Sebuah Catatan Tentang Syaikh Al-Albani
Al-Albani mendloifkan sejumlah hadits Imam Bukhori dan Muslim
Oleh : Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof
Al-Albani berkata dalam kitab “Sharh al-Aqeedah at-Tahaweeah, hal. 27-28″ (edisi kedelapan, Maktab al-Islami) oleh Syeikh Ibn Abi Al-Izz al-Hanafi (Rahimahullah), bahwa hadis apapun yang datang dari koleksi Imam Bukhori dan Imam Muslim adalah Shohih, bukan karena ia diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, tetapi karena pada faktanya hadis-hadis ini memang shohih. Akan tetapi kemudian ia melakukan sesuatu yang bertentangan apa yang ia katakan sebelumnya, setelah ia mendhoifkan sejumlah besar hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan imam Muslim !? Baik, marilah sekarang kita melihat bukti-buktinya : SELEKSI TERJEMAHAN DARI JILID II
No. 1 : (Hal. 10 no. 1)
Hadis : Nabi SAW bersabda : ”Allah SWT berfirman bahwa ‘Aku akan menjadi musuh dari tiga kelompok orang : 1). Orang yang bersumpah dengan nama Allah namun ia merusaknya, 2). orang yang menjual seseorang sebagai budak dan memakan harganya, 3). Dan orang yang mempekerjakan seorang pekerja dan mendapat secara penuh kerja darinya (sang pekerja -pent) tetapi ia tidak membayar gajinya (HR. Bukhori no. 2114 -versi bahasa arab, atau lihat juga versi bahasa inggris 3430 hal. 236). Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini dhoif dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu’, 4111 no. 4054′. Sedikitnya apakah ia tidak mengetahui bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Bukhori dari Abu Hurairah ra. !!!
No. 2 : (Hal. 10 no. 2)
Hadis : ‘Berkurban itu hanya untuk sapi yang dewasa, jika ini menyulitkanmu maka dalam hal ini kurbankanlah domba jantan !! (HR. Muslim no. 1963 – versi bahasa arab, atau lihat versi bahasa inggris 34836 hal. 1086). Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu’, 664 no. 6222′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ibn Majah dari Jabir ra. !!!
No. 3 : (Hal. 10 no. 3)
Hadis : Diantara manusia yang terjelek dalam pandangan Allah pada hari
kiamat, adalah seorang lelaki yang mencintai istrinya dan istrinya
mencintainya juga, kemudian ia mengumumkan rahasia istrinya (HR. Muslim No. 1437 – versi bahasa arab). Al-Albani mengklaim bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu, 2197 no. 2005′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abi Sayid ra. !!!
No. 4 (Hal. 10, no. 4)
Hadis : “Jika seseorang bangun pada malam hari (untuk sholat malam -pent), hendaknya ia mengawali sholatnya dengan 2 raka’at yang ringan (HR. Muslim No. 768). Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu I213 no. 718′. Walaupun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah ra. !!
No. 5 : (Hal. 11 no. 5)
Hadis : ‘Engkau akan dibangkitkan dengan kening ,tangan, dan kaki yang
bercahaya pada hari kiamat, dengan menyempurnakan wudhu ..’ (HR. Muslim No. 246). Al-Albani mengklaim bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu’ 2/14 no. 1425′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah ra. !!
No. 6 : (Hal. 11 no. 6)
Hadis : ‘Kepercayaan paling besar dalam pandangan Allah pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang tidak mengumumkan rahasia antara dirinya danistrinya’ (HR. Muslim no. 124 dan 1437). Al-Albani menyatakan bahwa hadisini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu, 2192 no. 1986′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud dari Abi Sayidra. !!!
N o. 7 : (Hal. 11 no. 7)
Hadis : ‘Jika seseorang membaca sepuluh ayat terakhir dari surat Al-Kahfi,ia akan terlindungi dari fitnah Dajal’ (HR. Muslim no. 809). Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu, 5233 no. 5772′. Kalimat yang digunakan oleh Imam Muslim adalah ‘menghafal’ dan bukan ‘membaca’ sebagaimana klaim Al-Albani ! Sungguh sebuah kesalahan yang sangat fatal ! Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, dan Nasa’i dari Abu Darda ra. (Juga dinukil oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin 21021 – versi bahasa inggris) !!!
No. 8 : (Hal. 11 no. Cool
Hadis : ‘Nabi SAW mempunyai seekor kuda yang dipanggil dengan ‘Al-Lahif”(HR. Bukhori, lihat Fath Al-Bari li Al-Hafidz Ibn Hajar 658 no. 2855.Tetapi Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu, 4208 no. 4489′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Sahl Ibn Sa’ad ra. !!!
Syeikh Al-Saqof berkata : ‘Ini merupakan kemarahan dari orang yang sakit, sedikit dari (penyimpangan -pent) yang banyak dan jika bukan karena takut akan terlalu panjang dan membosankan pembaca, saya akan menyebutkan lebih banyak contoh dari Kitab-kitabnya Al-Albani ketika membacanya. Saya mencoba membayangkan apa yang akan saya temukan jika mengkaji ulang semua yang ia
tulis ?’.
KELEMAHAN AL-ALBANI DALAM MENELITI HADIS (jilid 1 hal. 20)
Syeikh Saqof berkata : ‘Hal yang aneh dan mencengangkan adalah bahwa Syeikh
Al-Albani banyak menyalahpahami sejumlah besar hadis para Ulama dan tidak
mengindahkan mereka, diakibatkan pengetahuannya yang terbatas, baik secara
langsung atau tidak langsung. Ia memuji dirinya sendiri sebagai sumber yang
‘tidak terbantahkan’ dan seringkali mencoba meniru para Ulama Besar dengan
menggunakan sejumlah istilah seperti ‘Lam aqif ala sanadih’, yang artinya
‘Saya tidak dapat menemukan sanadnya’, atau menggunakan istilah yang serupa
! Ia juga menuduh sejumlah penghafal hadis terbaik dengan tuduhan ‘kurang
teliti’, meskipun ia sendiri (yaitu Al-Albani -pent) adalah contoh terbaik
untuk menggambarkannya (yaitu seorang yang bermasalah tentang
ketelitiannya -pent). Sekarang akan kami sebutkan beberapa contoh untuk membuktikan penjelasan kami :
No. 9 : (Hal. 20 no. 1)
Al-Albani menyatakan dalam ‘Irwa Al-Gholil 6251 no. 1847’ (dalam kaitannya dengan sebuah riwayat dari Ali ra.) : ‘Saya tidak dapat menemukan sanadnya’.
Syeikh Saqof berkata : ‘Sangat menggelikan ! Jika Al-Albani memang benar adalah salah satu dari Ulama dalam Islam, maka ia akan mengetahui bahwa hadis ini dapat ditemukan dalam kitab ‘Sunan Baihaqi’ 7121 : yang diriwayatkan oleh Abu Sayid Ibn Abi Amarah, yang berkata bahwa Abu al-Abbas Muhammad Ibn Yaqub, yang berkata kepada kami bahwa Ahmad Ibn Abdal Hamid berkata bahwa Abu Usama dari Sufyan dari Salma Ibn Kahil dari Muawiya Ibn Sua’id, ‘Saya menemukan (hadis -pent) ini dalam kitab Ayahku dari Ali ra.’!!
No. 10 : (Hal. 21 no. 2)
Al-Albani menyatakan dalam ‘Irwa Al-Gholil 3283 : hadis dari Ibn Umar ra. :’Ciuman adalah riba (‘Kisses are Usury’ – versi bahasa inggris). : ‘Saya tidak dapat menemukan sanadnya’.
Syeikh Saqof berkata : ‘Hal ini adalah kesalahan yang fatal, karena secara pasti hadis ini dinukil dalam ‘Fatawa Al-Shaykh Ibn Taymiyya Al-Misriyah (3/295)’ : ‘Harb berkata Ubaidillah Ibn Muadz berkata kepada kami, Ayahku berkata kepadaku bahwa Sua’id dari Jiballa mendengar dari Ibn Umar ra. Berkata :’Ciuman adalah riba’. Dan seluruh perawi hadis ini adalah terpercaya menurut Ibn Taimiyah !!!
Hadis dari Ibn Mas’ud ra. : ‘Al-Qur’an diturunkan dengan 7 dialek. Semua
yang ada dalam versi ini mempunyai makna eksplisit dan implisit dan semua larangan sudah pula dijelaskan’. Al-Albani menyatakan dalam penelitiannya atas kitab ‘Mishkat Masabih 180 no. 238, bahwa penulis dari ‘Mishkat’ mengomentari sejumlah hadis dengan kalimat ‘Diriwayatkan dalam Sharhus Sunnah’, tetapi ketika ia meneliti ‘Bab Ilm wa Fadhoil Al-Qur’an’ ia tidak dapat menemukannya !
Syeikh Saqof berkata : Para Ulama Besar telah berbicara ! SALAH, sebagaimana biasanya. Saya berharap untuk meluruskan ‘penyimpangan’ ini, hanya jika ia (yaitu Al-Albani -pent) memang serius serta tertarik untuk mencari hadis ini, maka kami persilahkan ia untuk melihat Bab yang berjudul ‘Al-Khusama fi al-Qur’an’ dari Sharh-us-Sunnah’ (1/262), dan diriwayatkan juga oleh Ibn Hibban dalam Shahih-nya (no. 74), Abu Ya’ala dalam Musnad-nya (no.5403), At-Tahawi dalam Sharh al-Mushkil al-Athar (4/172), Bazzar (3/90 Kashf al-Asrar) dan Haitami telah menyebutkannya dalam Majmu’ al-Zawaid (7/152) dan ia menisbatkannya kepada Al-Bazzar, Abu Ya’la dan Tabarani dalam Al-Autsat, yang menyatakan bahwa para perawinya adalah terpercaya’ !!!.
No. 12 : (Hal. 22 no. 4)
Al-Albani menyatakan dalam ‘kitab Shohih-nya’ ketika mengomentari Hadis no. 149 : ‘Orang beriman adalah orang yang tidak memenuhi perutnya . . Hadis ini berasal dari Aisyah ra. sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Mundhiri (3/237) dan Al-Hakim dari Ibn Abas ra.. . Saya (Albani) tidak menemukannya dalam Mustadrak al-Hakim setelah mencarinya dalam ‘bagian pemikiran’ (‘Thoughts’ section – versi bahasa inggris).
Syeikh Saqof berkata : ‘Tolong jangan mendorong masyarakat untuk jatuh dalam kebodohan dengan kekacauan yang engkau lakukan !! Jika engkau meneliti Kitab Mustadrak Al-Hakim (2/12), engkau akan menemukan hadis ini ! Hal ini membuktikan bahwa engkau tidak mampu untuk menggunakan indeks buku dan hafalan hadis !!!?.
No. 13 : (Hal. 23)
Penilaian yang lain yang juga menggelikan apa yang dilakukan oleh Albani dalam Kitab ‘Shohih-nya 2/476’, ketika mengklaim bahwa hadis : ‘Abu bakar adalah bagian dariku, sambil memegang posisi dari telingaku’, tidak ada dalam kitab ‘Hilya’.
Syeikh Saqof berkata : Kami menyarankan engkau untuk kembali melihat kitab “Hilya , 4/73 !”
No. 14 : (Hal. 23 no. 5)
Al-Albani berkata dalam kitab “Shahihah, 1/638 no. 365, edisi keempat :
‘Yahya ibn Malik telah diabaikan oleh enam Ulama Hadis yang Utama, karena ia tidak disebutkan dalam kitab Tahdzib, Taqrib atau Tadzhib’.
Syeikh Saqof berkata: ‘Ini adalah menurut persangkaanmu ! Kenyataannya sebenarnya tidak seperti itu, karena secara pasti Ia (yaitu Al-hafidz Ibn Hajar -pent) telah menyebutkannya (yaitu Yahya ibn Malik -pent) dalam Tahdhib Al-Tahdhib li Hafidz Ibn Hajar Al-Asqalani (12/19 – Edisi Dar El-Fikr) dengan nama kuniyah Abu Ayub Al-Maraghi’ !!!. Maka berhati-hatilah!!!
No. 15 : (Hal. 7)
Al-Albani mengkritik Imam Al-Muhadis Abu’l Fadl Abdullah Ibn Al-Siddiq
Al-Ghimari (Rahimahullah) ketika menyebutkan dalam kitabnya “Al-Kanz
Al-Thamin” sebuah hadis dari Abu Hurairah ra. yang berkaitan dengan perawi Abu Maimunah : ‘Sebarkan salam, berilah makan faqir-miskin …’.
