Benarkah Tarawih 20 Rakaat? (6)

Bab 6

Hadits Jabir

Hadits yang dikutip oleh kelompok non-madzab sebagai berikut:

Dari Jabir bin Abdullah radliyallahu `anhu berkata: “Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam shalat bersama kami pada bulan Ramadlan delapan raka’at dan beliau berwitir. Tatkala malam berikutnya kami berkumpul di Masjid dan berharap beliau keluar (ke masjid). Ternyata beliau tidak kunjung datang sampai pagi. Kemudian kami masuk dan mengatakan: “Wahai Rasulullah kami tadi malam berkumpul di masjid dan kami mengharap engkau shalat bersama kami.” Maka beliau berkata: “Sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan atas kalian

Analisa hadits

Dalam kesahihan hadits, salah seorang periwayatnya adalah Yaqub Ibn Adbillah Al-Qummi. Ibnu Katsir telah menolaknya dan menyebutkan bahwa Yaqub sebagai syiah dan riwayatnya tidak dapat diterima. (Al Bidayah wan Nihayah vol.8 pg.375). Riwayat ini juga bertolak belakang dengan Ijma sahabat ra.

Ada seorang periwayat dari Jabir ra yaitu Isa Ibn Jariyah. Ad Dzahabi dan Ibn Hajar menyebut periwayat ini dalam Mizanul Itidal (vol.2 pg.311) dan Tahzîb-at-Tahzîb. Beliau mengutip Yahya Ibn Main, ulama terkemuka di bidang ilmu ‘Jarh wat Tadîl’ (ilmu tentang kesahihan sebuah hadits). Menurut beliau, Isa Ibn Jariyah bukan periwayat yang sahih. Imam Nisai dan Abu Dawud memandangnya sebagai sebagai munkarul hadits. Nisai juga menyebutnya sebagai matruk. Saji Uqaili memandangnya sebagai lemah sementara Ibn Adi (365 A.H) mengatakan bahwa periwayatannya tidak mahfudz. Hanya Abu Zur’ah dan Ibn HIbban (354 A.H) menghormati kredibilitasnya. Prinsip-prinsip hadits menyatakan bahwa jarh (cacatnya) mendahului tadil (jujur-nya). Sehingga Isa dipandang sebagai majruh (tidak jujur), terutama ketika seseorang menggunakan riwayat-riwayat Imam Nisai dan Abu Dawud yang melalui dia.

Moulana Abdur Rahman Mubarakpuri (1353 A.H.) [seorang ulama salafy/wahaby] menulis bahwa hadits dari seorang yang diketahui sebagai munkarul hadits patut ditolak.(Ibkarul Matn pg.191) Dengan demikian, hadits ini tidak dapat diterima apalagi jika dia hanya satu-satunya periwayat dari Jabir dan tidak ada periwayat lain yang mendukung (mutâbi’).

Muhammad Ibn Humaid Râzi, periwayat lain dalam sanad hadits ini juga dipandang sebagai lemah, sehingga menjadikan hadits ini tidak dapat diterima. (Taqrib)

Wallahu a’lam.

sumber: http://qa.sunnipath.com/

Catatan tambahan dari: http://masud.co.uk/

Hadits ini juga dianalisis oleh Syeikh Abdur Rahim dalam Fatawa-nya (vol. 1, pg. 278-9), dengan kesimpulan hadits ini dloif. Beliau mengatakan:”Hadits ini sanadnya tak bisa dipercaya.” Dalam sanadnya terdapat Ibn Hamid Razi, yang berkenaan dengannya terdapat penilaian-penilaian seperti ini,

(1) Dia lemah – Hafidz az-Dzahabi (Mizanul I’tidal, vol.3, pp. 49-50
(2) Dia meriwayatkan banyak hadits munkar – Ya’qub Ibn Shaybah
(3) Dia ditolak – Imam Bukhari
(4) Dia pendusta – Abu Zur’ah
(5) Saya bersaksi dia pendusta – Ishaq Kausaj
(6) Dia meriwayatkan hadits apa saja; Saya belum pernah melihat seorang lelaki yang lebih tak tahu malu dibanding dia – Sauleh Jazrah
(7) Demi Allah! Dia pembohong – Ibn Kharash
(8) Dia tidak jujur – Imam Nisai

Sekarang berkenaan dengan periwayat kedua, Ya’qub ibn Abdullah Ash’ari al-Qummi,

(1) Dia tidak kuat – Daraqutni (see Mizanul I’tidal, vol. 3, pg. 324).

Berkenaan periwayat ke tiga, Isa ibn Jariyah,

(1) Dia pe-munkar hadits – Ibn Ma’in
(2) Haditsnya diingkari – Nisai
(3) Haditsnya ditolak (matruk ) – Nisai
(4) Haditsnya diingkari – Abu Dawud – synopsis
(5) Dia terhitung lemah – (Mizanul-I’tidal, vol. 2, pg. 311, oleh Hafiz al-Dhahabi).

Bersambung …………….