Salafi/wahabi Tentang Adat Tradisi
Pendapat (seorang ustadz) salafi/wahabi tentang adat atau tradisi. Menarik karena ternyata adat yang baik pun didukung. Sangat bertentangan kebiasaan mereka yg mem-bid’ahkan (sesat) adat-adat/ tradisi-tradisi baik di masyarakat, karena tidak ada contoh dari Rasul saw, seperti tahlilan 3/7/40 hari dst, maulid, salaman setelah shalat, dsb.
Jadi .. kaidah yang mana yang dipakai ? Entahlah ..
Artikel saya angkut sebagian, hanya yg berkenaan dengan topik ini saja.
Selasa, 27 Mei 2003 – 08:52:03,
Penulis : Ustadz Muslim Abu Ishaq Al Atsari
Kategori : Hadits
…………………………………..
…………………………………..
Karena itulah termasuk kaidah yang dipegangi oleh para imam termasuk Imam Ahmad rahimahullah dan selain beliau menyatakan :
“Ibadah itu pada asalnya terlarang (tidak boleh dikerjakan)”
Yakni tidak boleh menetapkan/mensyariatkan satu ibadah kecuali apa yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan mereka menyatakan pula :
“Muamalah dan adat (kebiasaan) itu pada asalnya dibolehkan (tidak dilarang)”
Oleh karena itu tidak boleh mengharamkan sesuatu dari muamalah dan adat tersebut kecuali apa yang Allah ta`ala dan rasul-Nya haramkan. Sehingga termasuk dari kebodohan bila mengklaim sebagian adat yang bukan ibadah sebagai bid`ah yang tidak boleh dikerjakan, padahal perkaranya sebaliknya (yakni adat bisa dilakukan) maka yang menghukumi adat itu dengan larangan dan pengharaman dia adalah ahlu bid`ah (mubtadi). Dengan demikian, tidak boleh mengharamkan satu adat kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dan adat itu sendiri terbagi tiga :
Pertama : yang membantu mewujudkan perkara kebaikan dan ketaatan maka adat seperti ini termasuk amalan qurbah (yang mendekatkan diri kepada Allah).
Kedua : yang membantu/mengantarkan kepada perbuatan dosa dan permusuhan maka adat seperti ini termasuk perkara yang diharamkan.
Ketiga : adat yang tidak masuk dalam bagian pertama dan kedua (yakni tidak masuk dalam amalan qurbah dan tidak pula masuk dalam perkara yang diharamkan) maka adat seperti ini mubah (boleh dikerjakan).
Wallahu a`lam.*****
(Al Fatawa As Sa`diyah, hal. 63-64 sebagaimana dinukil dalam Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah)
.
Sumber: http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=29
http://www.facebook.com/topic.php?uid=94438400765&topic=16466
Salafi (yang saya tahu di internet lho), kadang tidak bisa melihat(membedakan) dimensi alam pada masa Rasulullah dengan dimensi alam sekarang.
La wong sekarang itu mau masuk Ponpes saja harus punya biaya,kalau dulu ya tinggal cari guru, makan minta guru.
Untuk lebih jelas, mungkin saudara2 bisa membaca kitab Al-Wajiz fi Qawa’id Fiqh Al-Kulliyah karya syaikh Al-Burnu tentang pembahasan adat muhakkamah, lebih baik dipelajari dulu baru dikomentari, sebagaimana kata Bukhari; ilmu sebelum berkata dan berbuat
–> Kenapa point2nya tak anda sampaikan saja di sini.
kita harus nenbedakan adat dengan peribadatan. contoh, tahlilan tidak ada yang melarang, hanya saja 3/7/40 hari dst itu peribadatan konghucu. jadi yang dilarang oleh wahabi bukan tahlilannya tetapi melakukan peribadatan agama lain dengan dalih adat. sekali lagi kita harus bisa membedakan adat/tradisi dengan peribadatan agama lain.
–> Betul .. tetapi tradisi dapat berasal dari akar manapun, termasuk dari agama lain. Kalau anda membatasi tradisi hanya berasal dari islam, maka tidak perlu ada ketentuan di atas.