Al-Albani menyatakan dalam ‘Silsilah Al-Dhoifah, 3/492’, setelah menisbatkan hadis kepada Imam Ahmad (2/295) dan lainnya, : ‘Saya katakan bahwa sanad hadis ini ‘Dhoif’ (lemah), Daraqutni telah berkata bahwa ‘Qatada dari Abu Maimuna dari Abu Hurairah : Tidak dikenal (Majhul), dan hadisnya ditinggalkan’. Al-Albani kemudian berkata pada paragraf yang sama : ‘Sebagai catatan, sesuatu yang aneh terjadi diantara Imam Suyuti dan Al-Munawi ketika mereka meneliti hadis ini, dan saya juga telah menunjukkannya pada hadis no. 571, bahwa Al-Ghimari juga salah ketika menyebutkan hadis ini dalam ‘Al-Kanz ‘.
Akan tetapi realitanya menunjukkan bahwa Al-Albani-lah yang sebenarnya paling sering melakukan kesalahan, ketika ia membuat kontradiksi yang besar dengan menggunakan sanad yang sama dalam “Irwa al-Ghalil, 3/238”, tatkala ia berkata : ‘Dinukil oleh Imam Ahmad (2/295), Al-Hakim . . . dari Qatada dari Abu Maimuna dan ia adalah perawi yang terpercaya dalam kitab ‘Al-Taqrib’, dan Hakim berkata : ‘A Sahih Sanad’, dan Al-Dhahabi setuju dengan penilaian Imam Hakim ! Semoga Allah SWT meluruskan kesalahan ini ! Lalu siapakan menurut pendapat anda yang melakukan kesalahan dan penyimpangan, apakah
Al-Muhaddis Al-Ghumari (termasuk Imam Suyuti and Munawi) ataukah Al-Albani ?
No. 16 : (Hal. 27 no. 3)
Al-Albani hendak melemahkan hadis yang membolehkan para wanita memakai perhiasan emas, dimana pada sanad hadis itu terdapat seorang perawi bernama Muhammad ibn Imara. Al-Albani mengklaim bahwa Abu Hatim berkata bahwa perawi ini adalah ‘tidak begitu kuat (Laisa bi Al-Qowi)’, lihat kitab “Hayat al-Albani wa-Atharu. . . jilid 1, hal. 207.”
Yang sebenarnya bahwa Imam Abu Hatim Al-Razi menyatakan dalam Kitabnya ‘Al-Jarh wa At-Ta’dil, 8/45’: ‘Perawi yang baik akan tetapi tidak begitu kuat (Laisa bi Al-Qowi)’. Oleh karena itu, perlu dicatat bahwa Al-Albani menghilangkan kalimat ‘Perawi yang baik’ ! .
NB – Al-Albani telah membuat sejumlah hadis yang melarang emas untuk para wanita menjadi hadis yang shohih, walaupun sebelumnya sejumlah Ulama telah menyatakan bahwa hadis-hadis ini adalah ‘Dhoif’ dan dihapus dengan hadis lain yang membolehkan emas bagi wanita. DR. Yusuf al-Qardawi berkata dalam bukunya : ‘Islamic Awakening between Rejection and Extremism’ (judul dalam versi bahasa Inggris -pent) hal. 85: ‘Pada masa kami muncullah Syeikh Nasirudin Al-Albani dengan pendapat-pendapatnya, yang ternyata banyak bertentangan dengan kesepakatan (Ijma’) yang membolehkan para wanita untuk menghiasi dirinya dengan emas, dimana pendapat ini telah diterima oleh seluruh Madzhab selama 14 abad lamanya. Ia (yaitu Al-Albani -pent) tidak hanya menyakini bahwa hadis-hadis ini adalah shohih, akan tetapi hadis ini
juga tidak dihapus (dinasakh ketentuan hukumnya -pent). Sehingga, ia
menyakini bahwa hadis-hadis itu melarang cincin dan anting emas bagi wanita. Sehingga kalau demikian faktanya, maka siapakah yang menetang Ijma’ Umat dengan pendapat-pendapatnya yang ekstrim ?!? .
No. 17 : (Hal. 37 no. 1)
Hadis : Mahmud ibn Lubaid ra. berkata : ‘Rasul SAW telah mendapat informasi tentang seorang lelaki yang telah menceraikan istrinya sebanyak tiga kali (dalam satu duduk), kemudian beliau menjadi marah dan berkata: ”Apakah ia hendak mempermainkan Kitab Allah , tatkala aku masih ada diantara kalian ? kemudian seorang lelaki berdiri dan berkata : ‘Wahai Nabi Allah, apakah saya boleh membunuhnya ?” (HR. An-Nasa’I).
Al-Albani menyatakan bahwa Hadith ini adalah ‘Dhoif’ dalam penelitiannya
pada “Mishkat al-Masabih, 2/981 (edisi ketiga, Beirut 1405 H; Maktab
Al-Islami)”, ketika dia berkata : ‘Orang ini adalah terpercaya, tetapi
sanadnya terputus karena ia tidak mendengar hadis ini dari ayahnya’.
Al-Albani kemudian melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia lakukan sebelumnya dalam Kitab-nya yang berjudul “Ghayatul Maram Takhrij Ahadith al-Halal wal Haram, no. 261, hal. 164, edisi ketiga, Maktab al-Islami, 1405 H”; dengan mengatakan bahwa hadis yang sama adalah hadis yang ‘SAHIH’ !!!
No. 18 : (Hal. 37 no. 2)
Hadis : ‘Jika salah seorang dari kalian tidur dibawah (sinar) matahari dan
ada bayangan menutupi dirinya, dan sebagian dirinya berada dalam bayangan itu dan bagian yang lain terkena (sinar) matahari, hendaknya ia bangun’. Al-Albani menyatakan bahwa Hadith ini ‘SAHIH’ dalam penelitiannya pada “Shahih Al-Jami’ Al-Shaghir wa Ziyadatuh (1/266/761)”, tetapi kemudian melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia katakan sebelumnya dengan dengan mengatakan bahwa hadis yang sama sebagai hadis ‘Dhoif’ pada penelitiannya atas kitab “Mishkat Al-Masabih, 3/1337 no. 4725, edisi ketiga”, dan ia menisbatkan hadis ini pada kitab ‘Sunan Abu Dawud’ !”
No. 19 : (Hal. 38 no. 3)
Hadis : ‘Sholat Jum’at adalah wajib bagi setiap muslim’. Al-Albani menilai
bahwa Hadith ini adalah hadis ‘Dhoif’, pada penelitiannya di kitab “Mishkat
Al-Masabih, 1/434”, Dan berkata : ‘Perawi hadis ini adalah terpercaya tetapi (sanadnya) tidak bersambung sebagaimana diindikasikan oleh Imam Abu Dawud’. Kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam Kitab “Irwa al-Ghalil, 3/54 no. 592”, dengan menyatakan bahwa hadis ini adalah hadis yang ‘SAHIH’ !!! Maka berhati-hatilah, Wahai orang yang bijaksana !?!
No. 20 : (hal. 38 no. 4)
Al-Albani membuat kontradiksi yang lain. Ia menganggap Al-Muharrar ibn Abu Huraira sebagai perawi terpercaya di satu tempat dan didhoifkan ditempat yang lain. Al-Albani menyatakan dalam kitab “Irwa al-Ghalil, 4/301” bahwa ‘Muharrar adalah terpercaya dengan pertolongan Allah SWT, dan Al-Hafiz (yaitu Ibn Hajar) mengomentarinya ‘Dapat diterima’, bahwa pernyataan ini (yaitu penilaian Al-Hafidz Ibn Hajar -pent) tidak dapat diterima, oleh karena itu sanadnya shohih’. Kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Sahihah 4/156″ dimana ia menjadikan sanadnya ‘Dhoif’, dengan berkata : ”Para perawinya seluruhnya adalah para perawi Imam Bukhori” , kecuali Al-Muharrar yang merupakan salah satu perawi Imam An-Nasa’I dan Ibn Majah saja. Ia tidak dipercaya kecuali hanya Ibn Hibban, dan karena sebab itulah Al-Hafidz Ibn Hajar tidak mempercayainya, hanya saja ia berkata ‘Dapat Diterima’ ?!? Berhati-hatilah dari penyimpangan ini !!
No. 21: (hal. 39 no. 5)
Hadis : Abdullah Ibn Amr ra. : ‘Sholat Jum’at menjadi wajib bagi siapapun
yang medengar seruannya’ (HR. Abu Dawud). Al-Albani menyatakan bahwa hadis adalah hadis ‘Hasan’ dalam “Irwa Al-Ghalil 3/58”, Kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘Dhoif’, dalam Kitab “Mishkatul Masabih 1/434 no 1375” !!!
No. 22 : (Hal. 39 no. 6)
Hadis : Anas Ibn malik ra. berkata bahwa Nabi SAW pernah bersabda :
‘Janganlah menyulitkan diri kalian sendiri, kalau tidak Allah akan
menyulitkan dirimu. Tatkala ada manusia yang menyulitkan diri mereka, maka Allah-pun akan menyulitkan mereka’ (HR. Abu Dawud).
Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ pada penelitiannya dalam kitab “Mishkat, 1/64”, Kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘Hasan’ dalam Kitab “Ghayatul Maram, Hal. 141” !!
No. 23 : (Hal. 40 no. 7)
Hadis dari Sayidah Aisyah ra. : ‘Siapapun yang memberitahukan kepadamu bahwa Nabi SAW buang air kecil dengan berdiri, maka jangan engkau mempercayainya. Beliau tidak pernah buang air kecil kecuali beliau dalam keadaan duduk’ (HR. Ahmad, An-Nasa’I dan At-Tirmidzi).
Al-Albani menyatakan bahwa sanad hadis ini adalah ‘Dhoif’ dalam “Mishkat 1/117.” Kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘SAHIH’ dalam “Silsilat Al-Ahadis Al-Shahihah 1/345 no. 201” !!! Maka ambillah pelajaran dari ini, wahai pembaca yang mulia !?!
No. 24 : (Hal. 40 no. Cool
Hadis : Ada 3 kelompok orang, dimana para Malaikat tidak akan mendekat : 1). Mayat dari orang kafir; 2). Laki-laki yang menggunakan parfum wanita; 3). Seseorang yang melakukan jima’ (hubungan sex -pent) sampai ia membersihan dirinya’ (HR. Abu Dawud).
Al-Albani meneliti hadis ini dalam “Shahih Al-Jami Al-Shaghir wa Ziyadatuh, 3/71 no. 3056” dengan menyatakan bahwa hadis ini ‘HASAN’ pada penelitian dalam kitab “Al-Targhib 1/91” [Ia juga menyatakan hadis ini ‘Hasan’ pada bukunya yang diterjemahkan dakam bahasa inggris dengan judul ‘The Etiquettes of Marriage and Wedding, hal. 11]. Kemudian ia membuat pertentangan yang aneh dengan menyatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘Dhoif’ pada penelitiannya dalam kitab “Mishkatul-Masabih, 1/144 no. 464” dan menegaskan bahwa para perawi hadis ini adalah terpercaya, namun sanadnya ada yang terputus antara Al-Hasan Al-Basri dan Ammar ra., sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Mundhiri dalam Kitab ‘Al-Targhib (1/91)’ !?!
No. 25 : (Hal. 42 no. 10)
Imam Malik meriwayatkan bahwa ‘Ibn Abbas ra. biasanya meringkas sholatnya pada jarak perjalanan antara Makkah dan Ta’if atau Makkah dan Usfan atau antara Makkah dan Jeddah’ . . . .
Al-Albani mendhoif-kan hadis ini dalam kitab “Mishkat, 1/426 no. 1351”,
tetapi kemudian ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia katakan sebelumnya dengan dengan mengatakan bahwa hadis yang sama sebagai hadis ‘SAHIH’ dalam “Irwa Al-Ghalil, 3/14” !!
No. 26 : (Hal. 43 no. 12)
Hadis : ‘Tinggalkan orang-orang Ethoipia selama mereka meninggalkanmu, karena tidak seorangpun akan mengambil harta yang berada di Ka’bah kecuali seseorang yang mempunyai dua kaki yang lemah dari Ethoipia’.
Al-Albani telah mendhoif-kan hadis ini dalam kitab “Mishkat 3/1495 no.
5429” dengan mengatakan bahwa : “Sanad hadis ini Dhoif”. Tetapi kemudian ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia katakan sebelumnya (sebagaimana kebiasannya), dengan mengoreksi penilaiannya atas hadis yang sama dalam Kitab “Shahihah, 2/415 no. 772.”
No. 27 : (Hal. 32)
Ia memuji Syeikh Habib al-Rahman al-Azami dalam kitab ‘Shahih Al-Targhib wa Tarhib, hal. 63’, dimana ia berkata : ‘Saya ingin agar anda mengetahui satu hal yang membanggakan saya ….. dimana kitab ini telah dikomentari oleh Ulama yang terhormat dan terpandang yaitu Syeikh Habib al-Rahman al-Azami” . . . dan ia juga mengatakan pada halaman yang sama, ”Dan yang membuatku lebih merasa senang dalam hal ini, bahwa kajian serta hasil penelitian ini ditanggapi (dengan baik -pent) oleh Syeikh Habib Al-Rahman Al-Azami. . . .”
