Ziarah Kubur Bulan Sya’ban

Dalam bulan sya’ban, banyak umat berziarah kubur. Ini adalah tradisi umat muslimin di Indonesia. Berikut kami paparkan sebuah artikel tentang ziarah kubur.

Hadits Ziarah Kubur

Menurut keterangan berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, ziarah kubur mula-mula dilarang oleh Rasulullah SAW karena aqidah umat islam waktu itu masih belum kuat. Tetapi kemudian ziarah kubur dianjurkan setelah umat islam kuat keimanannya. Beliau SAW menerangkan manfaat kebaikan yang bisa diambil dari ziarah kubur. Beberapa hadits menerangkan tentang hal ini.

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menziarahi kubur ibunya, maka beliau menangis dan tangis beliau membuat orang-orang yang ada di sekitar beliau ikut menangis. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Aku minta izin kepada Rabbku untuk memintakan ampun bagi ibuku namun Rabbku tidak mengizinkannya. Dan aku pun minta izin untuk menziarahi kuburan ibuku maka untuk yang ini Rabbku mengizinkannya. Maka ziarahilah kuburan karena ziarah kubur itu akan mengingatkan kepada kematian.” (HR. Muslim)

“Aku pernah melarang kalian dari ziarah kubur maka (sekarang) ziarahilah kuburan.” (HR. Muslim)

“Siapa yang ingin ziarah kubur maka silahkan ia berziarah, namun jangan kalian mengucapkan hujran.”(HR. Nasai)

Hujran atau hujr adalah ucapan-ucapan yang batil atau kata-kata yang keji/ kotor, termasuk juga banyak berbicara yang tidak sepantasnya.

“Sesungguhnya dulu aku melarang kalian dari ziarah kubur. Maka (sekarang) ziarahilah kuburan, karena dalam ziarah kubur ada ibrah/ pelajaran. Namun jangan kalian mengeluarkan ucapan yang membuat Rabb kalian murka.” (HR. Ahmad, Al-Hakim)

“Ziarahilah kuburan karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan kepada kematian.”(Muslim)

“Agar ziarah kubur itu mengingatkan kalian kepada kebaikan.”(Ahmad)

“Karena ziarah kubur itu melembutkan hati dan mengalirkan air mata, serta mengingatkan pada akhirat namun jangan kalian mengucapkan hujran.”(Al-Hakim)

Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullahu di dalam kitab Subulus Salam berkata: “Semua hadits ini menunjukkan disyariatkannya ziarah kubur, menerangkan hikmahnya, dan dilakukannya dalam rangka mengambil pelajaran. Maka bila dalam ziarah kubur tidak tercapai hal ini berarti ziarah itu bukanlah ziarah yang dimaukan secara syar’i.”

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam kitabnya Al-Majmu menerangkan: “Ziarah kubur ini awalnya dilarang karena masih dekatnya masa mereka (para shahabat) dengan masa jahiliyah. Sehingga bisa jadi ketika melakukan ziarah kubur, mereka mengucapkan perkataan-perkataan jahiliyah yang batil. Maka ketika kaidah-kaidah Islam telah tegak, kokoh dan mantap, hukum-hukum Islam telah teratur dan terbentang, serta telah masyhur tanda-tandanya, dibolehkanlah bagi mereka untuk ziarah kubur.

Melihat kuburan yang sunyi, gelap, timbunan tanah di atasnya akan menggerakkan hati dan jiwa manusia untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian. Menyaksikan nisan-nisan dapat melembutkan hati, menyebabkan orang melihat kembali cara hidupnya, mengevaluasinya, berpikir mengenai pertanggungjawabannya yang berat dihadapan Allah dan manusia serta terhadap kurangnya amal kebajikan yang telah dibuat.

“Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Al Jumu’ah: 8 )

.

Waktu ziarah

Sepanjang riwayat yang ada, tidak ditemukan ketentuan tentang kapan waktu yang tepat melakukan ziarah kubur. Ziarah kubur boleh kapan saja. Karena itu, kebiasaan kaum muslim di tanah air yang melakukan ziarah kubur menjelang Ramadlan atau waktu-waktu yang lain adalah bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan.

.

Amalan saat ziarah kubur

Perlu ditekankan di sini bahwa ziarah kubur adalah amalan sunnah, berdasar pada anjuran Rasulullah SAW, demikian juga amalan-amalan yang menyertainya, sehingga jika ditinggalkan pun tidak apa-apa.

