Bantahan vs Bantahan Fatwa-Fatwa Kafir

Perlu diketahui sebelumnya kami telah mencatat adanya fatwa-fatwa kafir yang kami post di sini:

http://orgawam.wordpress.com/

Mohon maaf bagi yg tak berkenan. Namun kami punya sumber yang dicantumkan secara gamblang di sana. Silakan dilacak sendiri. Selanjutnya sumber kami sebut sebagai pendekar kubu pertama.

Seiring dengan berjalannya waktu, didapatkan bantahan, bahwa fatwa-fatwa kafir itu tidak benar, dusta, fitnah. Link ada di bawah berikut, yang kami sebut sebagai pendekar kubu kedua. Dua2-nya mengaku sebagai pendekar dari partai kebenaran.

http://muslim.or.id/

Berikut adalah cuplikan bantahan itu di artikel, yang ingin tahu lebih detail sila buka link di atas.

Poin Keempat: Tentang Pengkafiran

Di antara tuduhan terbesar yang tersebar adalah: bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab beserta pengikutnya mengkafirkan kaum muslimin, dan meyakini bahwa nikah dengan mereka hukumnya tidak sah, kecuali jika menikah dengan orang yang sepaham dengannya atau orang yang hijrah kepadanya.

Beliau telah membantah tuduhan ini di berbagai bukunya, antara lain ucapannya,

“Tuduhan bahwa aku telah mengkafirkan kaum muslimin adalah dusta besar yang diada-adakan orang yang memusuhiku; untuk menghalang-halangi orang dari agama ini. Maka aku katakan, “Maha suci Engkau (wahai Rabbku), ini adalah kedustaan yang besar.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/100).

“Bermacam-macam tuduhan telah dilontarkan kepada kami, fitnah pun makin menjadi-jadi, mereka mengerahkan pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki dari kalangan iblis untuk menyerang kami. Dan di antara kebohongan yang mereka sebarkan, adalah tuduhan bahwa aku mengkafirkan seluruh kaum muslimin kecuali pengikutku, dan nikah dengan mereka hukumnya tidak sah. Untuk menukil tuduhan tersebut saja orang yang berakal merasa malu, apalagi untuk mempercayainya. Bagaimana mungkin orang yang berakal memiliki keyakinan seperti itu? Apakah mungkin seorang muslim meyakini keyakinan demikian?. Aku berlepas diri dari tuduhan itu. Tuduhan itu tidaklah dilontarkan melainkan dari orang yang tidak waras dan linglung. Semoga Allah ta’ala memerangi orang-orang yang bermaksud jelek.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/80).

“Yang aku kafirkan adalah orang yang telah mengerti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dia menghinanya, menghalangi manusia darinya, serta memusuhi penganutnya. Inilah yang aku kafirkan, dan alhamdulillah kebanyakan umat ini tidaklah demikian keadaannya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/73).

Poin Kelima: Tentang Pemikiran Khawarij

Sebagaian orang menuduh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berpemikiran Khawarij, yaitu mengkafirkan orang yang berbuat maksiat.

Beliau menjawab, “Aku tidak akan mengatakan tentang seorang pun dari kaum muslimin bahwa dia pasti masuk surga atau neraka, kecuali orang yang telah dipersaksikan demikian oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berharap semoga orang yang baik masuk surga, dan aku mengkhawatirkan orang yang berbuat jelek akan masuk neraka. Aku tidak mengkafirkan seorang pun dari kaum muslimin, serta mengeluarkannya dari agama ini, hanya karena dia terjerumus ke suatu perbuatan dosa.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/32).

.

.

Ehm .. biarlah ke dua pendekar partai kebenaran ini ber-pibu. Eloknya .. kedua pihak memakai jurus-jurus dari kitab yang sama, Durar as-Saniyah. Aku ingin tahu hasilnya kelak setelah jurus-jurus mereka tuntas.

Alangkah baiknya jika kitab itu diterjemahkan, sehingga umat tahu apa sebenarnya isi kandungan kitab itu. Jika ku punya modal, insya Allah bersedia menerbitkannya.

.

.

Sebelum jurus2 mereka itu tuntas .. tentu memakan waktu lama untuk menuntaskan (baca: menenterjemahkan) jurus2 itu .. kami penasaran dengan isi kitab. Googling-lah kami dengan kata kunci “Durar as-Saniyah”.

