Ibnu Katsir (701 – 774H)

Ibnu Katsir (701 – 774H)

Namanya ‘Imaduddin Abul Fida Ismail bin Umar bin Katsir bin Dhau bin Katsir bin Zara’ al-Qaisi al-Bashri al-Dimsyiqi al-Syafi’i, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Katsir.[1]  Para ahli sejarah Islam berbeda pendapat tentang tahun kelahiran Ibnu Katsir, paling tidak terdapat tiga pendapat:

1.      Al-Husaini (w. 765 H.) pengarang kitab: “Zailu Thabaqatil Hufadz” mengatakatan, tahun kelahiran Ibnu Katsir adalah: 701 H.[2]

2.      Ibnu Hajar  (w. 852 H.) dalam kitab “ad-Duraru al-Kaminah” mengatakan: tahun 700 atau lebih sedikit/ tsab’umiyah aw ba’daha biyasiir).[3]

3.      As-Suyuti (w. 911 H) dalam “Zailu Tazkiratil Hufadz” mengatakan: tahun 700 H.[4]

Di antara tiga pendapat ini, yang menurut ulama kontemporer lebih tepat adalah pendapat al-Husaini yang mengatakan tahun kelahiran Ibnu katsir pada 701 H., Hal ini didasarkan pada fakta hidup Ibnu Katsir dan al-Husaini yang semasa, kemudian dari penelusuran pernyataan Ibnu katsir sendiri dalam kitab karangannya “al-Bidayah wa an-Nihayah” bahwa ia (Ibnu katsir) tengah berusia tiga tahun di saat wafat Bapaknya pada tahun 703 H.[5]

Ibnu Katsir dilahirkan di desa Mujidal dan mulai menimba ilmu di Damaskus, sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Daawi  (w. 945 H.) dalam kitab “Thabaqatu al-Mufassirin”: “Ibnu Katsir banyak menyimak pelajaran, semangat dalam menghafal matan Hadits, menguasai ilmu sanad, rijal Hadits dan sejarahnya, sehingga ia benar-benar menjadi orang yang sangat menguasai ilmu-ilmu tersebut di saat usianya yang masih muda”.[6]

Para Guru dan Muridnya

Ibnu Katsir memiliki 16 orang guru seperti yang dituliskan dalam kitab “Thabaqatul Mufassirin”, mereka itu adalah sebagai berikut: 1. Burhanuddin al-Fizaari, 2. al-Kamaal bin Qadhi Suhbah, 3. Abu Hajaaj al-Mizzi yang kemudian menjadi mertuanya, 4. Ibnu Suwaid, 5. Qasim bin Asaakir, 6. Ibnu Sahnah, 7. Ibnu Zaraad, 8. Ishaq al-Aamidi, 9. Ibnu Raadhi, 10. ad-Dabuusiy, 11. al-Waani, 12. al-Hutni, 13. Ibnu taimiyyah, 14. al-Ashfahaani, 15. al-Hajjaar, 16. az-Zahabi.[7]

Semasa muda, Ibn Katsir menduduki banyak jabatan penting dibidang pendidikan, ia juga menjadi guru besar di Masjid Umayyah Damaskus. [8]

Sedang terkait dalam jumlah murid-muridnya, kitab sejarah tidak banyak menyebutkan secara jelas jumlah muridnya, yang pasti Ibnu Katsir memiliki murid yang sangat banyak.Hal ini karena beliau pernah menjabat sebagai guru besar pada sebuah sekolah “Daarul hadits al-asyrafiyyah” setelah wafatnya Imam Subuki[9] (Thabaqatul Mufassirin, al-Dawidi, vol. 12. hlm. 112), juga sekolah “Ummu Shalah dan at-Tankaziyyah” setelah meninggalnya az-Zahaabi [10] Di antara nama muridnya yang terkenal adalah Syihabuddin ibnu Hijji.

