Sejarah dan Perbedaan 4 Madzab (2)
Prinsip Perbedaan Pengambilan Hukum
Untuk lebih jelasnya, dalam mengambil hukum, masing-masing madzab terdapat perbedaan-perbedaan seperti terlihat sebagai daftar di bawah, yaitu,
a. Sumber Madzab Hanafi
1. Al Quran al Karim
2. Sunnah Rasul yang sahih-sahih dan masyhur
3. Ijma’ sahabatNabi.
4. Qiyas (pendapat).
5 Istihsan (pendapat).
b. Sumber Madzab Maliki:
1. Al-Quran al Karim.
2. SunnahRasul yang sahih menur’ut pandangan beliau.
3. Amalan para Ulama ahli Madinah ketika itu.
4. Qiyas (pendapat).
5. Masalihul-mursalah (kepentingan umum)
c. Sumber Madzab Syafi’i:
1. Al-Quran al Karim.
2. Hadits yang sahih menurut pandangan beliau (Hadits shahih mutawatir, hadits sahih-ahad,hadits shahih masyhur).
3. ljma’ para Mujtahid.
4. Qiyas.
d. Sumber Madzab Hanbali:
1. Al-Quran al Karim.
2. Ijma’ sahabatNabi.
3. Hadits termasukHadits Mursal dan Hadits Dhaif.
4. Qiyas (pendapat).
Tampak bahwa ke-empat Madzab itu memegang Al-Quran dan hadits sebagai sumber pertama, namun dalam menjalankan ijtihad untuk mengambil hukum terhadap suatu masalah, mereka ada perbedaan. Gambar berikut berusaha menjelaskannya,
.
Keterangan gambar:
1. Ke-empat Madzhab memakai Quran nenjadi dalil utama.
2. Imam Hanafi mendahulukan pemakaianQiyas (pendapat) dibanding hadits-hadits ahad dan masyhur. Oleh karena itu pengambilan hadits digambarkan lebih kecil dari pada Qiyas.
3. Imam Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, hadits lebih utama dari Qiyas.
4. Imam Hanbali memakai hadits dhaif dan hadits mursal. Karena itu pengambilan hadits digambarkan lebih besar dibanding dengan 3 madzab yang lain.
5. Yang memakai Istihsan hanya Istihsan hanya madzab Hanafi.
6. Yang menggunakan masalihul mursalah hanya Imam Maliki.
7. Tentang ljma’, berbeda di antara 4 madzab,
a. Imam Hanafi memakai ljlna’ Sahabat-sahabat
b. Imam Maliki memakai ljma’ Orang Madinah’
c. Imam Syafi’i memakai ijma’ imam-imam mujtahid
d. Imam Hanbali memakai lj’ma’ Sahabat Nabi’
Dengan pendapat yang berbeda-beda ini dapatlah kita ketahui bahwa dari 4 madzab itu muncul hasil fiqih yang berbeda, karena memang metode pengambilan hukumnya juga berbeda.
Di dalam kitab Bidayatul Mujtahid karangan Ibnu Rusydi dan Kitab Fikih menurut Madzhab yang 4 karangan Abdur Rahman al Jazairi diterangkan perbedaan-perbedaan hukum antara Madzhab yang 4 itu, yang ditimbulkan karena perbedaan-perbedaan prinsip dalam system pemngambilan hukumnya
Dari gambar di atas juga tampak bahwa,
Dasar dari Madzhab Syafi’i hanya 4 saja, yaitu Surah, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Ijma’ dan Qiyas pada hakikatnya berpokok kepada Quran dan Hadits. Imam Syafi’i tidak memakai Istihsan, Mashalih Mursalah, yang pada hakikatnya adalah juga pendapat “manusia” belaka.
Walaupun dalam gambar ini pemakaian Hadits dalam Madzhab Hanbali lebih besar dibanding dalam Madzhab Syafi’i, tetapi Imam Hanbali juga memakai Hadits yang dhaif dan Mursal sebagai pokok hukum. Sedangkan Imam Syafi’i hanya memakai Hadits Sahih saja. Hadits dhaif dalam madzab Syafi’i hanya dipakai dalam sandaran fadhailul Amal (amalan-amalan sunnat).
Hadits Mursal dalam Madzab Syafi’i tidak dipakai, kecuali Mursal Said Ibnul Musayyab saja.
Di dalam pemakaian Ijma’, Madzhab Syafi’i hanya menggunakan Ijma’ (kesepakatan) Imam-imam Mujtahid di dalam suatu masa. Imam-imam Mujtahid adalah orang-orang ahli, expert, orang pandai-pandai dan pintar-pintar.
Di dalam Madzab Hanafi lebih sedikit memakai hadits. Yang lebih banyak adalah memakai ra’yun” (ijtihad atau pendapat), kebalikan dari madzab Syafi’i yang banyak memakai hadits dan sedikit sekali memakai Qiyas (pendapat).
.
Bolehkah tidak bermadzab atau ganti-ganti madzab?
