Perayaan Maulid Nabi dan Kontroversi Ma’na Bid’ah
Perayaan Maulid Nabi dan Kontroversi Ma’na Bid’ah
Peryataan bahwa perayaan maulid Nabi adalah amalan bid’ah adalah peryataan sangat tidak tepat, karena bid’ah adalah sesuatu yang baru atau diada-adakan dalam Islam yang tidak ada landasan sama sekali dari dari Al-Qur’an dan as-Sunah. Adapun maulid walaupun suatu yang baru di dalam Islam akan tetapi memiliki landasan dari Al-Qur’an dan as-Sunah.
Pada maulid Nabi di dalamya banyak sekali nilai ketaatan, seperti: sikap syukur, membaca dan mendengarkan bacaan Al-Quran, bersodaqoh, mendengarkan mauidhoh hasanah atau menuntut ilmu, mendengarkan kembali sejarah dan keteladanan Nabi, dan membaca sholawat yang kesemuanya telah dimaklumi bersama bahwa hal tersebut sangat dianjurkan oleh agama dan ada dalilnya di dalam Al-Qur’an dan as-Sunah.
Pengukhususan Waktu
Ada yang menyatakan bahwa menjadikan maulid dikatakan bid’ah adalah adanya pengkhususan (takhsis) dalam pelakanaan di dalam waktu tertentu, yaitu bulan Rabiul Awal yang hal itu tidak dikhususkan oleh syariat. Pernyataan ini sebenarnaya perlu di tinjau kembali, karena takhsis yang dilarang di dalam Islam ialah takhsis dengan cara meyakini atau menetapkan hukum suatu amal bahwa amal tersebut tidak boleh diamalkan kecuali hari-hari khusus dan pengkhususan tersebut tidak ada landasan dari syar’i sendiri(Dr Alawy bin Shihab, Intabih Dinuka fi Khotir: hal.27).
Hal ini berbeda dengan penempatan waktu perayaan maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal, karena orang yang melaksanakan maulid Nabi sama sekali tidak meyakini, apalagi menetapkan hukum bahwa maulid Nabi tidak boleh dilakukan kecuali bulan Robiul Awal, maulid Nabi bisa diadakan kapan saja, dengan bentuk acara yang berbeda selama ada nilai ketaatan dan tidak bercampur dengan maksiat.
Pengkhususan waktu maulid disini bukan kategori takhsis yang di larang syar’i tersebut, akan tetapi masuk kategori tartib (penertiban).
Pengkhususan waktu tertentu dalam beramal sholihah adalah diperbolehkan, Nabi Muhammad sendiri mengkhusukan hari tertentu untuk beribadah dan berziaroh ke masjid kuba,
seperti diriwayatkan Ibnu Umar bahwa Nabi Muhammad mendatangi masjid Kuba setiap hari Sabtu dengan jalan kaki atau dengan kendaraan dan sholat sholat dua rekaat di sana (HR Bukhari dan Muslim).
Ibnu Hajar mengomentari hadis ini mengatakan: “Bahwa hadis ini disertai banyaknya riwayatnya menunjukan diperbolehkan mengkhususan sebagian hari-hari tertentu dengan amal-amal salihah dan dilakukan terus-menerus”.(Fathul Bari 3: hal. 84)
Imam Nawawi juga berkata senada di dalam kitab Syarah Sahih Muslim. Para sahabat Anshor juga menghususkan waktu tertentu untuk berkumpul untuk bersama-sama mengingat nikmat Allah,( yaitu datangnya Nabi SAW) pada hari Jumat atau mereka menyebutnya Yaumul ‘Urubah dan direstui Nabi.
Jadi dapat difahami, bahwa pengkhususan dalam jadwal Maulid, Isro’ Mi’roj dan yang lainya hanyalah untuk penertiban acara-acara dengan memanfaatkan momen yang sesui, tanpa ada keyakinan apapun, hal ini seperti halnya penertiban atau pengkhususan waktu sekolah, penghususan kelas dan tingkatan sekolah yang kesemuanya tidak pernah dikhususkan oleh syariat, tapi hal ini diperbolehkan untuk ketertiban, dan umumnya tabiat manusia apabila kegiatan tidak terjadwal maka kegiatan tersebut akan mudah diremehkan dan akhirnya dilupakan atau ditinggalkan.
Acara maulid di luar bulan Rabiul Awal sebenarnya telah ada dari dahulu, seperti acara pembacaan kitab Dibagh wal Barjanji atau kitab-kitab yang berisi sholawat-sholawat yang lain yang diadakan satu minggu sekali di desa-desa dan pesantren, hal itu sebenarnya adalah kategori maulid, walaupun di Indonesia masyarakat tidak menyebutnya dengan maulid, dan jika kita berkeliling di negara-negara Islam maka kita akan menemukan bentuk acara dan waktu yang berbeda-beda dalam acara maulid Nabi, karena ekpresi syukur tidak hanya dalam satu waktu tapi harus terus menerus dan dapat berganti-ganti cara, selama ada nilai ketaatan dan tidak dengan jalan maksiat.
Semisal di Yaman, maulid diadakan setiap malam jumat yang berisi bacaan sholawat-sholawat Nabi dan ceramah agama dari para ulama untuk selalu meneladani Nabi. Penjadwalan maulid di bulan Rabiul Awal hanyalah murni budaya manusia, tidak ada kaitanya dengan syariat dan barang siapa yang meyakini bahwa acara maulid tidak boleh diadakan oleh syariat selain bulan Rabiul Awal maka kami sepakat keyakinan ini adalah bid’ah dholalah.
Tak Pernah Dilakukan Zaman Nabi dan Sohabat
Di antara orang yang mengatakan maulid adalah bid’ah adalah karena acara maulid tidak pernah ada di zaman Nabi, sahabat atau kurun salaf. Pendapat ini muncul dari orang yang tidak faham bagaimana cara mengeluarkan hukum(istimbat) dari Al-Quran dan as-Sunah. Sesuatu yang tidak dilakukan Nabi atau Sahabat –dalam term ulama usul fiqih disebut at-tark – dan tidak ada keterangan apakah hal tersebut diperintah atau dilarang maka menurut ulama ushul fiqih hal tersebut tidak bisa dijadikan dalil, baik untuk melarang atau mewajibkan.
Sebagaimana diketahui pengertian as-Sunah adalah perkatakaan, perbuatan dan persetujuan beliau. Adapun at-tark tidak masuk di dalamnya. Sesuatu yang ditinggalkan Nabi atau sohabat mempunyai banyak kemungkinan, sehingga tidak bisa langsung diputuskan hal itu adalah haram atau wajib. Di sini akan saya sebutkan alasan-alasan kenapa Nabi meninggalkan sesuatu:
1. Nabi meniggalkan sesuatu karena hal tersebut sudah masuk di dalam ayat atau hadis yang maknanya umum, seperti sudah masuk dalam makna ayat: “Dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”(QS Al-Haj: 77). Kebajikan maknanya adalah umum dan Nabi tidak menjelaskan semua secara rinci.
2. Nabi meninggalkan sesutu karena takut jika hal itu belai lakukan akan dikira umatnya bahwa hal itu adalah wajib dan akan memberatkan umatnya, seperti Nabi meninggalkan sholat tarawih berjamaah bersama sahabat karena khawatir akan dikira sholat terawih adalah wajib.
3. Nabi meninggalkan sesuatu karena takut akan merubah perasaan sahabat, seperti apa yang beliau katakan pada siti Aisyah: “Seaindainya bukan karena kaummu baru masuk Islam sungguh akan aku robohkan Ka’bah dan kemudian saya bangun kembali dengan asas Ibrahim as. Sungguh Quraiys telah membuat bangunan ka’bah menjadi pendek.” (HR. Bukhori dan Muslim) Nabi meninggalkan untuk merekontrusi ka’bah karena menjaga hati mualaf ahli Mekah agar tidak terganggu.
4. Nabi meninggalkan sesuatu karena telah menjadi adatnya, seperti di dalam hadis: Nabi disuguhi biawak panggang kemudian Nabi mengulurkan tangannya untuk memakannya, maka ada yang berkata: “itu biawak!”, maka Nabi menarik tangannya kembali, dan beliu ditanya: “apakah biawak itu haram? Nabi menjawab: “Tidak, saya belum pernah menemukannya di bumi kaumku, saya merasa jijik!” (QS. Bukhori dan Muslim) hadis ini menunjukan bahwa apa yang ditinggalkan Nabi setelah sebelumnya beliu terima hal itu tidak berarti hal itu adalah haram atau dilarang.
5. Nabi atau sahabat meninggalkan sesuatu karena melakukan yang lebih afdhol. Dan adanya yang lebih utama tidak menunjukan yang diutamai (mafdhul) adalah haram.dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain (untuk lebih luas lih. Syekh Abdullah al Ghomariy. Husnu Tafahum wad Dark limasalatit tark)
Dan Nabi bersabda:” Apa yang dihalalakan Allah di dalam kitab-Nya maka itu adalah halal, dan apa yang diharamkan adalah haram dan apa yang didiamkan maka itu adalah ampunan maka terimalah dari Allah ampunan-Nya dan Allah tidak pernah melupakan sesuatu, kemudian Nabi membaca:” dan tidaklah Tuhanmu lupa”.(HR. Abu Dawud, Bazar dll.) dan Nabi juga bersabda: “Sesungguhnya Allah menetapkan kewajiban maka jangan enkau sia-siakan dan menetapkan batasan-batasan maka jangan kau melewatinya dan mengharamkan sesuatu maka jangan kau melanggarnya, dan dia mendiamkan sesuatu karena untuk menjadi rahmat bagi kamu tanpa melupakannya maka janganlah membahasnya”.(HR.Daruqutnhi)
Dan Allah berfirman:”Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”(QS.Al Hasr:7)
dan Allah tidak berfirman dan apa yang ditinggalknya maka tinggalkanlah.
Maka dapat disimpulkan bahwa “at-Tark” tidak memberi faidah hukum haram, dan alasan pengharaman maulid dengan alasan karena tidak dilakukan Nabi dan sahabat sama dengan berdalil dengan sesuatu yang tidak bisa dijadikan dalil!
Imam Suyuti menjawab peryataan orang yang mengatakan: “Saya tidak tahu bahwa maulid ada asalnya di Kitab dan Sunah” dengan jawaban: “Tidak mengetahui dalil bukan berarti dalil itu tidak ada”, peryataannya Imam Suyutiy ini didasarkan karena beliau sendiri dan Ibnu Hajar al-Asqolaniy telah mampu mengeluarkan dalil-dalil maulid dari as-Sunah. (Syekh Ali Jum’ah. Al-Bayanul Qowim, hal.28)
Zarnuzi Ghufron
Ketua LMI-PCINU Yaman dan sekarang sedang belajar di Fakultas Syariah wal Qonun Univ Al-Ahgoff, Hadramaut, Yaman
.
sumber: http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=22303
Siiippp akhi….semoga bermanfaat bagi semuanya…amin…
Akhi.. sekelumit penjelasan ini lebih masuk akal daripada mereka yang suka membidáhkan orang lain….
bagi saya,jika ada hal dalam agama yg blm ada kata sepakat dari ulama karena yg satu pihak mengatakan bid,ah dan satu pihak mengatakan sunnah..maka saya memilih untuk tdk mengerjakan nya karena kehati hatian dalam agama.saya takutkan jika hal tersebut betul masuk ke dalam bid,ah.maka saya akan mndapat dosa besar..karena walaupun betul sunnah,,saya tinggalkan pun tidak menjadi dosa..karena masih bnyk ibadah sunnah yg tidak ada pertentangan para ulama…ini hanya pandangan saya karena ketakutan saya dan kekurang tahuan saya..
–> Berdasar buku-buku rujukan, sejak maulid ini digalakkan oleh Sultan Salahuddin al Ayubi untuk membakar semangat umat islam dalam perang salib, para ulama dari zaman ke zaman tidak ada yang mmembid’ahkannya.
Hanya wahhabi-lah yang membid’ah sesatkan. Dan kebetulan saat ini mereka sekr punya dana besar, serta menguasai dua wilayah utama umat islam (Makkah n Madinah) .. sehingga teriakannya terdengar di mana2. Jika anda perhatikan maka pensesatan maulid dll hanya berasal dari kelompok itu-itu saja.
Maka berhati-hatilah.
Berdasarkan pengalaman mengikuti maulid, tidak ada maksiat, kemusyrikan dan/atau hal-hal buruk yang ada di dalam peringatan atau pembacaan kitab maulid. Justru rasa cinta semakin bertambah kepada junjungan kita Nabi saw, semakin bertambah pula ketaatan.
Semoga Allah selalu menunjuki kita..amien.
Mauludan atau Perayaan Memperingati Hari Kelahiran Nabi
Ditulis oleh Admin di/pada 27/04/2009
Segala puji bagi Allah, semoga sholawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya, serta orang orang yang mendapat petunjuk dari Allah.
Telah berulang kali muncul pertanyaan tentang hukum upacara (ceremoni ) peringatan maulid Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam ; mengadakan ibadah tertentu pada malam itu, mengucapkan salam atas beliau dan berbagai macam perbuatan lainnya.
Jawabnya : Harus dikatakan, bahwa tidak boleh mengadakan kumpul kumpul / pesta pesta pada malam kelahiran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga malam lainnya, karena hal itu merupakan suatu perbuatan baru (bid’ah ) dalam agama, selain Rasulullah belum pernah mengerjakanya, begitu pula Khulafaaurrasyidin, para sahabat lain dan para Tabi’in yang hidup pada kurun paling baik, mereka adalah kalangan orang orang yang lebih mengerti terhadap sunnah, lebih banyak mencintai Rasulullah dari pada generasi setelahnya, dan benar benar menjalankan syariatnya.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
” من أحـدث في أمـرنا هذا ما ليس منـه فهـو رد “، أي مـردود.
“Barang siapa mengada adakan ( sesuatu hal baru ) dalam urusan ( agama ) kami yang ( sebelumnya ) tidak pernah ada, maka akan ditolak”.
Dalam hadits lain beliau bersabda :
” عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين بعدي، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة “.
“Kamu semua harus berpegang teguh pada sunnahku (setelah Al qur’an) dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk Allah sesudahku, berpeganglah dengan sunnah itu, dan gigitlah dengan gigi geraham kalian sekuat kuatnya, serta jauhilah perbuatan baru ( dalam agama ), karena setiap perbuatan baru itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat” ( HR. Abu Daud dan Turmudzi ).
Maka dalam dua hadits ini kita dapatkan suatu peringatan keras, yaitu agar kita senantiasa waspada, jangan sampai mengadakan perbuatan bid’ah apapun, begitu pula mengerjakannya.
Firman Allah ta’ala dalam kitab-Nya :
] وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا واتقوا الله إن الله شديد العقاب [
“Dan apa yang dibawa Rasul kepadamu, maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah ia, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah keras siksaan- Nya” ( QS. Al Hasyr 7 ).