Al-Albani yang sebelumnya memuji Syeikh al-Azami dalam buku diatas, kemudian membuat pertentangan lagi dalam pengantar dari bukunya yang berjudul ‘Adab Az-Zufaf’ (The Etiquettes of Marriage and Wedding), edisi terbaru hal. 8, dimana ia disitu berkata : ‘Al-Ansari telah menggunakan dalam akhir dari suratnya, salah satu dari musuh As-Sunnah, Hadis dan Tauhid, dimana orang yang terkenal dalam hal ini adalah Syeikh Habib Al-Rahman Al-Azami. . . . . disebabkan karena sikap pengecutnya dan sedikit mengambil dari para Ulama . . . . .”
NB : (Nukilan diatas berasal dari Kitab ‘Adab Az-Zufaf’ , tidak ditemukan
dalam terjemahan versi bahasa Inggris yang diterjemahkan oleh para
pengikutnya, yang menunjukkan mereka dengan sengaja tidak menerjemahkan bagian tertentu dari keseluruhan kitab tersebut). Oleh karena itu perhatikan penyimpangan ini, Wahai para pembaca yang mulia ?!?
No. 28 : (Hal. 143 no. 1)
Hadis dari Abi Barza ra. : ‘Demi Allah, engkau tidak akan menemukan orang yang lebih (baik -pent) daripada diriku’ (HR. An-Nasa’I 7/120 no. 4103).
Al-Albani mengatakan bahwa Hadis ini adalah ‘SAHIH’ dalam kitab “Shahih
Al-Jami wa Ziyadatuh, 6/105 no. 6978”, dan secara aneh menentang dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘Dhoif’ dalam kitab “Dhoif Sunan Al-Nasa’i, pg. 164 no. 287.”Maka berhati-hatilah dari penyimpangan ini ?!?
No 29 : (Hal. 144 no. 2 )
Hadis dari Harmala Ibn Amru Al-Aslami dari pamannya : ”Melempar batu
kerikil saat ‘Jimar’ dengan meletakkan ujung ibu jari pada jari telunjuk”
(Shahih Ibn Khuzaimah, 4/276-277 no. 2874) .
Al-Albani sedikit saja mengetahui kelemahan dari hadis ini yang dinukil
dalam “Shahih Ibn Khuzaimah”, (dengan berani -pent) ia mengatakan bahwa sanad hadis ini adalah ‘Dhoif’, kemudian seperti biasanya ia menentang dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘SAHIH’ pada “Shahih Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 1/312 no. 923 !”
No 30 : (Hal.144 no. 3 )
Hadis dari Sayyidina Jabir ibn Abdullah ra. : ”Nabi SAW pernah ditanya
tentang masalah ‘junub’ … bolehkah ia (yaitu orang yang sedang
junub -pent) makan, minum dan tidur …Beliau menjawab : ‘Boleh’, jika orang ini melakukan wudhu’ ” (HR. Ibn Khuzaimah no. 217 ; HR. Ibn Majah no. 592).
Al-Albani telah menuduh bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam komentarnya dalam “Ibn Khuzaimah, 1/108 no. 217”, kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan mengoreksi status dari hadis diatas dalam kitab “Shahih Ibn Majah, 1/96 no. 482 ” !!
No. 31 : (Hal. 145 no. 4)
Hadis dari Aisyah ra. : ‘Tong adalah tong (A vessel as a vessel), sedangkan makanan adalah makanan’ (HR. An-Nasa’I , 7/71 no. 3957).
Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘SAHIH’ dalam “Shahih Al-Jami’ wa
Ziyadatuh, 2/13 no. 1462”, kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Dhoif Sunan Al-Nasa’i, no. 263 hal. 157” dengan menyatakan
bahwa hadis ini adalah ‘Dhoif’ !!!
No. 32 : (Hal. 145 no. 5)
Hadis dari Anas ra. : Hendaknya setiap orang dari kalian memohon kepada Allah SWT untuk seluruh kebutuhannya, walaupun untuk tali sandal kalian jika ia putus’.
Al-Albani menyatakan bahwa Hadis diatas adalah ‘HASAN’ dalam penelitiannya pada kitab “Mishkat, 2/696 no. 2251 and 2252”, kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan mengoreksi status hadis ini dalam kitab “Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 5/69 no. 4947 dan 4948″ !!!
No 33 : (Hal. 146 no. 6 )
Hadis dari Abu Dzar ra. : ”Jika engkau ingin berpuasa, maka berpuasalah
pada tengah bulan (antara tanggal -pent) 13,14 dan 15 (tiap bulan qomariyah -pent)”.
Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam kitab “Dhoif Sunan
An-Nasa’i, hal. 84” dan pada komentarnya dalam kitab “Ibn Khuzaimah, 3/302 no. 2127”, kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan mengoreksi status hadis ini sebagai hadis yang ‘SAHIH’ dalam kitab “Shahih Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 2/10 no. 1448” dan juga mengoreksinya dalam kitab “Shahih An-Nasa ‘i, 3/902 no. 4021″ !! Sungguh kontrdiksi yang sangat aneh ?!?
NB : (Al-Albani menyebutkan hadis ini dalam ‘Shahih Al-Nasa’i’ dan dalam
‘Dhoif An-Nasa’I’, yang membuktikan bahwa ia tidak memperhatikan apa yang telah ia lakukan dan kelompokkan). Betapa mengherankannya hal ini !?!.
No. 34 : (Hal. 147 no. 7)
Hadis dari Sayidah Maymunah ra. : ”Tidak seorangpun mengambil pinjaman, maka hal itu pasti berada dalam pengetahuan Allah SWT .. (HR. An-Nasa’I,7315 dan lainnya).
Al-Albani menyatakan dalam kitab “Dhoif An-Nasa’i, hal. 190″: ” Shahih,
kecuali bagian ‘Al-Dunya’ ”. kemudian seperti biasanya ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Shahih Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 5/156″, dengan mengatakan bahwa seluruh hadis ini adalah ‘SAHIH’, termasuk bagian ‘Al-Dunya’. Lihatlah sungguh sebuah kontradiksi yang menakjubkan ?!?
No 35 : (Hal. 147 no. 8 )
Hadis dari Buraida ra. : ”Kenapa aku melihat engkau memakai perhiasan para penghuni neraka” (maksudnya adalah cincin besi) (HR. AN-Nasa’I 8/172 dan lainnya).
Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini adalah ‘Shohih’ dalam kitab “Shahih Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 5/153 no. 5540”, kemudian seperti biasanya ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan hadis yang sama sebagai hadis ‘Dhoif’ dalam kitab “Dhoif An-Nasa’I , hal. 230″ !!!
No 36 : (Hal. 148 no. 9 )
Hadis dari Abu Hurairah ra. : ”Siapapun yang membeli karpet untuk tempat duduk, maka ia punya waktu 3 hari untuk meneruskan atau mengembalikannya dengan catatan tidak ada noda coklat pada warnanya ” (HR. An-Nasa’I 7/254 dan lainnya).
Al-Albani mendhoifkan hadis ini yang ditujukkan pada bagian lafadz ‘3 hari’ yang terdapat dalam kitab “Dhoif Sunan An-Nasa’i, hal. 186″, dengan
mengatakan : ” Benar, kecuali bagian ‘3 hari’ ”. Akan tetapi kontradiksi
yang ‘jenius’ kembali ia lakukan dengan mengoreksi kembali status hadis ini dan termasuk bagian lafadz ‘3 hari’ dalam kitab “Shahih Al-Jami’ wa
Ziyadatuh, 5/220 no. 5804”. Jadi sadarlah (Wahai Al-Albani) ?!?
No. 37 : (Hal. 148 no. 10)
Hadis dari Abu Hurairah ra. : ‘Barangsiapa mendapatkan satu raka’at dari
sholat Jum’at maka ia telah mendapatkan (seluruh raka’at -pent)’ (HR. Ibn Majah 1/356 dan lainnya).
Al-Albani mendhoifkan hadis ini dalam kitab “Dhoif Sunan An-Nasa’i, no. 78 hal. 49”, dengan mengatakan : “Tidak normal (Syadz), dimana lafadz ‘Jum’at’ disebutkan” (dalam hadis ini -pent). Kemudian seperti biasanya ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan hadis yang sama sebagai hadis ‘Shohih’, termasuk bagian lafadz ‘Jum’at’ dalam kitab “Irwa, 3/84 no. 622 .” Semoga Allah SWT meluruskan kesalahan-kesalahanmu ?!?
BERBAGAI KONTRADIKSI YANG IA LAKUKAN DALAM MENILAI PERAWI HADIS
No 38 : (Hal. 157 no 1 )
KANAAN IBN ABDULLAH AN-NAHMY :- Al-Albani berkata dalam “Shahihah, 3/481” :
“Kanaan dianggap hasan, karena ia didukung oleh Ibn Mu’in”. Al-Albani
kemudian membuat pertentangan bagi dirinya dengan mengatakan, ”Hadis dhoif karena Kanaan” (Lihat Kitab “Dhoifah, 4/282”)!!
No 39 : (Hal. 158 no. 2 )
MAJA’A IBN AL-ZUBAIR : – Al-Albani telah mendhoifkan Maja’a dalam “Irwaal-Ghalil, 3/242″, dengan mengatakan bahwa: ” Sanad ini lemah karena Ahmad telah berkata : Tidak ada yang salah dari Maja’a, dan Daruqutni telah melemahkannya …”.
Al-Albani kemudian membuat kontradiksi lagi dalam kitab “Shahihah, 1/613″,dengan mengatakan : ”Orang ini (perawi hadis) adalah terpercaya kecuali Maja’a, dimana ia adalah seorang perawi hadis yang baik”. Sungguh kontradiksi yang ‘menakjubkan’ !?!
No 40 : (Hal. 158 no. 3 )
UTBA IBN HAMID AL-DHABI : – Al-Albani telah mendhoifkannya dalam kitab “Irwa Al-Ghalil, 5/237″, dengan mengatakan : ‘Dan ini adalah sanad yang dhoif karena tiga sebab … Salah satunya adalah sebab kedua, karena lemahnya Al-Dhabi, Al-Hafiz berkata : ”perawi yang terpercaya namun sering salah (dalam meriwayatkan hadis -pent)”.
Al-Albani kembali membuat kontradiksi yang sangat aneh dalam kitab
“Shahihah, 2/432″, dimana ia menyatakan bahwa sanad yang menyebutkan Utba : ”Dan ini adalah sanadnya hasan, Utba ibn Hamid al-Dhabi adalah perawi terpercaya namun sering salah, dan sisanya dalam sanad ini adalah para perawi yang terpercaya ???
No 41 : (Hal. 159 no. 4 )
HISHAM IBN SA’AD : Al-Albani berkata dalam kitab “Shahihah, 1/325” : “Hisham ibn Sa’ad adalah perawi hadis yang baik.” Kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Irwa Al-Ghalil, 1/283” dengan menyatakan: “Akan tetapi Hisham ini lemah hafalannya”. Lihat betapa ‘menakjubkan’ ???
No 42 : (hal. 160 no. 5 )
UMAR IBN ALI AL-MUQADDAMI :- Al-Albani telah melemahkannya dalam kitab “Shahihah, 1/371″, dimana ia berkata : ”Ia sendiri sebetulnya adalah terpercaya namun ia pernah melakukan pemalsuan yang sangat buruk yang membuatnya tidak terpercaya..”. Al-Albani kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Sahihah, 2/259″ dengan menerimanya dan menggambarkannya sebagai perawi yang terpercaya pada sanad yang didalamnya menyebutkan Umar ibn Ali. Al-Albani berkata : ”Dinilai oleh Al-Hakim, yang berkata : ‘A shohih isnad (sanadnya shohih -pent)’, dan Adz-Dzahabi menyepakatinya, dan hadis (statusnya -pent) ini sebagaimana yang mereka katakan (yaitu hadis shohih -pent).” Sungguh ‘menakjubkan’ !?!
No 43 : (Hal. 160 no. 6 )
ALI IBN SA’EED AL-RAZI : Al-Albani telah melemahkannya dalam kitab “Irwa, 7/13”, dengan menyatakan : “Mereka tidak mengatakan sesuatu yang baik tentang al-Razi.” Al-Albani kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab-nya yang lain yang ‘menakjubkan’ yang ia karang yaitu kitab “Shahihah, 4/25”, dengan berkata : “Ini sanad (hasan) dan para perawinya adalah terpercaya”. Maka berhati-hatilah ?!?
No 44 : (Hal. 165 no. 13 )
RISHDIN IBN SA’AD : Al-Albani berkata dalam kitabnya “Shahihah, 3/79” : “Didalamnya (sanad) ada perawi bernama Rishdin ibn Sa’ad, dan ia telah dinyatakan terpercaya”. Tetapi ia kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa ia adalah ‘Dhoif’ dalam kitab “Dhoifah, 4/53”; dimana ia berkata : “Dan Rishdin ibn Sa’ad adalah Dhoif”. Maka
berhati-hatilah dengan hal ini !!
