Derita TKI di Luar Negeri

Foto: Sumiyati, TKI Arab Saudi

18 Nopember 2010 | 20:59 wib

Deret Panjang TKI yang Disiksa di Luar Negeri

CERITA sedih TKW kita di negeri orang seakan-akan tidak ada habis-habisnya, setiap bulan hampir selalu ada pemberitaan tentang nasib “pahlawan-pahlawan” devisa.

Dalam satu minggu ini saja, kabar buruk datang dari Arab Saudi. Masih jelas baru beberapa hari lalu,  Sumiyati binti Mustafa warga Dompu yang bekerja di Arab Saudi mengalami penyiksaan di luar batas peri kemanusiaan. Belum selesai kasus Sumiyati diusut, malah tersiar khabar lebih tragis dengan ditemukannya jenazah Kikim Komalasari TKW asal Cianjur Jaba Barat di tempat sampah. Kikim diguga tewas kerana disiksa majikannya.

Seakan kejadian ini terus berulang dan berulang, pahlawan devisa yang meregang nyawa ataupun mengalami siksaan begitu hebat pemerintah hanya mengirim nota protes. Harus banyak yang dibenahi dalam sistem database dan cara pengiriman TKI-TKW sehingga kejadian-kejadian sama seperti yang menimpa Sumiyati dan Kikim tidak akan terjadi lagi.

Berikut deret data penyiksaan dengan luka berat atauun meninggal yang dialami para TKI-TKW di negeri orang:

No Nama Asal Negara Tujuan Kondisi Tahun
1 Sumiyati binti Mustafa Dompu, NTB Arab Saudi Kulit mengelupas, luka bakar dan bibir digunting November 2010
2 Biyanti Marsono Singapura Dipukul sampai hidung mengeluarkan darah 2010
3 Nirmala Bonat NTT Malaysia Cacat fisik 2004
4 Heni Indriyani Lampung Malaysia Luka di wajah dan bagian vitalnya September 2010
5 Muntik Hani Jombang Malaysia Meninggal April 2010
6 Slamet Riyadi Ampelrejo, Jember Malaysia Meninggal 2010
7 Karni Mojmulyo, Jember Singapura Meninggal 2010
8 Riadiyanto Puger Kulon, Jember Arab Saudi Meninggal Februari  2010
9 Nafsiyah Mlokorejo, Jeber Malaysia Meninggal 2010
10 Halimah Cianjur, Jabar Arab Saudi Meninggal di Lorong Jembatan di Arab Saudi Agustus 2010
11 Kikim Komalasari Jabar Kota Abha, Arab Saudi Dibunuh dan mayatnya dibuang di tong sampah November 2010

 

 

Sumber: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/bicara_fakta/2010/11/18/12/Deret-Panjang-TKI-yang-Disiksa-di-Luar-Negeri

.

Sangat disayangkan, di negeri para syaikh (Arab Saudi), justru para TKI lebih banyak mendapat penyiksaan. Sampai-sampai HTI (yang notabene pro khilafah yang hari raya-nya selalu mengacu ke sana … koreksi jika salah), mengecam negara Arab Saudi ini dengan kata-kata,

“Kondisi ini menunjukkan bahwa sikap Arab Saudi bukanlah cerminan syariat Islam dan Arab tak pantas disebut negara Islam,” teriak Iffah Ainur Rochmah selaku juru bicara Muslimah HTI di depan Kedubes Arab, Jakarta Timur, Rabu (24/11/2010).

Sumber: http://www.tribunnews.com/2010/11/24/arab-saudi-tak-pantas-disebut-negara-islam

.

Berikut sebuah wacana mengenai sudut pandang warga Saudi terhadap para TKI,

24 Nopember 2010

”Mengislamkan” Lagi Saudi

SEORANG tokoh Indonesia yang sekarang menjadi pimpinan ormas Islam pernah menyatakan bahwa hukum Islam (syariah) jika menyangkut orang Arab Saudi (Saudi) memang akan benar-benar tegak. Tetapi jika menyangkut orang non-Saudi, terutama negara-negara yang warganya banyak menjadi tenaga kerja di sana, hampir dipastikan tidak akan adil.

Dengan kata lain, orang-orang Indonesia yang mengadu nasib di sana janganlah berharap keadilan dari sistem hukum negeri Keluarga Saud itu, meskipun klausul perjanjian antara tenaga kerja Indonesia (TKI) dan majikan Saudi sudah menyebutkan hak dan kewajiban masing-masing.