] فليحـذر الذين يخالفـون عن أمـره أن تصيبـهم فتنة أو يصيبـهم عذاب أليم [
“Karena itu hendaklah orang orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau adzab yang pedih” ( QS. An Nur, 63 ).
] لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا [
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang orang yang mengharap (rahmat ) Allah, dan ( kedatangan ) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah” ( QS. Al Ahzab,21 ).
] والسابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضي الله عنهم ورضوا عنه وأعد لهم جنات تجري تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا ذلك الفوز العظيم [
“Orang orang terdahulu lagi pertama kali (masuk Islam ) diantara orang orang Muhajirin dan Anshor dan orang orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan itu, Allah ridho kepada mereka, dan merekapun ridho kepadaNya, serta Ia sediakan bagi mereka syurga syurga yang disana mengalir beberapa sungai, mereka kekal didalamnya, itulah kemenangan yang besar” ( QS, At taubah, 100 ).
] اليوم أكملت لكم دينكـم وأتممت عليكـم نعمتي ورضيت لكـم الإسلام دينا [
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah Kuridlai Islam itu sebagai agama bagimu” ( QS. Al Maidah, 3 ).
Dan masih banyak lagi ayat ayat yang menerangkan kesempurnaan Islam dan melarang melakukan bid’ah karena mengada-adakan sesuatu hal baru dalam agama, seperti peringatan peringatan ulang tahun, berarti menunjukkan bahwasanya Allah belum menyempurnakan agamaNya buat umat ini, berarti juga Rasulullah itu belum menyampaikan apa apa yang wajib dikerjakan umatnya, sehingga datang orang orang yang kemudian mengada adakan sesuatu hal baru yang tidak diperkenankan oleh Allah, dengan anggapan bahwa cara tersebut merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak diragukan lagi, bahwa cara tersebut terdapat bahaya yang besar, lantaran menentang Allah ta’ala, begitu pula ( lantaran ) menentang Rasulullah. Karena sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-Nya, dan telah mencukupkan ni’mat-Nya untuk mereka.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan risalahnya secara keseluruhan, tidaklah beliau meninggalkan suatu jalan menuju syurga, serta menjauhi diri dari neraka, kecuali telah diterangkan oleh beliau kepada seluruh ummatnya sejelas jelasnya.
Sebagaimana telah disabdakan dalam haditsnya, dari Ibnu Umar rodhiAllah ‘anhu bahwa beliau bersabda
” ما بعث الله من نبي إلا كان حقا عليه أن يدل أمته على خير ما يعلمه لهم وينذرهم عن شر ما يعلمه لهم “.
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi, melainkan diwajibkan baginya agar menunjukkan kepada umatnya jalan kebaikan yang telah diajarkan kepada mereka, dan memperingatkan mereka dari kejahatan ( hal hal tidak baik ) yang telah ditunjukkan kepada mereka” ( HR. Muslim ).
Tidak dapat dipungkiri, bahwasanya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabi terbaik diantara Nabi Nabi lain, beliau merupakan penutup bagi mereka ; seorang Nabi paling lengkap dalam menyampaikan da’wah dan nasehatnya diantara mereka itu semua.
Jika seandainya upacara peringatan maulid Nabi itu betul betul datang dari agama yang diridloi Allah, niscaya Rasulullah menerangkan kepada umatnya, atau beliau menjalankan semasa hidupnya, atau paling tidak, dikerjakan oleh para sahabat. Maka jika semua itu belum pernah terjadi, jelaslah bahwa hal itu bukan dari ajaran Islam sama sekali, dan merupakan seuatu hal yang diada adakan ( bid’ah ), dimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah memperingatkan kepada umatnya agar supaya dijauhi, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam dua hadits diatas, dan masih banyak hadits hadits lain yang senada dengan hadits tersebut, seperti sabda beliau dalam salah satu khutbah Jum’at nya :
” أما بعد، فإن خير الحديث كتاب الله، وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها، وكل بدعة ضلالة “.
“Adapun sesudahnya, sesungguhnya sebaik baik perkataan ialah kitab Allah (Al Qur’an), dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan sejelek jelek perbuatan ( dalam agama) ialah yang diada adakan (bid’ah), sedang tiap tiap bid’ah itu kesesatan” ( HR. Muslim ).
Masih banyak lagi ayat ayat Al Qur’an serta hadits hadits yang menjelaskan masalah ini, berdasarkan dalil dalil inilah para ulama bersepakat untuk mengingkari upacara peringatan maulid Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan memperingatkan agar waspada terhadapnya.
Tetapi orang orang yang datang kemudian menyalahinya, yaitu dengan membolehkan hal itu semua selama di dalam acara itu tidak terdapat kemungkaran seperti berlebih lebihan dalam memuji Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, bercampurnya laki laki dan perempuan (yang bukan mahram), pemakaian alat alat musik dan lain sebagainya dari hal hal yang menyalahi syariat, mereka beranggapan bahwa ini semua termasuk bid’ah hasanah padahal kaidah syariat mengatakan bahwa segala sesuatu yang diperselisihkan oleh manusia hendaknya dikembalikan kepada Al Qur’an dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman :
] يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا [
“Hai orang orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri ( pemimpin) diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah ( Al Qur’an ) dan Rasul ( Al Hadits), jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik akibatnya” ( QS. An nisa’, 59 ).
] وما اختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى الله ذلكم الله ربي عليه توكلت وإليه أنيب [
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah ) kepada Allah ( yang mempunyai sifat sifat demikian ), itulah Tuhanku, Kepada -Nya- lah aku bertawakkal dan kepada –Nya- lah aku kembali” ( QS. Asy syuro, 10 ).
Ternyata setelah masalah ini (hukum upacara maulid Nabi) kita kembalikan kepada kitab Allah ( Al Qur’an ), kita dapatkan suatu perintah yang menganjurkan kita agar mengikuti apa apa yang dibawa oleh Rasulullah, menjauhi apa apa yang dilarang oleh beliau, dan (Al Qur’an ) memberi penjelasan pula kepada kita bahwasanya Allah subhaanahu wa ta’ala telah menyempurnakan agama umat ini.
Dengan demikian upacara peringatan maulid Nabi ini tidak sesuai dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia bukan dari ajaran agama yang telah disempurnakan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala kepada kita, dan diperintahkan agar mengikuti sunnah Rasul, ternyata tidak terdapat keterangan bahwa beliau telah menjalankannya, (tidak) memerintahkannya, dan (tidak pula) dikerjakan oleh sahabat sahabatnya.
Berarti jelaslah bahwasanya hal ini bukan dari agama, tetapi ia adalah merupakan suatu perbuatan yang diada adakan, perbuatan yang menyerupai hari hari besar ahli kitab, Yahudi dan Nasrani.
Hal ini jelas bagi mereka yang mau berfikir, berkemauan mendapatkan yang haq, dan mempunyai keobyektifan dalam membahas ; bahwa upacara peringatan maulid Nabi bukan dari ajaran agama Islam, melainkan merupakan bid’ah bid’ah yang diada adakan, dimana Allah memerintahkan RasulNya agar meninggalkanya dan memperingatkan agar waspada terhadapnya, tak layak bagi orang yang berakal tertipu karena perbuatan perbuatan tersebut banyak dikerjakan oleh orang banyak diseluruh jagat raya, sebab kebenaran (Al Haq) tidak bisa dilihat dari banyaknya pelaku (yang mengerjakannya), tetapi diketahui atas dasar dalil dalil syara’.
Sebagaimana Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman tentang orang orang Yahudi dan Nasrani :
] وقالوا لن يدخل الجنة إلا من كان هودا أو نصارى تلك أمانيهم قل هاتوا برهانكم إن كنتم صادقين [
“Dan mereka ( Yahudi dan Nasrani ) berkata : sekali kali tak (seorangpun ) akan masuk sorga, kecuali orang orang yang beragama Yahudi dan Nasrani. Demikian itu (hanya) angan angan mereka yang kosong belaka ; katakanlah : tunjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu orang orang yang benar” ( QS. Al Baqarah, 111 ).
] وإن تطع أكثر من في الأرض يضلوك عن سبيل الله إن يتبعون إلا الظن وإن هم إلا يخرصون [
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang orang yang berada dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah ; mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak lain hanyalah menyangka-nyangka” ( QS. Al An’am, 116 ).
Lebih dari itu, upacara peringatan maulid Nabi ini – selain bid’ah –tidak lepas dari kemungkaran kemungkaran, seperti bercampurnya laki laki dan perempuan ( yang bukan mahram ), pemakaian lagu lagu dan bunyi bunyian, minum minuman yang memabukkan, ganja dan kejahatan kejahatan lainya yang serupa.
Kadangkala terjadi juga hal yang lebih besar dari pada itu, yaitu perbuatan syirik besar, dengan sebab mengagung agungkan Rasulullah secara berlebih lebihan atau mengagung agungkan para wali, berupa permohonan do’a, pertolongan dan rizki. Mereka percaya bahwa Rasul dan para wali mengetahui hal hal yang ghoib, dan macam macam kekufuran lainnya yang sudah biasa dilakukan orang banyak dalam upacara malam peringatan maulid Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam itu.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
” إياكم والغلو في الدين، فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو في الدين “.
“Janganlah kalian berlebih lebihan dalam agama, karena berlebih lebihan dalam agama itu telah menghancurkan orang orang sebelum kalian”.
” لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم، إنما أنا عبد، فقولوا عبد الله ورسوله ” رواه البخاري في صحيحه من حديث عمر رضي الله عنه.
“Janganlah kalian berlebih lebihan dalam memujiku sebagaimana orang orang Nasrani memuji anak Maryam, Aku tidak lain hanyalah seorang hamba, maka katakanlah : hamba Allah dan Rasul Allah” ( HR. Bukhori dalam kitab shohihnya, dari hadits Umar, Radliyallahu ‘anhu ).
Yang lebih mengherankan lagi yaitu banyak diantara manusia itu ada yang betul betul giat dan bersemangat dalam rangka menghadiri upacara bid’ah ini, bahkan sampai membelanya, sedang mereka berani meninggalkan sholat Jum’at dan sholat jama’ah yang telah diwajibkan oleh Allah kepada mereka, dan sekali kali tidak mereka indahkan. Mereka tidak sadar kalau mereka itu telah mendatangkan kemungkaran yang besar, disebabkan karena lemahnya iman kurangnya berfikir, dan berkaratnya hati mereka, karena bermacam macam dosa dan perbuatan maksiat. Marilah kita sama sama meminta kepada Allah agar tetap memberikan limpahan karuniaNya kepada kita dan kaum muslimin.
Diantara pendukung maulid itu ada yang mengira, bahwa pada malam upacara peringatan tersebut Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam datang, oleh kerena itu mereka berdiri menghormati dan menyambutnya, ini merupakan kebatilan yang paling besar, dan kebodohan yang paling nyata. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan bangkit dari kuburnya sebelum hari kiamat, tidak berkomunikasi kepada seorangpun, dan tidak menghadiri pertemuan pertemuan umatnya, tetapi beliau tetap tinggal didalam kuburnya sampai datang hari kiamat, sedangkan ruhnya ditempatkan pada tempat yang paling tinggi (‘Illiyyin ) di sisi TuhanNya, itulah tempat kemuliaan.
Firman Allah dalam Al Qur’an :
] ثم إنكم بعد ذلك لميتون ثم إنكم يوم القيامة تبعثون [
“Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian pasti mati, kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan ( dari kuburmu ) di hari kiamat” ( QS. Al Mu’minun, 15-16 ).
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
” أنا أول من ينشق عنه القبر يوم القيامة، وأنا أول شافع وأول مشفع ”
“Aku adalah orang yang pertama kali dibangkitkan / dibangunkan diantara ahli kubur pada hari kiamat, dan aku adalah orang yang pertama kali memberi syafa’at dan diizinkan memberikan syafa’at”.
Ayat dan hadits diatas, serta ayat ayat dan hadits hadits yang lain yang semakna menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan mayat mayat yang lainnya tidak akan bangkit kembali kecuali sesudah datangnya hari kebangkitan. Hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama, tidak ada pertentangan diantara mereka.
Maka wajib bagi setiap individu muslim memperhatikan masalah masalah seperti ini, dan waspada terhadap apa apa yang diada adakan oleh orang orang bodoh dan kelompoknya, dari perbuatan perbuatan bid’ah dan khurafat khurafat, yang tidak diturunkan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala. Hanya Allah lah sebaik baik pelindung kita, kepada-Nyalah kita berserah diri dan tidak ada kekuatan serta kekuasaan apapun kecuali kepunyaan-Nya.
Sedangkan ucapan sholawat dan salam atas Rasulullah adalah merupakan pendekatan diri kepada Allah yang paling baik, dan merupakan perbuatan yang baik, sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an :
] إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما [
“Sesungguhnya Allah dan Malaikat malaikatNya bersholawat kepada Nabi, hai orang orang yang beriman, bersholawatlah kalian atas Nabi dan ucapkanlah salam dengan penghormatan kepadanya” ( QS. Al Ahzab, 56 ).
Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
” من صلى علي واحدة صلى الله عليه بها عشرا “.
“Barang siapa yang mengucapkan sholawat kepadaku sekali, maka Allah akan bersholawat ( memberi rahmat ) kepadanya sepuluh kali lipat.”
Sholawat itu disyariatkan pada setiap waktu, dan hukumnya Muakkad jika diamalkan pada ahir setiap sholat, bahkan sebagian para ulama mewajibkannya pada tasyahud ahir di setiap sholat, dan sunnah muakkadah pada tempat lainnya, diantaranya setelah adzan, ketika disebut nama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, pada hari Jum’at dan malamnya, sebagaimana hal itu diterangkan oleh hadits hadits yang cukup banyak jumlahnya.
Allah lah tempat kita memohon, untuk memberi taufiq kepada kita sekalian dan kaum muslimin, dalam memahami agama Nya, dan memberi mereka ketetapan iman, semoga Allah memberi petunjuk kepada kita agar tetap kosisten dalam mengikuti sunnah, dan waspada terhadap bid’ah, karena Dialah MahaPemurah dan MahaMulia, semoga pula sholawat dan salam selalu dilimpahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
(Dikutip dari الحذر من البدع Tulisan Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz Bin Baz, Mufti Saudi Arabia. Penerbit Departemen Agama Saudi Arabia. Edisi Indonesia “Waspada terhadap Bid’ah”)
Dikutip dari http://www.salafy.or.id, Penulis: Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz Bin Baz, Judu asli: Perayaan Maulid Rasulullah dalam sorotan Islam
–> kayaknya yg begini-nii ..sdh pernah dibahas. Lihat di pembahasan tentang maulid yang lain di blog ini juga.
Selain itu .. ada catatan tersendiri mengenai syaikh bin Baz ini. Masih ingat dengan fatwa kafir-nya ke seluruh umat seluruh dunia di fatwa matahari mengelilingi bumi (bersama syaikh Utsaimin). Ada di blog ini juga. Ada yang protes ketika saya katakan itu fatwa konyol.
mohon maaf kl tak berkenan.