No 45 : (Hal. 161 no. 8 )
ASHAATH IBN ISHAQ IBN SA’AD : Sungguh aneh pernyatan Syeikh Albani ini ?!? Dia berkata dalam kitab “Irwa A-Ghalil, 2/228″: ‘Statusnya tidak diketahui dan hanya Ibn Hibban yang mempercayainya”. Tetapi kemudian menentang dirinya sendiri sebagaimana biasanya ! karena ia hanya menukil dari kitab dan tidak ada hal lain yang ia lakukan, kemudian ia sebatas menukilnya tanpa pengetahuan yang memadai, hal ini terbukti dalam kitab “Shahihah, 1/450″, dimana ia berkata mengenai Ashath : ”Terpercaya”. Sungguh ‘menakjubkan’ apa yang ia lakukan !?!
No 46 : (hal.162 no. 9 )
IBRAHIM IBN HAANI : Yang mulia ! Yang Jenius ! Sang Peniru ! telah membuat Ibrahim Ibn Hani menjadi perawi terpercaya disatu tempat dan menjadi tidak dikenal (majhul) ditempat yang lain. Al-Albani berkata dalam kitab ‘Shahihah, 3/426’: “Ibrahim ibn Hani adalah terpercaya”, Tetapi kemudian menentang dirinya sendiri seperti yang ia tulis didalam kitab “Dhoifah, 2/225”, dengan menyatakan bahwa ‘ia tidak dikenal dan hadisnya tertolak’ ?!?
No 47 : (Hal. 163 no. 10 )
AL-IJLAA IBN ABDULLAH AL-KUFI : Al-Albani telah meneliti sebuah sanad
kemudian menyatakan bahwa sanad tersebut baik dalam kitab “Irwa, 8/7″, dengan kalimat : ”Dan ini adalah sanad yang baik, para perawinya
terpercaya, kecuali untuk Ibn Abdullah Al-Kufi yang merupakan orang yang terpercaya”. Tetapi kemudian menentang dirinya sendiri dengan mendhoifkan sanad yang didalamnya terdapat Al-Ijla dan menjadikan keberadaannya (yaitu Al-Ijla -pent) untuk dijadikan sebagai alasan bahwa hadis itu ‘Dhoif’ (Lihat kitab ‘Dhoifah, 4/71’); dimana ia berkata :” Ijla Ibn Abdullah adalah lemah ”. Al-Albani lalu menukil pernyataan Ibn Al-Jauzi (Rahimahullah), dengan mengatakan bahwa : ”Al-Ijla tidak mengetahui apa yang ia katakan” ?!?
No 48 : (Hal. 67-69 )
ABDULLAH IBN SALIH : KAATIB AL-LAYTH :- Al-Albani telah mengkritik Al-Hafiz Al-Haitami, Al-Hafiz Al-Suyuti, Imam Munawi and Muhaddis Abu’l Fadl Al-Ghimari (Rahimahullah) dalam bukunya “Silsilah Al-Dhoifah, 4/302″, ketika meneliti sebuah sanad hadis yang didalamnya terdapat Abdullah ibn Salih. Ia berkata di halaman 300 : ”Bagaimana sebuah hadis yang didalamnya terdapat Abdullah ibn Salih akan menjadi baik dan hadisnya menjadi bagus, meskipun ia banyak melakukan kesalahan dan ketelitiannya yang kurang, serta ia pernah memasukkan sejumlah hadis yang bermasalah dalam kitabnya, dan ia menukil hadis-hadis itu tanpa mengetahui (status -pent) darinya”. Ia tidak menyebutkan bahwa Abdullah Ibn Salih adalah salah seorang dari perawi Imam al-Bukhari (yaitu para perawi yang digunakan oleh Imam Bukhari dalam kitab
shohih-nya -pent), hanya karena hal ini ‘tidak cocok dengan seleranya’, dan ia juga tidak menyebutkan bahwa Ibn Mu’in dan sejumlah kritikus hadis ternama telah menyatakan bahwa mereka adalah ‘terpercaya’. Tetapi kemudian ia menentang dirinya sendiri pada bagian lain dari kitabnya dengan menjadikan hadis yang didalam sanadnya terdapat Abdullah Ibn Salih sebagai hadis yang baik, dan inilah nukilannya :
Al-Albani berkata dalam Silsilah Al-Shahihah, 3/229″ : “Dan sanad hadis ini baik, karena Rashid ibn Sa’ad adalah terpercaya menurut Ijma’ (kesepakatan para Ulama hadis -pent), dan siapakah yang lebih darinya sebagai perawi dari hadis Shohih, dan didalamnya terdapat Abdullah Ibn Salih yang pernah mengatakan sesuatu yang tidak membahayakan dengan pertolongan Allah SWT” ?!? Al-Albani juga berkata dalam “Sahihah, 2/406” tentang sanad yang didalamnya terdapat Ibn Salih : “Sanadnya baik dalam hal ketersambungannya” dan ia katakan lagi dalam kitab “Shahihah 4/647″ : ”Hadisnya baik karena bersambung”.
PENUTUP
Setelah kita menyimak berbagai contoh kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan dengan sengaja atau tidak oleh ‘Yang Terhormat Al-Muhaddis Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani’ oleh ‘Al-Alamah Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof’ dimana dalam kitab-nya tersebut beliau (Rahimahullah) menunjukkan ± 1200 kesalahan dan penyimpangan dari Syeikh Al-Albani dalam ki tab-kitab yang beliau tulis seperti contoh diatas. Maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa bidang ini tidak dapat digeluti oleh sembarang orang, apalagi yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai seorang yang layak untuk menyadang gelar ‘Al-Muhaddis’ (Ahli Hadis) dan tidak memperoleh pendidikan formal dalam bidang ilmu hadis dari Universitas-universitas Islam yang terkemuka dan ‘Para Masyaik’h yang memang ahli dalam bidang ini.
Dan Para Ulama telah menetapkan kriteria yang ketat agar hanya benar-benar hanya ‘orang yang memang memenuhi kriteria sajalah’ yang layak menyadang gelar ini seperti yang diungkapkan oleh Imam Sakhowi tentang siapa Ahli Hadis (muhaddis) itu sebenarnya :
“Menurut sebagian Imam hadis, orang yang disebut dengan Ahli Hadis (Muhaddis) adalah orang yang pernah menulis hadis, membaca, mendengar, dan menghafalkan, serta mengadakan rihlah (perjalanan) keberbagai tempat untuk, mampu merumuskan beberapa aturan pokok (hadis), dan mengomentari cabang dari Kitab Musnad, Illat, Tarikh yang kurang lebih mencapai 1000 buah karangan. Jika demikian (syarat-syarat ini terpenuhi -pent) maka tidak diingkari bahwa dirinya adalah ahli hadis. Tetapi jika ia sudah mengenakan jubah pada kepalanya, dan berkumpul dengan para penguasa pada masanya, atau menghalalkan (dirinya memakai-pent ) perhiasan lu’lu (permata-pent) dan marjan atau memakai pakaian yang berlebihan (pakaian yang berwarna-warni -pent). Dan hanya mempelajari hadis Al-Ifki wa Al-Butan. Maka ia telah merusak harga dirinya ,bahkan ia tidak memahami apa yang dibicarakan kepadanya, baik dari juz atau kitab asalnya. Ia tidak pantas menyandang gelar seorang Muhaddis bahkan ia bukan manusia. Karena dengan kebodohannya ia telah memakan sesuatu yang haram. Jika ia menghalalkannya maka ia telah keluar dari Agama Islam” ( Lihat Fathu Al-Mughis li Al-Sakhowi, juz 1hal. 40-41).
Sehingga yang layak menyandang gelar ini adalah ‘Para Muhaddis’ generasi awal seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Nasa’I, Imam Ibn Majah, Imam Daruquthni, Imam Al-Hakim Naisaburi ,Imam Ibn Hibban dll.
Sehingga apakah tidak terlalu berlebihan (atau bahkan termasuk Ghuluw -pent) dengan menyamakan mereka (Imam Bukhari, Imam Muslim, imam Abu Dawud dkk -pent) dengan sebagian Syeikh yang tidak pernah menulis hadis, membaca, mendengar, menghafal, meriwayatkan, melakukan perjalanan mencari hadis atau bahkan memberikan kontribusi pada perkembangan Ilmu hadis yang mencapai seribu karangan lebih !?!!.
Sehingga bukan Sunnah Nabi yang dibela dan ditegakkan, malah sebaliknya yang muncul adalah fitnah dan kekacauan yang timbul dari pekerjaan dan karya-karyanya, sebagaimana contoh-contoh diatas.
Ditambah lagi dengan munculnya sikap arogan, dimana dengan mudahnya kelompok ini menyalahkan dan bahkan membodoh-bodohkan para Ulama, karena berdasar penelitiannya (yang hasilnya (tentunya) perlu dikaji dan diteliti ulang seperti contoh diatas), mereka ‘berani’ menyimpulkan bahwa para Ulama Salaf yang mengikuti salah satu Imam Madzhab ini berhujah dengan hadis-hadis yang lemah atatu dhoif dan pendapat merekalah yang benar (walaupun klaim seperti itu tetaplah menjadi klaim saja, karena telah terbukti berbagai kesalahan dan penyimpangannya dari Al-Haq).
Oleh karena itu para Ulama Salaf Panutan Umat sudah memperingatkan kita akan kelompok orang yang seperti ini sbb :
– Syeikh Abdul Ghofar seorang ahli hadis yang bermadzab Hanafi menukil
pendapat Ibn Asy-Syihhah ditambah syarat dari Ibn Abidin Dalam Hasyiyah-nya, yang dirangkum dalam bukunya ‘Daf’ Al-Auham An-Masalah AlQira’af Khalf Al-Imam’, hal. 15 : ”Kita melihat pada masa kita, banyak orang yang mengaku berilmu padahal dirinya tertipu. Ia merasa dirinya diatas awan ,padahal ia berada dilembah yang dalam. Boleh jadi ia telah mengkaji salah satu kitab dari enam kitab hadis (kutub As-Sittah), dan ia menemukan satu hadis yang bertentangan dengan madzab Abu Hanifah, lalu berkata buanglah madzab Abu Hanifah ke dinding dan ambil hadis Rasul SAW. Padahal hadis ini telah mansukh atau bertentangan dengan hadis yang sanadnya lebih kuat dan sebab lainnya sehingga hilanglah kewajiban mengamalkannya. Dan dia tidak mengetahui. Bila pengamalan hadis seperti ini diserahkan secara mutlak
kepadanya maka ia akan tersesat dalam banyak masalah dan tentunya akan menyesatkan banyak orang ”.
– Al-Hafidz Ibn Abdil Barr meriwayatkan dalam Jami’ Bayan Al-Ilmu, juz
2hal. 130, dengan sanadnya sampai kepada Al-Qodhi Al-Mujtahid Ibn Laila
bahwa ia berkata : ” Seorang tidak dianggap memahami hadis kalau ia
mengetahui mana hadis yang harus diambil dan mana yang harus ditinggalkan”.
– Al-Qodhi Iyadh dalam Tartib Al-Madarik, juz 2hal. 427; Ibn Wahab berkata : ”Kalau saja Allah tidak menyelamatkanku melalui Malik Dan Laits, maka tersesatlah aku. Ketika ditanya, mengapa begitu, ia menjawab, ‘Aku banyak menemukan hadis dan itu membingungkanku. Lalu aku menyampaikannya pada Malik dan Laits, maka mereka berkata : ”Ambillah dan tinggalkan itu”.
– Imam Malik berpesan kepada kedua keponakannya (Abu Bakar dan Ismail, putra Abi Uwais); ”Bukankah kalian menyukai hal ini (mengumpulkan dan mendengarkan hadis) serta mempelajarinya ?, Mereka menjawab : ‘Ya’ , Beliau berkata : Jika kalian ingin mengambil manfaat dari hadis ini dan Allah menjadikannya bermanfaat bagi kalian, maka kurangilah kebiasaan kalian dan pelajarilah lebih dalam ”. Seperti ini pula Al-Khatib meriwayatkan dengan sanadnya dalam Al-Faqih wa Al-Mutafaqih juz IIhal. 28.
– Al-Khotib meriwayatkan dalam kitabnya Faqih wa Al-Mutafaqih, juz IIhal.
15-19, duatu pembicaraan yang panjang dari Imam Al-Muzniy, pewaris ilmu Imam Syafi’i. Pada bagian akhir Al-Muzniy berkata : ” Perhatikan hadis yang kalian kumpulkan.Tuntutlah Ilmu dari para fuqoha agar kalian menjadi ahli fiqh”.