Tradisi 3/7/40 sekarang adalah berisi dzikrullah, dan tidak ada unsur musyrik sedikitpun. Bahkan tradisi ini dapat digunakan sebagai sarana untuk merekatkan hubungan tetangga dan saudara. Bukankah ini sesuai ketentuan artikel di atas?
Jika anda mengatakan dilarang, sesuai ketentuan di atas,
maka anda harus dapat menyebutkan alasan yg lebih kuat daripada itu sekedar berasal dari agama lain. Tahukah anda ttg peribadatan konghucu? Peribadatan konghucu yg bagaimana yg terjadi di 3/7/40?
Atau .. dapatkah anda menyebutkan contoh2 dari maksud artikel di atas (ttg tradisi lokal yg didukung) menurut anda?
Tradisi Tahlilan dengan 1/3/7/dst itu adalah perkara baru dalam bidang agama dan dijatuhi hukum Bid’ah..
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam perkara kami ini yang tidak ada (perintahnya dari kami) maka tertolak (H.R alBukhari dan Muslim)”.
Jadi dalam hal ini yang harus menyebutkan alasan adalah ANTUM, dalil apa yang membolehkan TRADISI TAHLILAN 1/2/7dst…?
Tolong antum dapat membedakan antara perkara AGAMA dan Bukan AGAMA (Muamalah)
Apabila berkenaan dengan urusan mu’amalah, maka “Hukum asal muamalah itu boleh/ halal untuk dikerjakan (selama tidak ada dalil yang melarang dan mengharamkannya).”
–> tapi mas.. muamalah itu juga perkara agama. Sejak kapan berubah menjadi bukan perkara agama. Kita juga dapat beribadah dalam perkara muamalah.., ada nilai pahala atau dosa – nya.
Apa ada dalil bahwa muamalah itu bukan perkara agama? Kalau tak ada.. anda melakukan bid’ah sesat karena mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam perkara agama yang tidak ada perintahnya. Anda membuat perkara baru dehh.. tak ada perintahnya lagi.
Sedangkan Tahlilan itu isinya dzikir.. dan semua kalimat dzikir yg dibaca ada perintahnya (dalilnya). 1/2/7 dst hanya sarana berkumpul.. lebih baik lagi kalau setiap hari.
Allah telah menurunkan System kehidupan Manusia, yang bernama Ad-dhinul Islam, semua perbuatan manusia yang dilakukan di alam ini tentu tidak terlepas dari System tersebut, jika ada seseorang melakukan dalam kehidupan ini diluar dari system yang Allah buat tentu akan tertolak, baik yang namanya adat atau ibadat tinggal dilihat dari perbuatannya, kalau perbuatan itu tidak sesuai atau bertolak belakang dgn system, itu barangkali yang namanya Bid’ah.
persoalan tahlil, selama yang diucapkan kalimat2 Allah dan bertujuan agar manusia ingat pada kematian serta memberi dorongan semangat kepada keluarga yang ditinggal, dari sisi tersebut dimananya yang bertolak belakang dengan system Islam, nah penempatan 3 hari, 7 hari, 40 hari dst ini barangkali yang harus kita pelajari lebih serius, kenapa 3,7, 40 hari dst, kenapa gak tiap malam saja bertahlilnya atau setiap saat. semoga bermanfaat……… (mohon ma’af jika ada kesalahan).
–> Peringatan 3,7,40 hari adalah (setahu saya) tradisi jawa. Isinya adalah majelis dzikir. Itu point-nya. Dan ini memenuhi kriteria (lihat artikel awal),
dan ini,
Jika konsisten dengan kriteria di atas, maka sdh seharusnya tradisi ini didukung. Setuju … tentu saja baik sekali jika mampu untuk setiap malam bertahlil.
Assalamualaikum ! Saudaraku , maaf sebelumnya saya turut memberikan tanggapan tentang masalah yang menjadi topik pembicaraan kita kali ini . Hendaknya kita dalam mengemukakan suatu pendapat haruslah mengedepankan ilmu dan dalil yang shohih yang bersumber dari al quran dan hadits2. Janganlah kita mengedepankan hawa nafsu dan akal fikiran sendiri dengan mengatakan bukankah ini baik ? Padahal yang berhak mengatakan sesuatu baik dalam urusan agama maupun adat adalah sang pembuat syariat yaitu Allah dan pembawa syariat islam Muhammad bin abdullah rasulullah shällallahu alaihi wasallam yang diriwawatkan pernah bersabda, ” SIAPA YANG MELAKUKAN SUATU AMALAN YANG TAK ADA CONTOHNYA DARI KAMI MAKA AMALAN ITU AKAN TERTOLAK ” dari hadits ini saja hendaknya kita berfikir untuk apa kita bersusah payah melakukan sesuatu Yang tidak ada manfaatnya . Cobalah fikir kan dengan kepala dingin dan hati yang bersih.