Sifat dan Kedudukan Ilmunya

Az-Zahabi berkata tentang sifat Ibnu katsir: “ Ia pandai memberikan fatwa, juga dalam berdebat, menguasai fikih, tafsir, nahwu, dan sangat menguasai ilmu rijal hadits…”.[11] Imam az-Zahabi dalam “Thabaqatul Hufadz” berkata: “ Ibnu Katsir seorang yang ahli fikih yang sangat teliti, ahli hadits yang cermat, dan ahli tafsir yang sangat kritis”.[12] Al-Dawi dalam “Thabaqatul Mufassirin” mengatakan: Ibnu Katsir adalah panutan para ulama dan para hufadz hadits, serta rujukan para ahli semantik…sebagaimana juga dikatakan oleh muridnya sendiri Ibnu Hijji: “Ibnu katsir adalah orang yang paling hafal atas matan-matan hadits, yang paling tahu takhrij hadits-haditsnya, semua orang dari murid dan gurunya mengetahui realita ini, sering pula dalam tulisannya beliau menyertakaan pengetahuannya tentang fikih dan sejarah, jarang sekali lupa, seorang ahli fikih yang sangat baik pemahamannya, pemikirannya sangat cerdas, beliau telah hafal kitab “tanbih” sampai ia meninggal, memahami ilmu bahasa Arab secara luar biasa, juga pembuat syair yang indah, tidak pernah aku merasa sering bertemu dengannya kecuali aku selalu mendapatkan manfaat dari dirinya”.[13]

Imam Syaukani (w. 1250 H.) dalam “al-Badru at-Thaali’ berkata: Ibnu Katsir sangat pandai dalam fikih, tafsir, nahwu, sangat faham dalam ilmu rijal hadits, selain mengajar ia juga memberikan fatwa.[14]

Karya ilmiahnya:

Ibnu Katsir memiliki banyak karya tulis dalam beragam cabang ilmu yang mencakup bidang: ulumul quran, hadits, tauhid, fikih, sirah, biografi, dan sejarah. Adapun nama-nama kitab tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Tafsir Qurani al-Azdzim
2.      Fadhailul Quran wa Tarikhu Jam’ihi wa Kitabatihi wa Lughatihi, dicetak pertama kali pada tahun 1348 H. Di Kairo pada percetakan al-Manar, lalu dikembangkan secara lebih baik lagi oleh percetakan dar-Ma’rifah Beirut.
3.      Jami’ al-masanid wa Sunan al-Huda ila Aqwami as-Sunan. Satu kitab yang mengumpulkan musnad imam Ahmad, al-Bazzar, Abi ya’la, Ibnu Abi Syaibah ke dalam kutub sittah. Yang juga dikenal dengan kitab: “Kitabu al-Huda wa Sunan fi Ahadits al-masanid wa Sunan”.
4.      Al-Ahkam al-Kubro fi al-Hadits.
5.      Al-Ahkam al-Shugra fi al-Hadits, yang dinamakan oleh Ibnu hajar sebagai kitab: “Tahrij Ahadits Adillati at-Tanbih”, Sedang as-Suyuthi menamakannya dengan kitab: “Adillatut  Tanbih”,  ad-Dawadi menamakannya: “al- Ahkam ‘ala Abwabi at-Tanbih”.
6.      Syarhu Shahih al-Bukhari.
7.      Musnad al-Syaikhan.
8.      Takhrij Ahadits Muhtasar Ibni Hajib al-ashliy.
9.      Tartib Musnad Ahmad ‘Ala al-Huruf.
10.  Ahadits at-Tauhid wa ar-Raddu ‘ala as-Syirki.
11.  Mukhtasar Ulumil Hadits li ibni Shalah, dicetak dengan tahkik Allama Ahmad Syakir yang lalu ia namakan dengan kitab: Al-Baa’its al-Hatsis Syarhu Mukhtasar ‘Ulumil hadits”.
12.  Al-Baa’its al-Hatsis ‘ala Ma’rifati ‘uluumi al-Hadits.
13.  Al-Ijtihad fi Thalabi al-Jihad. Al-baghdadi dalam kitab “Hidaayatul Arifin” menyebut kitab Ibnu katsir yang satu ini dengan nama: “Risaalatun Katabaha lil Amiir Munjik Lammaa Haashara al-Frinju Qal’ata Iyaas”. Kalau az-Zarkali dalam kitab “al-‘Alam” menyebut kitab Ibnu Katsir ini dengan nama: “Risaalatun Fi al-Jihad”.[15]
14.  Syarhu at-Tanbih.
15.  Al-Bulghah wa al-‘Iqna’ fi Halli Syubhati Masalati al-Sima’. Yaitu kitab tentang lagu dan musik.
16.  Al-Fushul fi Ikhtishari Sirati ar-Rasul.
17.  At-Takmil fi Ma’rifati al-Tsiqaat wa ad-Dhu’afa’ wa al-Majaahil. Sedang Haji Khalifah pengarang kitab “Kasyfu az-Dzunun”, menyebut kitab Ibnu katsir ini dengan nama: “At-Takmilah fi Asmai at-Tsiqat wa ad-Dhu’afa”.
18.   Thabawatu al-Fuqaha as-Syafi’iyyah. Haji Khalifah menamanakan kitab ini dengan sebutan: “Thabaqatu ‘Imaaduddin”, sedang al-baghdadi menyebut kitab ini dengan nama: “Hadiyyatul al-’Arifin”.
19.  Al-Wadhih an-Nafiis fi Manaqibi al-Imaami Muhammad bin Idris.
20.  Al-Bidayah wa an-Nihaayah, kitab sejarah yang berjumlah 54 Juz.
21.  Nihaayatul Bidaayah wa Nihaayah, yang merupakan kitab penyempurnaan dari kitab sejarahnya di atas, Dalam kitab ini Ibnu katsir menuliskan tentang Fitnah, pertempuran dan kisah akhir zaman.
22.  Al-Kawaakib ad-Daraarii, yang juga kitab sejarah.
Wafatnya Ibnu Katsir

