Sekali lagi: Mengucapkan Niat Sholat
Oleh : KH. Mustofa Bisri
Niat itu tempatnya di hati, dan memang seharusnya niat itu dengan hati, akan tetapi saya dengar orang-orang bersembahyang di Masjid, niatnya dengan ucapan Usholli fardlo dzuhri dst. Sahkah itu?
Niat itu memang tempatnya di hati. Kalau hanya ucapan Usholli fardlo dzuhri dan seterusnya saja itu namanya bukan niat.
Kalau demikian, lalu apa gunanya baca Usholli?
Gunanya untuk menolong agar hati kita itu ingat mensahajakan, sebab manusia itu tempatnya lupa. Apalagi di dalam niat itu, kita harus Ta’ridh dan Ta’yin. Untuk ingat mensahajakan sholat berikut ta’ridh dan Ta’yin adalah tidak mudah.
Bagaimana hukumnya kalau orang sholat tidak baca usholli, tetapi sudah niat hati? dan bagaimana hukumnya baca usholli padahal juga juga niat dengan hati?
Sholat dengan niat yang mencakup syarat, tanpa baca usholli ila akhirihi hukumnya sah. Melengkapi dengan bacaan usholli ila akhirihi hukumnya mandub. Menurut keterangan kitab-kitab fiqih yang menjadi pegangan para ulama’seperti Fathul Qorib, Fathul Mu’in dan lain sebagainya.
Tetapi saya pernah membaca majalah berbahasa Indonesia. Di sana diterangkan bahwa bacaan Usholli ila akhirihi itu tidak baik, bahkan termasuk bid’ah yang sesat.
Hal itu terserah kepada saudara. Kami dan saudara sama-sama mempunyai pegangan. Kami mempunyai pegangan kitab-kitab Fathul Mu’in dan sebagainya. Dan saudara sama-sama mempunyai pegangan. Saudara juga mempunyai pegangan majalah. Sayangnya ada sedikit perbedaan yaitu Fathul Mu’in mengatakan bahwa tidak membaca Usholli juga boleh, dan tidak sesat, tetapai majalah yang saudara sebutkan mengatakan bacaan Usholli tidak baik dan sesat. Jadi Fathul Mu’in tidak menganggap salah kepada orang yang tidak membaca Usholli dan majalah tersebut mengangggap salah kepada orang yang membaca Usholli.
Sebabnya dikatakan sesat dan dikatakan salah, karena menambah aturan-aturan di dalam sholat.
Keterangan saudara itu tidak benar, karena sholat itu dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Jadi sebelum waktu takbir itu namanya belum sholat, sedang bacaan Usholli itu dilakukan sebelum Takbirotul Ihrom. Itu dengan kata-kata lain diucapkan di luar sholat, dan sama sekali tidak mengganggu tata tertibnya sholat.
Sumber: http://nunihon.org/
Rasulullah b menerangkan bahwa segala perbuatan tergantung kepada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan balasan menurut apa yang diniatkannya.
عن أميرالمؤمنين عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin al-Khattab a berkata,” Aku mendengar Rasulullah b bersabda,” Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan RasulNya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”
(HR. Bukhari 1/9 (1), Muslim no. 1907)
Adapun letak niat adalah di hati dan tidak dilafadzkan karena memang tidak ada hadits yang menyebutkan shighat lafadz niat tersebut kecuali hadits tentang perintah Rasulullah b untuk mengucapkan lafadz basmallah ketika akan berwudhu.
Berkata Imam Asy-Syafi’i v di dalam kitab Al-Umm,”
وَلاَ يُجْزِئُ الْوُضُوءُ إلا بِنِيَّةٍ وَيَكْفِيهِ مِنْ النِّيَّةِ فِيهِ أَنْ يَتَوَضَّأَ يَنْوِي طَهَارَةً مِنْ حَدَثٍ أَوْ طَهَارَةً لِصَلاَةِ فَرِيضَةٍ أَوْ نَافِلَةٍ أَوْ لِقِرَاءَةِ مُصْحَفٍ أَوْ صَلاَةٍ عَلَى جِنَازَةٍ أَوْ مِمَّا أَشْبَهَ هَذَا مِمَّا لاَ يَفْعَلُهُ إلا طَاهِرٌ .
“Tidak sah seseorang berwudhu tanpa niat dan seseorang cukup dikatakan berniat bila ia melakukan wudhu’.Ia berniat bersuci dari hadats atau bersuci untuk shalat fardhu,atau nafilah, atau membaca al-Qur’an, atau shalat jenazah atau semisalnya yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang yang bersih.”