Tidak bermadzab itu artinya menciptakan madzab baru di luar 4 madzab di atas. Coba simak dialog pakar ini.
.
Wallahu a’lam.
.
Sumber: KH Siradjuddin Abbas, “Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’i”, Pustaka Tarbiyah, 1994, Jakarta.
gimana klu keyakinan kita itu berubah-ubah mengenai keyakinan ber madhab………..seumpama kita menganut madhabnya imam syafii tapi suatu ketika kita itu dalam keadaan kesulitan mengenai hukum suatu masalah n akhiranya kit ganti keyakinan ber madhab untuk mempermuadah penyelesain hukum masalah tersebut…………?
–> Salam kenal mas arifin. Merintis madzab baru hanya dapat dilakukan oleh pakar (ulama mujtahid). Ini seperti melakukan penelitian di dalam ilmu umum.
Pindah-pindah madzab pun hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang telah sampai ilmunya (kepakarannya). Kepada merekalah kita bertaqlid. Simak dialog ini. Orang yang tak bermadzab atau pindah-pindah madzab tanpa disertai ilmu itu namanya ngawur. Berbahaya.
Saran saya.. ada ulama yang menjadi pegangan kita (kita ikuti pendapatnya).
wallahu a’lam.
Menurut saya sie belajar dari berbagai sumber itu baik, tapi kalo amalanya harus ikut si A B C atau D apa malah tidak wenyalahi Al Qur’an dan Hadits?….
–> Seperti ketika seseorang berada di kota asing ingin menuju sebuah alamat. Dia pasti akan bertanya (mengikuti petunjuk) kepada orang asli di sana (atau orang yang lebih memahami kota itu) untuk menuju alamat itu. Jika anda tak mau bertanya, atau bertanya sedikit saja dan kemudian berlagak tahu, bisa dipastikan anda akan tersesat. Dan bertanya kepada orang banyak sekaligus juga bukan cara yang baik. Jika masing-masing memberi petunjuk jalan yang sangat berbeda, justru membingungkan. Padahal ke semuanya benar jika dituruti sampai tuntas.
Kemudian jika anda telah lama berada di kota itu dan memahami kota itu, anda tak perlu bertanya lagi. Kapan anda telah memahami kota itu, anda yang lebih tahu kapan harus bertanya dan kapan harus memutuskan sendiri. Jika anda mau jujur kepada diri sendiri, anda sadar seberapa jauh pemahaman anda mengenai kota itu.
Tapi kadang banyak orang merasa sombong. Orang-orang asli dan lama di sana (dan orang yang telah menguasai kota itu) jelas akan mengetahui bahwa apakah anda orang tolol yang berlagak tahu … ataukah anda orang yang benar-benar tahu keadaan kota itu.
Kalau anda yakin bahwa anda lebih tahu dari A B atau C D, silakan anda jalan sendiri.
Tapi jika ada orang dengan kadar keilmuan di atas anda .. alangkah baiknya anda mengikuti jalan yang ditempuhnya dan nasehatnya. Inilah namanya bermadzab.
maaf kl ada salah. wallahu a’lam.
[…] satu metode yang dipakai oleh Imam Maliki dalam madzabnya (madzab maliki) untuk menentukan hukum, sebagaimana tercatat di sini. Rupanya mereka berpegang pada imam Syatibi tentang definisi bid’ah itu, dan as Syatibi […]
Apakah Nabi Muhammad SAW pernah mengajarkan bahwa kita harus ikut salah satu mahzab? Kalau Rasul Allah tidak pernah mengajarkan harus ikut mahzab ya jangan, itu namanya membuat aturan baru, bid’ah.
Kembali saja ke akarnya Al Quran dan Hadits, itu sudah cukup, bila anda berkenan, tidak ada ajaran Rasul Allah harus ikut salah satu mahzab, itu jelas.
–> Bermadzab adalah kenyataan sejarah. Inilah metode yg diperkenalkan oleh para ulama salaf (tabi’in tabi’ittabi’in) dalam mengambil hukum dari dua sumber utama, Qur’an dan Hadits.
Kembali ke akarnya.. istilah yg tak jelas maksudnya. Para imam madzab pun berdalil dengan Al Quran dan Hadits.
Simak point ke tiga, ke empat, dst dari masing-masing madzab. Para imam justru telah membahas metode pengambilan hukum untuk mengantisipasi jika terjadi masalah-masalah yg tak terjadi di zaman Nabi saw. Artinya tak ada redaksi di dalam Qur’an dan hadits secara tekstual.
Wallahu a’lam.