Para ahli sejarah sepakat bahwa tahun wafatnya Ibnu Katsir adalah pada 774 H. Hal ini dapat dilacak dari kitab biografi ulama seperti yang tertulis dalam kitab: Thabaqatu al-Mufassirin (ad-Daawudi), ad-Duraru al-kaaminah (Ibnu Hajar).[16]

referensi:

[1] Ibnu Hajar al-Asqalaani, Addurorul Kaminah, Maktabah Abas Ahmad Baz-Makkah, cet. 1, 1997, hlm. 218, Ibnu Katsir, Bidayah wa an-Nihaayah, Maktabah al-Ma’arif-Beirut, 1990, jilid. 14, hlm. 184.  Khairuddin az-Zarkali, al-‘Alam, Daarul ‘Ilmu lil-Malaayiin- Beirut, cet.6, 1984, hlm. 320.

[2] Al-Huasaini, Zailu Thabaqatil Hufadz,

[3] Ibnu Hajar, loc. cit.

[4] Al-Huasaini, op. cit., hlm. …

[5] Ketika usianya menginjak tiga tahun, ayahnya yang menjadi seorang khatib di kampungnya, meninggal dunia. Ibn Katsir kemudian diasuh dan didik oleh kakaknya yang bermama `Abd al-Wahhâb. Dan ketika berusia lima tahun, dia dikirim oleh kakaknya ke Damaskus untuk menuntut ilmu-ilmu Islam. Dan dari Damaskus itulah, ia kemudian memulai pengembaraannya untuk menuntut ilmu ke berbagai kota
[6] Al-Dâwudî, Thabaqah al-Mufassirîn, dar al-Kutub al-`Ilmiyyah- Beirut, 1403 H, Juz 1, h…

[7]Al-Dâwudî, ibid.,

[8]Yaitu pada tahun 1366 oleh Gubernur Mankali Bugha, lihat:http://dzakiyah07.wordpress.Com/ 2007/02/16/ibnu-katsir/.
[9] Al-Dâwudî, op. cit.,  h.112.

[10] al-Husaini, op. Cit. , hlm. …(57) ???

[11] Dinukil dari kitab Ad-Durarul al-Kaaminah, op. cit.,  hlm. 218.

[12] Ad-Daawudi, op. cit., hlm. 115.

[13] Ibid.,

[14] Ibid., hlm. 116.

[15] Imam as-Syaukaani, al-Badrul al-Thaali’,

[16] Dalam bidang ilmu fikih, tidak ada yang meragukan keahliannya. Bahkan oleh para penguasa ia kerap dimintakan pendapat menyangkut persoalan-persoalan tata pemerintahan dan kemasyarakatan yang terjadi kala itu. Misalnya saat pengesahan keputusan tentang pemberantasan korupsi tahun 1358 serta upaya rekonsiliasi setelah perang saudara atau peristiwa pemberontakan Baydamur pada tahun 1361 dan dalam menyerukan jihad pada tahun 1368-1369. Ibn Katsir meninggal dunia tidak lama setelah ia menyusun kitab al-Ijtihâd fî Thalab al-Jihâd (ijtihad dalam mencari Jihad).

