Benarkah Tarawih 20 Rakaat? (5)

Bab 5

Tarawih Tidak Sama Dengan Tahajud

Shalat tahajud adalah bukan tarawih, demikian pula sebaliknya. Tahajud dan tarawih berbeda karena hal-hal berikut ini:

(1) Tahajud diperintahkan oleh Allah swt yang berfirman kepada Rasulullah saw: Hai orang yang berselimut, bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya) (QS.73:2)

Ayat berikut juga mengindikasikan perintah tahajud: Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.(QS. 17:79. )

Sementara tarawih, justru Rasulullah saw takut jika itu akan diwajibkan untuk umatnya.

Dengan kata lain, tarawih dirintis oleh baginda Rasul saw. Ini disebut dalam hadits beliau, “Ini adalah bulan di mana Allah mewajibkan puasa sementara saya (Rasulullah saw) mengajarkan tarawih sebagai sunnah.” (Nisai vol.1 pg.308; Ibn Majah pg.94)

(2) Tahajud diperintahkan di Makkah, sementara tarawih ditetapkan di Madinah.

(3) Telah sepakat bahwa jumlah rakaat tahajud berasal dari Rasulullah saw. Maksimum 13 beserta witir dan minimum 7 rakaat termasuk witir. Namun, dalam hal tarawih, tidak ada jumlah yang pasti telah diriwayatkan pada malam ketika Rasulullah mengimami shalat di masjid di bulan ramadlan. Oleh karena itu, ada perbedaan pendapat di antara mujtahidin. Ada yang 20, ada yang 36 atau lebih. Jadi riwayat Imam Bukhari (yg mana 8 rakaat) tidak dapat dikatakan sebagai sholat tarawih. Menurut riwayat ini dapat disimpulkan bahwa Rasulullah saw tidak menambah sholat tahajudnya di bulan ramadlan, sebab beliau mengajarkan/merintis sholat lain di bulan itu yang dikenal dengan nama tarawih. Apa yang Aisya ra maksud di hadits itu adalah bahwa tahajud Nabi saw tidak berbeda antara bulan ramadlan ataupun di bulan-bulan yang lain. Namun, di bulan ramadlan, beliau saw menambah ibadahnya sesungguh-sungguhnya dengan mengerjakan tahajud dan juga tarawih. (Durrul Manthur vol.1 pg.185; Bukhari vol.1 pg. 271; Muslim vol.1 pg.372; Abu Dawood vol.1 pg.190; Sunan Darimi vol.1 pg.285)

(4) Kalimat berikut ditulis di kitab Muqanna, sebuah kitab yang sahih dalam madzab Hambali:

“Tarawih adalah 20 rakaat yang dikerjakan di bulan ramadlan dengan berjamaah. Jika seseorang ingin mengerjakan tahajud juga, maka dia tidak perlu mengerjakan witir setelah tarawih. Witirnya ditunda sampai setelah tahajud.” (Muqanna pg.184)

Dari kutipan di atas, jelas bahwa bahkan Imam Ahmad Ibn Hanbal (241 A.H), guru dari Imam Bukhari memahami bahwa tahajud dan tarawih adalah dua sembahyang yang berbeda. Imam Bukhari juga memahami hal ini. Beliau mengerjakan sholat tarawih dengan murid-muridnya di waktu malam yang awal dengan menyelesaikan bacaan Qurannya. Di akhir malam beliau mengerjakan tahajud sendirian. (Tarikh Baghdad)

Talq Ibn Ali ra, seorang sahabat, sembahyang tahajud setelah menyelesaikan tarawih dengan sahabat-sahabat ra yang lain. (Sunan Nisai)

(5) Tahajud umumnya dikerjakan setelah tidur sementara tarawih dikerjakan segera setelah Isya’. Di dalan Sahih Bukhari, Umar ra mendorong orang-orang untuk tidak meninggalkan shalat tahajud di akhir waktu malam walaupun telah mengerjakan tarawih di awal malamnya.

(6) Tahajud dikerjakan sepanjang tahun sementara tarawih hanya khusus di bulan ramadlan. Salafy pun mengakui hal ini. . Lihat Fataawa Ulama Hadith vol.6 pg.243)

(7) Jamaah merupakan pilihan dalam tarawih. Sementara hadits Aisya menunjuk kepada sembahyang yang dilakukan sendirian yaitu tahajud. (Majmauz Zawaid vol.3 pg.172 and Atharus Sunan pg.200)

Ada lagi perbedaan-perbedaan antara kedua shalat ini (tahajud dan tarawih). Maulana Rashid Ahmad Gangohi (1323 A.H) membuktikan dengan baik perbedaan-perbedaan itu dalam kitabnya Ar-Ray An-Najîh’. Demikian juga Moulânâ Qâsim Nanotwî menjelaskan perbedaan-perbedaan antara keduanya di dalam kitabnya ‘Al-Haqq As-Sarîh’.

Wallahu a’lam.

Bersambung ………….

Sumber: http://qa.sunnipath.com/