Jika seseorang hendak berziarah kubur dengan niat ibadah, maka sebagaimana amalan lainnya, haruslah ia menetapi adab-adab beribadah yang seharusnya diikuti dan diamalkan. Di antaranya, orang yang hendak ziarah kubur itu disunatkan berwudlu terlebih dahulu, memakai pakaian yang bersih, sopan dan menutup aurat. Bukankah ia hendak menuju ke tempat umum sehingga harus menutup aurat dan sopan. Mestinya ia juga hendak berdoa, berdzikir dan mengingat Allah, sehingga berwudlu sebelumnya adalah hal yang sangat utama.

Apabila seseorang itu sampai ke tanah perkuburan, disunatkan memberi salam kepada ahli kubur terlebih dahulu.

Hadits dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha tentang doa ziarah kubur yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah ketika ia berkata:

“Apa yang aku ucapkan bila menziarahi mereka (penghuni kubur) wahai Rasulullah?”. Beliau mengajarkan: “Katakanlah: “Salam sejahtera atas penghuni negeri ini dari kalangan mukminin dan muslimin. Semoga Allah merahmati orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang yang belakangan. Insya Allah kami akan menyusul kalian. (HR. Muslim)

Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW lewat di pekuburan Madinah maka dihadapkannya mukanya ke sana serta sabdanya: “Salam atasmu wahai penghuni kubur, dan semoga Allah memberi keampunan bagi kami dan bagi kamu, kamu adalah perintis bagi kami, dan kami menjadi pengikut yang menuruti jejakmu”. (HR. Turmudzi)

Kemudian adalah hal yang sangat baik jika orang yang ziarah kubur itu membaca (sebagian) Al Quran dan/atau berdzikir kepada Allah SWT. Banyak ulama yang menegaskan bahwa pembacaan Al Qur’an itu dapat sampai kepada arwah orang yang telah meninggal dunia. Berbagai dalil mengungkapkan hal ini.

Dalam fadhilah surah Yaasiin, diterangkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam masnadnya oleh Abu Dawud, An Nasai dan disahkan oleh Ibnu Haban, Rasul SAW bersabda:

“Bacalah Yaa Sin bagi orang2 yang(akan atau telah)wafat diantara kalian(muslimin)”(HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai)

Al Baihaqy dalam “Sya’bul Iman” menjelaskan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Mi’qal bin Yassar bahwa Rasul SAW bersabda:

“Barangsiapa membaca Yaa Sin se-mata2 demi keridhoan Allah, ia memperoleh ampunan atas dosa2nya yang telah lalu.Karena itu hendaklah kalian membacakan Yaa Sin bagi orang yang (akan atau telah) wafat diantara kalian (muslimin)”.(HR. Baihaqy)

Dalam fadhilah membaca Al Ikhlas, Abu Muhammad As Samarkandy, Ar Rafi’iy dan Ad Darquthniy, masing-masing menunjuk sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib k.w.bahwa Rasul SAW bersabda:

“Barangsiapa lewat melalui kuburan, kemudian ia membaca “Qul Huwallahu Ahad” sebelas kali dengan niat menghadiahkan pahalanya pada para penghuni kubur, ia sendiri akan memperoleh sebanyak yang diperoleh semua penghuni kubur.”

Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwasanya Nabi SAW bersabda:

“Barangsiapa yang berziarah di kuburan, kemudian ia membaca ‘Al Fatihah’, ‘Qul Huwallahu Ahad’ dan ‘Alhakumut takatsur’, lalu ia berdoa Ya Allah, kuhadiahkan pahala pembacaan firman-Mu pada kaum Mu’minin dan Mu’minat penghuni kubur ini, maka mereka akan menjadi penolong baginya(pemberi syafaat) pada hari kiamat”.

Sabda Nabi SAW lagi:

“Sesungguhnya amal perbuatanmu akan dihadapkan kepada kaum kerabat dan keluargamu yang telah meninggal. Jika baik, mereka akan gembira karenanya, dan jika tidak mereka akan mereka akan memohon: Ya Allah, janganlah mereka diwafatkan sebelum mereka Engkau tunjuki, sebagaimana Engkau telahmenunjuki kami.” (HR. Ahmad, Turmudzi dari Anas).

