raja baru. Kelak di zaman era baru, sejarah mencatat bahwa dia lah yang membunuh TA.

Kasus 2.

Seorang cowok A menyukai cewek B. si B menolak. A kemudian mengguna-guna B, sehingga B jatuh cinta (akibat guna-guna) kepada A. Kemudian A menikahi B secara sah. Setelah puas [.. sensor ..], seminggu kemudian A menceraikan B. 

Dalam hal ini, menurut  syariat maka tidak ada yang salah. Namun pada hakikatnya, A telah memperxoxa B. 

Kasus 3.

SU menikah sah dengan IS. Namun ternyata selama pernikahan itu IS berselingkuh dengan PL. Dari perselingkuhan itu lahir anak bernama AN. Teknologi saat ini membuktikan bahwa AN membawa separuh DNA IS dan separuh DNA PL. Tidak ada DNA SU sama sekali yang diturunkan kepada AN.

Secara syariat AN adalah anak SU, namun secara hakikat dia anak PL. Secara syariat AN boleh menikah dengan anak PL yang lain. Namun jika itu terjadi, maka sebenarnya terjadi incest dan anak mereka bisa jadi menderita cacat.

Kasus 4.

HB mengaku cicit (buyut) M. Buku silsilahnya menyatakan demikian. Namun dari hasil test DNA, ternyata tidak ada DNA M sama sekali yang diturunkan ke HB.

Secara syariat HB keturunan M, namun secara hakikat bukan. Anda ikut yang mana?

Kesimpulan

Kebenaran secara syariat berakibat efek hukum, dan kebenaran hakikat menimbulkan keyakinan walaupun tidak ada konsekuensi hukum padanya.

Seseorang bisa melakukan trik untuk mencapai kebenaran secara syariat, namun hal itu tidak bisa dilakukan untuk kebenaran hakiki.