Hasilnya, ada pendekar lain yang mengaku dari partai kebenaran juga. Tapi ternyata dari kubu yang lain lagi menurut peta kami di sini. Tampaknya masih saudara seperguruan kubu kedua. Terlihat dari jurus2nya yg mirip n senada. Dia pakai banyak jurus, antara lain juga dari kitab pusaka Durar as-Saniyah tersebut. So .. Kami fokus hanya pada jurus2 yg berasal dari kitab ini.

Dari keterangan yg kami peroleh, jurus2 yang diciptakan oleh pendekar ini bukan untuk menangkis serangan dari partai pertama. Yang kami tangkap, jurus2 itu dipersiapkan untuk perjuangan lain yg jauh lebih besar.

Sayangnya .. jurus2 itu justru menohok pendekar partai kebenaran kubu ke dua, yg notabene saudara seperguruannya. Entah sengaja atau tidak, jurus2 andalannya malah seiring dengan jurus pendekar kubu pertama yang menghantam pendekar kedua. Yaitu ada banyak fatwa musyrik dan kafir.

Berikut sebagian cuplikannya. Bagi yang ingin tahu lebih banyak, sila rujuk link berikut:
Sumber: http://www.geocities.com/finafaan/

Judul artikel: Al ‘Urwah Al Wutsqa

oleh: Abu Sulaiman Aman Abdurrahman

Bab: HAKIKAT DIEN AL ISLAM

Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah berkata : “Para ulama telah ijma, salaf maupun khalaf dari kalangan para sahabat, tabi’in, para imam dan seluruh ahlus sunnah bahwa seseorang tidak menjadi muslim kecuali dengan mengosongkan diri dari Syirik Akbar, bara’ (berlepas diri) darinya dan dari para pelakunya, membencinya, memusuhinya sesuai kemampuan dan kekuatan, serta memurnikan amalan-amalan seluruhnya kepada Allah.” [Ad Durar As Saniyyah 11/545]

Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata : “Seandainya kita menyebut satu persatu orang-orang yang telah dikafirkan oleh para ulama padahal mereka itu mengaku Islam dan para ulama telah menfatwakan kemurtaddan dan vonis bunuh baginya, tentulah pembicaraan menjadi panjang, akan tetapi di antara kisah yang terakhir adalah kisah Bani Ubaid, para penguasa Mesir dan jajarannya, mereka itu mengaku sebagai ahlu bait, mereka shalat jama’ah dan Jum’at, mereka telah mengangkat para qadhi dan mufti, namun para ulama ijma akan kekafiran mereka, kemurtaddannya dan (keharusan) memeranginya, serta negeri mereka adalah negeri harbiy, wajib memerangi mereka meskipun mereka (rakyatnya) dipaksa lagi benci kepada mereka.” [Tarikh Nejed : 346]

Bab: PENAMAAN MUSYRIK BAGI ORANG-ORANG YANG BERBUAT SYIRIKWALAU SEBELUM ADA HUJJAH

Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata : “Maka macam orang-orang musyrik ini dan yang serupa dengannya dari kalangan orang-orang yang beribadah kepada para wali dan orang-orang shalih, kami menghukumi bahwa mereka itu adalah musyrikun dan kami memandang mereka itu kafir bila telah tegak atas mereka hujjah risaliyyah. Dan dosa-dosa selain ini yang tingkatan dan kerusakannya dibawah (syirik) ini, maka kami tidak mengkafirkan (orang) dengan sebabnya.” [Ad Durar As Saniyyah : 1/522]

Sangat jelas sekali bahwa syaikh rahimahullah menghukumi pelaku syirik akbar sebagai orang musyrik meskipun sebelum (tegak) hujjah.