Masih banyak hadits-hadits semacamnya. Hadits2 tersebut di atas dijadikan dalil oleh para ulama untuk menfatwakan kebolehan membaca Al Quran bagi orang yang telah wafat. Imam Nawawi dalam “Syarhul Muhadzdzib” mengatakan: ‘disunnahkan bagi orang yang berziarah ke kekuburan membaca beberapa ayat Al Qur’an dan berdoa untuk penghuni kubur’. Kenyataan ini sebelumnya telah dibenarkan oleh Imam Syafi’i dan disepakati bulat oleh para sahabatnya. Setelah menjelaskan pendapat2 dan fatwa para ulama dari empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali), Imam Nawawi menyimpulkan bahwa membaca Al Qur’an bagi arwah orang2 yang telah wafat dilakukan juga oleh kaum Salaf.

Ulama kita Sayyid Quraish Shihab dalam bukunya “Fatwa fatwa seputar ibadah dan muamalah” mengenai ‘berdoa dan membacakan al Quran untuk orang mati’ menerangkan sbb:

“Bila ada yang mengatakan bahwa nilai sebagian hadits Nabi SAW masih diperselisihkan oleh sebagian ulama, namun dikalangan ulama ahli hadits sendiri dikenal kaidah yang menyatakan bahwa hadits2 yang tidak terlalu lemah dapat diamalkan khususnya dalam bidang fadhail (keutamaan)”

.

Larangan saat ziarah kubur

Berikut ini beberapa dalil mengenai hal-hal yang dilarang ketika ziarah kubur dan tentang kubur. Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan-perbuatan yang dilarang-Nya.

Sangat diharamkan peziarah meminta kebutuhan/ hajat kepada mayat, karena hal ini merupakan syirik akbar.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An Nisa: 48 )

Larangan kuburan sebagai tempat peribadatan.

“Allah mengutuk orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid atau tempat peribadatan (dalam rangka memperingatkan untuk menjauhi apa yang mereka perbuat).” Berkata Aisyah, “kalau tidak karena itu, akan dibangun kubur Rasulullah saw., tetapi aku takut kubur itu akan dijadikan masjid (tempat peribadatan). (HR Bukhari, Muslim, Ahmad).

Dari sahabat Jabir, bahwa Rasulullah saw. melarang mengapur kuburan atau mendirikan bangunan lain di atasnya, ataupun membuat tulisan. (HR Muslim, Abu Dawud, Nasai, dan Ahmad).

“Mudah-mudahan Allah memusnahkan orang-orang Yahudi yang menjadikan kuburan nabi-nabi sebagai masjid (tempat peribadatan).” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad).

Dari sahabat Jabir r.a. bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. melarang duduk-duduk di atas kuburan dan mengapurnya atau membangun di atasnya. (HR Muslim, Abu Dawud, Turmuzi, Nasai, dan Ahmad).

Mengenai masalah membangun masjid di sisi kubur, telah diperjelas dari tanya jawab di Majelis Rasulullah yang kami paparkan di bagian paling bawah.

.

Larangan duduk di atas kubur

“Seseorang lebih baik duduk di atas bara api hingga terbakar bajunya lalu menembus kulitnya daripada duduk di atas kubur.” (HR Muslim, Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Majah).

“Janganlah kamu duduk-duduk di atas kubur dan jangan pula salat (menghadap) kepadanya.” (HR Muslim, Abu Dawud, Turmuzi, Nasai, dan Ahmad).

Rasulullah melarang perbuatan meratapi kematian karena perbuatan itu akan menyebabkan mayat diseksa pada hari kiamat kelak. Diriwayatkan daripada Mughirah bin Syu’bah bahawa beliau mendengar Rasulullah bersabda,

“Sesiapa yang meratapi mayat, maka mayat itu akan diseksa pada hari kiamat.” (HR. Muslim).

Diriwayatkan daripada Umar bin al-Khattab bahwa Rasulullah bersabda:

“Mayat berasa terseksa dalam kuburnya kerana diratapi” (HR. Muslim)

Kesedihan karena kematian anggota keluarga atau sahabat adalah hal yang wajar, manusiawi. Karena itu, seandainya bersedih pun, maka hal itu wajar dan tidak ada larangan. Di sini harus dibedakan antara meratap dan bersedih. Bahkan Rasulullah SAW sendiripun pernah meneteskan air mata karena kematian para sahabatnya dan kematian putranya.