Pemerintah kita boleh saja mengklaim bahwa TKI sudah mendapatkan perlindungan. Namun, menurut seorang yang sudah bekerja di Saudi, di negara tersebut kewajibanlah yang lebih mengemuka, sedangkan hak baru sebatas gaji meskipun tidak sedikit dari TKI yang dibayar tidak tepat waktu.

Karena itu, pemerintah kita sejatinya tidak boleh berpuas diri, karena faktanya banyak perjanjian tidak diindahkan. Sudah terjadi pelanggaran perjanjian pun TKI tidak bisa menggugat karena tidak ada saluran yang bisa menjadi lembaga penyelesaian sengketa, terlebih lagi mereka umumnya tersandera karena tidak bisa keluar dari rumah majikan untuk mengadukan masalah tersebut.

Larangan memegang ponsel itulah menjadi penyebab kenapa keluarga di Indonesia sulit menghubungi kerabatnya yang menjadi TKI. Bila sekarang SBY menekankan agar TKI dibekali telepon seluler, hal itu masih sebuah harapan mengingat boleh tidaknya bukan terletak di tangan Indonesia melainkan di tangan pemerintah Kerajaan Saudi, utamanya majikan yang mempekerjakan TKI.

Indonesia harus berkaca pada Filipina yang ketika salah seorang warganya diperlakukan tidak adil berani menggertak dan ternyata Saudi keder juga. Sementara kita, selalu sabar. Apakah itu sebuah kesungkanan karena ikatan keislaman?

Menurut saya, tinggalkan masalah itu, karena jika menyangkut warga negara Saudi masalah Islam juga tidak diperhitungkan. Kenapa kita harus terpancang pada hal itu mengingat praktik yang dijalankan warga Saudi terhadap TKI sungguh-sungguh di luar ajaran Islam.

Era Kegelapan

Saudi sebagai asal usul lahirnya Islam makin membuat ragu sejumlah pihak selain dianggap menebar teror juga ternyata tidak memberikan contoh dalam memperlakukan manusia, terutama ekonominya lebih lemah. Mungkin ada yang bertanya kenapa masyarakat yang hidup di negeri yang selalu mengklaim paling Islam dengan fatwa ulamanya yang keras, justru Islam tidak berarti menenangkan (salam) dengan memberikan ckup perlindungan? Bukankah Nabi Muhammad SAW ketika menaklukkan Makkah melindungi mereka yang belum Islam?

Lantaran sibuk mengislamkan orang lain, bangsa Saudi  lupa bahwa tidak sedikit dari mereka yang masih barbar, yang mengartikan Islam pada era raqabah (perbudakan). Bahkan menurut seorang kawan, di antara ulama mereka ada yang berpandangan seperti itu.

Bagi orang Saudi, perbedaan antara budak dan tenaga kerja sangat tipis, jika tidak ingin dianggap tidak ada sama sekali. Atas dasar itu, perlakuan terhadap tenaga kerja bisa sekehendak hati yang membayar, karena bagi mereka, terutama majikan, uang administrasi yang mereka keluarkan untuk mendapatkan tenaga kerja bukan uang jasa melainkan untuk proses jual beli. Jadi menurut bangsa Saudi,  memperlakukan tenaga kerja sesuai sekendak hati justru hal itu sesuai dengan praktik Islam, meskipun hal itu hanya ada pada awal Islam.

Ajaran Nabi melarang setiap majikan berlaku sewenang-wenang. Namun, sepertinya Hadis ini mungkin dianggap lemah (dhaif) sehingga yang mengemuka di Arab Saudi adalah praktik Islam pada era kegelapan sehingga tidak mengherankan jika sejumlah majikan merasa berhak sewenang-wenang, termasuk memerkosa TKW, karena seorang wanita budak hukumnya halal.

Kita tidak boleh silau pada keislaman Saudi lantaran Kakbah terletak di sana. Kasus-kasus yang menimpa TKI adalah contoh bahwa paham keislaman yang berlaku di sana adalah Islam pada era awal atau zaman kegelapan. (10)

— Mahmudi Asyari, doktor dari UIN Jakarta

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/11/24/130965/Mengislamkan-Lagi-Saudi