Mengenal Arti Bid’ah dan Bahaya Bid’ah
Ditulis oleh Admin di/pada 11/05/2009
“Dikit-dikit bid’ah, dikit-dikit bid’ah,” “apa semua yang ada sekarang itu bid’ah?!” “kalau memang maulidan bid’ah, kenapa kamu naik motor, itukan juga bid’ah.” Kira-kira kalimat seperti inilah yang akan terlontar dari mulut sebagian kaum muslimin ketika mereka diingatkan bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah bid’ah yang telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua ucapan ini dan yang senada dengannya lahir, mungkin karena hawa nafsu mereka dan mungkin juga karena kejahilan mereka tentang definisi bid’ah, batasannya dan nasib jelek yang akan menimpa pelakunya.
Karenanya berikut uraian tentang difinisi bid’ah dan bahayanya dari hadits Aisyah yang masyhur, semoga bisa meluruskan pemahaman kaum muslimin tentang bid’ah sehingga mereka mau meninggalkannya di atas ilmu, Allahumma amin.
Bid’ah dan Bahayanya
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
وَفِي رِوَايَةٍ : مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”.
Dalam satu riwayat, “Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada tuntunan kami di atasnya maka amalan itu tertolak”.
Takhrij Hadits:
Hadits ini dengan kedua lafadznya berasal dari hadits shahabiyah dan istri Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam ‘A`isyah radhiallahu Ta’ala ‘anha.
Adapun lafadz pertama dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhary (2/959/2550-Dar Ibnu Katsir) dan Imam Muslim (3/1343/1718-Dar Ihya`ut Turots).
Dan lafadz kedua dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhary secara mu’allaq (2/753/2035) dan (6/2675/6918) dan Imam Muslim (3/1343/1718).
Dan juga hadits ini telah dikeluarkan oleh Abu Ya’la dalam Musnadnya (4594) dan Abu ‘Awanah (4/18) dengan sanad yang shohih dengan lafadz, “Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang tidak ada di dalamnya (urusan kami) maka dia tertolak”.
Kosa Kata Hadits:
1. “Dalam urusan kami”, maksudnya dalam agama kami, sebagaimana dalam firman Allah –Ta’ala-, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi urusannya (Nabi) takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.”. (QS. An-Nur: 63)
2. “Tertolak”, (Arab: roddun) yakni tertolak dan tidak teranggap.
[Lihat Bahjatun Nazhirin hal. 254 dan Syarhul Arba’in karya Syaikh Sholih Alu Asy-Syaikh]
Komentar Para Ulama :
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Pondasi Islam dibangun di atas 3 hadits: Hadits “setiap amalan tergantung dengan niat”, hadits ‘A`isyah “Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak” dan hadits An-Nu’man “Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas””.
Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah berkata, “Ada empat hadits yang merupakan pondasi agama: Hadits ‘Umar “Sesungguhnya setiap amalan hanyalah dengan niatnya”, hadits “Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas”, hadits “Sesungguhnya penciptaan salah seorang di antara kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selam 40 hari” dan hadits “Barangsiapa yang berbuat dalam urusan kami apa-apa yang bukan darinya maka hal itu tertolak”.
Dan Abu ‘Ubaid rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengumpulkan seluruh urusan akhirat dalam satu ucapan (yaitu) “Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”.
[Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam syarh hadits pertama]
Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, “Hadits ini adalah asas yang sangat agung dari asas-asas Islam, sebagaimana hadits “Setiap amalan hanyalah dengan niatnya” adalah parameter amalan secara batin maka demikian pula dia (hadits ini) adalah parameternya secara zhohir. Maka jika setiap amalan yang tidak diharapkan dengannya wajah Allah –Ta’ala-, tidak ada pahala bagi pelakunya, maka demikian pula setiap amalan yang tidak berada di atas perintah Allah dan RasulNya maka amalannya tertolak atas pelakunya. Dan setiap perkara yang dimunculkan dalam agama yang tidak pernah diizinkan oleh Allah dan RasulNya, maka dia bukan termasuk dari agama sama sekali”.
Syaikh Salim Al-Hilaly hafizhohullah berkata dalam Bahjatun Nazhirin, “Hadits ini termasuk hadits-hadits yang Islam berputar di atasnya, maka wajib untuk menghafal dan menyebarkannya, karena dia adalah kaidah yang agung dalam membatalkan semua perkara baru dan bid’ah (dalam agama)”.
Dan beliau juga berkata, “… maka hadits ini adalah asal dalam membatalkan pembagian bid’ah menjadi sayyi`ah (buruk) dan hasanah (terpuji)”.
Dan Syaikh Sholih bin ‘Abdil ‘Aziz Alu Asy-Syaikh hafizhohullah berkata dalam Syarhul Arba’in, “Hadits ini adalah hadits yang sangat agung dan diagungkan oleh para ulama, dan mereka mengatakan bahwa hadits ini adalah asal untuk membantah semua perkara baru, bid’ah dan aturan yang menyelisihi syari’at”.
Dan beliau juga berkata dalam mensyarh kitab Fadhlul Islam karya Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, “Hadits ini dengan kedua lafadznya merupakan hujjah dan pokok yang sangat agung dalam membantah seluruh bid’ah dengan berbagai jenisnya, dan masing-masing dari dua lafadz ini adalah hujjah pada babnya masing-masing, yaitu:
a. Lafadz yang pertama (ancamannya) mencakup orang yang pertama kali mencetuskan bid’ah tersebut walaupun dia sendiri tidak beramal dengannya.
b. Adapun lafadz kedua (ancamannya) mencakup semua orang yang mengamalkan bid’ah tersebut walaupun bukan dia pencetus bid’ah itu pertama kali”. Selesai dengan beberapa perubahan.
Syarh :
Setelah membaca komentar para ulama berkenaan dengan hadits ini, maka kita bisa mengatahui bahwa hadits ini dengan seluruh lafazhya merupakan ancaman bagi setiap pelaku bid’ah serta menunjukkan bahwa setiap bid’ah adalah tertolak dan tercela, tidak ada yang merupakan kebaikan. Dua pont inilah yang –insya Allah- kita akan bahas panjang lebar, akan tetapi sebelumnya kita perlu mengetahui definisi dari bid’ah itu sendiri agar permasalahan menjadi tambah jelas. Maka kami katakan:
A. Definisi Bid’ah.
Bid’ah secara bahasa artinya memunculkan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya, sebagaimana dalam firman Allah -Subhanahu wa Ta’ala-:
بَدِيعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Allah membuat bid’ah terhadap langit dan bumi”.(QS. Al-Baqarah: 117 dan Al-An’am: 101)
Yakni Allah menciptakan langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya yang mendahului. Dan Allah -‘Azza wa Jalla- berfirman :
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ
“Katakanlah: “Aku bukanlah bid’ah dari para Rasul”. (QS. Al-Ahqaf: 9)
Yakni : Saya bukanlah orang pertama yang datang dengan membawa risalah dari Allah kepada para hamba, akan tetapi telah mendahului saya banyak dari para Rasul. Lihat: Lisanul ‘Arab (9/351-352)
Adapun secara istilah syari’at –dan definisi inilah yang dimaksudkan dalam nash-nash syari’at- bid’ah adalah sebagaimana yang didefinisikan oleh Al-Imam Asy-Syathiby dalam kitab Al-I’tishom (1/50):
طَرِيْقَةٌ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٌ, تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ وَيُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا الْمُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُّدِ اللهَ سُبْحَانَهُ
“Bid’ah adalah suatu ungkapan untuk semua jalan/cara dalam agama yang diada-adakan, menyerupai syari’at dan dimaksudkan dalam pelaksanaannya untuk berlebih-lebihan dalam menyembah Allah Subhanah”.
Penjelasan Definisi.
Setelah Imam Asy-Syathiby rahimahullah menyebutkan definisi di atas, beliau kemudian mengurai dan menjelaskan maksud dari definisi tersebut, yang kesimpulannya sebagai berikut:
1. Perkataan beliau “jalan/cara dalam agama”. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”. (HSR. Bukhary-Muslim dari ‘A`isyah)
Dan urusan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tentunya adalah urusan agama karena pada urusan dunia beliau telah mengembalikannya kepada masing-masing orang, dalam sabdanya:
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian”. (HSR. Bukhory)
Maka bid’ah adalah memunculkan perkara baru dalam agama dan tidak termasuk dari bid’ah apa-apa yang dimunculkan berupa perkara baru yang tidak diinginkannya dengannya masalah agama akan tetapi dimaksudkan dengannya untuk mewujudkan maslahat keduniaan, seperti pembangunan gedung-gedung, pembuatan alat-alat modern, berbagai jenis kendaraan dan berbagai macam bentuk pekerjaan yang semua hal ini tidak pernah ada zaman Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam. Maka semua perkara ini bukanlah bid’ah dalam tinjauan syari’at walaupun dianggap bid’ah dari sisi bahasa. Adapun hukum bid’ah dalam perkara kedunian (secara bahasa) maka tidak termasuk dalam larangan berbuat bid’ah dalam hadits di atas, oleh karena itulah para Shahabat radhiallahu ‘anhum mereka berluas-luasan dalam perkara dunia sesuai dengan maslahat yang dibutuhkan.
2. Perkatan beliau “yang diada-adakan”, yaitu sesungguhnya bid’ah adalah amalan yang tidak mempunyai landasan dalam syari’at yang menunjukkan atasnya sama sekali. Adapun amalan-amalan yang ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syari’at secara umum –walaupun tidak ada dalil tentang amalan itu secara khusus- maka bukanlah bid’ah dalam agama. Misalnya alat-alat tempur modern yang dimaksudkan sebagai persiapan memerangi orang-orang kafir , demikian pula ilmu-ilmu wasilah dalam agama ; seperti ilmu bahasa Arab (Nahwu Shorf dan selainnya) , ilmu tajwid , ilmu mustholahul hadits dan selainnya, demikian pula dengan pengumpulan mushaf di zaman Abu Bakar dan ‘Utsman radhiallahu ‘anhuma . Maka semua perkara ini bukanlah bid’ah karena semuanya masuk ke dalam kaidah-kaidah syari’at secara umum.
3. Perkataan beliau “menyerupai syari’at”, yaitu bahwa bid’ah itu menyerupai cara-cara syari’at padahal hakikatnya tidak demikian, bahkan bid’ah bertolak belakang dengan syari’at dari beberapa sisi:
a. Meletakkan batasan-batasan tanpa dalil, seperti orang yang bernadzar untuk berpuasa dalam keadaan berdiri dan tidak akan duduk atau membatasi diri dengan hanya memakan makanan atau memakai pakaian tertentu.
b. Komitmen dengan kaifiat-kaifiat atau metode-metode tertentu yang tidak ada dalam agama, seperti berdzikir secara berjama’ah, menjadikan hari lahir Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam sebagai hari raya dan yang semisalnya.
c. Komitmen dengan ibadah-ibadah tertentu pada waktu-waktu tertentu yang penentuan hal tersebut tidak ada di dalam syari’at, seperti komitmen untuk berpuasa pada pertengahan bulan Sya’ban dan sholat di malam harinya.
4. Perkataan beliau “dimaksudkan dalam pelaksanaannya untuk berlebih-lebihan dalam menyembah Allah Subhanah”. Ini merupakan kesempurnaan dari definisi bid’ah, karena inilah maksud diadakannya bid’ah. Hal itu karena asal masuknya seseorang ke dalam bid’ah adalah adanya dorongan untuk konsentrasi dalam ibadah dan adanya targhib (motivasi berupa pahala) terhadapnya karena Allah -Ta’ala- berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Maka seakan-akan mubtadi’ (pelaku bid’ah) ini menganggap bahwa inilah maksud yang diinginkan (dengan bid’ahnya) dan tidak belum jelas baginya bahwa apa yang diletakkan oleh pembuat syari’at (Allah dan RasulNya) dalam perkara ini berupa aturan-atiran dan batasan-batasan sudah mencukupi.
B. Dalil-Dalil Akan Tercelanya Bid’ah Serta Akibat Buruk yang Akan Didapatkan Oleh Pelakunya.
1. Bid’ah merupakan sebab perpecahan.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Itulah yang Dia diwasiatkan kepada kalian agar kalian bertakwa”. (QS. Al-An’am: 153)
Berkata Mujahid rahimahullah dalam menafsirkan makna “jalan-jalan” : “Bid’ah-bid’ah dan syahwat”. (Riwayat Ad-Darimy no. 203)
2. Bid’ah adalah kesesatan dan mengantarkan pelakunya ke dalam Jahannam.
Allah -’Azza wa Jalla- berfirman:
وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ السَّبِيلِ وَمِنْهَا جَائِرٌ وَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ
“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).”. (QS. An-Nahl: 9)
Berkata At-Tastury : “’Qosdhus sabil’ adalah jalan sunnah ‘di antaranya ada yang bengkok’ yakni bengkok ke Neraka yaitu agama-agama yang batil dan bid’ah-bid’ah”.
Maka bid’ah mengantarkan para pelakunya ke dalan Neraka, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dalam khutbatul hajah:
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
وَفِي رِوَايَةٍ : وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ
وَفِي رِوَايَةِ النَّسَائِيِّ : وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HSR. Muslim dari Jabir radhiallahu ‘anhuma)
Dalam satu riwayat, “Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah”.
Dan dalam riwayat An-Nasa`iy, “Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan dan semua kesesatan berada dalam Neraka”.
Dan dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah secara marfu’:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Dan hati-hati kalian dari perkara yang diada-adakan karena setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HR. Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`iy)
3. Bid’ah itu tertolak atas pelakunya siapapun orangnya.
Allah –’Azza wa Jalla- menegaskan:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali ‘Imran: 85)
Dan bid’ah sama sekali bukan bahagian dari Islam sedikitpun juga, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits yang sedang kita bahas sekarang.
4. Allah melaknat para pelaku bid’ah dan orang yang melindungi/menolong pelaku bid’ah.
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam menegaskan:
فَمَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يُقْبَلُ مِنْهُ عَدْلٌ وَلَا صَرْفٌ
“Barangsiapa yang memunculkan/mengamalkan bid’ah atau melindungi pelaku bid’ah, maka atasnya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia, tidak akan diterima dari tebusan dan tidak pula pemalingan”. (HSR. Bukhary-Muslim dari ‘Ali dan HSR. Muslim dari Anas bin Malik)
5. Para pelaku bid’ah jarang diberikan taufiq untuk bertaubat –nas`alullaha as-salamata wal ‘afiyah-.
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ احْتَجَزَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَهَا
“Sesungguhnya Allah mengahalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai dia meninggalkan bid’ahnya”. (HR. Ath-Thobarony dan Ibnu Abi ‘Ashim dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 1620)
Berkata Syaikh Bin Baz ketika ditanya tentang makna hadits di sela-sela pelajaran beliau mensyarah kitab Fadhlul Islam, “… Maknanya adalah bahwa dia (pelaku bid’ah ini) menganggap baik bid’ahnya dan menganggap dirinya di atas kebenaran, oleh karena itulah kebanyakannya dia mati di atas bid’ah tersebut –wal’iyadzu billah-, karena dia menganggap dirinya benar. Berbeda halnya dengan pelaku maksiat yang dia mengetahui bahwa dirinya salah, lalu dia bertaubat, maka kadang Allah menerima taubatnya”.