Ketika air mata Rasulullah SAW menetes menangisi gugurnya para syuhada’ tersebut, Sa’ad bin ‘Ubadah ra bertanya:

“Wahai Rasulullah, Anda menangis?” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menjawab: “Ini adalah rasa kasih sayang yang Allah Subhannahu wa Ta’ala letakkan di hati hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya hamba-hamba yang dikasihi Allah SWT hanyalah hamba yang memiliki rasa kasih sayang.” (HR. Al-Bukhari).

Ketika air mata Rasulullah SAW menetes disebabkan kematian putra beliau bernama Ibrahim, Abdurrahman bin ‘Auf ra bertanya kepada beliau:

“Apakah Anda juga menangis wahai Rasulullah?” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menjawab: “Wahai Ibnu ‘Auf, ini adalah ungkapan kasih sayang yang diiringi dengan tetesan air mata. Sesungguhnya air mata ini menetes, hati ini bersedih, namun kami tidak mengucapkan kecuali yang diridhai Allah SWT. Sungguh, kami sangat berduka cita berpisah denganmu wahai Ibrahim.” (HR. Al-Bukhari).

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata:

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menziarahi kubur ibunya, maka beliau menangis dan tangis beliau membuat orang-orang yang ada di sekitar beliau ikut menangis. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Aku minta izin kepada Rabbku untuk memintakan ampun bagi ibuku namun Rabbku tidak mengizinkannya. Dan aku pun minta izin untuk menziarahi kuburan ibuku maka untuk yang ini Rabbku mengizinkannya. Maka ziarahilah kuburan karena ziarah kubur itu akan mengingatkan kepada kematian.” (HR. Muslim)

.

Kesimpulan

Sesuai dengan anjuran Nabi SAW, ziarah kubur merupakan amalan yang dianjurkan (sunnah), dan terdapat manfaat-manfaat yang dapat diambil darinya. Ziarah kubur tidak terbatas waktunya, dapat dilakukan kapan saja. Namun begitu, adab-adab dan larangan ketika berada di kawasan pekuburan mesti dijaga agar ibadah yang kita lakukan ini tidak dicemari oleh perkara-perkara yang batil. Jika ada perkara-perkara batil yang dilakukan sebagian masyarakat, sudah menjadi kewajiban kita untuk mendakwahinya, sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar.

“Dari Abi Saied Al-Bukhari Radiallahuanhu ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Barangsiapa di antara kamu yang melihat sesuatu kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya (mencegahnya) dengan tangannya dan jika ia tidak berkuasa maka dengan lidahnya dan jika ia tidak berkuasa, maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)

“Dan orang-orang beriman, lelaki dan wanita, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)

Seandainya terjadi perkara-perkara yang batil pada tradisi ziarah kubur ini, kita wajib mencegahnya sesuai kemampuan. Tetapi janganlah hanya karena ada (sebagian) orang yang berbuat salah, kita memberikan fatwa bid’ah dan sesat kepada setiap ziarah kubur. Janganlah kita berbuat berlebihan (melampaui batas), sampai melarang (mengharamkan) amalan ziarah kubur. Allah SWT melarang kita berbuat berlebih-lebihan.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Maidah:87)

Akhirnya, semoga kita senantiasa menjadikan al-Quran, serta Sunnah Rasulullah SAW sebagai panduan agar kehidupan kita di dunia dan lebih-lebih lagi di akhirat di bawah rahmat, ridlo, dan naungan Allah SWT. Amien amien amien.

.

Sumber: http://geocities.com/risanuri/

.

Sebuah Pendapat Miring

Kebiasaan kaum muslim di tanah air yang melakukan ziarah kubur di bulan sya’ban atau menjelang Ramadlan, dan waktu kapanpun tak menjadi masalah. Karena ini adalah amal sunnah yang diperbolehkan kapan saja. Bulan sya’ban termasuk di dalam waktu yang diperbolehkan. So … tak ada masalah problem.

Namun kutemukan di sebuah tanya jawab tentang ziarah kubur, sebuah nada negatif tentang amal ziarah kubur di bulan sya’ban menjelang ramadlan. Di sana disebutkan bahwa

ada anjuran untuk berziarah kubur, karena mengingatkan kita kepada kematian. Tapi waktunya tidak pernah ditentukan. Jadi boleh kapan saja, tidak harus menjelang masuknya bulan Ramadhan.