(Al-Umm, Kitab Thaharah باب قدر الماء الذي يتوضأ به . Lihat juga penjelasan “niat” dalam Kifayatul Ahyar tahqiq Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah h. 35-37).
Maksud dari perkataan ini adalah ketika seseorang akan mengerjakan sesuatu, ia harus tanamkan niat di dalam dirinya dengan kesungguhan bersamaan dengan pelaksanaan pekerjaan itu. Ucapan Imam asy-Syafi’i v ini sesuai dengan perkataannya ketika membahas perkara niat shalat, juga di dalam kitab Al-Umm :
)قال الشافعي( والنية لا تقوم مقام التكبير ولا تجزيه النية إلا أن تكون مع التكبير لا تتقدم التكبير ولا تكون بعده
Berkata Imam asy-Syafi’i v ,”Dan niat itu tidak bisa menggantikan takbir dan tidak sah niat itu kecuali dilakukan bersamaan dengan takbir. Tidak mendahului takbir dan tidak pula setelah takbir.”
(Al-Umm, Kitab Shalat باب النية في الصلاة.)
Maka dari itu dapat dipahami dari ucapan Imam asy-Syafi’i v ini bahwa niat itu adanya di dalam hati dan tidak dilafalkan. Karena tidaklah mungkin melafalkan niat tersebut jika harus bersamaan dengan ucapan takbir apalagi tidak boleh mendahului takbir ataupun setelah takbir.
Ibnu Taimiyah v berkata: “Menurut kesepakatan para imam kaum muslimin, tempat niat itu di hati bukan lisan dalam semua masalah ibadah, baik bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, memerdekakan budak, berjihad dan lainnya. Karena niat adalah kesengajaan dan kesungguhan dalam hati. (Majmu’atu ar-Rasaaili al-Kubra, I/243)
Demikianlah para ulama ahlussunnah yang masyhur tidak ada yang mengajarkan bentuk lafadz niat itu dan sekiranya lafadz niat itu ada dari Rasulullah b pastilah telah ada pada kitab-kitab mereka. Hal ini karena masalah niat adalah perkara yang penting dan menjadi syarat keabsahan suatu ibadah, jadi niscaya mereka tidak akan meluputkannya.
–> 100 untuk anda. Alhamdulillah dalil-dalil anda memperkuat pula pendapat kami. Setuju bahwa niat itu letaknya berada di hati, bukan lesan. Ucapan niat dilakukan untuk membantu menetapkan niat di hati. Demikianlah pendapat-pendapat para ulama yang saya ketahui.
Ucapan lafadz niat dilakukan sebelum takbir, tidak bersama-sama takbir. Itu artinya sebelum sholat.. bukankah kita bebas melakukan apapun sebelum (yg berarti di luar) sholat. Lalu .. apa salahnya jika melafadzkan niat ketika akan sholat. Dgn demikian bersamaan dengan takbiratul ikhram, niat di hati telah menetap mantab sesuai dgn lafadz niat yg baru saja diucapkan.
Sedangkan komentar-komentar anda itu adalah tafsiran anda sendiri. Penafsiran ngawur dari sebuah kitab yg agung. Dari mana referensi anda. Apakah berdasar kitab2 syafiiyah juga? Jika anda berguru kitab al-Umm kepada ulama yang bermadzab Syafii (kitab Al Umm adalah karya Imam Syafii), niscaya anda tak kan mengatakan misal spt ini ,
Pada kenyataannya dalam madzab syafii lafadz niat itu disunnahkan, karena membantu menetapkan hati. Simaklah kembali kata2 gus Mus ini, (beliau adalah salah seorang ulama bermadzab Syafii, sesepuh NU, yang tinggal di Rembang, Jawa Tengah)
Apakah Niat Perlu Dilafazhkan? Haruskah dengan Usholli …?
http://rumaysho.wordpress.com/2009/02/03/aku-berniat-%E2%80%99usholli-nawaitu-%E2%80%99/
man amila amalan laysa alayhi amruna fahuwa roddu. Segala amalan yang bukan dariku akan tertolak(sabda rasululloh.
Tak pantaslah mengomentari pendapt dengan ucapan-ucapan yang kasar seperti kata-kata “penafsiran ngawur” beginikah seorang yang alim menghadapi lawan bicaranya(diskusinya)?
Gus Mus itu siapa? apa dia juga ulama?(yang sesuai dengan kriteria Ulama).
Jangan mengambil referensi dari ucapan seseorang(yang belum jelas ke ilmuannya), tapi ambil dari Al-Qur’an atau hadits yang shohih.
–> Jika sebuah penafsiran tak menunjukkan rujukan, maka apakah istilahnya? ok .. silakan sebut sendiri.