6. Para pelaku bid’ah akan menanggung dosanya dan dosa setiap orang yang dia telah sesatkan sampai hari Kiamat –wal’iyadzu billah-.
Allah-Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:
لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ
“(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. (QS. An-Nahl: 25)
Dan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah bersabda:
وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka atasnya dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dari dosa mereka sedikitpun”. (HSR. Muslim dari Abu Hurairah)
7. Setiap pelaku bid’ah akan diusir dari telaga Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam.
Beliau Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bersabda:
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ وَلَيُرْفَعَنَّ مَعِي رِجَالٌ مِنْكُمْ ثُمَّ لَيُخْتَلَجُنَّ دُونِي فَأَقُولُ يَا رَبِّ أَصْحَابِي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Saya menunggu kalian di telagaku, akan didatangkan sekelompok orang dari kalian kemudian mereka akan diusir dariku, maka sayapun berkata : “Wahai Tuhanku, (mereka adalah) para shahabatku”, maka dikatakan kepadaku : “Engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan setelah kematianmu”. (HSR. Bukhary-Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu)
8. Para pelaku bid’ah menuduh Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah berkhianat dalam menyampaikan agama karena ternyata masih ada kebaikan yang belum beliau tuntunkan.
Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata -sebagaimana dalam kitab Al-I’tishom (1/64-65) karya Imam Asy-Syathiby rahimahullah-, “Siapa saja yang membuat satu bid’ah dalam Islam yang dia menganggapnya sebagai suatu kebaikan maka sungguh dia telah menyangka bahwa Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah mengkhianati risalah, karena Allah Ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagi kalian”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
Maka perkara apa saja yang pada hari itu bukan agama maka pada hari inipun bukan agama”.
9. Dalam bid’ah ada penentangan kepada Al-Qur`an.
Al-Imam Asy-Syaukany rahimahullah berkata dalam kitab Al-Qaulul Mufid fii Adillatil Ijtihad wat Taqlid (hal. 38) setelah menyebutkan ayat dalam surah Al-Ma`idah di atas, “Maka bila Allah telah menyempurnakan agamanya sebelum Dia mewafatkan NabiNya, maka apakah (artinya) pendapat-pendapat ini yang di munculkan oleh para pemikirnya setelah Allah menyempurnakan agamanya?!. Jika pendapat-pendapat (bid’ah ini) bahagian dari agama –menurut keyakinan mereka- maka berarti Allah belum menyempurnakan agamanya kecuali dengan pendapat-pendapat mereka, dan jika pendapat-pendapat ini bukan bahagian dari agama maka apakah faidah dari menyibukkan diri pada suatu perkara yang bukan bahagaian dari agama ?!”.
10. Para pelaku bid’ah akan mendapatkan kehinaan dan kemurkaan dari Allah Ta’ala di dunia.
Allah –’Azza wa Jalla- menegaskan:
إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ
“Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kedustaan”. (QS. Al-A’raf: 152)
Ayat ini umum, mencakup mereka para penyembah anak sapi dan yang menyerupai mereka dari kalangan ahli bid’ah, karena bid’ah itu seluruhnya adalah kedustaan atas nama Allah Ta’ala, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah.
C. Perkataan Para Ulama Salaf Dalam Mencela Bid’ah
1. ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata:
اَلْإِقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الْإِجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ
“Sederhana dalam melakukan sunnah lebih baik daripada bersungguh-ungguh dalam melaksanakan bid’ah”. (Riwayat Ad-Darimiy)
dan beliau juga berkata:
اِتَّبِعُوْا وَلاَ تَبْتَدِعُوْا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Ittiba’lah kalian dan jangan kalian berbuat bid’ah karena sesungguhnya kalian telah dicukupi, dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (Riwayat Ad-Darimy no. 211 dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam ta’liq beliau terhadap Kitabul ‘Ilmi karya Ibnul Qoyyim)
2. ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma berkata:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah sesat walaupun manusia menganggapnya baik”. (Riwayat Al-Lalika`iy dalam Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah)
3. Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata:
فَإِيَّاكُمْ وَمَا يُبْتَدَعُ, فَإِنَّ مَا ابْتُدِعَ ضَلاَلَةٌ
“Maka waspadalah kalian dari sesuatu yang diada-adakan, karena sesungguhnya apa-apa yang diada-adakan adalah kesesatan”. (Riwayat Abu Daud no. 4611)
4. ‘Abdullah ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma pernah berkata kepada ‘Utsman bin Hadhir:
عَلَيْكَ بِتَقْوَى اللهِ وَالْإِسْتِقَامَةِ, وَاتَّبِعْ وَلاَ تَبْتَدِعْ
“Wajib atasmu untuk bertaqwa kepada Allah dan beristiqomah, ittiba’lah dan jangan berbuat bid’ah”. (Riwayat Ad-Darimy no. 141)
5.Telah berlalu perkataan dari Imam Malik rahimahullah.
6.Imam Asy-Syafi’iy rahimahullah berkata:
مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
“Barang siapa yang menganggap baik (suatu bid’ah) maka berarti dia telah membuat syari’at”.
7. Imam Ahmad rahimahullah berkata dalam kitab beliau Ushulus Sunnah:
أُصُوْلُ السُّنَّةِ عِنْدَنَا اَلتَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وعلى آله وسلم وَالْإِقْتِدَاءُ بِهِمْ وَتَرْكُ الْبِدَعَ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh dengan apa-apa yang para shahabat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam berada di atasnya, meneladani mereka serta meninggalkan bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan”.
8.Sahl bin ‘Abdillah At-Tastury rahimahullah berkata:
مَا أَحْدَثَ أًحَدٌ فِي الْعِلْمِ شَيْئًا إِلاَّ سُئِلَ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, فَإِنْ وَافَقَ السُّنَّةَ سَلِمَ وَإِلاَّ فَلاَ
“Tidaklah seseorang memunculkan suatu ilmu (yang baru) sedikitpun kecuali dia akan ditanya tentangnya pada hari Kiamat ; bila ilmunya sesuai dengan sunnah maka dia akan selamat dan bila tidak maka tidak”. (Lihat Fathul Bary : 13/290)
9. ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah berkata:
أَمَّا بَعْدُ, أُوْصِيْكَ بِتَقْوَى اللهِ وَالْإِقْتِصَادْ فِي أَمْرِهِ, وَاتِّبَاعِ سُنَّةَ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ, وَتَرْكِ مَا أَحْدَثَ الْمُحْدِثُوْنَ بَعْدَ مَا جَرَتْ بِهِ سُنَّتُهُ
“Amma ba’du, saya wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan bersikap sederhana dalam setiap perkaraNya, ikutilah sunnah NabiNya Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dan tinggalkanlah apa-apa yang dimunculkan oleh orang-orang yang mengada-adakan setelah tetapnya sunnah beliau Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam”. (Riwayat Abu Daud)
10. Abu ‘Utsman An-Naisabury rahimahullah berkata:
مَنْ أَمَّرَ السُّنَّةَ عَلَى نَفْسِهِ قَوْلاً وَفِعْلاً نَطَقَ بِالْحِكْمَةِ, وَمَنْ أَمَّرَ الْهَوَى عَلَى نَفْسِهِ قَوْلاً وَفِعْلاً نَطَقَ بِالْبِدْعَةِ
“Barang siapa yang menguasakan sunnah atas dirinya baik dalam perkataan maupun perbuatan maka dia akan berbicara dengan hikmah, dan barang siapa yang menguasakan hawa nafsu atas dirinya baik dalam perkataan maupun perbuatan maka dia akan berbicara dengan bid’ah”. (Riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah : 10/244)
{Lihat : Mauqif Ahlis Sunnah (1/89-92), Al-I’tishom (1/50-53 dan 61-119) dan Al-Hatstsu ‘ala Ittiba’is Sunnah (25-35)}
Dikutip dari: http://al-atsariyyah.com, Penulis : al Ustadz Abu Muawiah, Judul asli: Meluruskan pemahaman tentang bid’ah
Diarsipkan pada: http://qurandansunnah.wordpress.com/
Entri ini dituliskan pada 11/05/2009 pada 3:52 am dan disimpan dalam Mengenal Bid’ah. Bertanda: Bahaya Bid’ah, bid’ah hasanah adakah, Mengenal Arti Bid’ah, semua bid’ah sesat. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.
7 Tanggapan – tanggapan ke “Mengenal Arti Bid’ah dan Bahaya Bid’ah”
1.
Bambang berkata
11/05/2009 pada 6:43 am
Teruslah belajar, semoga Anda menemukan hal yang benar dan mata terbuka terhadap kebenaran…. Cari guru yang benar dalam belajar… Al-Qur’an benar, Hadits benar, tapi kalau penempatannya, penafsirannya salah…maka akan celaka selamanya…. Salam kenal.
—————-
Demikian juga Anda sebaliknya teruslah belajar dan mengikuti jejak salafus shalih yang menjauhkan diri mereka dari perkara perkara baru dalam agama. Barakallahufiikum.
Balas
2.
diyan berkata
18/05/2009 pada 8:50 pm
Jadilah yang cerdas, perkenalkan saya juga anak pasantren nih, salam kenal
Balas
3.
sablononline berkata
20/07/2009 pada 6:01 am
assalamualaikum
wahai saudaraku, saya mau tanya , apakah maulid itu bid’ah jika niatnya …
mengingat perjuangan rosulullah ,dengan bercerita perjalanan rosul dari lahir hingga maninggal. sehingga satelah saya tahu perjuangan rosul ,rasa cinta saya terhadap rosul melebihi cinta saya terhadap anak dan istri saya, lalu kami bersalawat untuk rosulullah. apakah kami salah?
apakah kami sesat,karena mem per …ingat kan terntang perjuangan rosulullah, saya minta tolong jawabannya segera..!
—————————–
wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokaatuh,
Rasulullah dan para sahabat serta pengikut setelahnya tabi’in tidak pernah merayakan maulud (ultah).
Mencintai Rasulullah bukan berarti membuat amalan baru, kami sangat mencintai Rasulullah tapi dengan cara mengikuti sunnah (jalan) yang telah diajarkan olehnya secara lengkap berdasarkan hadits2 yang shohih dan pemahaman para Sahabat (Salafus shalih).
Mauludan tidaklah dikenal dan dikerjakan oleh para sahabat serta yang mengikutinya setelahnya. kita beribadah dan beramal haruslah mencontoh dari Rasulullah.
Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa mengerjakan satu amalan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalan itu tertolak.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah ).
Balas
4.
Hidayat Fatullah berkata
09/10/2009 pada 2:48 am
Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah…
———————-
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Sesungguhnya siapa diantara kalian yang nantinya masih hidup, dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para khulafa rasyidin (para sahabat) yang terbimbing dan mendapat petunjuk, gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian (pegang erat-erat jangan sampai lepas), dan berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru yang diada-adakan dalam agama ini (bid’ah), karena setiap bid’ah adalah kesesatan.” (Hadits Riwayat Tirmidzi no.2816)
Balas
5.
Aris fuat berkata
09/12/2009 pada 2:24 pm
Assalàmu’alaykum,,,
‘afwan,,,tolong kirimkan artikel “mengenal arti bid’ah dan bahaya bid’ah” di atas, ke alamat email ana (aris_fuat@yahoo.co.id),ana sangat membutuhkan artikel tersebut untuk d sampaikan kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahui hal tersebut,,,ana tunggu emailnya.
syukron atas kesediaanya,,,,
jazakumullòh khoiron katsiron.
Wassalàmu’alaykum,,,.
Balas
6.
R@den Sayid berkata
23/12/2009 pada 7:27 am
Assalamu ‘alaikum
Salam kenal… saya masih awam afwan bagaimana kalo kita pergi ke masjid dlm rangka beribadah naik motor berhubung pada saat itu nabi blm ada naik motor yg ada unta apakah ini termasuk bid’ah, lalu dlm rangka bersuci saya menggunakan pasta gigi apakah bid’ah juga, lalu nabi kan bajunya berupa gamis kalo kita sholat pake sarung ato celana panjang,kaos,peci terus kalo yg dimasjid itu yg pake pengeras suara kan dizaman nabi juga blm ada, dan lain-2. mohon pencerahan . Sebelumnya terima kasih
Wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokaatuh,
Jawabannya sudah pada artikel diatas.. coba di baca dengan seksama sebelum dikomentari..
Balas
7.
Alusia May berkata
21/01/2010 pada 2:16 pm
maaf ikut diskusi, maaf juga kalo ada kesalahan(maklum masih awam hehe)…..Kullu bid’atin Dlolalah. “setiap bid’ah adalah kesesatan”
setahu saya kata kullu tidak dima’nai dengan semua atau setiap. tapi dima’nai sebagian, karena menurut ilmu nahwu, kata kullu mempunyai banyak ma’na (tidak terbatas pada ma’na “semua”).Jadi …Kullu bid’atin Dlolalah. ma’nanya menjadi “sebagian bid’ah adalah kesesatan”. Dari sinilah muncul istilah bid’ah hasanah dan bid’ah dlolalah.(Wallohu a’lam bis showab)
———————-
Silahkan baca artikel dibawah ini :
Mengapa Semua Bid’ah Dalam Agama Adalah Sesat.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Jabir Radhiyallahu’anhu berkata : Bahwa sesungguhnya Rasululloh Shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata di saat beliau berkhutbah :
“Amma Ba’du, sesungguhnya sebaik-baik berita adalah kitabulloh, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan sejelek-jelek perkara adalah perkara yang diada-adakan, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR Muslim:867)
Berkata Abdulloh bin Umar (ibnu Umar) Radhiyallahu’anhu : “Setiap bid’ah adalah kesesatan walaupun dianggap baik oleh manusia.” (Diriwayatkan oleh Al-Lalikai dalam Syarah Ushul I’tiqod Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)
Berkata Al Imam Asy Syathibi : “Ketahuilah, Semoga Alloh merahmatimu. Bahwa apa yang telah disebutkan berupa dalil-dalil adalah hujjah secara umum tercelanya (bid’ah) dari beberapa sisi :
Pertama : Bahwa riwayat tersebut datang secara mutlak dan umum, dengan banyaknya riwayat namun tidak terdapat pengecualian sama sekali, tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa diantara (bid’ah) ada yang berupa petunjuk, tidak ada pula disebutkan: setiap bid’ah sesat kecuali ini dan itu dari berbagai macam makna. Ini menunjukkan bahwa seluruh dalil tersebut di atas hakikatnya yang dzahir berupa lafadz ‘kullu’ (seluruhnya).