– Dalam kitab Tartib Al-Madarik juz Ihal. 66, dengan penjelasan yang
panjang dari para Ulama Salaf tentang sikap mereka terhadap As-Sunnah, a.l :
a- Umar bin Khotab berkata diatas mimbar: ”Akan kuadukan kepada Allah orang yang meriwayatkan hadis yang bertentangan dengan yang diamalkan”.
b- Imam Malik berkata : ”Para Ahli Ilmu dari kalangan Tabi’in telah
menyampaikan hadis-hadis, lalu disampaikan kepada mereka hadis dari orang lain, maka mereka menjawab : ”Bukannya kami tidak tahu tentang hal ini. Tetapi pengamalannya yang benar adalah tidak seperti ini” .
c- Ibn Hazm berkata: Abu Darda’ pernah ditanya : ”Sesungguhnya telah sampai kepadaku hadis begini dan begitu (berbeda dengan pendapatnya-pent). Maka ia menjawab: ”Saya pernah mendengarnya, tetapi aku menyaksikan pengamalannya tidak seperti itu” .
d- Ibn Abi zanad , “Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan para Ulama dan Fuqoha untuk menanyai mereka tentang sunnah dan hukum-hukum yang diamalkan agar beliau dapat menetapkan. Sedang hadis yang tidak diamalkan akan beliau tinggalkan, walaupun diriwayatkan dari para perawi yang terpercaya”. Demikian perkataan Qodhi Iyadh.
e- Al- Hafidz Ibn Rajab Al-Hambali dalam Kitabnya Fadhl ‘Ilm As-Salaf ‘ala
Kholaf’hal.9, berkata: “Para Imam dan Fuqoha Ahli Hadis sesungguhnya
mengikuti hadis shohih jika hadis itu diamalkan dikalangan para Sahabat atau generasi sesudahnya, atau sebagian dari mereka. Adapun yang disepakati untuk ditinggalkan, maka tidak boleh diamalkan, karena tidak akan meninggalkan sesuatu kecuali atas dasar pengetahuan bahwa ia memang tidak diamalkan”.
Sehingga cukuplah hadis dari Baginda Nabi SAW berikut untuk mengakhiri
kajian kita ini, agar kita tidak menafsirkan sesuatu yang kita tidak memiliki pengetahuan tentangnya :
Artinya : ”Akan datang nanti suatu masa yang penuh dengan penipuan hingga pada masa itu para pendusta dibenarkan, orang-orang yang jujur didustakan; para pengkhianat dipercaya dan orang-orang yang amanah dianggap khianat, serta bercelotehnya para ‘Ruwaibidhoh’. Ada yang bertanya : ‘Apa itu ‘Ruwaibidhoh’ ?. Beliau menjawab : ”Orang bodohpandir yang berkomentar tentang perkara orang banyak” (HR. Al-Hakim jilid 4hal. 512No. 8439 — ia menyatakan bahwa hadis ini shohih; HR. Ibn Majah jilid 2hal. 1339no. 4036; HR. Ahmad jilid 2hal. 219,338No. 7899,8440; HR. Abi Ya’la jilid 6hal. 378no. 3715; HR. Ath-Thabrani jilid 18hal. 67No. 123; HR. Al-Haitsami jilid 7hal. 284 dalam Majma’ Zawa’id).
NB : (Syeikh Saqqof kemudian melanjutkan dengan sejumlah nasihat yang penting, yang karena alasan tertentu tidak diterjemahkan, akan tetapi lebih baik bagi anda untuk menilik kembali kitab ini dalam versinya yang berbahasa arab).
Dengan pertolongan Allah, nukilan yang berasal dari kitab Syeikh Saqqof
cukup memadai untuk menyakinkan para pencari kebenaran, serta menjelaskan siapakah sebenarnya orang yang awam dengan sedikit pengetahuan tentang ilmu hadis.
Perhatikan peringatan Al-Hafidz Ibn Abdil Barr berikut: ” Dikatakan oleh Al-Qodhi Mundzir, bahwa Ibn Abdil Barr mencela dua golongan, yang pertama , golongan yang tenggelam dalam ra’yu dan berpaling dari Sunnah, dan kedua, golongan yang sombong yang berlagak pintar padahal bodoh ” (menyampaikan hadis, tetapi tidak mengetahui isinya -pent) (Dirangkum dari Jami’ Bayan Al-Ilm juz IIhal. 171).
Syeikhul Islam Ibn Al-Qoyyim Al-Jawziyah berkata dalam I’lamu Al-Muwaqqi’in juz Ihal. 44, dari Imam Ahmad, bahwa beliau berkata: ” Jika seseorang memiliki kitab karangan yang didalamnya termuat sabda Nabi SAW, perbedaan Sahabat dan Tabi’in, maka ia tidak boleh mengamalkan dan menetapkan sekehendak hatinya sebelum menanyakannya pada Ahli Ilmu, mana yang dapat diamalkan dan mana yang tidak dapat diamalkan, sehingga orang tersebut dapat mengamalkan dengan benar”.
THE IMAM AL-NAWAWI HOUSE
PO BOX 925393
AMMAN
JORDAN
NB : Dinukil dan disusun secara bebas dari kitab Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof yang berjudul ‘Tanaqadat al- Albani al-Wadihat’
(Kontradiksi yang sangat jelas pada Al-Albani) oleh Syeikh Nuh Ha Mim Killer dan kawan-kawan, dalam versi bahasa Inggris dengan judul ‘AL-ALBANI’S WEAKENING OF SOME OF IMAM BUKHARI AND MUSLIM’S AHADITH
.
Sumber: http://sidogiri.com/
[…] NASHIRUDDIN ALBANY Sebuah Catatan Tentang Syaikh Al-Albani […]
======================================
Ia memuji dirinya sendiri sebagai sumber yang
‘tidak terbantahkan’ dan seringkali mencoba meniru para Ulama Besar dengan
menggunakan sejumlah istilah seperti ‘Lam aqif ala sanadih’, yang artinya
‘Saya tidak dapat menemukan sanadnya’, ……..
======================================
Syaikh Alwi kok bisa bilang gitu ya?? masa tau isi hatinya Syaikh Al Bani kalau dia memuji dirinya sendiri…jadinya kelihatan bukan artikel ilmiah nih…
Salam kenal semuanya ^_^
–> Syaikh Alwi ?? Syaikh Al Bani??? Keduanya tak ada di artikel. Siapakah yg anda maksud?
maap kliru… Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof dan Syeikh
Al-Albani maksut ane… gitu aja gak tau maksutnya… ^_^
–> As-Saqqof menjadi syeikh Alwi …. jauh mas. Kalau al bani, mmg banyak yg melakukan kesalahan. Hehe … kritik agar lebih teliti n tidak asal nylonong.
Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof apa lebih teliti daripada Syeikh Al-Albani? sebaiknya di tunjukkan dimana ketidaktelitian Syeikh Al-Albani secara ilmiah, pada tempatnya dan tidak menduga-duga isi hatinya Syeikh Al-Albani. Penilaian seorang ahli hadits terhadap seorang perawi adalah ijtihadiyah semata,kalau jaman sekarang hanya bisa dengan cara meneliti literatur2 yang sudah ada seperti yang dilakukan Syeikh Al-Albani, jadi kalau ada salah masih dapat pahala satu. Kalau ada metode Syeikh Al-Albani ada yang asal nyelonong alias ngawur tunjukkan bagaimana yang tidak ngawur… ^_^
–> Bukannya artikel di atas justru menunjukkan ketidak-telitian Syeikh Albani? Anyway .. Kalau di tanah Arab sana mestinya hal2 yang anda risaukan telah jamak di kalangan ulama. Terbukti ada kritik Syeikh Hasan As Saqqof (dan juga ulama2 lain) thd Syeikh Albani. Sayang karya2 Syeikh As Saqqof dan ulama-ulama lainnya ini belum ada terjemah lengkapnya di tanah air. Biar kita bisa tahu.
wah iya mas, ane yang kurang teliti baca artikel…
ane husnudzon kalau Syeikh Al-Albani masih hidup dan mendapatkan kritik Syeikh Hasan As Saqqof (dan juga ulama2 lain) akan segera meralat ± 1200 kesalahanya.
Semoga para ulama ahli hadits sekarang ini di beri kekuatan dalam ijtihadnya,kejujuran dalam menyampaikannya.Amin
Bagus
sudah tau tentang buku “Koreksi Ulang Syaikh Al-Albani” coba cari bentuknya pdf.
Dan setelah saya melihatnya, saya semakin yakin bahwa :
Syaikh Muhammad Nashruddin Al-Albani adalah ‘orang baek’ dengan ‘aqidah yg lurus’, ‘menerima masukan dr banyak pihak’, ‘ilmuwan’, ‘bisa diajak berdialog bahkan oleh orang-orang yg tidak sepaham ataupun menentangnya’…
Allahu akbar, semoga akan ada terus ulama-ulama seperti beliau…
semoga Allah merahmati beliau di kuburnya bersama Ulama-ulama Sunni lainnya…
–> Thanks berat atas info-nya. Ada kami temukan e-book pdf-nya.. sayang tak lengkap.
Justru dari e-book itu, persepsi saya, malah memperkuat ketidak-konsistenan syaikh albani ini, sebagaimana kritik artikel di atas. Sebuah hadits disahihkannya di dalam satu kitabnya, sementara di kitabnya yang lain hadits yg sama di-dloifkan.
alBani itu sesat, jadi jangan diikuti. coba rujuk buku melihat albani dari dekat
Siapakah Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof ? ??
http://sofyan.phpnet.us/index.php/syubhat/965-siapakah-muhammad-ibn-ali-hasan-as-saqqof-.html
–> thanks.. telah saya klik link anda. Tidak ada menerangkan tentang siapa syaikh As Saqqaf, gurunya, kitab2nya, muridnya dll. Kecuali caci maki tentang beliau.
Assalammualaikum wr.wb
Mas,aku suka blog sampean..Semoga sampean diberkahi umur panjang dan senantiasa istiqomah di jalan Allah..Terus berkarya..Bravo
Wassalammualaikum wr.wb
buat ahmad
anda jangan asbun!!!!!
PEMBELAAN TERHADAP AL-IMAM AL-MUHADDITS AL-ALBANY DARI KEDUSTAAN HASAN ALI AS-SAQQOF
http://abusalma.wordpress.com/2006/09/25/115914862920396347/
http://abusalma.wordpress.com/?s=PERISAI+PENANGKIS+DI+DALAM+MEMBELA+AL-IMAM+AL-ALBANI+DARI+KEJAHATAN+%E2%80%9DAL-MUDZABDZAB%E2%80%9D+AT-TAHRIRI
SEMBILAN TUDUHAN DUSTA TERHADAP SYAIKH AL-ALBANI
http://belasalafy.wordpress.com/?s=SEMBILAN+TUDUHAN+DUSTA+TERHADAP+SYAIKH+AL-ALBANI
–> sepertinya pernah saya tulis. Link itu hanya caci maki thd syeikh As Saqqaf. Sedangkan tulisan beliau di dalam artikel tak ada tanggapan sama sekali.
http://bs-ba.facebook.com/topic.php?uid=78549858445&topic=12789
http://www.ummah.net/Al_adaab/absurd_albani_fatwa.html
Syeikh Muhammad Nasiruddin al-Albani, yang dianggap oleh mayoritas Salafi sebagai ulama terbesar mereka, telah mengeluarkan sebuah fatwa beberapa tahun yang lalu yakni bahwa semua kaum muslim di Palestina, Libanon Selatan, dan Dataran Tinggi Golan harus meninggalkan tanah/negeri mereka secara massal dan pergi ketempat lain. Alasan dia (dan dia tetap memegangnya) bahwa setiap Negeri Muslim yang diduduki/dijajah oleh orang Non-Muslim maka menjadi Negeri Non-Muslim. Oleh karenanya setiap Muslim dilarang tinggal/menetap disitu.
Ketika beberapa orang menanyakan kepadanya, dengan terheran-heran, bahwa tidak akan ada satu negarapun didunia yang mau menampung orang-orang/bangsa Palestina, bahkan Saudi Arabia pun, dia mengatakan: “Mereka mungkin bisa mencoba pergi ke Sudan, disana mereka mungkin akan ditampung.”
.
Berikut ini adalah terjemahan dari salah satu tanggapan Syeikh Buti terhadap salah satu fatwa al-Albani. Syeikh Buti adalah salah seorang ulama terkemuka Syria: [Diambil dari buku “Strife in Islam” (Al-Jihad fil Islam: Kayfa Nafhamuhu wa Kayfa Numarisuhu), by Dr. Muhammad Sa’id Ramadan al-Buti, 2nd edition, Dar Al-Fikr, Damascus, Syria, 1997.]
“Syeikh” Nasiruddin al-Albani telah mengejutkan masyarakat, dalam beberapa bulan terakhir ini, dengan fatwa sesatnya yang sangat jauh dari ajaran-ajaran Syariat Islam dan sangat berlawanan/kontradiksi dengan pokok-pokok dan hukum-hukum agama (Islam – penj).