Syaikh Abdullah Aba Buthain yang sebagai mufti negeri Nejed rahimahullah berkata juga : “Orang pelaku syirik adalah musyrik, mau tidak mau, sebagaimana sesungguhnya pemakan riba itu adalah muraabi mau tidak mau, meskipun dia tidak menamakan apa yang dilakukannya riba, dan peminum khamar itu adalah peminum khamar meskipun dia menamakannya dengan nama lain.” [Risalah Al Intishar Lihizbillahil Muwahidin War Raddu ‘Alal Mujadil ‘Anil Musyrikin : 12 digabung dengan Aqidatul Muwahhidin]

Beliau berkata juga setelah menuturkan kisah ‘Adiy Ibnu Hatim : ‘Adiy rahimahullah sama sekali tidak mengira bahwa sikap setujunya kepada mereka (para ulama dan rahib) dalam apa yang telah disebutkan adalah bentuk ibadah kepada mereka, maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa hal itu adalah ibadah dari mereka kepada mereka (para ulama dan rahib) padahal mereka itu tidak meyakini sebagai bentuk ibadah kepada mereka. Dan begitu juga apa yang dilakukan oleh ‘Ubbadul Qubur berupa berdo’a kepada penghuni kubur, memohon pemenuhan kebutuhan kepada mereka dengan sembelihan dan nadzar, (itu semua) adalah ibadah dari mereka kepada orang-orang yang dikubur meskipun mereka tidak menamainya dan tidak meyakininya sebagai ibadah.” [Al Intishar : 12-13]

Dan beliau berkata dalam Ad Durar : 10/393-394 dalam rangka mengkomentari hadist ini (hadist ‘Addiy) : “Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencela mereka dan menamakan mereka sebagai kaum musyrikin padahal mereka tidak mengetahui bahwa perbuatan mereka ini adalah ibadah kepada mereka, namun mereka tidak diudzur.”

Oleh sebab itu maka dua putra Syaikh Abdullathif yaitu Abdullah dan Ibrahim serta Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman mengatakan saat ditanya tentangnya, mereka berkata : “Maka dikatakan, Ya, karena sesungguhnya Syaikh Muhammad rahimahullah tidak langsung serta merta mengkafirkan manusia kecuali setelah tegaknya hujjah dan dakwah, sebab mereka saat itu berada dizaman fatrah dan (zaman) ketidaktahuan akan atsar-atsar risalah, dan oleh sebab itu beliau berkata : “Karena kejahilan mereka dan ketidakadaan orang yang mengingatkan mereka, adapun bila hujjah sudah tegak maka tidak ada larangan mengkafirkan mereka meskipun mereka tidak memahaminya.” [Ad Durar As Saniyyah : 10/434-435]

Abdullah dan Husen putera Syaikh Muhammad berkata tatkala keduanya ditanya tentang orang yang mati sebelum adanya dakwah Syaikh Muhammad : “Orang yang meninggal dunia dari kalangan para pelaku syirik sebelum sampainya dakwah ini maka hukum yang divoniskan atasnya adalah bahwa bila dia itu diketahui melakukan Syirik dan menjadikannya sebagai ajaran kemudian mati di atasnya, maka ini dhahirnya mati di atas kekufuran (maksudnya dengan kekafiran disini adalah syirik karena pemberlakuan hukumnya atas orang itu, Ali Al Khudlair) sehingga tidak boleh dido’akan, tidak boleh berkurban atas namanya, dan tidak boleh juga bersedekah atas namanya. Adapun hakikat sebenarnya adalah dikembalikan kepada Allah SWT, bila ternyata hujjah telah tegak atas dia di masa hidupnya dan dia membangkang, maka dia kafir dalam hukum dhahir dan bathin. Dan bila ternyata hujjah belum tegak atasnya maka urusannya kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” [Ad Durar As Saniyyah: 10/ 142].

Putera-putera Syaikh Muhammad dan Hamd Ibnu Nashir Alu Ma’mar tatkala ditanya tentang hal itu, mereka mengatakan : “Bila dia melakukan kekafiran dan kemusyrikan karena kejahilan atau tidak adanya orang yang mengingatkannya, maka kami tidak memvonis dia kafir sehingga hujjah tegak atasnya namun kami tidak menghukumi dia sebagai orang muslim.”