Kedua : Bahwa telah ditetapkan dalam prinsip-prinsip yang ilmiah bahwa setiap kaidah menyeluruh atau dalil syar’i yang bersifat menyeluruh bila berulang-ulang disebutkan dibanyak tempat, dan didatangkan sebagai penguat terhadap makna-makna ushul dan furu’ dan tidak pernah disertai pengkhususan di saat seringnya disebutkan, maka itu merupakan dalil atas ketetapan lafadz tersebut bersifat umum
Ketiga : Ijma’ para Ulama Salaf dari kalangan shahabat, tabi’in dan setelah mereka atas tercelanya bid’ah, dan menjelekkannya, berlari meninggalkan orang yang disifati sebagai ahlul bid’ah, dan tidak ada sedikitpun dari mereka sikap tawaqquf (abstain) atau ragu, maka ini merupakan ijma’ yang ditetapkan yang menunjukkan bahwa setiap bid’ah tidak ada yang benar, bahkan termasuk kebatilan
Keempat : Bahwa orang yang memahami bid’ah mengharuskan bersikap demikian ( yaitu meyakini bahwa setiap bid’ah itu sesat) sebab hal tersebut termasuk kedalam perkara yang bertentangan dengan syari’at, membuang syari’at, dan setiap yang keadaannya seperti ini mustahil terbagi menjadi : yang baik dan yang buruk, ada yang terpuji dan ada yang tercela, karena tidaklah benar baik secara akal maupun secara syar’i menganggap baik apa yang menyelisihi syari’at. Demikian pula kalau dikatakan bahwa terdapat dalil yang menganggap baik sebagian bid’ah atau dikecualikan sebagiannya dari celaan, tidaklah bisa tergambarkan. Karena bid’ah itu adalah metode yang menyaingi syari’at dalam keadaan dia tidak termasuk (syari’at), dan bila syari’at menganggap baik adalah dalil disyari’atkannya hal tersebut, sebab kalau syari’at mengatakan “bahwa ajaran baru si fulan itu baik” berarti itu disyariatkan.(lihat Al I’tishom 1/187-189, dan lihat pula kitab Mauqif Ahlis Sunnah Juz 1 hal.73-88)
(Disalin dari http://www.darussalaf.or.id/myprint.php?id=15 Penulis: Al Ustadz Abu Karimah ‘Askari bin Jamal Al Bugisi, Murid Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i, Yaman)
–> tanggapan khas wahhaby. Copy paste dari syaikh-nya panjang lebar, bahkan kali ini disertai komentar-komentarnya. Mau di-delete .. kasihan (lihat aturan komentar), tak di-delete kok gi mana .. gituu..
Lebih baik anda buktikan saja bid’ah-nya di mana. Tapi kalau berargumen bahwa hal ini (maulid) itu bid’ah sesat hanya karena tak ada di zaman (tak dilakukan) baginda Rasul saw .. maaf itu tak berlaku.
Ada banyak perkara yang dilakukan umat namun belum ada di zaman Rasul saw. Dan ke semuanya itu tidak mesti sesat (sebagaimana tuduhan anda). Justru artikel kami di atas menerangkannya.
Dan sebagaimana etika tentang komentar (tamu) .. seharusnya anda langsung menanggapi artikel saja. Kl ada salah ..tunjukkan di mana salahnya, dlsb. Bukan kopi paste seperti ini. Saya mau delete ga enak .. kl nggak di-delete, kok ga mutu kaya gini.
maaf kl tak berkenan.
assalamu’alaikum
mas yang terhormat,sebenarnya wahaby itu apaan sih??apakah itu merupakan suatu golongan tersendiri?apakah anda tau sejarah dari wahaby itu sendiri, sehingga anda sepertinya paling jijik jika mendengar kata tersebut?siapa sih Muhammad bi Abdul Wahab?apakah dia secara terang2an bilang kalau golongannya adalah yang paling benar dan bernama wahaby?lalu kenapa namanya wahaby kalau ternyata imamnya adalah Muhammad bin abdul wahab bukan bapaknya Abdul Wahab?
dan sudah jelas, ada lebih dari 12 hadist bilang kalau membuat perkara batu adalah sesat,hadist yang mana yang membolehkannya mas??
Mudah-mudahan Allah
memberi kita ilmu yang bermanfaat dan berkah.
Jazaakumullahukhairan.
Wassalamu’alaikum
Tanda-Tanda Ahli Bid’ah Dan Ahli Ahwa’
Ditulis oleh Admin di/pada 22/05/2009
BAB 6: Tanda-Tanda Ahli Bid’ah Dan Ahli Ahwa’
48. Ayyub As Sikhtiyani berkata :
“Saya tidak mengetahui ada seseorang dari ahli ahwa’ yang berdebat kecuali dengan perkara (ayat) mutasyabihat.” (Al Ibanah 2/501, 605, 609)
49. Imam Al Barbahary berkata :
“Jika kamu lihat seseorang mencela salah seorang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka ketahuilah bahwa sesungguhnya dia telah mengucapkan kata-kata yang buruk dan termasuk ahli ahwa’.” (Halaman 115 nomor 133)
50. Ia juga berkata :
“Jika kamu mendengar seseorang mencerca atsar (hadits-hadits), menolaknya, dan menginginkan selain itu maka curigailah keislamannya dan jangan kamu ragu bahwa ia adalah pengikut hawa nafsu dan mubtadi’.” (Ibid 115-116 nomor 134)
51. Kata beliau juga :
“Jika kamu lihat seseorang mendoakan kejelekan terhadap penguasa maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut hawa nafsu.” (Ibid 116 nomor 136)
52. Abu Hatim berkata :
“Salah satu tanda ahli bid’ah adalah adanya cercaan mereka terhadap Ahli Atsar.” (Al Lalikai 1/179)
Abu Abdillah Jamal berkata : “Jika kamu lihat seseorang mencerca ulama As Sunnah dan manhaj Salafus Shalih di negeri ini dan lainnya maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut hawa.”
53. Ibnul Qaththan berkata :
“Tidak ada di dunia ini seorang mubtadi’ melainkan sangat membenci Ahli Hadits.” (Aqidah Salaf Ash Shabuni 102 nomor 163)
54. Imam Ash Shabuni berkata :
Dan tanda-tanda ahli bid’ah itu sangat jelas terlihat pada mereka dan salah satu tanda yang paling menonjol adalah kerasnya permusuhan mereka terhadap para pembawa berita dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, menghina, dan meremehkan mereka.” (Ibid 101 nomor 162)
55. Dari Qutaibah bin Sa’id berkata :
“Apabila kamu lihat seseorang mencintai Ahli Hadits maka ketahuilah bahwa ia di atas As Sunnah dan siapa yang menyelisihi perkara ini maka ketahuilah bahwa ia adalah mubtadi’.” (Muqaddimah muhaqqiq Kitab Syi’ar Ashhabul Hadits lil Hakim 7)
(Sumber : Kilauan Mutiara Hikmah Dari Nasihat Salaful Ummah, terjemah dari kitab Lamudduril Mantsur minal Qaulil Ma’tsur, karya Syaikh Abu Abdillah Jamal bin Furaihan Al Haritsi. Diterjemahkan oleh Ustadz Idral Harits, Pengantar Ustadz Muhammad Umar As Sewwed. Diambil dari http://www.assunnah.cjb.net.)
–> nahh tu .. makanya jangan suka menghina rekan-rekan yang suka maulid. Jika anda mau belajar sedikit saja tentang sejarah, anda akan tahu bahwa penggubah kitab maulid itu adalah para ulama hadits. Para ulama inilah adalah ahli hadits yang sebenarnya.
orang-orang wahabi itu lebih tepat jadi designer pakaian, karena mereka ahli dalam gunting sulam. Kalau designer ngomong tentang agama, ya berbahaya lah
Admin
Kamu BELUM jawab pertanyaan RIDHO ttg apa & siapa wahabi. Jawab dong segera!
–> coba di-search saja di kanan atas sana.. atau klik di pilih kategori di sebelah kiri. Sudah banyak artikel tentangnya.
Alhamdulillah setelah saya membaca dua macam artikel diatas baik yang setuju maulid atau yang menentang maulid. ternyata saya tetap masih menganggap dalil dan jawaban orang yang setuju maulid masih jauh lebih kuat daripada dalil yang menentang maulid. jadi skg saya jadi makin bersyukur dan tambah semangat untuk turut menyebarkan dan mengembangkan acara maulid dimana saja berada. terimakasih untuk artikelnya yang sangat bagus. semoga Allah membalas kebaikan anda.
–> Terima kasih. Amien atas doa-nya. Semoga demikian juga dengan anda. amien.
Assalamualaikum WrWb….
salam bagi yang mencintai nabi nya melebihi isi kepalanya…..juga isi perut nya,semoga mereka sadar diri akan apa yang di baca di lihat dan diajarkan guru nya yang selanjut nya dia ajarkan pada murid-murid nya Amin
untuk kalian disana ….Apa salah kalo saya [bilang ] merah pada warna merah, [bilang ] indah pada sesuatu yang indah dan memuji pada sesuatu yang memang pantas di puji.—–APA ITU SALAH????—-
seseorang berkata mengutip dawuhan HR. Abu Daud dan Turmudzi : “serta jauhilah perbuatan baru ( dalam agama ), karena setiap perbuatan baru itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat…”
trus seseorang juga dengan tegas berkata :” Jawabnya : Harus dikatakan, bahwa tidak boleh mengadakan kumpul kumpul / pesta pesta pada malam kelahiran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga malam lainnya, karena hal itu merupakan suatu perbuatan baru (bid’ah ) dalam agama, selain Rasulullah belum pernah mengerjakanya, begitu pula Khulafaaurrasyidin, para sahabat lain dan para Tabi’in yang hidup pada kurun paling baik, mereka adalah kalangan orang orang yang lebih mengerti terhadap sunnah, lebih banyak mencintai Rasulullah dari pada generasi setelahnya, dan benar benar menjalankan syariatnya.
di aji dulu lah tulisan nya jangan hanya di baca….pake ilmu NAHU & SHARAF nya [makna KULL disitu tu apa maksud nya ….]
kalo mengadakan kumpul kumpul / pesta pesta pada malam kelahiran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga malam lainnya aja gak boleh trus hukum kita ngadain pesta pernikahan tuh gimana??? trus kita shalat pake sarung malah ada yang pake celana juga hukumnya gimana???
” dan apa salah kita mengagung kan pada seseorang yang keagungan nya melebihi dari pada apa yang kita agung kan atau kita pujikan ”
atau saya jadi pengen tau…<<<<<>>>>>>>>MAAF KALO KATA-KATA SAYA jauh dari sopan….hanya orang munafiq dan hadist nya do’if yang asal ceplos ngeluarin Hadist tanpa hapal sanad ,apalagi Al Quran …
kaji semuanya , pelajari kalo sudah pantas baru “amalkan,walau hanya satu tanda/ciri”
bukan dibaca trus dihafalkan tanpa mengerti maksud….
Terimakasih salam dan maaf……
Assalamu’alaikum warahmatuLlah…
Banyak kepala banyak berbeza…itu sudah biasa…yang terpenting bagaimana kita tetap jaga ukhuwwah…ingat bahwa kita sama*Islam…atau bahkan sudah lupa Islamnya??
Mengutip dari KH.Musthofa Bisri, “Hanya kebenaran Allah yang benar-benar benar”…
Alaikumsalam warahmatuLlah…
Betul Kang Arif!!!
maulid atau ultah adalah budaya orang kristen.
mari berfikir lebih terbuka ya…
kenapa pada jaman rasulullah terus turun ke bawah jaman shohabat turun ke bawah jaman tabiin dan turun ke bawah jaman tabiut tabiin. kawan ini kurun waktu lebih dari 300 tahun bukan waktu yang sedikit bukan jaman keemasan islam ini. dan pada jaman selama itu pula tidak dikenal budaya bid,ah yang berkaitan dalam urusan agama. maulid nabi memang bukan wajib tapi juga tidak haram asal hukum dan syaraknya terpenuhi.faktanya hukum dan syaraknya tidak bisa terpenuhi.
bukti……
karena budaya maulid itu itu berkaitan dengan masalah agama baik ceramah agama dzikir bersama dan doa bersama serta jamuan makan bersama dalam niat agama.
300 tahun lebih islam pernah berjaya di atas dunia ini dengan ijin allah swt.namun karena perkara bid,ah islam menjadi agama alergi wabah penyakit di dunia barat. tertindas secara ekonomni di timur tengah hingga asia dan afrika.
LIHAT ANCAMAN ALLAH SWT KARENA BID,AH.
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah pakai otak siapa sih yang bodoh nabi muhammad atau umatnya yang mengkhianatinya. DENGAN MERAYAKAN MAULID KALIAN MENJADI BODOHHHHHHHHHHHHH.
BUKANKAH ITU SUDAH CUKUP BUKTI WAHAI SAUDARAKU TERCINTA YANG AKU KASIHI SEMUAAAAAAAAAAAAAAAAAAA.
nabi muhammad saw itu ummi artinya buta tulis. artinya kenabiannya hanya menyampaikan apa yang diperintahkan oleh allah swt saja. bukan karena dia pintar berfatwa. baca surat an najm.
MENURUT CERAMAH BUYA DI TVRI.
ULTAH YANG BETUL BUKAN DENGAN MENGUCAPKAN SELAMAT ULANG TAHUN KEPADA YANG BERULTAH KARENA ITU BUDAYA KRISTEN, MELAINKAN YANG BETUL MEMUJI SYUKUR KEPADA YANG TELAH MENCIPTAKANNYA YAITU ALLAH SWT DAN YANG TELAH MELAHIRKAN DAN MERAWATNYA DARI KECIL HINGGA DEWASA BAHKAN SAMPAI MAU MATIIIIIIIII. YAITU KEDUA ORANG TUANYA.
ITULAH SEBAB MENGAPA PADA JAMAN NABI MUHAMMAD HINGGA LEBIH 300 TAHUN SETELAHNYA TIDAK PERNAH DIADAKAN MAULID ATAU PERAYAAN ULTAH SECARA KEAGAMAAN YANG BERSIFAT MASSAL.