–> Wa’alaikum salam wrwb. Kriteria anda secara frontal menolak semua adat/ tradisi, bahkan yg berakar dari arab dan islam sekalipun.
Otomatis pula bertentangan dgn kriteria artikel awal di atas. Sedangkan kriteria itu justru ditulis oleh seorang ustadz salafi/wahabi.
Mana yg harus diikuti???
[…] prihantoro di Boscha Siapkan Tim Rukyat B. Gustian di Salafi/wahabi Tentang Adat… dibyochemeng di Dakwah SALAFY 2 luthfi Rizal di Turki Utsmani, Kekhalifahan Te… Penjawi […]
antum mengatakan :
–> Peringatan 3,7,40 hari adalah (setahu saya) tradisi jawa. Isinya adalah majelis dzikir. Itu point-nya. Dan ini memenuhi kriteria (lihat artikel awal),
Tradisi jawa pada awalnya adalah aliran kepercayaan kemudian masuk agama hindu yang mengadakan peringatan tersebut jadi BUKAN DARI ISLAM…antum mengatakan sdr B. Gustian frontal? g juga karena itu bersumber dari Rasulullah kesimpulannya antum telah mengatakan bahwa Rasulullah FRONTAL !!!….na’udzubillah min dzalik
truuz antum mengatakan :
Otomatis pula bertentangan dgn kriteria artikel awal di atas. Sedangkan kriteria itu justru ditulis oleh seorang ustadz salafi/wahabi.
Mana yg harus diikuti???
Nach…maksudnya adalah apabila tradisi / adat sesuai dengan Syariat maka tidaklah mengapa contoh : Budaya orang PADANG / MINANG mempunyai motto budayanya Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah…artinya Adat berpondasi Syariat dan Syariat berpondasi Kitabullah…apakah orang jawa memahami ini?. Kemudian adalagi Alam takambang jadi Guru maknanya Bahwa alam adalah yang di ciptakan Allah terdapat ‘ilmu didalamnya bagi orang2 yang befikir, dan ini ada dalam Al qur’an…termasuk ayat yang menceritakan tentang “Gunung-gunung berjalan bagaikan jalannya awan”…orang jawa bepikir sampai kesitu g?
jadi maksud ustadz tidak bertentangan,makanya jangan ngambil artikel setengah-setengah…Kaffah donk…fash ahlu ahla dzikri inkumtum la ta’lamun
–> Kriteria sdr B. Gustian adalah berasal dari tafsir hadits dia sendiri. Ada banyak perbuatan/ tradisi baik yg Rasulullah saw tak mencontohkan. Ada artikel kami ttg hal ini di halaman lain.
Saya tak menguasai benar ttg motto saudara kita orang Padang, maka tak berani komentar. Dari pada salah. Akan sangat baik jika anda memberikan contoh real mengenai adat di sana.
Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Setiap daerah punya tradisi sendiri-sendiri. Punya keistimewaan sendiri2. Tak perlu diperbandingkan. Yang ditentang/ diperbaiki adalah yang melanggar syariat. Yg ditekankan di sini adalah tak semua tradisi (kita) berasal dari arab, tak semua tradisi berakar dari islam. Namun semua boleh asal tak melanggar syariat.
Bahkan (saya kutip lagi), “Tradisi yang membantu mewujudkan perkara kebaikan dan ketaatan maka adat seperti ini termasuk amalan qurbah (yang mendekatkan diri kepada Allah)”.
Tak perlu membanding-bandingkan satu suku dgn suku lain, mana yg lebih paham .. mana yg lebih baik. Yg terbaik sudah jelas.. yang lebih besar taqwanya kepada Allah swt.
Maaf kalau ada salah. Wallahu a’lam.