Bab: ORANG BERSTATUS KAFIR SETELAH ADA HUJJAH

Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata : “Macam orang-orang musyrik itu dan yang serupa dengan mereka dari kalangan orang-orang yang beribadah kepada para wali dan orang-orang shalih, kami vonis mereka sebagai orang-orang musyrik dan kami memandang mereka kafir bila hujjah risaliyyah telah tegak atas mereka. Dan dosa selain ini yang lebih rendah tingkatan dan kerusakannya, maka kami tidak mengkafirkan (si pelaku) dengan sebabnya.” [Ad Durar As Saniyyah : 522 jilid 1]

Bab: TIDAK ADA UDZUR KARENA JAHIL, TAKWIL, IJTIHAD, DAN TAQLIDDALAM SYIRIK AKBAR

Syaikh Abdullah Aba Buthain rahimahullah : “Dan kita mengetahui orang yang melakukan hal itu (maksudnya syirik) dari kalangan orang yang mengaku Islam, bahwa tidak ada yang menjerumuskan mereka kedalam hal itu kecuali kejahilan. Seandainya mereka mengetahui bahwa hal itu menjauhkan dari Allah sejauh-jauhnya dan (mengetahui) bahwa itu tergolong syirik yang telah Allah haramkan, tentulah mereka tidak melakukannya, namun semua ulama telah mengkafirkan mereka dan tidak mengudzur karena kejahilan sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang-orang sesat : ‘Sesungguhnya mereka itu diudzur karena sesungguhnya mereka itu jahil.’“ [Ad Durar As Saniyyah : 10/405]

Beliau berkata juga : “Dan apa yang telah lalu berupa penghikayatan Syaikhul Islam rahimahullah terhadap ijma kaum muslimin bahwa orang yang menjadikan antara dia dengan Allah para perantara yang mana ia tawakkal terhadap mereka dan mohon kepada mereka penghadiran manfa’at dan penolakan bahaya bahwa dia itu kafir musyrik (penghikayatan ijma) itu meliputi orang yang jahil dan lainnya.” [Ad Durar As Saniyyah : 10/393]

Dan beliau berkata lagi : “Dan semua ulama dalam kitab-kitab Fiqh menyebutkan hukum orang murtad, dan macam kekafiran dan kemurtaddan yang paling pertama mereka sebutkan adalah Syirik, mereka berkata : sesungguhnya siapa yang menyekutukan Allah maka dia telah kafir, dan mereka tidak mengecualikan orang jahil.” [Ad Durar As Saniyyah : 10/402]

Dan berkata lagi : “Dan Al Qur’an membantah orang yang menyatakan, ‘bahwa orang taqlid itu diudzur’ (orang yang mengatakan demikian) sungguh telah mengada-ada dan berdusta atas nama Allah.” [Ad Durar As Saniyyah : 10/394]

Ulama-ulama yang tergabung dalam Al Lajnah Daimah berkata : “Setiap orang yang beriman kepada risalah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dan ajaran syariat yang beliau bawa bila dia sujud setelah itu kepada selain Allah, baik wali, orang-orang yang sudah dikubur atau Syaikh Thariqat, maka dia dianggap kafir murtad dari Islam lagi musyrik (menyekutukan) yang lainnya bersama Allah dalam ibadah, meskipun dia mengucapkan dua kalimah syahadat saat sujudnya, karena dia melakukan hal yang mengugurkan pengucapnnya itu, berupa sujudnya kepada selain Allah, namun terkadang dia diudzur karena kejahilan sehingga tidak langsung dikenakan sangsi hukuman sehingga dia diberitahu dan ditegakkan hujjah atasnya serta diberi tenggang waktu tiga hari untuk memberi kesempatan atasnya supaya mengoreksi dirinya mudah-mudahan saja dia bertaubat, bila ternyata dia bersikeras atas sujudnya kepada selain Allah setelah ada penjelasan maka dia dibunuh karena sebab murtad, berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam : “Siapa yang merubah diennya, maka bunuhlah dia.” [Dikeluarkan oleh Al Bukhari dalam Shahih-nya dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu]

Penjelasan dan penegakan hujjah itu untuk memberikan kesempatan baginya sebelum dikenakan sangsi hukuman, bukan untuk dinamakan kafir setelah penjelasan itu, karena sesungguhnya dia dinamakan kafir dengan sebab perbuatan yang muncul darinya, berupa sujud kepada selain Allah atau nadzarnya sebagai taqarrub atau sembelihan kambingnya untuk selain Allah.” [Fatawa Al Lajnah Ad Daimah : 1/334-335]