ITU BUDAYA KRISTEN.
mas Joko Slamet,
saya sambut ajakan anda untuk berfikir terbuka..
pertama,
dalam acara maulid sepertinya TIDAK ADA yg mengucapkan “wahai Nabi, selamat Ultah ya” tuh, silahkan anda cari terjemahan kitab2 maulid, semisal Simtud Durror alias Maulid Habsyi, insya Allah tidak ada kata2 “selamat ultah ya”..
umumnya, isi kitab maulid yg dibaca ketika maulidan itu adalah syair2 puji2 syukur kpd Allah, mensyukuri kelahiran Nabi, menyebut2 keluhuran akhlak Nabi dan lain sebagainya..
kalau mengadakan maulid itu dianggap telah meniru umat kristen memuja nabi Isa, ya jelas GA NYAMBUNG,
wong umat Kristen itu “menuhankan” NAbi Isa kok, sedangkan umat Islam tidak ada yg menuhankan Nabi Muhammad SAW..
jadi, saya minta anda mengoreksi pernyataan anda agar anda tidak disebut “tukang fitnah”
kedua,
siapa yg bilang maulidan itu tidak ada dizaman Nabi?
maulidan itu sudah ada dizaman Nabi, mas, meskipun dalam bentuk dan format yg beda, tapi intinya sama..
ada hadis ketika Nabi ditanya kenapa beliau puasa hari senin, jawaban beliau adalah karena hari senin itulah beliau dilahirkan.. lihatlah, beliau sendiri memperingati hari kelahiran beliau..
ada lagi sahabat Nabi yg membacakan syair yg memuji2 Nabi dihadapan Nabi, Nabi tidak melarangnya tuh..
kalau anda mengajak kami untuk berfikir terbuka, sekarang gantian saya yg mengajak anda berfikir lebih “pintar sedikit aja”
Mas Joko Slamet ,
Komentar Anda :
maulid atau ultah adalah budaya orang kristen.
mari berfikir lebih terbuka ya…
KOmentar saya :
Saya ringkas komentar Anda menjadi : MAULID ADALAH BUDAYA ORANG KRISTEN , ARTINYA ORANG YANG MERAYAKAN MAULID ADALAH MENYERUPAI BUDAYA KRISTEN, Begitu ta`wilnya menurut saya.
Saya teringat sedikit akan fatwa (kalau tidak salah )Syeh Utsaimin : Haram hukumnya mennyerupai orang kafir termasuk haram mempelajari bahasa Inggris. ( ini fatwa menurut saya nyleneh)
Kalau menggunakan satu hadits dengan tidak mempertimbangkan hadits lain ya…. akhirnya seperti itu, bahkan bisa masuk mengharamkan ke ranah lain, misalnya :
penggunaan nama JOKO SLAMET itu menyerupai nama bukan nama Islam , atau memakai pakaian bukan pakaian tsop (istilah pakean arab) tapi menggunakan celana, koko,kemeja ,dasi dll yang menyerupai bukan pakaian Islam tapi menyerupai pakaian orang kafir.
Bagaimana menurut Anda (mas Joko) tetang fatwa ini? dengan melihat Fatwa Syeh Utsaimin?
Itu saja dl tolong dijawab. Nantinya juga saya akan membahas artikel masalah maulid ini. Terimakasih
IMAM
Anda mengatakan … (kalau tidak salah) Syeh Utsaimin … (fatwa nyeleneh). Saya berani mengatakan anda memang 100% salah (bukan kalau lagi). Saya juga pernah membaca fatwa beliau ttg seseorang yg bertanya hukum mempelajari bhs inggris. Ia menjawab “itu sangat perlu krn bgm jika ada seseorng yg berbahasa inggris bertanya ttg Islam?”
Saya cuma lupa di situs mana ia mengatakan itu. Coba buktikan jika saya salah!
IMAM
Syaikh Shalih Utsaimin pernah berangan-angan memempelajari bhs Inggris atau bhs asing lainnya. Ia menyesal tdk mempelajari dari dulu. Alasannya ialah utk kepentingan dakwah. Ia mengatakan jika mempelajari bhs inggris atau asing lainnya tanpa ada keperluan, maka itu pekerjaan sia2. Baca fatwanya di lnk berikut:http://irilaslogo.wordpress.com/2010/04/06/hukum-seputar-mempelajari-bahasa-inggris/#more-194
http://ustadzaris.com/angan-angan-syaikh-ibnu-utsaimin
http://www.infogue.com/viewstory/2010/09/23/hukum_belajar_bahasa_inggris/?url=http://artikelassunnah.blogspot.com/2010/09/hukum-belajar-bahasa-inggris.html
http://www.humairoh.inef.web.id/2010/06/pendapat-syaikh-utsaimin-terhadap.html
dan masih banyak lagi jika kamu betul2 bisa bersabar sebelum memberi komentar negatif ttg syaikh Utsaimin.
–> link anda telah saya cek,.. anda benar dalam hal ini.
Saudara Abdullah,
Komentar Anda :
Anda mengatakan … (kalau tidak salah) Syeh Utsaimin … (fatwa nyeleneh). Saya berani mengatakan anda memang 100% salah (bukan kalau lagi).
Jawaban saya :
Sebenarnya Saya senyum aja membaca komentar Anda itu, kalau saya salah 100 % lalu bagaimana mengenai hal dibawah ini :
Silakan Anda simak dan sedikit sudah saya bantu penerjemahannya, Silakan dilengkapi sendiri.
فتوى ابن عثيمين في تحريم تعلم اللغة الإنجليزية
بسم الله الرحمن الرحيم والصلاة والسلام على سيد الأنبياء والمرسلين نبينا محمد
وعلى آله وصحبه أجمعين، قال شيخ الإسلام ابن تيمية عليه رحمة الله في كتابه “اقتضاء الصراط المستقيم مخالفة أهل الجحيم ” 🙁 فإن اللسان العربي شعار الإسلام وأهله ، ولايصح لمسلم التكلم بغيره … ) ص203
وقد سُئل الإمام أحمد بن حنبل رحمه الله عن الدعاء في الصلاة بالفارسية ؟ فكرهه . وقال: لسان سوء ولايصح الحلف بها ولا الصلاة ولاسائر العبادات. ص 204
وقد روى السلفي من حديث سعيد بن العلاء البرذعي حدثنا إسحق بن إبراهيم البلخي حدثنا عمر بن هارون البلخي حدثنا أسامة بن زيد عن نافع عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلىالله عليه وسلم ( من يحسن أن يتكلم بالعربية فلا يتكلم بالعجمية فإنه يورث النفاق ) ص205
ومعلوم أن اعتياد التكلم بغير العربية حتى يكون عادة أمر غير مشروع لأن يورث محبة أهل تلك اللغة من الكفرة وهو مخالف لعقيدة الولاء والبراء من الكفار. قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله : (واعلم أن اعتياد اللغة يؤثر في العقل والخلق والدين تأثيرًا قـويًا بينًا، ويـؤثر أيضاً في مشابهة صدر هذه الأمة من الصحابة والتابعين ، ومشابهتهم تزيد في العقل والدين والخلق) ص207
والذي أراه أن الذي يعلم صبيّه اللغة الإنجليزية منذ الصغر سوف يُحاسب عليه يوم القيامة ؛ لأنه يؤدي إلى محبة الطفل لهذه اللغة ، ثم محبة من ينطق بها من الناس ؛ هذا من أدخل أولاده منذ الصغر لتعلم اللغة الإنجليزية أو غيرها من اللغات .
فليتق الله من يريد جلب هذه اللغة إلى أبناء المسلمين ، والله الله أن يضيع من يعول ، وليتذكر قوله صلى الله عليه وسلم : ( ما من عبد يسترعيه الله رعية يموت يوم يموت وهو غاشٌ لرعيته إلا حرم الله عليه الجنة ) رواه مسلم .اللهم هل بلغت ؟ اللهم فاشهد . انتهى.
Saya terjemahkan sedikit :
Fatwa Syeh Ibnu Usaimin tentang pengharaman belajar bahasa inggris
Dengan menyebut nama Alloh yang maha pengasih dan penyayang, Sholawat dan salam atas sayid para nabi dan para rosul….dst
Berkata Syeh Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab : Iqtido` As-Sirot Al-Mustaqim Mukholafah ahl al-jahim : Sesungguhnya bahasa Arab adalah symbol islam dan pengikutnya, maka tidak sah bagi orang muslim berbicara dengan selain bahasa Arab….: halaman 203
Telah ditanya Imam Ahmad bin Hanbal semoga Alloh merahmati beliau tentang berdoa dalam sholat dengan bahasa farisiyyah (Iran) ? beliau memakruhkannya, dan berkata : (Ia) adalah bahasa fasad dan tidak sah bersekutu dengannya tidak juga dalam sholat atau segala ibadah,halaman : 204
Dari Ibnu Umar ra berkata: Rosululloh SAW bersabda : orang yang baik adalah orang yang berbicara dengan bahasa Arab dan tidak berbicara dengan bahasa ajam (bukan arab) karena ia (bahasa itu) mewariskan kemunafikan. (Halaman 205)
Maka dapat dimengerti bahwa kebiasaan berbicara dengan selain bahasa Arab hingga menjadi adat adalah perkara yang tidak disyareatkan karena hal itu mewariskan cinta kepada ahli (masyarakat) pengguna/pemilik bahasa tersebut yaitu orang kafir dan ini adalah berlawanan dengan aqidah dan bebas dari kekufuran.
Berkata syeh Islam Ibnu Taimiyah : ketahuilah bahwa membiasakan bahasa dapat berpengaruh dalam pikiran,tabiat dan agama dengan pengaruh kuat dan nyata, dan …….dst:halaman : 207
Dan saya melihat bahwa seseorang yang mengajari bahasa Inggris kepada anaknya sejak kecil maka kelak akan dihisab pada hari kiamat, karena perbuatan itu menyampaikan kepada kecintaan anak terhadap bahasa tersebut, kemudian akan timbul kecintaan kepada orang yang berbicara dengan bahasa itu, inilah (akibat) orang yang memasukkan anaknya sejak kecil untuk mempelajari bahasa Inggris atau bahasa2 lainnya.
Silakan Anda pasang telinga pada syarah شرح زاد المستقنع – Kitab Nikah- dari Kaset yang kedua bagian kedua (B).
Terimakasih.
–> mas imam … fatwa itu diambil dari mana mas..
alhamdulillah,
kalo ada fatwa RALAT kaya gini kan enak..
mudah2an memang benar2 fatwa RALAT, bukan sekedar fatwa pendukung untuk melindungi syeikh-nya..
baik terima kasih giliran joko slamet yang menjawab.
1 kalian berdua telah keliru menafsirkan arti ibadah karena arti ibadah yang seharusnya ghairu mahdhoh anda samakan dengan ibadah mahdoh. jelas itu yang tidak nyambung.
2 yang makin parah orang sering menggunakannya sebagai pembolehan sebagai suatu ibadah karena hal diatas.
3 apabila maulid nabi itu dirayakan sebagai suatu adat saya baru setuju, karena tidak ada hal yang menyatakan itu haram atau halal.namun bila maulid dikatakan sebagai suatu ibadah maka saya yang pertama mengatakan itu bid,ah karena tidak ada tuntunan ibadah disitu.
4 menentukan ibadah itu syariah ada hukum wajibnya misal untuk doa iftitah saja sudah diatur dengan hadis yang jelas shohih. bahkan kencing saja nabi mengajarkan doa nya.
5 artinya suatu ibadah dikatakan suatu syariah apabila ada tuntunan yang jelas.
6 maulid nabi di indonesia ini biasanya sudah termuat secara otomatis menjadi ibadah syariah dikarenakan ada tuntunan doa bersama zikir bersama sholawat bersama sehingga menjadi perayaan upacara keagamaan yang baru.
7 dan bila maulid sudah menjadi upacara keagamaan yang baru maka dia sudah otomatis bisa dikatakan mempunyai syariah baru. sedangkan sampai detik ini tidak ada bukti nyata yang jelas bahwa perayaan maulid nabi itu ada hadis yang jelas shohih yang menerangkannya, apakah itu bukan perkara bid,ah namanya. yang menjadi masalah adalah kita ini terlalu sombong sok tahu mengerti bagaimana cara memuliakan nabinya daripada nabinya sendiri karena nabi muhammad saw, tidak pernah menyarankan memberitahu atau mewajibkan maulid nabi. kalau cuman sholawat kan tiap hari 5 waktu kita sholawat ibrahimiyah apakah itu tidak cukup.
8 pada surat an naml allah swt sudah memberikan penutup syariah ibadah yang bunyinya pada hari ini telah kusempurnakan agamaku dst. tolong dipahami. apakah kita merasa lebih baik dari yang membuat agama islam sendiri yaitu allah swt dan pemimpin hambanya yang mulia yaitu nabi muhammad saw.
9 nabi muhammad memang buta tulis tapi tidak bodoh. oleh karena itu dia tidak pernah menyuruh ummatnya merayakan maulid nabi, pertanyaannya apakah kita ini lebih pintar darinya.
tolong dipelajari betul betul asal muasal pertama terjadi upacara keagamaan maulid nabi, karena terjadinya 500 tahun lebih setelah beliau meninggal dunia baru ada kan aneh. kalau maulid nabi itu disahkan sebagai suatu ibadah syariah seharusnya maulid nabi adam nabi idris nabi nuh semua nabi sampai nabi muhammad bisa dibayangkan pasti aneh kan, karena nabi muhammad tidak pernah mengatakan bahwa dirinya lebih mulia daripada nabi musa , lebih mulia daripada nabi ibrahim nabi isa dst,,,,,,,,,,,,,.karena semua nabi itu muslim dan islam. lihat lagi surah al hadid ketika kaum nabi isa berbuat bid,ah dengan mengadakan rahbaniyyah apa yang terjadi pengennya mengagungkan nabinya tapi apa yang didapat malah bencana.
10 nabi isa itu orang muslim dan islam namun manusianya yang membuat dia seolah kristen menurut nafsu dan kebodohannya sendiri.
11 saya minta tolong kalau memang ada hadis shohih yang mengatakan ada fatwa diwajibkannya atau disarankannya dengan syarak kuat tentang maulid nabi saya minta infonya himawan.joko@yahoo.com
to mas joko slamet,
pertama,
kalo sampean merasa cukup 5 kali membaca sholawat, yakni ketika sholat, ya silahkan..
tapi Allah dan para malaikat sudah dengan sangat jelas mencontohkan “selalu bersholawat”, innallaha wa malaikatahu yusholluna ‘alannabiy, ya ayyuhalladzina amanu shollu alaihiwasallimutaslimaa”
kata “shollu” di ayat itu fi-il mudhori, tupiduddawam, yang artinya adalah “senantiasa/selalu”..
Allah dan para malaikat “selalu” bersholawat kepada Nabi, dan menyuruh orang2 beriman untuk “selalu” bersholawat..
nah sekarang dimana posisi orang2 yg merasa cukup membaca 5 kali sholawat sehari semalam?
kedua,
isi acara maulid adalah sholawat dan dzikir mengingat Allah. Sedangkan kita semua tahu dalil – dalil dzikir sholawat..
isi lain dari maulid adalah memperingati kelahiran Nabi, mensyukuri kelahiran beliau, memuji beliau, mengingat jasa beliau. mengenai dalil2nya, insya Allah akan anda temukan di artikel ini..
dalil2 Quran hadis pendapat ulama atau sahabatnya ada kok, cuma kelompok anda saja yg “selalu tutup mata, tidak menerima pendapat orang lain”.. baca deh artikel di blog ini kata per kata..
ketiga,
membaca sholawat dzikir jelas dalilnya, memeperingati kelahiran Nabi pun jelas pula Nabi mencontohkan, memuji Nabi pun jelas pula Allah mencontohkan (liat Quran), membaca syair2 memuji Nabi pun jelas pula ada sahabat yg membacanya di depan Nabi, membaca riwayat Nabi pun jelas pula contoh Quran hadisnya..