@Mahmud
Menolak madzab, itulah mazdab Anda.
apa salahnya bila sesuatu yang bagus itu kita laksanakan
[…] satu metode yang dipakai oleh Imam Maliki dalam madzabnya (madzab maliki) untuk menentukan hukum, sebagaimana tercatat di sini. Rupanya mereka berpegang pada imam Syatibi tentang definisi bid’ah itu, dan as Syatibi adalah […]
[…] satu metode yang dipakai oleh Imam Maliki dalam madzabnya (madzab maliki) untuk menentukan hukum, sebagaimana tercatat di sini. Rupanya mereka berpegang pada imam Syatibi tentang definisi bid’ah itu, dan as Syatibi adalah […]
[…] satu metode yang dipakai oleh Imam Maliki dalam madzabnya (madzab maliki) untuk menentukan hukum, sebagaimana tercatat di sini. Rupanya mereka berpegang pada imam Syatibi tentang definisi bid’ah itu, dan as Syatibi adalah […]
[…] satu metode yang dipakai oleh Imam Maliki dalam madzabnya (madzab maliki) untuk menentukan hukum, sebagaimana tercatat di sini. Rupanya mereka berpegang pada imam Syatibi tentang definisi bid’ah itu, dan as Syatibi adalah […]
Minta izin copas, moga manfaat fiddunya wal akhirah….amin!
saya ingin menanyakan apakah sholat jumat hukumnya fardlu ain,seperti sholat 5 waktu..minta dalilnya
Seorang ustadz pernah berkata “Non-madzab sesungguhnya adalah madzab, yaitu madzab yang disebut non-madzab”.
Ya mungkin pernyataan ini membingungkan. Baiklah akan saya terangkan apa maksud beliau.
Dahulu sewaktu Rasulullah masih ada, para sahabat dan tabi’in belajar tentang Islam langsung dari Rasulullah. Dan kemudian Rasulullah wafat, sedangkan Islam terus berkembang dan banyak Muslim baru yang terdiri dari orang-orang yang masuk Islam maupun generasi yang lahir kemudian.
Dari manakah mereka belajar Islam ?, apakah dari Rasulullah ?. Tentu tidak, karena Rasulullah telah wafat. jadi mereka belajar Islam dari para ulama, yaitu orang-orang yang berpengetahuan. Dan tentu saja Islam yang diajarkan para ulama tersebut adalah Islam yang diajarkan oleh Rasulullah.
Dan diantara para ulama tersebut ada yang memiliki banyak murid, yang mana para murid tersebut kemudian menjadi guru dan mengajarkan kembali pengetahuan Islam mereka kepada para murid mereka. Mirip sebuah sekolah yang mengajarkan Islam dari generasi ke generasi. ‘Sekolah-sekolah’ inilah yang dinamakan madzab.
Terdapat banyak madzab di jaman dahulu, baik yang disebut dengan nama ulama perintisnya, maupun yang tak bernama. Seiring berjalannya waktu, banyak diantara mazhab bernama tersebut yang kemudian kehilangan murid. Tapi ada empat madzab bernama yang tetap populer sampai sekarang dan diikuti sebagian besar Muslim, di samping sejumlah madzab yang tak bernama dengan pengikut yang lebih kecil.
Jadi jika ada yang berkata “saya mengikuti Rasulullah, bukan mengikuti madzab”, tanyakan padanya “apa anda belajar Islam langsung dari Rasulullah, atau melalui sejumlah ulama ?”. Jika dia tidak belajar Islam langsung dari Rasulullah, sesungguhnya dia juga mengikuti madzab.
Dan jika ada yang berkata madzab adalah bidah karena tidak ada di jaman Rasulullah, sarankan padanya untuk belajar lebih jauh mengenai apa arti madzab sesungguhnya.
Jadi, pada dasarnya semua Muslim di jaman sekarang bermadzab, hanya saja ada yang mengikuti salah satu dari keempat madzab populer, ada yang mengikuti madzab-madzab tak bernama yang disebut non-madzab.
Setiap Muslim boleh mengikuti salah satu dari empat madzab populer, boleh juga mengikuti madzab lain yang disebut non-madzab. Yang tidak boleh adalah mengklaim madzab yang diikutinya sebagai satu-satunya madzab yang benar sementara madzab-madzab lainya salah.
Dalam hati saya ingin beribadah yg benar menurut tuntunan Rasul Muhammad SAW, akan tetapi ilmu yg saya miliki masih dangkal, dan selama ini saya jauh dari pondok pesantren maupun majelis taklim. Shg ilmu agama yg saya dapat boleh dibilang otodidak, karena memang lingkungan saya kurang agamis. Kehausan hati saya pada ilmu agama saya isi dg baca tafsir al Quran, maupun bacaan2 ttg agama. Kalaupun ada pengajian ya..sifatnya umum, mungkin Pak Ustad bisa memberi solusi pada saya yg haus dg ilmu agama. Trim.
–> Allah tidak akan meminta hamba-Nya apa-apa yang di luar keterbatasannya. Maka berusahalah sambil berdoa, agar selalu diberi petunjuk-Nya. Semoga kita selalu di dalam ridla-NYa. amien.
[…] satu metode yang dipakai oleh Imam Maliki dalam madzabnya (madzab maliki) untuk menentukan hukum, sebagaimana tercatat di sini. Rupanya mereka berpegang pada imam Syatibi tentang definisi bid’ah itu, dan as Syatibi adalah […]