Sumber: http://simoelmughni.multiply.com/journal/item/42

.

Karya  – karya Ibnu Katsir

Sosok ulama seperti Ibn Katsir, memang jarang kita temui, ulama yang lintas kemampuan dalam disiplin ilmu. Spesialisasinya tidak hanya satu jenis ilmu saja. Selain itu, ia juga sangat produktif dalam karya, telah banyak karya-karya yang lahir dari tangan dan ketajaman berpikirnya. Di antara karya-karya beliau adalah :

1.     Tafsîr al-Qur`an al-Azhîm ( akan kita bahas dalam tulisan ini)

2.      Al-Bidâyah wa al-Nihâyah. Buku ini membahas tentang sejarah. Buku ini sering dijadikan rujukan para peneliti sejarah. Sumbernya begitu autentik. Karyanya ini berisikan berbagai tinjauan sejarah. Pertama, pemaparan tentang sejarah dan kisah Nabi-nabi beserta umatnya di masa lalu. Kisah ini ditopang dengan dalil-dalil yang kuat, baik itu dari al-Qur`an maupun al-Sunnah, juga pendapat-pendapat para mufassir, muhaddits dan sejarawan. Kedua, Ia menguraikan secara jelas mengenai bangsa Arab jaman jahiliyah, kemudian bangsa Arab ketika kedatangan Nabi Saw dan perjalanan dakwah Nabi Saw beserta para sahabatnya. Buku ini di akhiri dengan kisah Dazzal, juga ia ungkapkan mengenai tanda-tanda kiamat lainnya.

3.      Al-Takmîl fî makrifati al_tsiqât wa al-dlu’afâ` wa- al majâhil.          Buku ini adalah rujukan dalam ilmu hadist serta untuk mengetahui jarh wa ta’dil. karya ini adalah karya gabungan dua karya imam Dzahabi yaitu Tahdzîbu al-kamâl fî asmâ`i al rijâl dan Mîzân al i’tidâl fî naqdi al-rijâl dengan tambahan dalam jarh wa ta’dil.

4.     Al-Hadyu wa al-Sunan fî Ahâdits al-Masânid wa al-Sunan atau yang mashur dengan istilah Jâmi’ al-Masânid. Dalam kitab ini, Ibnu Katsir menggabungkan kitab musnad imam Ahmad (w.241), al-Bajjar (w.291), Abi Ya’la (w.307) Ibn Abi Syaybah (w.297), bersama kitab yang enam. Kemudian Ia menyusunnya dengan bab per bab.

5.      Al-Sîrah al-Nabawiyah.

6.      Al-Musnad al-syaykhân (musnad Abu Bakar dan Umar).

7.    Syamâil al-rasûl wa dalâilu nubuwwatihi wa fadlâilihi wa khashâ`isihi (di nukil    dari kitab bidâyah wa nihâyah)

8.     Ikhtishar al-Sîrah al-Nabawiyah. Di ambil dari bidâyah wa nihâyah terkhusus    mengenai kisah bangsa Arab jaman jahiliyah dan jaman Islam serta sirah Nabi Saw.

9.       Al-Ahâdîts al-tawhîd wa al-rad ‘alâ al-syirk.

10.   Syarh Bukhari (tidak selesai)

11.   Takhrîj ahâdîts muktashar ibn al-hâjib.

12.    Takhrîj ahâdîts adillatu al-tanbîh fî fiqh al-syaafi’i.

13.      Muktashar kitab Bayhaqi (al-madkhal ilâ al-sunan)

14.      Ikhtishar ‘ulûmu al-hadîts li ibn al-shalâh.

15.      Kitâb al-simâ’.

16.      Kitâb al-ahkâm (tidak selesai hanya sampai bab haji saja)

17.      Risâlah al-jihâd.

18.      Thabâqât al-syafi’iyyah.

19.      Al-Kawâkib al-Dirâri (dinukil dari kitab bidâyah wa nihâyah)

20.      Al-Ahkâm al-Kabîrah.

21.      Manâqib al-syâfi’i..

 

Sumber: http://arab.upi.edu/forum/index.php?topic=39.0

.