Kemudian disebutkan pula,

Beliau SAW tidak pernah menganjurkan secara tegas bahwa bila Ramadhan menjelang, silahkan kalian berziarah ke kuburan-kuburan. Atau kalau ke kuburan jangan lupa pakai pakaian hitam-hitam, dan juga jangan lupa bawa kembang buat ditaburkan. Sama sekali tidak ada nashnya, baik di Al-Quran maupun di Sunnah nabi-Nya.

Akhirnya,

Ini perlu dipikirkan agar jangan sampai kejahilan di tengah umat ini terus-menerus terjadi, bahkan menjadi tradisi.

Pendapat kami,

Ada dua hal kelemahan hujah ini. Pertama, dikatakan ada anjuran untuk berziarah kubur, kemudian menjadi beliau SAW tidak pernah menganjurkan ..bla .. bla.. bla, akhirnya disimpulkan menjadi kejahilan.

Ehm.. menurutku, mengatakan “ziarah kubur di bulan sya’ban sebagai kejahilan”, adalah melawan sunnah baginda Nabi saw. Karena mencegah masyarakat melakukan anjuran baginda Nabi saw, yaitu ziarah kubur. Inilah bid’ah (sesat), karena mengatakan hal yg sunnah (yaitu sunnah dilakukan kapan saja, termasuk di bulan sya’ban) menjadi haram (perbuatan jahil di bulan sya’ban).

Yg kedua, cobalah ditanyakan kepada orang-orang itu, “Kapan anda ziarah kubur ?” Kalau dijawab, “Bulan lalu, januari”. Maka tudingan dengan logika yg sama dapat diarahkan ke sana, “Amalan anda adalah jahil pula (bid’ah pula), karena tidak ada contoh Nabi saw ziarah kubur di bulan januari”.

Inilah kelemahan hujah mereka.

Demikian pula ttg masalah pakaian yg dipakai atau barang yg dibawa, semuanya boleh-boleh saja, asal tidak melanggar syariat.

.

.

Lebih lanjut mengenai Membangun Masjid di sisi kubur

Kutemukan dari Sumber di sini: http://majelisrasulullah.org/.

Rasul saw shalat ghaib di pekuburan umum, Rasul saw shalat jenazah (shalat ghaib) menghadap kuburan setelah dimakamkan di sebuah pemakaman, lalu bermakmum dibelakang beliau shaf para sahabat, beliau saw bertakbir dg 4 takbir (Shahih Muslim hadits no.954)

Nabi saw shalat (shalat gaib) diatas kuburan (shahih Muslim hadits no.955).

Telah wafat seseorang yg biasa berkhidmat menyapu masjid, maka Rasul saw bertanya tentangnya dan para sahabat berkata bahwa ia telah wafat, maka Rasul saw bersabda : “apakah kalian tak memberitahuku??”, maka para sahabat seakan tak terlalu menganggap penting ,mengabarkannya, maka Rasul saw berkata : “tunjukkan padaku kuburnya!”, maka Rasul saw mendatangi kuburnya lalu menyalatkannya, seraya bersabda: “Sungguh penduduk pekuburan ini penuh dengan kegelapan, dan Allah menerangi mereka dengan shalatku atas mereka” (shahih Muslim hadits no.956), hadits semakna pada Shahih Bukhari hadits no.1258).

Kita akan lihat ucapan para Imam :

1. Berkata Guru dari Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu Imam Syafii rahimahullah : “Makruh memuliakan seseorang hingga menjadikan makamnya sebagai masjid, (*Imam syafii tidak mengharamkan memuliakan seseorang hingga membangun kuburnya menjadi masjid, namun beliau mengatakannya makruh), karena ditakutkan fitnah atas orang itu atau atas orang lain, dan hal yg tak diperbolehkan adalah membangun masjid diatas makam setelah jenazah dikuburkan, Namun bila membangun masjid lalu membuat didekatnya makam untuk pewakafnya maka tak ada larangannya”. Demikian ucapan Imam Syafii (Faidhul qadir Juz 5 hal.274).