Bab: NUKILAN DARI SYAIKH MUHAMMAD AL AMIN ASY SYINQITHY TENTANG ORANG YANG TERAPKAN UNDANG-UNDANG BUATAN

Ini Syaikh Sulaiman Ibnu ‘Abdillah Ibnu Syaikh (Muhammad) yang wafat tahun 1233 H rahimahullah, tatkala Turki Utsmani menyerang negeri Tauhid -sebagian wilayah jazirah Arab- telah menulis risalah yang beliau beri judul Ad Dalaail, di dalamnya beliau jelaskan kemurtaddan orang-orang itu (Turki Utsmani) bahkan kemurtaddan orang yang membantu dan mendukung mereka dari kaum muslimin. Beliau namakan pasukan mereka itu sebagai Junuud Al Qubaab Wasy Syirki (Pasukan Kubah dan Syirik) [Lihat Ad Durar As Saniyyah : 1/397 Cet. II dan lihat pula jilid IX dan X dalam Ad Durar.]

Bab: TAKFIR MU’AYYAN DALAM SYIRIK AKBAR DAN MASALAH-MASALAH YANG DHAHIRAH

Sebagian para imam dakwah Tauhid berkata : “Sesungguhnya Al Qur’an telah mengkafirkan para pelaku syirik dan memerintahkan untuk mengkafirkan mereka, memusuhi mereka dan memeranginya.” [Ad Durar As Saniyyah : 9/291]

Ijma para ulama akan kafirnya para penguasa dan kroni-kroni Bani Ubaid. Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata : “Seandainya kita menuturkan orang-orang yang mengaku Islam yang telah dikafirkan oleh para ulama dan mereka fatwakan kemurtaddan dan keharusan membunuhnya tentulah pembahasannya panjang, namun di antara kisah yang paling akhir adalah kisah Bani Ubaid para penguasa Mesir dan jajarannya sedangkan mereka itu mengaku tergolong Ahlul Bait, mereka shalat Jum’at dan jama’ah, serta telah mengangkat para qadli dan mufti. Dan para ulama ijma atas kekafiran mereka, meskipun mereka (rakyatnya) dipaksa dan benci kepada mereka (para penguasa).” [Tarikh Nejd : 346]

Syaikh Abdullah Ibnu Abdirrahman Aba Buthain rahimahullah berkata : “Masalah yang ditunjukan oleh Al Kitab, As Sunnah dan ijma ulama adalah bahwa dosa seperti syirik dengan cara beribadah kepada yang lain bersama Allah adalah kekafiran. Siapa orangnya melakukan sesuatu dari macam ini dan jenisnya, maka orang ini tidak diragukan lagi kakafirannya dan tidak apa-apa bila engkau mengetahui benar bahwa perbuatan ini muncul dari seseorang, engkau mengatakan si fulan telah kafir dengan perbuatan ini. Dan ini dibuktikan bahwa para fuqaha dalam bab hukum orang murtad menyebutkan banyak hal yang bisa membuat seorang muslim menjadi murtad lagi kafir, dan mereka memulai bab ini dengan ucapan mereka : Siapa yang menyekutukan Allah maka dia telah kafir dan hukumnya dia itu disuruh bertaubat, bila dia taubat, dan bila tidak maka dibunuh, sedang istitabah (menyuruh taubat) itu hanyalah terjadi pada orang mu’ayyan.” [Ad Durar As Saniyyah : 10/416-417]

Dan berkata juga : “Dan perkataan ulama tentang takfir mu’ayyan adalah banyak sekali, sedangkan macam Syirik yang terbesar ini adalah ibadah kepada selain Allah, dan itu adalah kekafiran dengan ijma kaum muslimin, dan tidak ada larangan dari mengkafirkan orang yang memiliki sifat itu, karena orang yang berzina dikatakan si fulan berzina, dan orang yang memakan riba dikatakan si fulan pemakan riba, wallahu A’lam.” [Ad Durar As Saniyyah : 10/417]