Kata2 anda di atas otomatis menolak amal yg mubah. Ada banyak amal yg bukan dari baginda Nabi saw, tak diperintahkan dan juga tak dilarang. Berbuka puasa dengan minum teh hangat, makan gereh pethek rendhang sapi, main balon sebelum shalat, membaca sejarah ken arok, shalat pakai batik, dllsb. Apakah amal shalat/ puasa menjadi tertolak semuanya?
Maaf .. kami tak pakai itu. Ada banyak amal yg bukan dari baginda Nabi saw, tak diperintahkan dan juga tak dilarang. Sabda Nabi saw yang dimaksud adalah amal yg melawan syariat. Demikian yg kami ketahui. Dan ada banyak (bahkan setiap) amalan mubah dapat menjadi ibadah, selama tak melanggar syariat.
maaf .. kata2 anda pun tak sopan. Meremehkan kemampuan seseorang (gus mus). Menurut yg saya ketahui .. Gus Mus itu seorang ulama, atau paling tidak tingkat ilmunya lebih tinggi dari kami. Beliau mempunyai ilmu yang cukup untuk disebut ulama.
Benar kata anda, kita ambil dari Al-Qur’an dan/atau hadits yang shohih. Maka kini kami ambil al Qur’an dan hadits antara lain dari gus mus itu. Ini adalah penjelasan beliau mengenai sebuah amalan, berdasarkan dalil-dalil (Qur’an hadits ijma qiyas dll) yang beliau kuasai. Memang dalil2nya tidak tampil di sini.
Menurut anda, kriteria ulama itu yg bagaimana? Jika gus mus tak masuk kriteria, apa yg menyebabkannya? Apakah anda atau rujukan anda juga benar2 ulama … lebih mumpunikah?
Maaf kl tak berkenan.
Menyingkap Mitos Wahhabi
Download eBook
http://ia341336.us.archive.org/3/items/eBook_1129/Menyingkap_Mitos_Wahhabi.pdf
saya suka bingung dengan pemikiran yang sempit orang2 yg menganggap sesuatu itu bid’ah padahal belum tentu bid’ah,,,, kenapa mengucapkan niat saja jadi masalah,,, saya yakin dengan mengucapkan niat itu sunah,,, tempatnya niat itu dlm hati pasti dan jelas,,,!!! saya berniat mengucapkan niat sholat itu supaya hati saya lebih tenang!!! bukan kah amalan itu tergantung niatnya jika dengan mengucapkan niat sholat saya lebih khusu berarti Itu amalan yg baik dan dapat pahala disisi ALLOH,, SIMPLE KOK GAK USAH DIBIKIN REPOT!!! ingat ALLOH maha kaya!!!! masa kita berniat mengucapkan niat agar sholat kita lebih khusyu,,, gak dapet pahala!!!! ini ada sebuah analogi dari hadits riwayat bukhari-muslim meriwayatkan dari aisyah rah,, bahwa rosulullah saw pernah mengutus seseorang untuk untuk memimpin pasukan perang yg saat mengimami mereka shalat, dia mengakhiri bacaan suratnya dengan surat al-ikhlasa. ketika sudah kembali , mereka pun menceritakan hal itu kepada rosulullah saw. namun beliau malah berkata : “coba tanyakan kepadanya apa maksud tindakannya itu.” saat mereka menanyakannya, dia menjawab: “alasan aku melakukan hal itu adalah karena surat tersebut berisikan sifat ALLOH yang maha rahim dan karena aku suka membacanya.” mendengan jawaban yang seperti itu rosulullah saw bersabda “kabarkan padanya bahwa ALLOH mencintainya”
dari hadits diatas terlihat bahwa orang tersebut dengan inisiatif sendiri mengakhiri bacaan surat dg surat al-ikhlas padahal rosulullah tidak melakukannya,,, jadi jelas sesuatu itu tergantung niat kita jika niat kita baik maka akan dapat ganjaran yg baik pula analoginya sekarang saya berniat mengucapkan niat agar sholat saya lebih khusu bukankah itu hal yg baik, dan dengan niat yg baik pula,,, tidakkah saya dapat balasan yg baik pula ALLOH maha kaya!!!
gus mus itu mungkin ulama,,!!! tapi yg menjadi patokan hukumkan al-quran dan as-sunah,,, kita pegang saja ulama yg kredibilitasnya sudah jelas,,,, mereka banyak meninggalkan kitab2 sebagai pengganti dari pendapat mereka!!!! klo gus mus sich,,,???? wah gak ngerti dech!!!