TAPI ketika dalil2 tersebut dijadikan dalam SATU WADAH ACARA MAULID lho kok jadi salah???
kalo misalnya anjuran berjenggot ada di hadis A, trus anjuran bercelana cingkrang ada di hadis B, kemudian suruhan bercelak dan berhitam dahi ada di hadis C (misalnya).. lantas hadis2 tersebut dijadikan SATU oleh kelompok anda….
menerimakah anda jika orang berpenampilan berjanggut panjang bercelana cingkrang bercelak berjidat item seperti ini dianggap salah???
kacaunya cara pikir kelompok anda itu ya seperti itu tadi, ketika ada hadis keutamaan berdzikir, maka akan jadi salah jika berzikir ditempat dan waktu tertentu..
ketika ada hadis keutamaan membaca surat Yasin, maka akan jadi salah jika membacanya rutin tiap malam jumat..
begini saja, daripada debat kusir ga selesai2, saya cuma mau nanya :
“bagaimana teknis pelaksanaan membaca sholawat yg benar menurut sunnah Nabi?”
“kapan?”
“dimana tempatnya?”
Wawan
Rasulullah tdk menyebutkan bhw beliau lahir pada tgl 12 Rabiul Awal. Ulama ahli hadits pun berselisih kapan tepatnya beliau lahir. Yg tdk ada perselisihan beliau lahir pd hari Senin thn Gajah.
Kalau anda mengatakan puasa sunnah hari Senin yg dilakukan Rasulullah adalah bukti perayaan ulang tahunnya, itu sdh menunjukkan keadaan yg berbeda dgn cara umat sekarang merayakan maulid.
Adalah baik banyak membaca salawat (baca kitab Riyadhus Shalihin jilid1).
Perkataan Aiemar di atas (no. 3) sangat baik. Jika ada pertentangan dikalangan ulama ttg suatu amalan, maka tinggalkan saja. Jika kita tinggalkan amalan itu pasti kita tdk berdosa krn bkn perkara wajib. Jika dikerjakan (merayakannya) blm tentu berpahala. Banyak amalan2 sunnah yg tdk diperselisihkan ulama dan kita mendapatkan pahala. Tdk mengapa melakukan sedikit amalan tetapi sesuai sunnah daripada banyak melakukan amalan tetapi meragukan atau diperselisihkan. Wallahu Ta’la a’lam.
abdullah,
alhamdulillah anda hadir di sini..
terlepas dari hadis2an Qur’an2an pendapat ulama dll,
saya cuma ingin bertanya, mudah2an anda bisa jawab..
“bagaimana teknis pelaksanaan membaca sholawat yg benar menurut anda?”
“kapan waktunya?”
“dimana tempatnya?”
“bagaimana praktek sholawat anda?”
Admin / Pengelola blog
Coba JAWAB pertanyaan RIDHO ttg apa&siapa WAHABI. Itu pertanyaan sdh hampir setahun! Dan kalian sering menyebut nama itu di blog ini. Berikan penjelasan yg sejelas-jelasnya dan berdasarkan sumber terpercaya.Semakin lama kalian menunda jawaban, itu menunjukkan kalian menyebut kelompok orang yg kalian sendiri tdk mengetahuinya.Dan kalian terancam sbg pemfitnah & pendusta!
–> Pertanyaan memang sengaja tidak dijawab, karena sudah banyak artikel tentangnya di blog ini juga. Insya Allah diambil dari sumber yang dapat dipercaya. Silakan di-search saja di kanan atas sana.. atau klik di pilih kategori di sebelah kiri. Maaf … pakai usaha dikit gitu lhoo mas ..
abdullah,
kalo anda rajin, di blog ini ada bermacam2 artikel, salah satunya tentang “wahabi”, sepertinya artikelnya sudah lama ditulis dan sudah cukup menjawab pertanyaan yg anda sebut..
tolonglah, kalo malas itu jangan kebangetan..
USAHA DIKIT NGESEARCH DI BLOG INI JUGA APA SUSAHNYA SIH???
ya ampun….
males kok kebangetan..
misalkan,
kalo malas baca LAILAHAILALLAH, mbok ya jgn mencela orang tahlilan..
kalo malas baca SHOLAWAT, mbok ya jangan mencap sesat orang yg maulidan..
kalo males baca YASIN, mbok ya jgn mnyalahkan orang yg Yasinan..
trims..
Admin
Wawan
Wah keren juga ya artikel ttg wahabi yg kamu posting. judulnya saja “The Great Theft:Wrestlig Islam from the Extremist. Penulisnya juga keren Prof.hukum Islam di UCLA Khaled M. Aboul El Fadl. Yg tdk keren itu isinya. Bagaimana antum bisa katakan itu sumber terpercaya? Penulis mengatakan “kerajaan Saudi menyebarkan paham Wahabi ke seluruh dunia” hanya berdasarkan rujukan dari seorang penulis yg diduga bkn seorang Muslim & juga diragukan misinya. Penulis rujukan Prof. Khaled adlah Stephen Schwartz The two Faces of Islam: “The House of Sau’ud from Tradition to Terror”. Rujukan lainnya oleh Dore Gold: “Hatred’s Kingdom”. Prof. Khaled juga mengutip pendapat David Long:”The Kingdom of Saudi Arabia” yg menyebutkan adanya kendali Arab Saudi atas ibadah haji. Dan Ia menjadikan hal tsb sbg salah satu alasan mengapa minimnya reaksi thd dunia Islam.
Dan masih banyak lagi tulisan bule2 lainnya yg dijadikan rujukan oleh prof. Khaled.
ADMIN
Bisa jadi tulisan2 prof. Khaled org Kuwait yg lama tinggal di Amerika itu terpengaruh oleh pemikiran2 barat yg tdk senang dgn Islam. Toh apa yg mereka tulis hanyalah pendapat. Dan banyak link bantahan trhdp tulisan tsb. seperti yg disebutkan saudari Uut dan lainnya.Intinya semua pendapat itu debatable. Para penulis yg menjadi rujukan Prof. Khaled itu bisa saja Snock Horgronje zaman ini. Atau kalian sdh membaca buku2 mereka tsb?
–> Maaf .. kata-kata anda “bisa jadi” … “bisa saja” itu bukan bantahan, tapi prasangka/dugaan. Saya kira rujukan kami kuat, indikasi kebenarannya pun sangat jelas terasa. Kalau anda tak mempercayai, itu hak anda. Kalau ingin bantah silakan di artikel terkait sana .. biar tak campur aduk.
ADMIN
“Bisa jadi”. Betul saya menduga. Karena tulisan itu hanya pendapat. Perkataan antum “Saya kira…” itu juga DUGAAN.
–> betul.. saya menduga dengan berdasarkan rujukan. anda menduga tanpa rujukan.
Wawan
Wan, membaca tahlil itu sangat mulia dan hanya org bodoh yg tdk mau membacanya.
Wan, membaca sholawat itu sangat bagus. Dan termasuk org yg cerdas yg suka membaca sholawat.
Wan, membaca surah Yasin sama dgn membaca salah satu surah AlQuran. Org beriman suka membaca Al Quran.
W AN…ada banyak kata dasar jika ditambah akhiran -an menjadi tdk baik/tdk enak didengar, seperti:
bajing (nama hewan) coba tambahkan -an = …(org yg krg bimbingan)
Silakan lanjutkan kata2 dsr di atas
… = …(kegiatan yg tdk ada tuntunan dari Rasulullah)
… = …(Kegiatan yg tdk ada tuntunan dari Rasulullah)
… = …(Kegiatan yg tdk ada tuntunan dari Raulullah)
–> Yang anda contohkan itu memang kata dasarnya sudah berkonotasi negatif, sehingga ditambah akhiran -an juga menjadi tdk baik/tdk enak didengar. Kalau kata dasarnya positif, maka diakhiri -an menjadi tambah positif. contoh: pahlawan, budiman, dll.
Jadi kalau anda ngawur, menjadi ngawur-man. Alias dalil anda tak bisa dipakai.
ADMIN
– bajing adalah nama hewan = tupai. Tdk berkonotasi negatif.
– pahlawan & budiman sdh kata dasar. Jika kedua kata tsb. ditambah akhiran -an, maka kata2 tsb. tdk memiliki arti: pahlawanan? budimanan? Coba buka Kamus Besar Bahasa Indonesia, apakah kata dasar pahlawan=pahlaw? dan kata dasar budiman=budim?
–> Pendidik, baik, pelajar, ketik, sekolah …? perasaan diakhiri -an tidak apa-apa, tidak berkonotasi jelek sebagaimana klaim anda. Wahduh binung aku. Yaa dah .. manut saja dehh.
WAWAN
Pertanyaan kamu:
1. Teknis pelaksanaan membaca sholawat yg benar menurut saya?Menurut saya sesuai yg diajarkan Rasulullah
2. Kapan? Kapan saja tetapi tdk hrs diatur2, misalnya ramai2 nunggu tgl 12 Rabiul awal.
3. Dimana? Dimana saja asal jgn ditempat yg Rasulullah tdk suka berdzikir.
4. Bgm pelaksanaan sholawat saya? Hanya saya dan Allah yg tahu.
–> mas abdullah,
1. Sesuai yang diajarkan Rasulullah saw, kami pun demikian.
2. Menunggu 12 rabiul awal? Tidak ada yang membaca shalawat menunggu hingga 12 rabiul awal. Itu angan-angan anda saja. Justru kalau jawabannya, “kapan saja tetapi tidak harus diatur-atur”, kenapa anda justru mengatur-atur/melarang saat 12 rabiul awal?
3. Jangan di tempat yg Rasulullah tidak suka berdzikir. Di mana itu mas?
4. Pelaksanaan shalawat anda, justru itu yang kami ingin tahu mas. Jangan-jangan tak sesuai yang diajarkan Rasulullah saw.
Saudara Abdullah,
Jawaban Anda :
1. Membaca sholawat sesuai dengan yang diajarkan Rosululloh, itu bukan jawaban tehnis mas, tolong sebutkan tehnis membacanya !
2. Kapan saja tetapi tidak hrs diatur2, misalnya ramai2 nunggu tgl 12 robiul awal.
Apakah Anda menyangka bahwa kami membaca sholawat hanya saat itu saja? sungguh prasangka yang salah, karena membaca sholawat boleh kapan saja maka seharusnya boleh juga dibaca tgl 12 rabiul awal dong kenapa Anda malah menyalahkannya? dan seolah Anda mengharamkan membaca sholawat pada tanggal itu? Anda itu jangan menghukumi perbuatan yang belum jelas keharamannya secara qot`i dari Al-Quran ataupun Hadits.
Saya menulis ini berdasarkan logika saya, karena Andapun menulis berdasarkan logika Anda.
ADMIN
Min, kamu tidak teliti ttg makna kata/frasa. Perhatikan lagi tulisan saya di atas, jangan buru2, pasti kamu tdk bingung. “Banyak kata dasar”. “Banyak” tdk sama dgn “semua”. O.k. now?
–> berarti yg “…. = ….” sampai 3x itu tak berlaku dong. “Banyak” tdk sama dgn “semua” … kan. Argumen anda justru telah anda bantah sendiri.
ADMIN
Min, yg “… = …” 3 X itu bagian dari “banyak”. Kata “pendidikan”, “pelajaran”… tdk termasuk. Mungkin kamu perlu istirahat dulu. Nanti salah terus!!!
to Abdullah
lho? anda terus terusan ga konsisiten gitu, pendapat anda dipatahkan sama hujjah anda anda sendiri..
anda yg perlu istirahat kayaknya..
to Abdullah,
pertama,
mengenai “kata dasar jika ditambah akhiran -an menjadi tdk baik/tdk enak didengar”
mas, saya belum pernah denger ulama mazhab ataupun para Imam agama ini bahkan Nabi sendiri yg menggunakan kaidah ini untuk mengeluarkan hukum..
kedua,
jawaban anda atas pertanyaan saya kok ngga jelas gitu sih..
saya itu cuma mau tau apa saja yg anda baca (sholawatnya), kapan anda membacanya, dimana tempatnya.. itu saja..
kalau memang anda membaca sholawat,seharusnya anda dengan mudah menjawabnya, tanpa harus membawa2 “hanya anda&Allah yg tahu”..
lagi pula ini forum ilmu,
boleh jadi jawaban anda yg katanya “paling sesuai dengan Nabi” ini merupakan ilmu yg sangat diperlukan kaum muslimin saat ini..
ingatlah ancaman Nabi bagi orang yg menyembunyikan ilmu..
toh identitas kita semua di blog ini DIRAHASIAKAN..
anda menyebut diri anda sholat semilyar rakaat sehari semalampun ga ada yg bisa ngecek kebenaranya selain anda&Allah..
tapi, kembali ke kata2 saya tadi, kalo memang anda membaca/mengamalkan sholawat, tentunya menjawab pertanyaan saya tsb tidaklah sulit..
mudah2an anda tidak termasuk seperti orang yg ribut2 membahas sholawat, tapi tidak pernah baca sholawat kecuali di dalam sholat..
atau seperti orang yg ribut2 membahas doa qunut subuh, tapi selalu melalaikan sholat subuh..
WAWAN,
Wan, bagaimana membaca shalawat? BACA SAJA kitab2 hadits. Di situ disebutkan kapan, berapa banyak, bagaimana lafadznya dst. Masa’ rahasia???…
–> mas .. anda ini lucu. Memangnya yang sudah membaca kitab2 hadits itu hanya anda saja. Para pelaku Maulid itu juga baca kitab2 hadits mas ..
ADMIN
Min, yg lucu itu kamu. Sudah tahu fadhilah shalawat ada di kitab2 hadits, masih nanya lagi.
abdullah,
kami tau hadis2 tentang sholawat, tapi pelaksanaan kami selalu kalian salahkan,
makanya kami tanya, bagaimana praktek sholawat yg benar kepada anda2..
“apa yg anda baca? jam berapa? tempatnya dimana? hari apa?”
ga susah kan menjawab pertanyaan itu?
Kritik kepada wahabi
Sebenarnya ini masalah khilafiah tidak seharusnya menjadi pemecah belah umat. Semua punya dasar masing-masing.
Bukankah teman-teman aswaja tidak menyalahkan yang tidak ikut merayakan maulid? Tapi mengapa teman-teman wahabi menggelari yang merayakan maulid sebagai ahli bid’ah? Apakah ini tidak menimbulkan keresahan dan perpecahan? Padahal ini masalah khilafiah.