Syaikh Abdullah Aba Buthain rahimahullah berkata tentang orang yang mengatakan : ‘Sesungguhnya kalian mengkafirkan kaum muslimin’ (padahal orang itu beribadah kepada selain Allah) : “Sesungguhnya orang yang berbicara ini tidak mengetahui Islam dan Tauhid, dan yang nampak adalah tidak sahnya keIslaman orang yang berbicara ini, karena dia tidak mengingkari hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang musyrik pada masa sekarang dan tidak menganggapnya sesuatu (yang mesti diingkari). Sungguh dia itu bukan muslim.” [Majmu’ah Ar Rasail Juz I bagian 3 hal 655 dan Ad Durar As Saniyyah : 10/416]

Al Imam Asy Syaikh Muhammad Ibnu Ibrahim Alu Asy Syaikh tentang orang yang tidak mau mengkafirkan mu’ayyan : “Dan saya kira mereka itu tidak mengkafirkan kecuali orang yang langsung dengan nash Al Qur’an dinyatakan kekafirannya, seperti Fir’aun , sedangkan nash-nash (yang ada) tidak menta’yin setiap orang. Dia itu belajar bab hukum orang murtad namun tidak dia terapkan kepada seorangpun. Ini adalah kesesatan yang buta dan kejahilan yang paling besar”. [Aqidatul Muwahhidin, nukilan dari Majmu Al Fatawa : 1/84]

Dua putra Syaikh Muhammad yaitu Syaikh Husen dan Syaikh Abdullah berkata : “Orang yang mengatakan saya tidak memusuhi para pelaku syirik atau dia memusuhi mereka namun tidak mengkafirkannya, atau orang yang mengatakan saya tidak mengomentari negatif orang yang sudah mengucapkan Laa ilaaha illallaah meskipun mereka melakukan kemusyrikan dan kekafiran dan memusuhi dien Allah, atau orang yang mengatakan saya tidak akan mengganggu kubah-kubah (kuburan yang dikeramatkan), maka orang ini adalah bukan orang muslim, justeru dia tergolong orang-orang yang Allah firmankan tentang mereka (Q.S. An Nisa [4] : 150-151)

Syaikh Sulaiman Ibnu ‘Abdillah Ibnu Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata tentang orang yang mengatakan : ‘Bahwa peribadatan kepada kubah (kuburan) dan memohon kepada mayit bersama Allah adalah bukan Syirik dan bahwa para pelakunya bukan kaum musyrikin’ : “Maka nampaklah status dia dan kekafiran dan pembangkangannya.” [Ad Durar As Saniyyah : 8/127-128 dan lihat Hukmu Muwalati Ahlil Isyrak dalam Majmu’ah At Tauhid : 128]

Al Imam Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata : “Dan makna kufur kepada thaghut adalah engkau berlepas diri dari setiap yang dikultuskan selain Allah, baik berupa jin, manusia, atau yang lainnya dan bersaksi atas kekafiran dan kesesatannya serta engkau membencinya meskipun itu adalah ayahmu atau saudaramu. Dan adapun orang yang mengatakan : ‘Saya tidak beribadah kecuali kepada Allah namun saya tidak akan mengomentari para Syaikh (yang dikultuskan) dan kubah-kubah yang ada di atas kuburan dan yang serupa dengan hal itu’, maka orang ini dusta dalam pengucapan Laa ilaaha illallaah, dia tidak beriman kepada Allah dan tidak kufur kepada thaghut.” [Ad Durar As Saniyyah : 2/121]

Dua putra Syaikh Muhammad, yaitu Syaikh Husen dan Syaikh Abdullah ditanya : “Apa pendapat anda orang yang masuk dien ini (Tauhid) dan ia mencintainya, namun dia tidak memusuhi para pelaku Syirik atau dia memusuhi mereka namun tidak mengkafirkannya atau dia mengatakan : Saya muslim namun (tidak bisa) mengkafirkan orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah meskipun mereka tidak mengetahui maknanya…? Dan orang yang masuk dien ini namun dia mengatakan : Saya tidak akan mengganggu kubah-kubah itu dan saya tahu bahwa itu tidak bisa mendatangkan manfaat dan mudlarat tapi saya tidak akan mengganggunya…?