–> Dari siapakah kita mendapatkan ilmu agama ini? Dari siapakah kita mendapatkan ilmu al Qur’an, sunnah Nabi saw, fikih, dll? Itulah dari para ulama. Merekalah yang mewarisi ilmu baginda Nabi saw. Tentu saja mereka juga punya pendapat, namun pendapat para ulama didasari dengan ilmu yang dibawanya, yaitu dalil-dalil al Qur’an dan sunnah.
Jika kita tak mengambil ilmu agama ini (ilmu al Qur’an, sunnah Nabi saw, kitab hadits, buku fikih, dll) dari para ulama, maka dari siapa lagi. Atau mau ambil dari karangan missionaris,..??
Ketika anda menyebutkan ulama panutan anda (yang menurut anda kredibel), maka bisa saja ada orang menulis di sini, merendah-rendahkan pula ulama panutan anda itu. Bahkan mungkin disertai bukti-bukti. Di sini saya tak tertarik untuk meremeh-remehkan/mencibir seseorang. Memperlihatkan akhlak yang kurang.
Oleh karena itu, jika anda melihat bahwa pendapat Gus Mus ini ada yang bertentangan dengan dalil-dalil al Qur’an dan sunnah baginda Nabi saw, maka buktikanlah. Itu jauh lebih baik dari pada meremehkan/ merendah-rendahkan kredibilitas seseorang tanpa bukti.
Sedangkan A. Mustofa Bisri dalam epilog-nya antara lain mengatakan, “Kebodohan adalah bahaya tersembunyi yang ada dalam setiap orang, mengatasinya adalah dengan terus belajar dan terus mendengarkan orang lain. Karena kebodohan pula ada orang-orang yang berusaha menyenangkan Nabi dengan hanya meniru penampilan lahiriahnya namun mengabaikan aspek khuluqiyahnya…Mereka berpikir, Kanjeng Nabi Muhammad saw., akan bahagia jika umatnya memakai busana sebagaimana beliau pakai empat belas abad yang lalu…” (hal. 235)
Jadi, bagi Mustofa Bisri, seseorang yang mengikuti cara berbusana ala Rasulullah adalah orang yang bodoh. Padahal, seharusnya hal itu ditafsirkan sebagai bagian dari kebebasan berekspresi. Setiap orang bebas mengekspresikan cara berbusananya, yang sesuai dengan ketentuan agama dan keinginan hatinya. Kalau seseorang itu memilih untuk berbusana ala Rasulullah, mengapa ia harus dikatakan bodoh? Apakah seorang Mustofa Bisri diberi wewenang untuk menghakimi pilihan berbusana seseorang?
Siapa sesungguhnya yang dijadikan sasaran tembak Mustofa Bisri dengan untaian kalimat yang menghakimi itu? Rasanya bukan komunitas PKS. Masyarakat luas tahu, sejumlah tokoh yang gemar mencontoh gaya berbusana ala Rasulullah empat belas abad yang lalu adalah para pendiri ormas terbesar yang berbau Islam, juga para elitenya. Kalau pendiri dan elitenya saja dinilai bodoh oleh Mustofa Bisri, bagaimana pula dengan pengikutnya?
Melalui kalimat-kalimat yang dirangkainya itu, Mustofa Bisri nampaknya sedang mengejek kalangannya sendiri. Juga, mengejek para agamawan lain seperti ulama agama Budha, Biarawati, Pastor dan Pendeta. Karena busana yang mereka kenakan sudah ketinggalan zaman, sebab sudah berusia belasan bahkan puluhan abad silam. Toleransi apa sebenarnya yang sedang dijajakan Mustofa Bisri?
–> Sebenarnya saya tak tertarik untuk diskusi masalah ini. Dari (mengucapkan) niat shalat kok membelok ke pribadi Gus Mus. Tapi saya melihat ada yang salah dengan opini anda. Berikut saya kutib (semua saya kopi dari tulisan anda),
Namun anda memplesetkannya dengan menggunting yg dicetak tebal,
Sungguh sangat berbeda maknanya. Opini anda seterusnya menjadi mentah, karena sejak awal ada manipulasi.
Wallahu a’lam.
agar jelas simak
Buku Ilusi Negara Islam lanjut
http://www.nahimunkar.com/?s=bisri
Seandainya kita akan sholat dhuhur trus niat dlm hatinya cukup dgn bhs jawa niat sholat ferdu dhuhur apa bhs arab usholli…dst..
–> silakan ..
Jgn sedikit-sedikit mengatakan bid’ah atau sesat,sholat jumat yg berbahasa Indoneisa tdk perna dilakukan oleh Rosul..bagaimana menrut anada bid’ah kah?