Dia menyatakan secara terbuka dan dihadapan semua saksi, bahwa semua Muslim dan bangsa Palestina yang masih berada di tanah/negeri yang diduduki/dijajah wajib meninggalkan seluruh negeri itu dan menyerahkannya kepada kaum Yahudi, yang telah mengubahnya, setelah mereka menjajahnya, menjadi sebuah Negeri Kafir.
Kalaulah tidak dimuat dimedia massa dan tidak ada kaset rekaman suara al-Albani yang mengatakan sendiri hal ini, maka sulit buat saya untuk mempercayainya.
Ini karena seorang santri yang paling awampun mengetahui apa yang terdapat pada semua sumber Syariat Islam, bahwa sebuah Negeri Islam akan tetap, secara sah, menjadi Negeri Islam sampai Hari Kebangkitan, tak peduli apapun yang diperbuat oleh orang-orang kafir ataupun musuh terhadap Negeri Islam tersebut. Dan adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan membersihkan/mengusir para agresor dari negeri tersebut. Dan menurut Abu Hanifah yang mengemukakan kemungkinan berubahnya Negeri Islam menjadi Negeri Kafir syaratnya adalah bahwa tanda-tanda Islam telah disingkirkan/dihilangkan darinya dan diganti dengan aturan-aturan kafir, bahwa tidak ada seorang muslim atau kafir dzimmi pun yang masih tinggal disitu merasa aman dengan hukum Islam yang murni/asli, dan bahwa negeri itu diberi batas sebagai Negeri Kafir ataupun Negeri Perang. Dan kita tahu bahwa tidak satupun syarat tersebut ada pada negeri yang sedang dijajah (Palestina – penj), sebab tanda-tanda Islam secara terbuka masih tetap eksis disana, kaum muslimin masih tetap bisa menikmati hukum-hukum Islam, dan tidak ada batas tersendiri sebagai Negeri Kafir ataupun Negeri Perang dalam Wilayah/Negeri Jajahan tersebut, saat ini.
Tetapi syeikh (al-Albani), yang menganggap dirinya sebagai “Muhaddis Masa Kini”, telah melanggar ijma’ sah ini, yang mana dia tidak punya pengetahuan tentangnya. Lalu dia mengumumkan/memfatwakan tanpa kesepakatan ummat bahwa Palestina telah berubah, yang tentu saja menguntungkan Israel, menjadi Negeri Kafir dan Negeri Perang. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban semua muslim yang adalah pemilik dan penduduknya untuk mengecam/menentangnya.
Misteri apa yang ada dibalik diamnya si syeikh ini selama bertahun-tahun sebelumnya sampai cahaya keimanan Intifadha muncul dijantung Tanah Jajahan, dan gerakan perlawanan Hamas didirikan yang menimbulkan fenomena teror dihati dan jiwa para penjajah, lalu tiba-tiba si syeikh ingat akan hal ini dan kemudian menyadarinya bahwa inilah saat/waktunya baginya untuk memfatwakannya secara eksplisit disemua media massa. Dan baginya telah tibanya waktunya, yang karenanya dia mulai beraksi itu, adalah dengan munculnya gerakan Intifadha yang bersama para pemilik sah (rakyat – penj) Tanah Jajahan telah meraih segala kesuksesan yang tidak diharapkannya, karena dengan demikian dia dapat membantu Israel keluar dari segala kesulitan yang membelenggu mereka dan telah banyak menguras sumberdaya mereka (Israel – penj).
Inikah sesungguhnya waktunya bagi syeikh gadungan/pengkhianat ini untuk memberitahukan kepada kita rahasia dibalik disimpannya fatwa tersebut didadanya selama ini sampai kemudian dia munculkan sekarang?!. Dan, tentang diamnya dia selama ini atas dosa kaum muslimin karena masih tetap tinggal di Negeri Kafir hingga hari ini?!
Dan sungguh kita bersyukur kepada Allah bahwa fatwa dia (al-Albani – penj) yang batil tersebut telah gagal yang mana hal ini ditunjukkan dimana rakyat Suriah, Aljazair, Mesir dan Libia hari-hari ini justru meningkatkan jihad dinegeri mereka masing-masing untuk membebaskan mereka dari belenggu kolonialisasi dan agresi para tiran.
Ataukah, kaum muslimin dinegeri-negeri tersebut di atas wajib meninggalkan negeri mereka, sebuah keuntungan bagi musuh mereka, karena negeri mereka sekarang dikategorikan sebagai Negeri Kafir?! (bila hal ini terjadi) Maka hari ini kita akan melihat bahwa para tiran dan penjajah itu memang punya hak yang legal (untuk terus menjajah – penj). Dan siapa yang tahu bahwa memang inilah yang lebih disukai/diinginkan oleh syeikh gadungan/pengkhianat ini?!
[Yang tersebut di atas adalah apa yang ditulis oleh Dr. Buti pada Edisi Pertama dan diulangi pada Edisi Kedua dalam buku beliau. Berikut ini apa yang beliau tambahkan pada Edisi Kedua]
Dan sekarang saya katakan, tambahan beberapa kalimat pada Edisi Kedua ini setelah kami menunggu si syeikh bakal menarik fatwa sesatnya tersebut, karena kembali kepada kebenaran itu adalah suatu kemuliaan/keutamaan. Tetapi dia tidak pernah melakukannya walaupun seluruh dunia muslim menentangnya gara-gara fatwanya itu.
Juga, ada segelintir pembaca yang menilai bahwa penyebutan Gadungan/Pengkhianat (suspected) terhadap syeikh sebagai kurang tepat. Tetapi sebutan itu diberikan kepada seseorang yang mengeluarkan suatu fatwa dengan berkolaborasi dengan pihak asing. Jadi, penyebutan itu tidak ekstrim tetapi sudah sesuai dengan realitas/kenyataan.
;
Berikut ini adalah terjemahan dari salah satu tanggapan/sanggahan pembela al-Albani
http://belasalafy.wordpress.com/2009/11/03/syaikh-al-albani-ahli-hadits-yang-terdzalimi/
–> Terima kasih .. telah kami baca. Namun penjelasan fatwa tentang Palestina tetap tidak memuaskan kami. Bagaimana dengan pertanyaan jamaah di bagian paling atas sehubungan dengan fatwa itu (mereka bisa pergi ke Sudan)?
Kutipan kontroversi ini diambil dari buku karya syaikh Ramadlan al Buti, seorang ulama Syiria yang beliau tak mungkin membukukan tanggapannya tanpa mengetahui fatwa syaikh albani secara jelas. Disebutkan pula, syeikh Al Buti semakin keras tulisannya di edisi kedua bukunya, setelah menunggu penjelasan dari syeikh Albani namun tak ada jawaban. Jadi yg memberi penjelasan fatwa di link anda itu siapa dan mengatas namakan siapa?
Selain itu, kontroversi tentang syaikh Albani itu, yang mempertentangkan beliau bukanlah umat kroco-kroco seperti kita. Mereka adalah para ulama, yang bahkan menuliskan kitabnya. Kitab/buku2 itu beredar luas. Sehingga wajarlah kita sebagai umatpun mengetahuinya. So .. jangan mudah menghakimi bahwa yang menentang syaikh albani itu orang2 bodoh. Mereka ulama pula .. dan banyak.
Saya kutibkan sebagiannya (terjemahkan sendiri),
http://www.sunnah.org/history/Innovators/al_albani.htm
Most of the contemporary Sunni scholars warned of his heresy and many of them wrote articles or full-length works against him such as:
– The Indian hadith scholar Habib al-Rahman al-A`zami who wrote al-Albani Shudhudhuh wa Akhta’uh (“Al-Albani’s Aberrations and Errors”) in four volumes.
– The Syrian scholar Muhammad Sa`id Ramadan al-Buti who wrote the two classics al-Lamadhhabiyya Akhtaru Bid`atin Tuhaddidu al-Shari`a al-Islamiyya (“Not Following A School of Jurisprudence is the Most Dangerous Innovation Threatening Islamic Sacred Law”) and al-Salafiyya Marhalatun Zamaniyyatun Mubaraka La Madhhabun Islami (“The `Way of the Early Muslims’ Was A Blessed Historical Epoch, Not An Islamic School of Thought”)
– The Moroccan hadith scholar `Abd Allah ibn Muhammad ibn al-Siddiq al-Ghumari who wrote Irgham al-Mubtadi` al-Ghabi bi Jawaz al-Tawassul bi al-Nabi fi al-Radd `ala al-Albani al-Wabi (“The Coercion of the Unintelligent Innovator with the Licitness of Using the Prophet – Allah bless and greet him – as an Intermediary in Refutation of al-Albani the Baneful”), al-Qawl al-Muqni` fi al-Radd `ala al-Albani al-Mubtadi` (“The Persuasive Discourse in Refutation of al-Albani the Innovator”), and Itqan al-Sun`a fi Tahqiq Ma`na al-Bid`a (“Precise Handiwork in Ascertaining the Meaning of Innovation”).
– The Moroccan hadith scholar `Abd al-`Aziz ibn Muhammad ibn al-Siddiq al-Ghumari who wrote Bayan Nakth al-Nakith al-Mu`tadi (“The Exposition of the Treachery of the Rebel”).
– The Syrian hadith scholar `Abd al-Fattah Abu Ghudda who wrote Radd `ala Abatil wa Iftira’at Nasir al-Albani wa Sahibihi Sabiqan Zuhayr al-Shawish wa Mu’azirihima (“Refutation of the Falsehoods and Fabrications of Nasir al-Albani and his Former Friend Zuhayr al-Shawish and their Supporters”).
– The Egyptian Hadith scholar Muhammad `Awwama who wrote Adab al-Ikhtilaf (“The Proper Manners of Expressing Difference of Opinion”).
– The Egyptian hadith scholar Mahmud Sa`id Mamduh who wrote Wusul al-Tahani bi Ithbat Sunniyyat al-Subha wa al-Radd `ala al-Albani (“The Alighting of Mutual Benefit and Confirmation that the Dhikr-Beads are a Sunna in Refutation of al-Albani”) and Tanbih al-Muslim ila Ta`addi al-Albani `ala Sahih Muslim (“Warning to the Muslim Concerning al-Albani’s Attack on Sahih Muslim”).
– The Saudi hadith scholar Isma`il ibn Muhammad al-Ansar who wrote Ta`aqqubat `ala “Silsilat al-Ahadith al-Da`ifa wa al-Mawdu`a” li al-Albani (“Critique of al-Albani’s Book on Weak and Forged Hadiths”), Tashih Salat al-Tarawih `Ishrina Rak`atan wa al-Radd `ala al-Albani fi Tad`ifih (“Establishing as Correct the Tarawih Salat in Twenty Rak`as and the Refutation of Its Weakening by al-Albani”), and Ibahat al-Tahalli bi al-Dhahab al-Muhallaq li al-Nisa’ wa al-Radd `ala al-Albani fi Tahrimih (“The Licitness of Wearing Gold Jewelry for Women Contrary to al-Albani’s Prohibition of it”).
– The Syrian scholar Badr al-Din Hasan Diab who wrote Anwar al-Masabih `ala Zulumat al-Albani fi Salat al-Tarawih (“Illuminating the Darkness of al-Albani over the Tarawih Prayer”).
– The Director of Religious Endowments in Dubai, `Isa ibn `Abd Allah ibn Mani` al-Himyari who wrote al-I`lam bi Istihbab Shadd al-Rihal li Ziyarati Qabri Khayr al-Anam – Allah bless and greet him – (“The Notification Concerning the Recommendation of Travelling to Visit the Grave of the Best of Creation – Allah bless and greet him -) and al-Bid`a al-Hasana Aslun Min Usul al-Tashri` (“The Excellent Innovation Is One of the Sources of Islamic Legislation”).
– The Minister of Islamic Affairs and Religious Endowments in the United Arab Emirates Shaykh Muhammad ibn Ahmad al-Khazraji who wrote the article al-Albani: Tatarrufatuh (“Al-Albani’s Extremist Positions”).
– The Syrian scholar Firas Muhammad Walid Ways in his edition of Ibn al-Mulaqqin’s Sunniyyat al-Jumu`a al-Qabliyya (“The Sunna Prayers That Must Precede Salat al-Jumu`a”).
– The Syrian scholar Samer Islambuli who wrote al-Ahad, al-Ijma`, al-Naskh.
– The Jordanian scholar As`ad Salim Tayyim who wrote Bayan Awham al-Albani fi Tahqiqihi li Kitab Fadl al-Salat `ala al-Nabi – Allah bless and greet him -.