[…] Wahabi sendiri ternyata mengakui ada tradisi baik yg tak layak diharamkan. Ada arsip kami di sini, http://orgawam.wordpress.com/2008/11/01/salafiwahabi-tentang-adat-tradisi Ini bertentangan dengan prinsip mereka sendiri bahwa yg jika tak ada perintah berarti bid’ah […]
Rq mengatakan:
— Nach…maksudnya adalah apabila tradisi / adat sesuai dengan Syariat maka tidaklah mengapa contoh : Budaya orang PADANG / MINANG mempunyai motto budayanya Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah…artinya Adat berpondasi Syariat dan Syariat berpondasi Kitabullah…
_________
Apa emang benar motto orang padang itu dilaksanakan dengan benar? lihat aja sistem waris yang berlaku dalam adat minang. apakah itu sesuai syariat?
–> Saya tak tahu menahu mengenai hal ini. Mas asyhab .. jika anda bukan orang padang, berhentilah… Biarlah saudara2 kita di sana sendiri yg ber-otokritik.
kami disini bukan mengomentari , tapi ikut andil dalam memberikan pesan. Pesan yang ingin kami sampaikan adalah pendalaman terhadap suatu masalah. Sebaiknya Anda setiap menjawab dari komentar penulis membawakan argument dari para ulama fikih/mazhab yang mu’tabar atau ulama – ulama yang lain yang sederajat keilmuan dengan mereka. kami mau nanya nih , sejauh mana Anda mengadakan riset tentang permsalahan adat sampai Anda mudah menjawab sekaligus memberi tanggapan terhadap para komentar. yang lain adalah mohon Anda ceritakan biografi Anda secara riil tidak merekayasa karena segala ucapan dan tulisan akan menjadi hujjah saat berjumpa dengan Allah di akhirat.
kedua , sebaiknya segala komentar balik dari Anda mencantumkan rujukan/referensi yang dinilai akurat yang fotnote dari ta’liq para ulama yang mu’tabar yang memiliki ilmu mendalam. Seperti para imam yang kita kenal. Mereka adalah rujukan islam khususnya masalah fikih. Kami yakin Anda punya banyak rujukan dalam setiap komentar balik , namun alangkah baiknya dicantumkan buku referensinya sehingga argument Anda menjadi lebih kuat dan memiliki muatan tinggi. Para ulama dulu yah..jika belum memahami betul suatu permasalahan meraka tidak langsung mengomentari tapi akan menunda atau mengatakan ” tidak tahu “. Sikap ini ditampakan dari lubuk keilmuan mereka dengan tujuan agar diiikuti oleh para thalibnya yang mengkaji kitab – kitabnya. Inilah beberapa sekelumit pesan sederhana. kalimatku ini bukan memaksa anda mengikuti saran kami , cuma hanya memberikan wacana saja yang bersifat tahyiir/pilihan. Anda boleh memilih , bisa menolak atau menerima ulasan dari manusia lemah ini. kami mengharap ada tanggapan , dan tanggapan Anda akan menjadi sorotan publik untuk masa depan.
–> Terima kasih masukannya. Kami berusaha untuk menyertakan rujukan dalam setiap catatan kami. Untuk tanggapan komentar, adalah hasil pengajian, logika dan pemikiran kami sendiri dari pengalaman hidup di kampung dan masyarakat, dengan berusaha menyertakan referensi jika ada.
Dengan ilmu yg masih dangkal ini, kami mohon maaf atas segala kekurangan.
assalamualaikum. Banyak orang mengatakan masalah bid’ah, jika memang setiap perbuatan ibadah wajib yang wasail nya tatacara/sarana yang dijelaskan dalam kaidah ushul fiq tdk ada dalil alqur’an dan sunnah dengan berani kita katakan itu adalah bid’ah! Jika sudah demikian berani anda mengatakan orang yang menuntud ilmu dengan cara duduk dibangku dan memakai seragam serta sepatu, juga penetapan hari belajar dan libur siswa perbuatan bid’ah? Sdgkan hal tersebut tdk ada dalil alquran ataw hadis yg menjelaskan. Yg ada hanya anjuran kewajiban menuntd ilmu, maka, perbuatan wajib secara syari’at yg dilakukan akan bernilai ibadah. Smg bermamfaat. Wallahu ‘alam bissowab