Ulama 4 madzhab berbeda pendapat tapi saling menghargai satu sama lain. Wallahu ta’ala a’lam
Saya tertarik dengan pembahasan mengenai peringatan maulid yang ada dalam kitab Al-Hawi lilfatawi karangan Al-Hafidz As-Suyuti pada bab walimah, beberapa akan saya terjemahkan dari fatwa beliau :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسَلَامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَى ، وَبَعْدُ ، فَقَدْ وَقَعَ السُّؤَالُ عَنْ عَمَلِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ فِي شَهْرِ رَبِيعٍ الْأَوَّلِ ، مَا حُكْمُهُ مِنْ حَيْثُ الشَّرْعُ ؟ وَهَلْ هُوَ مَحْمُودٌ أَوْ مَذْمُومٌ ؟ وَهَلْ يُثَابُ فَاعِلُهُ أَوْ لَا ؟
الْجَوَابُ : عِنْدِي أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوْلِدِ الَّذِي هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَرِوَايَةُ الْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِي مَبْدَأِ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِي مَوْلِدِهِ مِنَ الْآيَاتِ ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُونَهُ وَيَنْصَرِفُونَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَلِكَ – هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِي يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيهِ مِنْ تَعْظِيمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيفِ
Segala puji bagi Alloh dan sholawat salam untuk hambanya yang pilihan, ( Kemudian), Telah ada pertanyaan tentang peringatan mauled Nabi pada bulan Robiul awwal, maka apakah hukumnya menurut syareat? Apakah ia merupakan perbuatan terpuji ataukah tercela? Dan apakah mengerjakannya berpahala ataukah tidak ?
Jawabannya : Menurut pendapat saya ( Al-Hafidz As-Suyuti ), asal / pokok dari peringatan maulid adalah berkumpulnya manusia, pembacaan al-quran dan periwayatan khabar2 yang datang pada permulaan perkara yang berkaitan dengan Nabi SAW dan apa2( ayat2/tanda2) yang terjadi pada saat kelahirannya, kemudian penghidangan makanan untuk mereka kemudian mereka memakannya setelah selesai dari itu mereka bubar / pergi,tidak lebih dari itu, maka ia ( maulid) itu merupakan bid`ah hasanah, yang mendapatkan pahala bagi yang melakukannya karena mengagungkan kedudukan Nabi SAW, menampakkan kegembiraan dan kesenangan sebab kelahiran Nabi As-Syarif.
Ada juga tanggapan beliau terhadap fatwa Syeh Tajudin Umar bin Ali Yang mashur dengan nama Al-Fakihani pengarang kitab Al-Maurid fil kalam `alaa amalil maulid.
Tanggapan Imam Suyuti sebagai berikut :
أَمَّا قَوْلُهُ : لَا أَعْلَمُ لِهَذَا الْمَوْلِدِ أَصْلًا فِي كِتَابٍ وَلَا سُنَّةٍ ، فَيُقَالُ عَلَيْهِ : نَفْيُ الْعِلْمِ لَا يَلْزَمُ مِنْهُ نَفْيُ الْوُجُودِ ، وَقَدِ اسْتَخْرَجَ [ ص: 225 ] لَهُ إِمَامُ الْحُفَّاظِ أبو الفضل ابن حجر أَصْلًا مِنَ السُّنَّةِ ، وَاسْتَخْرَجْتُ لَهُ أَنَا أَصْلًا ثَانِيًا ، وَسَيَأْتِي ذِكْرُهَا بَعْدَ هَذَا
Adapun perkataan Al-Fakihani : saya tidak tahu bahwa peringatan maulid ini mempunyai asal dalam Al-Quran dan sunah.
Maka jawab saya (Al-Hafidz) : ketiadaan ilmu tidak menetapkan ketiadaan wujud, sungguhnya Imam al-huffadz ( pemimpin para hafidz), Abul fadli bin hajar telah mengeluarkan hukum terhadap peringatan maulid bahwa ia mempunyai asal dari sunah dan saya ( Imam Suyuti) telah mengeluarkan hukum asal (dari peringatan maulid) yang kedua, yang akan datang penjelasannya setelah ini.
وَقَوْلُهُ : بَلْ هُوَ بِدْعَةٌ أَحْدَثَهَا الْبَطَّالُونَ ، إِلَى قَوْلِهِ : وَلَا الْعُلَمَاءُ الْمُتَدَيِّنُونَ ، يُقَالُ عَلَيْهِ : قَدْ تَقَدَّمَ أَنَّهُ أَحْدَثَهُ مَلِكٌ عَادِلٌ عَالِمٌ وَقَصَدَ بِهِ التَّقَرُّبَ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى ، وَحَضَرَ عِنْدَهُ فِيهِ الْعُلَمَاءُ وَالصُّلَحَاءُ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ مِنْهُمْ ، وَارْتَضَاهُ ابن دحية وَصَنَّفَ لَهُ مِنْ أَجْلِهِ كِتَابًا ، فَهَؤُلَاءِ عُلَمَاءُ مُتَدَيِّنُونَ رَضَوْهُ وَأَقَرُّوهُ وَلَمْ يُنْكِرُوهُ
Ucapan Al-Fakihani : Bahkan peringatan maulid adalah bid`ah, orang2 yang buruk telah membuat perkara baru ini, sampai dengan perkataan : dan para ulama yang berpegang teguh pada agama (tidak melakukannya).
Maka jawaban saya ( Imam Suyuti) : telah datang penjelasannya bahwa yang membuat perkara baru itu adalah malik yang adil, alim dan maksud melakukan itu (maulid) adalah untuk mendekatkan diri kepada Alloh,dan yang hadir /mengunjungi peringatan itu adalah para ulama dan orang2 sholeh yang tidak mengingkari/menolak terhadap peringatan maulid itu.
وَقَوْلُهُ : وَلَا مَنْدُوبًا ؛ لِأَنَّ حَقِيقَةَ الْمَنْدُوبِ مَا طَلَبَهُ الشَّرْعُ ، يُقَالُ عَلَيْهِ : إِنَّ الطَّلَبَ فِي الْمَنْدُوبِ تَارَةً يَكُونُ بِالنَّصِّ وَتَارَةً يَكُونُ بِالْقِيَاسِ ، وَهَذَا وَإِنْ لَمْ يَرِدْ فِيهِ نَصٌّ ، فَفِيهِ الْقِيَاسُ عَلَى الْأَصْلَيْنِ الْآتِي ذِكْرُهُمَا
Ucapan Al-Fakihani : Maulid adalah bukan perkara yang dianjurkan (sunah) karena hakikat mandub adalah sesuatu yang dikehendaki syareat.
Maka jawab saya ( Imam Suyuti ): bahwa perkara yang dikehendaki dari sesuatu yang mandub kadang kala dengan nash dan kadangkala pula dengan qiyas, dan ini bila tidak ada nash yang menunjukkan dalil atasnya. Maka menggunakan dalil qiyas atas asalnya, yang akan datang penjelasannya.
وَقَوْلُهُ : وَلَا جَائِزٌ أَنْ يَكُونَ مُبَاحًا ؛ لِأَنَّ الِابْتِدَاعَ فِي الدِّينِ لَيْسَ مُبَاحًا بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ ، كَلَامٌ غَيْرُ مُسَلَّمٍ ؛ لِأَنَّ الْبِدْعَةَ لَمْ تَنْحَصِرْ فِي الْحَرَامِ وَالْمَكْرُوهِ ، بَلْ قَدْ تَكُونُ أَيْضًا مُبَاحَةً وَمَنْدُوبَةً وَوَاجِبَةً ، قَالَ النووي فِي تَهْذِيبِ الْأَسْمَاءِ وَاللُّغَاتِ : الْبِدْعَةُ فِي الشَّرْعِ هِيَ إِحْدَاثُ مَا لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ مُنْقَسِمَةٌ إِلَى حَسَنَةٍ وَقَبِيحَةٍ ، وَقَالَ الشَّيْخُ عز الدين بن عبد السلام فِي الْقَوَاعِدِ : الْبِدْعَةُ مُنْقَسِمَةٌ إِلَى وَاجِبَةٍ وَمُحَرَّمَةٍ وَمَنْدُوبَةٍ وَمَكْرُوهَةٍ وَمُبَاحَةٍ ، قَالَ : وَالطَّرِيقُ فِي ذَلِكَ أَنْ نَعْرِضَ الْبِدْعَةَ عَلَى قَوَاعِدِ الشَّرِيعَةِ ، فَإِذَا دَخَلَتْ فِي قَوَاعِدِ الْإِيجَابِ فَهِيَ وَاجِبَةٌ ، أَوْ فِي قَوَاعِدِ التَّحْرِيمِ فَهِيَ مُحَرَّمَةٌ ، أَوِ النَّدْبِ فَمَنْدُوبَةٌ ، أَوِ الْمَكْرُوهِ فَمَكْرُوهَةٌ ، أَوِ الْمُبَاحِ فَمُبَاحَةٌ
Ucapan Al-Fakihani : Dan tidak boleh bahwa perbuatan itu adalah mubah, karena bid`ah dalam agama bukanlah berhukum mubah menurut kesepakatan ulama.
Ini adalah perkataan yang tidak benar, karena yang namanya bid`ah hukumnya tidak terbatas hanya pada haram dan makruh, bahkan hukumnya ada mubah, mandub, dan wajib.
Berkata Imam Nawawi dalam kitab At-Tahdzib Al-Asma wal lughot : Bid`ah syar`i yaitu perkara baru yang tidak ada pada masa Rosulalloh SAW terbagi menjadi bid`ah yang baik dan yang jelek.
Berkata Syeh Izzuddin bin Abdus Salam dalam kitab Qowa`id : Bid`ah terbagi menjadi wajib,haram, sunah,makruh dan mubah. Dan jalan untuk menetapkannya adalah dengan mempertimbangkannya dengan kaidah syariah. Apabila bid`ah masuk kepada kaidah wajib maka bid`ah itu menjadi wajib, apabila masuk kepada kaidah tahrim maka bid`ah itu menjadi haram, yang masuk ke sunah menjadi bid`ah sunah, yang masuk ke makruh menjadi bid`ah makruh , dan yang masuk ke mubah menjadi bid`ah mubah.
وَرَوَى الْبَيْهَقِيُّ بِإِسْنَادِهِ فِي مَنَاقِبِ الشَّافِعِيِّ عَنِ الشَّافِعِيِّ قَالَ : الْمُحْدَثَاتُ مِنَ الْأُمُورِ ضَرْبَانِ ، أَحَدُهُمَا : مَا أُحْدِثَ مِمَّا يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثَرًا أَوْ إِجْمَاعًا ، فَهَذِهِ الْبِدْعَةُ الضَّلَالَةُ ، وَالثَّانِي : مَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لَا خِلَافَ فِيهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هَذَا ، وَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُومَةٍ ،
Imam Baehaki meriwayatkan dengan sanadnya dalam kitab Manaqib As-Syafi`i dari Imam Syafi`i, beliau berkata : Perkara baru ada dua macam :
1. Perkara baru yang berlawanan/melanggar Al-quran, hadits, atsar, atau ijma (ulama) maka inilah yang disebut bid`ah sesat.
2. Perkara baru dari suatu kebaikan yang tidak berlawanan/melanggar kepada salah satu dari itu, inilah yang disebut bid`ah yang tidak tercela.
فَعُرِفَ بِذَلِكَ مَنْعُ قَوْلِ الشَّيْخِ تاج الدين / الفاكهاني : وَلَا جَائِزٌ أَنْ تَكُونَ مُبَاحًا ، إِلَى قَوْلِهِ : وَهَذَا الَّذِي وَصَفْنَاهُ بِأَنَّهُ بِدْعَةٌ مَكْرُوهَةٌ ، إِلَى آخِرِهِ ؛ لِأَنَّ هَذَا الْقِسْمَ مِمَّا أُحْدِثَ وَلَيْسَ فِيهِ مُخَالَفَةٌ لِكِتَابٍ وَلَا سُنَّةٍ وَلَا أَثَرٍ وَلَا إِجْمَاعٍ ، فَهِيَ غَيْرُ مَذْمُومَةٍ كَمَا فِي عِبَارَةِ الشَّافِعِيِّ ، وَهُوَ مِنَ الْإِحْسَانِ الَّذِي لَمْ يُعْهَدْ فِي الْعَصْرِ الْأَوَّلِ ، فَإِنَّ إِطْعَامَ الطَّعَامِ الْخَالِي عَنِ اقْتِرَافِ الْآثَامِ إِحْسَانٌ ، فَهُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْمَنْدُوبَةِ كَمَا فِي عِبَارَةِ ابن عبد السلام ،
Maka dapat dimengerti, bahwa pelarangan/penolakan Syeh Tajudin / Al-Fakihani : maka tidak boleh (perkara bid`ah) masuk kepada mubah hingga sampai ke ucapannya : maka oleh karena itu kami mensifatinya bahwa ia adalah bid`ah yang makruh hingga akhir ucapannya, ( adalah keliru ) karena pada bagian perkara baru ini (maulid) tidak ada pelanggaran terhadap Al-quran, hadits, atsar, ataupu ijma ulama, oleh karenanya disebut bid`ah yang tidak tercela (bid`ah ghoeru madzmumah) seperti apa yang dijelaskan Imam Syafi`i, ia (maulid) adalah bagian dari perbuatan kebaikan yang tidak ada pada masa awal, sedangkan pemberian makanan adalah perbuatan kebaikan, perbuatan itu merupakan bid`ah yang dianjurkan seperti perkataan Ibnu Abdus Salam.( Bersambung Insya Alloh ).
to abdullah yg lucu..
saya itu nanyanya simpel aja, kok anda sepertinya susah sekali menjawabnya??
kalo saya ditanya teknis baca sholawat, tentu saya akan sangat mudah sekali menjawabnya :
“saya baca Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad, di tempat xx (misalnya :kantor), pada jam xx (msalnya jam sembilan pagi), sebanyak xx kali (misalnya 3 kali)”
mudahkan? ga perlu susah2 bawa2 Allah maupun kitab2 ini dan itu..
bandingkan dengan jawaban anda,
ALANGKAH BERBELIT2NYA!!!
mencerminkan pola pikir anda yg rumit dan berbelit2..
to abdullah,
ga usah bawa2 kitab ini dan kitab itu deh..
asumsikan bahwa kami ini orang awam yg buta agama yg pengen belajar sholawatan tapi ga tahu praktek yg benernya gimana..
jadi kami bertanya :
BAGAIMANA TEKNIS BACA SHOLAWAT VERSI ANDA, YANG KATANYA PALING SESUAI DENGAN PRAKTEK NABI dan BEBAS BIDAH??
Nih saya beri panduan biar mudah, isilah titik2 berikut ini :
abdullah baca (Allahumma….), sebanyak (….) kali, pada jam (….), pada hari (….), tempatnya di (….).
selesai..
mudah saja kan..
mas abdullah,
jawab dulu pertanyaan saya, baru anda boleh KABUR..
saya akan berkomentar tanpa mengeluarkan dalil apapun karena saya bukanlah seorang ahli agama.
guru saya berkata : “mereka yg membid’ahkan maulid nabi tidak tau apa yg ada di dalam kitab maulid, padahal isi dari kitab maulid adalah cerita, do’a, dan sholawat..”
apakah itu haram….????