– The Jordanian scholar Hasan `Ali al-Saqqaf who wrote the two-volume Tanaqudat al-Albani al-Wadiha fi ma Waqa`a fi Tashih al-Ahadith wa Tad`ifiha min Akhta’ wa Ghaltat (“Albani’s Patent Self-Contradictions in the Mistakes and Blunders He Committed While Declaring Hadiths to be Sound or Weak”), Ihtijaj al-Kha’ib bi `Ibarat man Idda`a al-Ijma` fa Huwa Kadhib (“The Loser’s Recourse to the Phrase: `Whoever Claims Consensus Is a Liar!'”), al-Qawl al-Thabtu fi Siyami Yawm al-Sabt (“The Firm Discourse Concerning Fasting on Saturdays”), al-Lajif al-Dhu`af li al-Mutala`ib bi Ahkam al-I`tikaf (“The Lethal Strike Against Him Who Toys with the Rulings of I`tikaf), Sahih Sifat Salat al-Nabi Sallallahu `alayhi wa Sallam (“The Correct Description of the Prophet’s Prayer – Allah bless and greet him -“), I`lam al-Kha’id bi Tahrim al-Qur’an `ala al-Junub wa al-Ha’id (“The Appraisal of the Meddler in the Interdiction of the Qur’an to those in a State of Major Defilement and Menstruating Women”), Talqih al-Fuhum al-`Aliya (“The Inculcation of Lofty Discernment”), and Sahih Sharh al-`Aqida al-Tahawiyya (“The Correct Explanation of al-Tahawi’s Statement of Islamic Doctrine”).
http://www.masud.co.uk/ISLAM/nuh/masudq6.htm
Nuh Ha Mim Keller 1995
Our teacher in hadith, Sheikh Shu‘ayb al-Arna’ut, tells my wife and me that Sheikh Nasir al-Albani learned his hadith knowledge from books and manuscripts in the Dhahiriyya Library in Damascus, as well as his long years working on books of hadith. He did not get any significant share of his knowledge from living hadith scholars, according to Sheikh Shu‘ayb, for the very good reason that there wasn’t anyone in Damascus at the time who knew much about hadith, and he didn’t travel anywhere else to learn. I have heard Salafis say that he has an ijaza from one person in Syria, but it could only be (according to Sheikh Shu‘ayb) from someone with far less knowledge than himself
agar lebih jelas silahkan kunjungi bantahan di
http://www.alalbany.net/
atau
http://belasalafy.wordpress.com/web-ln-ii/
Bagi yang menginkan kebenaran silahkan rujuk buku
Syaikh Al-Albani Dihujat
Prolog.
Buku ini adalah sebuah jawaban terhadap tuduhan-tuduhan dusta yang dilemparkan oleh KH. Ali Mustafa Yaqub ke atas Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah. Di antara isi kandungannya adalah: 1 – Melihat manhaj tokoh-tokoh yang mengkritik Syaikh al-Albani seperti Abdullah al-Harari al-Habsyi, Hasan as-Saqqaf, Abdullah al-Ghumari, dan beberapa yang lain, 2 – Pengiktirafan para ulama terhadap keilmuan Syaikh al-Albani, 3 – Sikap Syaikh al-Albani terhadap Kitab Sahih al-Bukhari dan Muslim, 4 – Pembelaan Syaikh al-Albani terhadap para ulama Salaf, 5 – Sikap Syaikh al-Albani terhadap ijma’, 6 – Ifrath dan Tafrith, 7 – Fitnah terhadap Syaikh al-Albani, 7 – Memahami kaedah takhrij Syaikh al-Albani, 8 – Benarkah Syaikh al-Albani seorang yang sombong?, 9 – Dan lain-lain lagi yang berkaitan….
http://galeriniaga.blogspot.com/2009/12/190-syaikh-al-albani-dihujat.html
–> Yang berseberangan dengan syaikh albani di atas umumnya adalah para ulama bermadzab (syafi’i). Semoga buku promosi anda itu bukan caci maki thd ulama-ulama tersebut, dengan dituduh hizbi, syiah, qubury, dll (saya sering melihat ini dilakukan oleh pembela2 syaikh Albani). Kalau hanya hujatan .. itu percuma saja. Jawablah dengan menangkis kritikan, bukan menghujat penulisnya.
adapun hampir di tiap kota telah di bantahan di beberapa kajian agar lebih jelas bs Download Ceramah Audio di kajian
Buku Putih Dakwah Salafiah dan subhad yang lain dari mantan NU tambak beras
http://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Zainal%20Abidin%20Syamsudin/Buku%20Putih%20Dakwah%20Salafiah
dan lain
http://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Zainal%20Abidin%20Syamsudin
–> Monggo saja jika anda taqlid/ta’asub dengan syaikh Albani. Patut dicatat bahwa telah jelas pengkritik syaikh Albani adalah para ulama. Bukan orang2 sembarangan.
Menyibak Tirai Kedustaan
Syaikh al-Albani Rohimuhulloh
http://www.facebook.com/topic.php?uid=56184512375&topic=9617
adapun jika menelusuri buku tersebut bs simak,cuplikan
Siapa Ali Mustofa Yaqub dibanding al-bani” di halaman berapa ya?
Kalau memang ada, saya kira juga gak salah, karena Ustadz Kyai Ali Mustofa kan muridnya Mustofa a’zhomi, sedangkan a’zhomi sendiri sangat mengagungkan Syaikh Albani, buktinya ketika beliau mengedit kitab Shohih Ibnu Khuzaimah, beliau mengirimkannya kepada Syaikh albani dan meminta koreksinya, berterima kasih dan mensifati albani sebagai “Syaikh yang mulia, ahli hadits besar”. bahkan katanya: “Bila Syaikh albani berbeda hukum denganku dalam masalah shohih dan lemahnya hadits, maka saya menetapkan pendapatnya, karena saya lebih percaya kepadanya, baik dari segi ilmu dan agama”. (Muqoddimah Shohih Ibnu Khuzaiman 1/6, 32 oleh Dr. Mustofa A’zhomi).
selanjutnya
http://abiubaidah.com/al-albani-dihujat.html/#comments
–> Ada kekurangan dan ada kelebihan. Syaikh Albani memang pakar hadits. Namun untuk disebut muhadits, dan lain-lain gelar ulama hadits, banyak yang memperdebatkan, karena masalah sanad yang syaikh albani sendiri tak bisa menyertakannya. Dalam manaqibnya yang terkenal, syaikh albani belajar hadits secara otodidak dari perpustakaan di Damaskus (koreksi ini jika salah).
Dan juga kritikan di atas (artikel) dan juga kritikan lain dari para ulama yang ilmunya setingkat (atau bahkan di atasnya) semisal di atas, tidak terjawab sampai saat ini. Yang saya ketahui, selama ini jawaban hanya berupa caci maki dari orang-orang yang ta’asub kepadanya.
ada suatu kelompok yang dipimpin oleh orang yg merasa benar yg lain salah, tidak konsisten, sanad belajarnya ga jelas..
pengikut kelompoknya suka membid’ahkan, mengkafirkan, keras, pemahaman dangkal, suka memukulrata, suka mencela, memaksakan pendapat..
apakah orang-orang ini bisa dijadikan panutan dalam beragama?
. Al-Albani dan Fatwa Palesthina
Fatwa ini sangat bikin heboh. Perhatikan ucapan sebagian mereka: “Sebagian pakar menganggap fatwa al-Albani ini membuktikan bahwa logika yang dipakai al-Albani adalah logika Yahudi, bukan logika Islam, karena fatwa ini sangat menguntungkan orang-orang yang berambisi menguasai Palesthina. Mereka menilai fatwa al-Albani ini menyalahi sunnah, dan sampai pada tingkatan pikun. Bahkan Dr. Ali al-Fuqayyir, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Yordania menilai bahwa fatwa ini keluar dari Syetan“.[23]
Untuk menjawab masalah ini, maka kami akan menjelaskan duduk permasalahan fatwa Syaikh al-Albani tentang masalah Palesthina ini dalam beberapa point berikut[24]:
1. Hijrah dan jihad terus berlanjut hingga hari kiamat tiba.
2. Fatwa tersebut tidak diperuntukkan kepada negeri atau bangsa tertentu.
3. Nabi Muhammad sebagai Nabi yang mulia, beliau hijrah dari kota yang mulia, yaitu Mekkah.
4. Hijrah hukumnya wajib ketika seorang muslim tidak mendapatkan ketetapan dalam tempat tinggalnya yang penuh dengan ujian agama, dia tidak mampu untuk menampakkan hukum-hukum syar’I yang dibebankan Allah kepadanya, bahkan dia khawatir terhadap cobaan yang menimpa dirinya sehingga menjadikannya murtad dari agama.
Inilah inti fatwa Syaikh al-Albani yang seringkali disembunyikan!! Imam Nawawi berkata dalam Roudhatut Tholibin 10/282: “Apabila seorang muslim merasa lemah di Negara kafir, dia tidak mampu untuk menampakkan agama Allah, maka haram baginya untuk tinggal di tempat tersebut dan wajib baginya untuk hijrah ke negeri Islam…”.
5. Apabila seorang muslim menjumpai tempat terdekat dari tempat tinggalnya untuk menjaga dirinya, agamanya dan keluarganya, maka hendaknya dia hijrah ke tempat tersebut tanpa harus ke luar negerinya, karena hal itu lebih mudah baginya untuk kembali ke kampung halaman bila fitnah telah selesai.
6. Hijrah sebagaimana disyari’atkan dari Negara ke Negara lainnya, demikian juga dari kota ke kota lainnya atau desa ke desa lainnya yang masih dalam negeri.
Point ini juga banyak dilalaikan oleh para pendengki tersebut, sehingga mereka berkoar di atas mimbar dan menulis di koran-koran bahwa Syaikh al-Albani memerintahkan penduduk Palesthina untuk keluar darinya!!! Demikian, tanpa perincian dan penjelasan!!! 7. Tujuan hijrah adalah untuk mempersiapkan kekuatan untuk melawan musuh-musuh Islam dan mengembalikan hukum Islam seperti sebelumnya.
8. Semua ini apabila ada kemampuan. Apabila seorang muslim tidak mendapati tanah untuk menjaga diri dan agamanya kecuali tanah tempat tinggalnya tersebut, atau ada halangan-halangan yang menyebabkan dia tidak bisa hijrah, atau dia menimbang bahwa tempat yang akan dia hijrah ke sana sama saja, atau dia yakin bahwa keberadaannya di tempatnya lebih aman untuk agama, diri dan keluarganya, atau tidak ada tempat hijrah kecuali ke negeri kafir juga, atau keberadaannya untuk tetap di tempat tinggalnya lebih membawa maslahat yang lebih besar, baik maslahat untuk umat atau untuk mendakwahi musuh dan dia tidak khawatir terhadap agama dan dirinya, maka dalam keadaan seperti ini hendaknya dia tetap tinggal di tempat tinggalnya, semoga dia mendapatkan pahala hijrah. Imam Nawawi berkata dalam Roudhah 10/282: “Apabila dia tidak mampu untuk hijrah, maka dia diberi udzur sampai dia mampu“.
Demikian juga dalam kasus Palesthina secara khusus, Syaikh al-Albani mengatakan: “Apakah di Palesthina ada sebuah desa atau kota yang bisa dijadikan tempat untuk tinggal dan menjaga agama dan aman dari fitnah mereka?! Kalau memang ada, maka hendaknya mereka hijrah ke sana dan tidak keluar dari Palesthina, karena hijrah dalam negeri adalah mampu dan memenuhi tujuan”. Demikianlah perincian Syaikh al-Albani, lantas apakah setelah itu kemudian dikatakan bahwa beliau berfatwa untuk mengosongkan tanah Palesthina atau untuk menguntungkan Yahudi?!! Diamlah wahai para pencela dan pendeki, sesungguhnya kami berlindung kepada Allah dari kejahilan dan kezhaliman kalian!!. 9. Hendaknya seorang muslim meyakini bahwa menjaga agama dan aqidah lebih utama daripada menjaga jiwa dan tanah.
10. Anggaplah Syaikh al-Albani keliru dalam fatwa ini, apakah kemudian harus dicaci maki dan divonis dengan sembrangan kata?!! Bukankah beliau telah berijtihad dengan ilmu, hujjah dan kaidah?!! Bukankah seorang ulama apabila berijtihad, dia dapat dua pahala dan satu pahala bila dia salah?! Lantas, seperti inikah balasan yang beliau terima?!!
11. Syaikh Zuhair Syawisy mengatakan dalam tulisannya yang dimuat dalam Majalah Al Furqon, edisi 115, hlm. 19 bahwa Syaikh al-Albani telah bersiap-siap untuk melawan Yahudi, hampir saja beliau sampai ke Palesthina, tetapi ada larangan pemerintah untuk para mujahidin”.
Syaikh al-Albani sampai ke Palesthina pada tahun 1948 dan beliau sholat di masjidil Aqsho dan kembali sebagai pembimbing pasukan Saudi yang tersesat di jalan. Lihat kisah selengkapnya dalam bukunya berjudul “Rihlatii Ila Nejed”. (perjalananku ke Nejed).
Kami kira, keterangan singkat di atas cukup untuk membungkat mulut-mulut durhaka dan tulisan-tulisan hina yang menuding dengan sembrangan kata[25]!! Wallahu A’lam.
Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
http://www.abiubaidah.com
inilah yang saya kutib dari http://www.abiubaidah.com..
Imam malik mengatakan ” semua perkataan manusia bisa di terima dan bisa tertolak kecuali Nabi Muhammad saw”
Hendaklah kita tidak menghujad Syaikh Al-bani bila ada kesalahan dari Beliau.. sangatlah sedikit kesalahan beliau beliau bila di bandingkan dengan kebenaran dari ucapan beliau, apalagi bila dibandingkan dg kita yang hanya tau menghujat tampa mengetahui sumber2 yang jelas..
ketahuilah Syaikh al-bani salah seorang Ulama besar Abad ini..
–> Yang membahas masalah yang anda sebutkan itupun ulama besar abad ini, Syaikh Ramadlan al Buthi. Dan beliau mendapat berita (tentang fatwa tersebut) mestinya dari sumber yg sahih.
Benar kata imam Malik, ” semua perkataan manusia bisa di terima dan bisa tertolak kecuali Nabi Muhammad saw”. Itu dapat juga termasuk perkataan dari syaikh albani.
maaf kl tak berkenan.
kepada suyatno kusno:
masalahnya adalah apabila ada segolongan orang mengkritik Albani, maka para pengikut albani menganggap itu adalah hujatan yang menistakan. Padahal kritk mengkritik adalah suatu hal yang biasa.
Tetapi sebaliknya jika pengikut Albani menghujat dengan semena-mena kepada ulama lain, maka dianggap ini adalah bukan hujatan tetapi nasehat. Apakah ini sebuah keadilan?
Maka kalau sudah demikian, seharusnya yang menghujat siap diri untuk dihujat juga. Dan ternyata terbukti kebanyakan tidak siap dihujat, jadinya malah murka melulu bawaannya.
Inilah sikap seorang hizb sejati malah. Kena tuduhannya sendiri.
Om suyatno, lihat aja akhir tulisan yg bernama Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi, begitu kasar dan menganggap dirinya paling benar..begitukah muslim yg katanya pengikut salaf?? Suah diketahui umum kalau mulut mereka tidak pernah ramah terhadap muslim yang lain…kemana akhlak yg diajarkan Baginda Rasulullah?? dimulutkah, belum masuk ke hati??
PEMBELAAN TERHADAP SYAIKH ALBANI
Berikut ijazah hadits syaikh Albani:
1. Syaikh Al-Albani memiliki ijazah hadits dari ‘Allamah Syaikh Muhammad Raghib at-Tabbagh yang kepadanya beliau mempelajari ilmu hadits, dan mendapatkan hak untuk menyampaikan hadits darinya. Syaikh Al-Albani menjelaskan tentang ijazah beliau ini pada kitab Mukhtasar al-‘Uluw (hal 72) Adz-Dzahabi dan Tahdzir as-Sajid (hal 63).
2. Beliau memiliki ijazah tingkat lanjut dari Syaikh Bahjatul Baytar (di mana isnad dari Syaikh terhubung ke Imam Ahmad). Keterangan tersebut ada dalam buku Hayah al-Albani (biografi Al-Albani) karangan Muhammad Asy-Syaibani.
Ijazah serupa juga dimiliki murid Syaikh Al-Albani, yaitu Syaikh Ali Hasan Al-Halabi. Jadi, adalah tidak benar jika dikatakan bahwa Syaikh Albani hanya belajar dari buku, tanpa ada wewenang dan tanpa ijazah. Itulah hanya ucapan yang sama sekali tidak berdasar.
Perjalanan syaikh Albani:
1. Syaikhnya yang pertama adalah ayahnya, Al-Hajj Nuh An-Najjati, yang telah menyelesaikan belajar Syari’ah di Istanbul dan kembali ke Albania sebagai seorang ulama Hanafiyah. Di bawah bimbingan ayahnya, Syaikh Al-Albany belajar Quran, tajwid dan bahasa Arab, dan juga fiqh Hanafiyah.
2. Beliau belajar fiqh hanafiyah lebih lanjut dan bahasa Arab dari Syaikh Sa’id al-Burhan.
3. Beliau mengikuti pelajaran dari Imam Abdul Fattah dan Syaikh Taufiq Al-Barzah
4. Syaikh Al-Albany bertemu dengan ulama hadits zaman ini, Syaikh Ahmad Syakir, dan beliau ikut berpartisipasi dalam diskusi dan penelitian mengenai hadits.
5. Beliau bertemu dengan ulama hadits India, Syaikh Abdus Shamad Syarafuddin, yang telah menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab Sunan al-Kubra karya An-Nasai, seperti halnya karya Al-Mizzi yang monumental, Tuhfat al-Asyraf, yang selanjutnya mereka berdua saling berkirim surat tentang ilmu. Dalam salah satu surat, Syaikh Abdus Shamad menunjukkan keyakinan beliau bahwa Syaikh Al-Albany adalah ulama hadits terbesar saat ini.
6. Syaikh selalu mengunjungi perpustakaan Dhahiriyyah (perpustakaan yang lengkap dan langka di dunia) di Damaskus, sehingga kemudian beliau diberi kunci perpustakaan, karena beliau sering berada di sana dan belajar dalam waktu yang lama. Suatu hari, selembar kertas hilang dari manuskrip yang digunakan Syaikh Al-Albany. Kejadian ini menjadikan beliau mencurahkan seluruh perhatiannya untuk membuat katalog seluruh manuskrip hadits di perpustakaan agar folio yang hilang tersebut bisa ditemukan. Karenanya, beliau mendapatkan banyak ilmu dari 1000 manuskrip hadits, sesuatu yang telah dibuktikan beberapa tahun kemudian oleh Dr. Muhammad Mustafa A’dhami pada pendahuluan “Studi Literatur Hadits Awal”, dimana beliau mengatakan, “Saya mengucapkan terimakasih kepada Syaikh Nashiruddin Al-Albany, yang telah menempatkan keluasan ilmunya pada manuskrip-manuskrip langka dalam tugas akhir saya”.
7. Beliau senantiasa berkorespondensi dengan banyak ulama, terutama yang berasal dari India dan Pakistan, mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan hadits dan agama pada umumnya, termasuk dengan Syaikh Muhammad Zamzami dari Maroko dan ‘Ubaidullah Rahman, pengarang Mirqah al-Mafatih Syarh Musykilah al-Mashabih.
8. Keahliannya dalam bidang hadits diakui oleh banyak ulama yang berkompeten, baik masa lalu maupun sekarang, termasuk Dr. Amin Al-Mishri, kepala Studi Islam di Universitas Madinah yang juga termasuk salah satu murid Syaikh Al-Albany, juga Dr. Syubhi Ash-Shalah, mantan kepala bidang Ilmu Hadits di Universitas Damaskus, Dr. Ahmad Al-Asal, kepala Studi Islam di Universitas Riyadh, ulama hadits Pakistan sekarang, ‘Allamah Badi’uddien Syah As-Sindi; Syaikh Muhammad Thayyib Awkij, mantan kepala Ilmu Tasfir dan Hadits dari Universitas Ankara di Turki; belum lagi pengakuan dari Syaikh Ibnu Baaz, Ibnul ‘Utsaimin, Muqbil bin Hadi, dan banyak lagi yang lain pada masa berikutnya.
9.Setelah sejumlah hasil karyanya dicetak, selama tiga tahun Syaikh terpilih untuk mengajar hadits di Universitas Islam Madinah, sejak tahun 1381 H sampai 1383 H, dimana beliau juga bertugas sebagai anggota dewan pengurus universitas (setelah itu beliau kembali ke tempat studi pertamanya dan mengkhidmatkan dirinya pada perpustakaan Adh-Dhahiriyyah). Kecintaan beliau pada Universitas Madinah dibuktikan dengan mewariskan seluruh koleksi perpustakaan pribadinya ke Universitas.
10.Beliau mengajar dua kali sepekan di Damaskus, yang dihadiri oleh banyak mahasiswa dan dosen universitas.
11.Setelah menganalisa hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, seorang ulama hadits India, Muhammad Musthofa A’dhami (kepala Ilmu Hadits di Makkah) (GURU PROF. DR. ALI MUSTHOFA YAQUB), memilih Syaikh Al-Albany untuk memeriksa dan mengoreksi kembali analisanya, dan pekerjaan tersebut telah diterbitkan empat jilid, lengkap dengan ta’liq (catatan, red) dari keduanya. Beliau berterima kasih dan mensifati Albani sebagai “Syaikh yang mulia, ahli hadits besar”. bahkan katanya: “Bila Syaikh Albani berbeda hukum denganku dalam masalah shohih dan lemahnya hadits, maka saya menetapkan pendapatnya, karena saya lebih percaya kepadanya, baik dari segi ilmu dan agama”. (Muqoddimah Shohih Ibnu Khuzaiman 1/6, 32 oleh Dr. Mustofa A’zhomi).
Wafatnya Syaikh Albani:
Abdul Lathif (putra beliau) menceritakan kondisi ayahnya sehari sebelum wafat, ia berkata: ”Hingga kemarin dalam kondisi sakitnya yang semakin parah ayah masih sempat berkata: Berikan Kitab Shahih Sunan Abi Dawud!”
Abu Hatim Ar-Razi berkata: “Ciri-ciri ahli bid’ah yaitu suka mengolok-olok ahlu atsar (ahli hadits), dan termasuk ciri-ciri orang zindiq (munafiq) yaitu suka menggelari ahli atsar sebagai penghafal catatan kaki, yang mereka inginkan adalah membatalkan atsar sebagai sumber hukum.” (Aqidah Ahlus Sunnah oleh Abu Utsman Isma’il Ash-Shabuni, Baihaqi berkata tentang Abu Utsman: “Beliau adalah syaikhul Islam sejati dan imam kaum muslimin sebenar-benarnya”, 373-449 H)
Abu ‘Utsman Ismail Ashabuni berkata: “Saya melihat bahwa ahli bid’ah yang menggelari ahlus sunnah [namun dengan karunia dari Allah, tuduhan tersebut tidaklah benar dan tidak pantas disandarkan kepada ahlus sunnah] mereka (ahli bid’ah) mengikuti jalannya musyrikin [semoga Allah melaknat mereka] yang menggelari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan gelar-gelar yang tidak pantas. Di antaranya ada yang menggelari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tukang sihir, dukun, ahli sya’ir, orang gila, orang kesurupan, pembohong, tukang nyleneh dan lain sebagainya. (Aqidah Ahlus Sunnah oleh Abu Utsman Isma’il Ash-Shabuni)
siapapun anda yang berpendapat bahwa syeikh albani spt itu, saya mau bertanya: Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof itu siapa? baru kali ini saya dengar namanya, entah mungkin krn kurangnya atau saya belum up-date ttg beliau.
mohon kejelasannya ttg profil Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof.
makasih sebelumnya
Subhanallah… inilah karakter pengikut Wahabi… hampir rata-rata tidak pernah membaca dengan baik apa yang tertulis dan dipermasalahkan.
Sudah diberi penjelasan yang panjang lebar dan JELAS, tapi komentarnya ke mana-mana.
Kemungkinan besar ini disebabkan MABUK TAQLID kepada pembesar-pembesar Wahabi…
Memang susah ikhwan… mendingan orang-orang kayak gini dido’ain aja biar dapat hidayah. Ngeyelnya minta ampun karena hatinya sudah diselimuti taqlid yang sangat tebal yang berasal dari racun doktrin ala Wahabi.
Alhamdulillah, ana Allah kasih hidayah untuk bisa lepas dari pemahaman Wahabi…
اذا حكم الحاكم فاجتهد ثم اصاب فله اجران واذا حكم واجتهد فأخطأ فله اجر
Yang artinya” jika seorang hakim membuat keputusan dengan berijtihad kemudian ijtihadnya benar , maka baginya dua pahala. Jika dia membuat keputusan dengan berijtihad dan ternyata ijtihadnya salah, maka baginya satu pahala. (HR.al-bukhori dan muslim )
Ini dia hadist buat nasehat kita semua yg masih suka menghujat ijtihad/fatwa ulama yang didapati ada kekeliruan didalamnya.
Pertanyaannya, “bolehkah kita menghujat ijtihad ulama yang salah dalam ijtihadnya, sedangkan ulama tersebut justru mendapat pahala dari sisi Allah Ta’ala?”
Kita semua harus merenungkan pertanyaan ini baik2.
Insyaallah, Allah akan menunjukkan jalan yg lurus buat kita semua. Amin ya rabb….
–> Ini bukan masalah ijtihad/fiqih. Ini masalah kriteria hadits. Syaikh Albani dikritik karena kekeliruannya. Yang mengkritisi pun ulama yang sebanding, bahkan mungkin lebih alim dari syaikh Albani. Lihat artikel.
Saya tidak melihat ada hujatan.. Hujatannya di mana? Jangan terlalu takasub lah mas.. Bantah saja kritikannya secara elegant.