Mereka menjawab : “Sesungguhnya orang itu tidak menjadi muslim kecuali bila dia mengetahui Tauhid, menyakininya, mengamalkan tuntutannya, membenarkan Rasulullah dalam apa yang beliau kabarkan, dan mentaatinya dalam apa yang beliau larang, beriman kepadanya dan kepada apa yang beliau bawa. Siapa orangnya yang mengatakan saya tidak memusuhi para pelaku Syirik atau dia memusuhinya namun tidak mengkafirkannya, atau mengatakan saya tidak akan mengomentari negatif orang-orang yang sudah mengucapkan Laa ilaaha illallaah meskipun mereka itu melakukan kekafiran dan kemusyrikan serta memusuhi dien Allah, atau orang yang mengatakan saya tidak akan mengomentari kubah-kubah itu, maka orang seperti ini bukan muslim, namun dia tergolong orang-orang yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala firmankan :

“Dan mereka mengatakan : ‘kami beriman kepada sebagian dan kami kafir kepada sebagian.’ dan mereka menginginkan menjadikan jalan (tengah) di antara itu. Mereka itulah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya, dan Kami siapkan adzab yang menghinakan bagi orang-orang kafir.” (Q.S. An Nisa [4] : 150-151)

Perkataan Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah dalam risalahnya kepada Ahmad Ibnu ‘Abdil Karim Al Ahsaaiy, si musuh Tauhid yang membedakan nau’ dan mu’ayyan dalam syirik akbar dengan berlandaskan pada pemahaman yang salah akan perkataan Ibnu Taimiyyah : Dan kamu –wal ‘iyadzu billah– jatuh terpuruk setingkat demi setingkat, pertama kalinya (kamu jatuh) dalam keraguan, negeri syirik, loyalitas, shalat dibelakang mereka, serta bara kamu dari kaum muslimin karena mudahanah (basa-basi) terhadap mereka. [Ad Durar As Saniyyah : 10/64]

Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata : “Bila kalian telah tahu akan hal itu, maka thaghut-thaghut yang dikultuskan orang-orang dari kalangan para penduduk Al Kharaj dan yang lainnya, mereka itu terkenal dikalangan khusus dan umum dengan sikap tersebut dan bahwa mereka itu memposisikan diri untuk itu dan memerintahkan orang-orang untuk (mengkultuskannya), semuanya adalah kuffar murtaddin dari Islam, siapa yang membela-bela mereka atau mengingkari orang yang mengkafirkan mereka dan dia mengklaim bahwa perbuatan mereka ini meskipun bathil namun tidak mengeluarkan mereka kepada kekafiran, maka status menimal orang yang membela-bela ini adalah fasiq yang tulisan dan kesaksiaannya tidak boleh diterima serta tidak boleh shalat bermakmum padanya, bahkan dienul Islam tidak sah kecuali dengan bara’ dari mereka dan mengkafirkannya”. [Ad Durar As Saniyyah : 10/52-53]

Syaikh Abdullah Ibnu ‘Abdillathif rahimahullah berkata tatkala ditanya tentang Turki Utsmaniy : “Orang yang tidak tahu kafirnya negara ini dan tidak bisa membedakan antara mereka dengan para pemberontak dari kalangan kaum muslimin, maka dia tidak mengetahui makna Laa ilaaha illallaah. Kemudian bila disamping itu dia menyakini bahwa (pemerintah) negara itu adalah muslimun, maka ia lebih dahsyat dan lebih bahaya, dan ini adalah keraguan akan kekafiran orang yang kafir kepada Allah dan menyekutukan-Nya, sedangkan orang yang mendatangkan mereka dan membantunya untuk menyerang kaum muslimin dengan macam bantuan apa saja maka ini adalah kemurtaddan yang jelas. [Ad Durar As Saniyyah : 10/429]

Maka siapa yang tidak mengkafirkan para pelaku syirik dari kalangan negara Turki dan ‘Ubbadul Qubur seperti penduduk Makkah dan yang lainnya yang beribadah kepada orang-orang shaleh, dia berpaling dari Tauhidullah kepada syirik dan dia merubah Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan bid’ah, maka dia kafir seperti mereka meskipun membenci ajaran mereka, tidak menyukai mereka dan mencintai Islam dan kaum muslimin, karena orang yang tidak mengkafirkan para pelaku syirik adalah tidak membenarkan Al Qur’an, sebab Al Qur’an telah mengkafirkan para pelaku syirik dan memerintahkan untuk mengkafirkan mereka, memusuhinya dan memeranginya. [Ad Durar As Saniyyah : 9/291]

.