2. Berkata Imam Al Muhaddits Ibn Hajar Al Atsqalaniy : “hadits hadits larangan ini adalah larangan shalat dg menginjak kuburan dan diatas kuburan, atau berkiblat ke kubur atau diantara dua kuburan, dan larangan itu tak mempengaruhi sah nya shalat, (*maksudnya bilapun shalat diatas makam, atau mengarah ke makam tanpa pembatas maka shalatnya tidak batal), sebagaimana lafadh dari riwayat kitab Asshalaat oleh Abu Nai’im guru Imam Bukhari, bahwa ketika Anas ra shalat dihadapan kuburan maka Umar ra berkata : kuburan..kuburan..!, maka Anas melangkahinya dan meneruskan shalat dan ini menunjukkan shalatnya sah, dan tidak batal. (Fathul Baari Almayshur juz 1 hal 524).

3. Berkata Imam Ibn Hajar : “Berkata Imam Al Baidhawiy : ketika orang yahudi dan nasrani bersujud pada kubur para nabi mereka dan berkiblat dan menghadap pada kubur mereka dan menyembahnya dan mereka membuat patung patungnya, maka Rasul saw melaknat mereka, dan melarang muslimin berbuat itu, tapi kalau menjadikan masjid di dekat kuburan orang shalih dengan niat bertabarruk dengan kedekatan pada mereka tanpa penyembahan dg merubah kiblat kepadanya maka tidak termasuk pada ucapan yg dimaksud hadits itu”(Fathul Bari Al Masyhur Juz 1 hal 525)

4. Berkata Imam Al Baidhawiy : bahwa Kuburan Nabi Ismail as adalah di Hathiim (disamping Miizab di ka’bah dan di dalam masjidilharam) dan tempat itu justru afdhal shalat padanya, dan larangan shalat di kuburan adalah kuburan yg sudah tergali (Faidhulqadiir Juz 5 hal 251)

.

Kita memahami bahwa Masjidirrasul saw itu didalamnya tdp makam beliau saw, Abubakar ra dan Umar ra, masjid diperluas dan diperluas, namun bila saja perluasannya itu akan menyebabkan hal yg dibenci dan dilaknat Nabi saw karena menjadikan kubur beliau saw ditengah tengah masjid, maka pastilah ratusan Imam dan Ulama dimasa itu telah memerintahkan agar perluasan tidak perlu mencakup rumah Aisyah ra (makam Rasul saw),

Perluasan adalah di zaman khalifah Walid bin Abdulmalik sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, sedangkan Walid bin Abdulmalik dibai’at menjadi khalifah pd 4 Syawal th 86 Hijriyah, dan ia wafat pada 15 Jumadil Akhir pd th 96 Hijriyah

Lalu dimana Imam Bukhari? (194 H – 256 H), Imam Muslim? (206 H – 261H), Imam Syafii? (150 H – 204 H), Imam Ahmad bin Hanbal? (164 H – 241 H), Imam Malik? (93 H – 179 H), dan ratusan imam imam lainnya?, apakah mereka diam membiarkan hal yg dibenci dan dilaknat Rasul saw terjadi di Makam Rasul saw?, lalu Imam Imam yg hafal ratusan ribu hadits itu adalah para musyrikin yg bodoh dan hanya menjulurkan kaki melihat kemungkaran terjadi di Makam Rasul saw??, munculkan satu saja dari ucapan mereka yg mengatakan bahwa perluasan Masjid nabawiy adalah makruh. apalagi haram..

Justru inilah jawabannya, mereka diam karena hal ini diperbolehkan, bahwa orang yg kelak akan bersujud menghadap Makam Rasul saw itu tidak satupun yg berniat menyembah Nabi saw, atau menyembah Abubakar ra atau Umar bin Khattab ra, mereka terbatasi dengan tembok, maka hukum makruhnya sirna dengan adanya tembok pemisah, yg membuat kubur2 itu terpisah dari masjid, maka ratusan Imam dan Muhadditsin itu tidak melarang perluasan masjid Nabawiy.

Bahkan masjidil Haram pun berkata Imam Baidhawiy bahwa kuburan Nabi Ismail adalah di Masjidil Haram.

Kesimpulannya larangan membuat masjid diatas makam adalah menginjaknya dan menjadikannya terinjak injak, ini hukumnya makruh, ada pendapat mengatakannya haram.

.

Wallahu a’lam