Yang ini kami ambil dari: http://anshar-tauhid-wa-sunnah.blogspot.com/

Ijma para ulama

Para ulama ijma bahwa orang yang berbuat syirik akbar itu dinamakan musyrik. Hal yang menjadi perdebatan mereka itu hanyalah tentang masalah ‘adzab di akhirat bagi yang belum tegak hujjah risaliyyah atasnya. Adapun masalah nama di dunia mereka sepakat bahwa ia adalah musyrik. Sehingga mereka sepakat bahwa status anak orang musyrik di dunia adalah musyrik, namun perbedaan di antara mereka hanya dalam masalah status akhirat, dia ke surga atau ke neraka. Di dunia tentang nama sepakat, sehingga anak-anak orang musyrik dijadikan budak, sedangkan orang muslim itu tidak bisa dijadikan budak di awalnya.

Syaikh Hamd Ibnu ‘Atiq rahimahullah berkata: “Para ulama ijma bahwa orang yang memalingkan satu macam dari 2 do’a (do’a ibadah dan do’a permintaan) kepada selain Allah maka dia itu telah musyrik, meskipun mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, shalat, dan mengaku muslim.” (Ibthal At Tandid).

Orang yang berbuat syirik akbar namun dia masih rajin shalat, dsb, padahal sebenarnya dia tahu bahwa orang musyrik itu amalannya tak berarti, kekal di neraka bila mati di atasnya, serta tidak diampuni. Itu terjadi tak lain karena dia tidak tahu bahwa yang dia lakukan itu perbuatan syirik atau tidak tahu bahwa dirinya musyrik, namun demikian para ulama sepakat bahwa orang jahil itu adalah musyrik.

Para ulama juga ijma bahwa hal paling pertama yang diserukan semua Rasul adalah ajakan beribadah kepada Allah SWT dan penanggalan syirik yang mereka lakukan. Para rasul itu mengkhithabi kaumnya atas dasar mereka itu adalah orang-orang musyrik. Umat para Rasul itu adalah musyrikin saat sebelum menerima dakwahnya. Azar ayah Ibrahim adalah musyrik sebelum Ibrahim diutus, Abdul Muththalib juga berstatus musyrik.

Bahkan para ulama menjelaskan bahwa nama musyrik itu ada sebelum adanya Risalah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Nama musyrik itu sudah ada sebelum risalah, karena dia (pelakunya) menyekutukan Tuhannya, menjadikan tandingan bagi-Nya dan mengangkat tuhan-tuhan lain bersama-Nya.” (Majmu Al Fatawa: 20/38).

Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata saat menjelaskan para pelaku syirik yang mengaku muslim: “Maka macam orang-orang musyrik itu dan yang semisal dengan mereka dari kalangan yang beribadah kepada para wali dan orang-orang shalih, kami vonis mereka itu sebagai orang-orang musyrik, dan kami memandang kekafiran mereka bila hujjah risaliyyah telah tegak atas mereka.” (Ad Durar 1/322 cet. lama).

Pelaku syirik akbar bila belum tegak hujjah dinamakan musyrik, sedangkan bila sudah tegak hujjah atasnya maka dinamakan musyrik kafir.

Bila antum tidak mengenal (istilah) ini, maka bisa jatuh ke dalam kekeliruan yang luar biasa fatalnya, seperti yang dialami kalangan (salafi) maz’uum dewasa ini.

Syaikh Hamd Ibnu Nashir Alu Mu’ammar dan putra-putra Syaikh Muhamamd Ibnu Abdil Wahhab berkata tentang para pelaku syirik yang mengaku Islam yang belum tersentuh dakwah tauhid: “Bila dia melakukan kemusyrikan dan kekafiran karena kebodohan dan tidak adanya orang yang mengingatkannya maka kami tidak memvonis dia kafir hingga hujjah risaliyyah ditegakkan atasnya, namun kami tidak menghukumi dia sebagai orang muslim.” (Ad Durar).

Dia bukan orang kafir karena belum tegak hujjah risaliyyah, dan dia bukan muslim karena melakukan syirik akbar, tapi dia musyrik.

.

Wallahu a’lam.